top of page

Sejarah Indonesia

Riwayat Pacu Jalur Yang Kini

Riwayat Pacu Jalur yang Kini Mendunia

Bermula dari transportasi air, Pacu Jalur viral berkat tren “aura farming” hingga siap didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO.

16 Juli 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

TREN “Aura Farming” yang seliweran di lini masa beberapa media sosial turut mengglobalkan olahraga tradisional Pacu Jalur asal Kuantan Singingi (Kuansing), Riau. Tren yang populer berkat video Rayyan Arkan Dikha, sang ‘togak luan’ di haluan Jalur atau perahunya, itu belakangan ditiru banyak figur dunia, termasuk para pembalap MotoGP dan Superbike. 

 

Di arena Race 1 WSBK Superbike di Sirkuit Donington Park, Inggris pada Sabtu (12/7/2025), misalnya, pembalap tim BMW Toprak Razgatlıoğlu merayakan kemenangannya dengan berdiri di motornya dan melakukan selebrasi “aura farming”. 


Hal serupa juga dilakukan pembalam tim Ducati Marc Márquez di Sirkuit Sachsenring yang menggelar MotoGP Jerman pada Minggu (13/7/2025). Tak hanya melakoni race ke-200 sepanjang kariernya di MotoGP, Marc juga tampil prima. Di lap terakhir, ia sengaja ‘gas pol’ untuk memperlebar jarak dari sang adik, Álex Márquez, guna merayakan kemenangan setelah melewati garis finis dengan menari “aura farming” ala Dhika di atas motornya. 

 

“Keren ya,” celetuk Marc ketika me-review rekaman balapan menjelang naik ke podium, dilansir laman MotoGP, Minggu (13/7/2025). 

 

“Kau hanya pamer,” sindir Álex. 

 

“Itulah kenapa aku menggeber di saat terakhir agar punya beberapa detik melakukan (selebrasi aura farming) itu,” tukas Marc. 

 

Istilah “aura farming” sendiri diartikan sebagai panen aura. Karena tarian yang dilakukan Dikha dianggap keren tanpa harus berusaha keras. 

 

Tren itu mendunia karena rekaman videonya berseliweran di berbagai platform media-sosial. Musik latar dalam videonya, yakni lagu “Young Black & Rich” yang dipopulerkan rapper Amerika Serikat Melly Mike, jadi nilai lebih karena dianggap pas dengan adegannya. Sang artis dikabarkan akan datang ke Festival Pacu Jalur di Kuansing, Riau pada 20-24 Agustus 2025 atas insiatif pribadi dan tanpa bayaran. 

Pembalap tim Ducati Lenovo, Marc Márquez Alentà berselebrasi "aura farming" usai memenangi GP Jerman 2025 (motogp.com)
Pembalap tim Ducati Lenovo, Marc Márquez Alentà berselebrasi "aura farming" usai memenangi GP Jerman 2025 (motogp.com)

Warisan Sarat Budaya, Sejarah, dan Spiritualitas

Pacu Jalur secara harfiah terdiri dari dua kata, yakni “Pacu” yang artinya berlomba dan “Jalur” yang merupakan sebutan perahu panjang oleh masyarakat Rantau Kuantan alias Kuantan Singingi. Menurut sejarawan dan sastrawan Riau Datuk U.U. Hamidy dalam Kesenian Jalur di Rantau Kuantan, Jalur lazimnya terbuat dari batang pohon berusia tua yang umumnya memiliki panjang 25-30 meter dan lebar 1-1,5 meter. Jalur sudah dijadikan alat transportasi air masyarakat yang tinggal di sekitar Sungai Kuantan sejak abad ke-17, baik untuk mengangkut orang maupun hasil bumi. 

