top of page

Sejarah Indonesia

Sebelum Ke Korea Perwira Belanda Ini Pernah Ditahan Tni 16

Sebelum ke Korea, Perwira Belanda ini Pernah Ditahan TNI 16 Hari

Sebelum ke Perang Korea, Letnan Pikkert pernah jatuh pesawatnya di Payakumbuh dan ditahan selama 16 hari.

26 Agustus 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Detasemen Belanda di Perang Korea (NDVN). (Foto: nllegioen.eu)


 

SETELAH Agustus 1949, perang antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda mulai mereda karena ada gencatan senjata pasca-Perjanjian Roem-Roijen. Banyak daerah mulai aman dari baku tembak kedua belah pihak. Masa itu adalah masa yang aman untuk terbang.

 

“Kami terbang dari Padang ke Pekanbaru,” aku perwira cadangan Letnan Dua Gerard Pikkert.

 

Bersama Kopral Looyen, Letda Pikkert terbang pada 22 Oktober 1949, beberapa bulan setelah gencatan senjata. Mereka naik pesawat kecil Pipercub.

 

Untuk mencapai Pekanbaru, pesawat mesti melewati daerah sekitar Bukittinggi. Kala itu Bukittinggi dan sekitarnya adalah daerah Republik Indonesia, sementara Padang di pesisir barat adalah daerah pendudukan Belanda.

 

Awalnya semua baik-baik saja setelah pesawat terbang. Namun setelah melewati Bukittinggi, pesawat dalam masalah.

 

“Kami berada sekitar 212 meter di atas permukaan tanah dan tiba-tiba kami jatuh. Begitu tiba-tibanya sampai kami bahkan tidak sempat terkejut. Kami mendarat di jalan utama menuju Pekanbaru dan langsung mencari perlindungan,” aku Pikkert seperti diberitakan De Indisch Courant tanggal 19 November 1949  dan Java Bode tanggal 12 November 1949.

 

Koran Java Bode tanggal 28 Oktober 1949 dan De Volkskrant tanggal 9 November 1949 menyebut mereka mendarat darurat di jalan poros Padang-Pekanbaru, sekitar Payakumbuh, pada 22 Oktober 1949. Namun menurut pilot Pikkert, apa yang mereka alami bukan pendaratan darurat.

 

“Itu sama sekali bukan pendaratan darurat; semuanya terjadi terlalu cepat untuk itu; kami jatuh begitu saja,” kata Pikkert di De Indisch Courant tanggal 19 November 1949.

 

Kedua tentara Belanda itu tak mengalami luka parah hingga mereka bisa melarikan diri. Mereka hanya mengalami, sambung De Indisch Courant, “beberapa goresan kecil, tidak signifikan, bahkan tidak ada goresan yang dalam.”

 

Kendati jatuh di daerah yang sepi, mereka sadar berada di daerah lawan. Payakumbuh kala itu termasuk daerah Republik. Maka mereka harus mengamankan diri secepatnya. Pesawat ringan milik Militaire Luchvaart (ML) yang tidak terbakar itu pun mereka tinggalkan begitu saja.

 

“Kami tidak terlalu memikirkannya, kami langsung mencari perlindungan, tapi pesawatnya hancur total, itu sudah pasti,” aku Pikkert, yang bersama rekannya lalu bersembunyi di sebuah lembah di dekat jalan poros.

 

Sekitar pukul 01.15 dinihari 23 Oktober 1949, atau sekitar dua jam mereka jatuh, pihak TNI mengetahui ada pesawat jatuh dan segera mencari. Tak jelas apakah memang mereka mengetahui langsung atau mendapat informasi dari sumber lain semisal saksi mata ataupun personel kepolisian yang punya pos di dekat lokasi jatuhnya pesawat. Yang pasti pada pagi 23 Oktober 1949 itu mereka berhasil menemukan Letnan Pikkert dan rekannya. Kedua personel tentara Belanda itu langsung ditahan TNI.