 

“Jalur merupakan wujud kebudayaan yang diwariskan turun-temurun. Bagi masyarakat Rantau Kuantan, jalur memiliki makna tersendiri, baik pribadi maupun sebagai warga kampung. Jadi, tidak sempurna suatu kampung jika warganya tidak mempunyai jalur. Jalur hasil karya budaya yang memiliki nilai estetik tersendiri dan juga mencakup kreativitas dan imajinasi. Hal ini terlihat jelas dari beberapa seni budaya yang terdapat di jalur, seperti seni ukir, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Olah karena itu, dapat dikatakan bahwa jalur merupakan upaya masyarakat Rantau Kuantan masa lalu untuk memenuhi kebutuhan manusia akan rasa indah dan sekaligus sebagai penikmat keindahan tersebut,” tulis Hasbullah, dkk. dalam artikel “Unsur-Unsur Magis dalam Tradisi Pacu Jalur: Perspektif Antropologi Agama” di Jurnal Sosial Budaya, Volume 13, No. 1, Juni 2016. 

 

Kendati begitu, belum ada temuan tentang mulai kapan pastinya olahraga tradisional Pacu Jalur muncul. Hanya diketahui, setidaknya di tahun 1900 setiap kampung di sekitar Sungai Kuantan sudah mulai menyemarakkannya untuk memperingati hari-hari besar Islam. 

 

Kendati kebiasaan di setiap kampung bermacam-macam, untuk membuat jalur baru untuk Pacu Jalur umumnya sampai ada 19 tahap yang mencerminkan spirit gotong-royong. Di antaranya adalah Rapek Kampung atau musyarawah tokoh adat dan pemilihan serta penebangan kayu yang ditentukan oleh dukun kayu jalur. Sang dukunlah yang biasanya memimpin upacara adat untuk membangunkan mambang atau ruh pada kayu yang akan ditebang. 

  

Setelah penebangan kayu, tahap berikutnya meliputi pemotongan ujung kayu, pendadan atau meratakan bagian dada atau depan perahu, mencaruk atau melubangi ruang perahu, menggiling bibir perahu, menggaliak atau membalikkan untuk membentuk bagian luar perahu, maleo jalur atau upacara adat penarikan perahu setengah jadi ke kampung, sampai akhirnya menurunkan jalur ke sungai. 

 

Di beberapa kampung, selepas perlombaan Pacu Jalur lazimnya tak menghadirkan hadiah dan sekadar dilanjutkan agenda makan besar bersama. Sedangkan di kampung-kampung lain setidaknya ada yang memberi apresasi berupa marewa, semacam bendera segitiga berwarna-warni untuk pemenangnya. 

 

Kedatangan kolonialis Belanda yang menguasai Kota Teluk Kuantan mulai 1905 mengubah kebiasaannya. Sungai Kuantan dianggap vital oleh tentara kolonial karena dianggap sebagai jalur pasokan senjata buat perlawanan penguasa Kesultanan Jambi, Sultan Thaha Saifuddin. Maka, Belanda pun merebut Kuantan dari arah Minangkabau sekaligus menyerang Kerajaan Kuantan hingga Teluk Kuantan jatuh ke tangan Belanda pada 11 Oktober 1905. Sejak kekuasaan Belanda “diresmikan” lewat korte verklaring pada 21 Oktober 1905, hari-hari besar Islam tak lagi disemarakkan Pacu Jalur. 

 

“Belanda mengambil tradisi ini untuk merayakan hari besar kepentingan penjajah. Belanda memanfaatkan Pacu Jalur untuk merayakan hari ulang tahun kelahiran Ratu Wilhelmina setiap pada tanggal 31 Agustus. Karena pesta pacu jalur yang diadakan Belanda itu hanya setahun sekali, maka kedatangan pesta ini tiap tahunnya dipandang masyarakat Rantau Kuantan sebagai datangnya tahun baru itu sebabnya masyarakat menyebut kegiatan ini sebagai Tambaru,” tulis Suwardi Mohammad Samin dalam Pacu Jalur dan Upacara Pelengkapnya.

 

Di masa pendudukan Jepang hingga revolusi kemerdekaan, Pacu Jalur “mati suri”. Pesta Pacu Jalur baru kembali dihidupkan masyarakatnya mulai awal 1950-an, umumnya untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI, yang tradisinya berlanjut sampai sekarang. 

 

Perlahan tapi pasti, Festival Pacu Jalur tidak hanya sekadar acara tradisional namun juga menjadi atraksi pariwisata yang terus digelorakan pemerintah Kabupaten Kuansing. Lantaran itulah Kementerian Kebudayaan siap untuk mengajukan Pacu Jalur sebagai warisan budaya tak benda ke UNESCO. 



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page