 

Pikkert masih sangat muda ketika ditahan. Usianya baru 22 tahun, jadi dia lahir sekitar tahun 1927. Nederlandsch Staatcourant edisi 17 Februari 1949 menyebut, dia adalah letnan dua cadangan infanteri sejak 11 Januari 1949. Beberapa media lain menyebut ketika Pikkert jatuh, dia sedang menjadi pilot pengamat artileri. Namun apa tujuan penerbangan dari Padang ke Pekanbaru tidaklah jelas.

 

Di bawah komando Mayor Talip, yang diduga mantan guru dan bisa berbahasa Belanda, TNI memperlakukannya kedua tentara Belanda itu dengan baik.

 

“Kami diberi permainan solitaire dan bahan bacaan. Ada Elsevier, Orients pra-perang, majalah Life yang cukup baru, dan Panorama,” kenang Pikkert.

 

Dalam keadaan normal, barang-barang itu termasuk barang mewah di wilayah tempat kedua tentara Belanda itu ditahan. Mereka berada di daerah pedalaman Republik yang diisolasi Belanda. Barang-barang itu bisa sampai ke sana karena dibawa oleh para Republiken yang memasuki kota Padang.

 

Kala itu, nyaris tak ada peluang bagi Pikkert dan Looyen untuk kabur agar terbebas dari TNI. Namun, adanya Konferensi Meja Bundar yang menghasilkan kesepakatan bersama Indonesia Belanda membuat tindakan kabur dianggap tidak perlu.

 

“Tidak, peluang kami sangat kecil, dan lagipula, rasanya sia-sia, karena kami langsung diberitahu bahwa kami tidak akan ditahan lama,” terang Pikkert.

 

Toh, penahanan oleh TNI amatlah longgar. Kendati kedua tahanan itu dijaga terus, mereka diperbolehkan jalan-jalan ke pasar. Seingat Pikkert, penduduknya berpakaian rapi, sopan, tetapi pendiam.

 

Pikkert dan Looyen akhirnya dibebaskan. Looyen lalu kembali ke Belanda dan memilih jadi sipil kembali. Sedangkan Pikkert terus berkarier di militer.

 

Ketika baru bebas, Pikkert pulang ke rumah orangtuanya di daerah Cideng, Jakarta Pusat. Ayahnya seorang inspektur kepala di Kepolisian. Kepulangan Pikkert membuat ibunya amat  senang karena ketika Pikkert ditahan, dia merasa hidup terasa lama.

 

Pada 1952, pangkat Pikkert naik menjadi letnan satu. Pada tahun yang sama, Perang Korea pecah dan Lettu Pikkert ikut serta ke Korea sebagai bagian dari Netherlands Detachment United Nations (NDVN).

 

“Mereka tetap di Korea hingga Oktober 1954. Sebanyak 158 perwira dan 3.192 prajurit lainnya bertempur di Korea. Orang Belanda yang bertugas di NDVN terdiri dari dua orang asal Antillen Belanda, 73 orang dari Nugini Belanda, dan 115 orang dari Suriname,” tulis Paul M. Edwards dalam United Nations Participants in the Korean War: The Contributions of 45 Member Countries.

 

Pikkert dipercaya menjabat sebagai wakil komandan detasemen sementara komandannya, tulis Volkskrant tanggal 3 Oktober 1952 dan De Telegraaf tanggal 3 Oktober 1952, adalah Letnan Satu Krans van Dorsser dari Amsterdam.

 

“Perjuangan PBB di Korea sungguh layak diperjuangkan. Komunis harus dihentikan dengan segala cara,” kata Gerard Pikkert, yang karena dianggap baik menjalankan tugasnya lalu mendapat penghargaan Legion of Merrit dari Amerika Serikat, tulis Trouw edisi 21 Juli 54.

 

 

 

 

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page