top of page

Sejarah Indonesia

Sikap Fadli Zon Soal Kekerasan Seksual Dalam Kerusuhan Mei

Sikap Fadli Zon Soal Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Sejak dulu Fadli Zon meragukan terjadinya kekerasan seksual terhadap perempuan dalam kerusuhan Mei 1998. Dia menyebutnya sebagai upaya untuk menjatuhkan Islam.

19 Juni 2025
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat menjadi narasumber dalam program Real Talk with Uni Lubis yang disiarkan di kanal youtube IDN Times. (Tangkapan layar youtube IDN Times).

Diperbarui: 20 Jun

PERNYATAAN kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon terkait kekerasan seksual terhadap perempuan di tengah kerusuhan Mei 1998 masih terus menjadi sorotan. Kritik dan kecaman masih bermunculan dari berbagai kalangan, meski dia telah mengklarifikasi dalam keterangan tertulis di akun X-nya pada 16 Juni 2025.


Ucapan Fadli Zon yang menyebut perkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998 sebagai rumor disampaikan ketika membahas proyek penulisan ulang sejarah Indonesia bersama jurnalis senior sekaligus pemimpin redaksi IDN Times, Uni Zulfiani Lubis, di kanal youtube IDN Times pada Rabu, 10 Juni 2025.


“Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Enggak ada buktinya. Itu adalah cerita. Kalau ada tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Kan tidak pernah ada. Rumor-rumor seperti itu, menurut saya, tidak akan menyelesaikan persoalan,” kata Fadli Zon.


Bukan kali ini saja Fadli Zon mempersoalkan kekerasan seksual dan perkosaan massal dalam kerusuhan Mei 1998. Peneliti yang juga pendiri Asia Group Advisors, Adam Schwarz mencatat dalam A Nation In Waiting: Indonesia’s Search For Stability, dalam wawancara tanggal 3 September 1998, Fadli Zon yang pernah aktif sebagai aktivis Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan ambil bagian dalam departemen hubungan luar negeri Partai Bulan Bintang (PBB) menyebut tidak ada perkosaan.


“Tidak ada perkosaan. Semua itu hanyalah propaganda untuk menjatuhkan Muslim,” kata Fadli Zon dikutip oleh Schwarz.


“Ketika itu ada tudingan yang menyebut orang Tionghoa membuat tuduhan palsu bahwa perempuan etnis Tionghoa diperkosa dalam kekerasan Mei 1998 sebagai cara untuk mencemarkan nama Islam dan melemahkan Habibie secara politik,” tambah Schwarz.


Tudingan ini muncul seiring meningkatnya perhatian publik terhadap upaya mengusut apa yang sesungguhnya terjadi pada Mei 1998. Ketika itu, laporan tentang pemerkosaan yang paling mengejutkan masyarakat dan menimbulkan reaksi paling kuat. Menurut sosiolog Ariel Heryanto dalam “Rape, Race, and Reporting,” termuat di Reformasi: Crisis and Change in Indonesia, laporan yang mengusut kasus perkosaan di tengah kerusuhan menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Ada beberapa kelompok non-pemerintah yang mengecam laporan tersebut dan menyatakan keprihatinan mereka bahwa isu perkosaan telah dengan sengaja diembuskan atau hanya dibuat-buat untuk mendiskreditkan Islam di forum-forum internasional.


Fadli Zon mempersoalkan laporan korban kekerasan seksual dan perkosaan massal dalam bukunya Politik Huru-Hara Mei 1998. Ia membandingkan laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dengan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK) pimpinan Romo Sandyawan yang melakukan advokasi dan pendampingan terhadap korban.


Mengacu pada laporan TGPF, Fadli Zon menulis, selama kerusuhan Mei 1998, terjadi 78 kasus kekerasan seksual, antara lain: 52 kasus perkosaan, 14 kasus perkosaan dengan penganiayaan, 9 kasus penyerangan seksual, dan 15 kasus pelecehan. Temuan TGPF terkait dengan 52 kasus perkosaan itu bersumber dari 3 kasus yang didengar langsung; 9 kasus hasil pemeriksaan medis; 3 kasus berdasarkan keterangan orang tua korban; 10 kasus diperoleh dari saksi (perawat, psikiater, dan psikolog); serta 27 kasus yang dilaporkan oleh rahoniawan.


“Bandingkan dengan temuan Tim Relawan Kemanusiaan pimpinan Romo Sandyawan yang menyebutkan angka 156 kasus dan laporan akhir TGPF yang menyebutkan angka 52 kasus. Selain itu, berkenaan dengan 7 laporan kasus perkosaan yang ditangani oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), setelah tim investigasi melakukan verifikasi, dari 7 laporan ternyata hanya 4 kasus. Dari keempat kasus, hanya 2 kasus yang dapat dikategorikan sebagai ‘kasus kuat’,” tulis Fadli Zon.


“Munculnya angka 52 kasus perkosaan dalam laporan akhir TGPF menurut salah satu anggota tim asistensi TGPF, Hermawan Sulistyo, karena sub tim TGPF yang menangani kasus-kasus perkosaan mengambil alih tanggungjawab tim asistensi dan memasukan ‘rohaniawan’ (yang mengaku melakukan pendampingan) ke dalam kategori mereka yang dapat dipercaya sebagai saksi kasus-kasus yang tidak tercakup dalam laporan medis. Dengan demikian, informasi dan kesaksian ‘rohaniawan’ atas kasus perkosaan yang dilaporkannya kepada TGPF (walau tanpa ada pengujian medis) dianggap sahih oleh sub tim TGPF yang menangani kasus-kasus perkosaan. Suatu tindakan yang gegabah dan naif dilakukan oleh TGPF,” tambahnya.


Berangkat dari hal ini, Fadli Zon memandang laporan tentang kasus perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 yang disebut dilakukan oleh kelompok Muslim kepada perempuan Indonesia keturunan Tionghoa terkesan dibesar-besarkan dan memojokan umat Islam. Menurutnya, hal ini terlihat dalam sejumlah pemberitaan yang membahas tentang kekerasan seksual terhadap perempuan, khususnya kasus perkosaan massal. Fadli Zon juga mengaitkannya dengan kemunculan foto-foto perkosaan di internet yang ia sebut telah dimanipulasi. Sebab, belakangan diketahui bahwa foto-foto tersebut bukan gambar perempuan Indonesia melainkan wanita-wanita di Hong Kong dan beberapa negara lain.


“Bila ditelaah secara logis, perkosaan (apalagi perkosaan massal) sangat mustahil terjadi dalam sebuah kerusuhan semacam huru hara Mei 1998. Secara psikologis bagaimana caranya orang melakukan pemerkosaan dalam kondisi seperti itu. Selain juga memang tidak ada bukti kuat yang menunjukkan adanya kasus perkosaan yang dilakukan oleh kelompok Muslim terhadap perempuan etnis Tionghoa. Seperti diungkapkan Sjafrie Sjamsoeddin bahwa tidak ada satupun rakyat yang melapor dan setelah dilakukan investigasi juga hasilnya tidak ada dengan alasan tidak ada yang mau melapor. Walaupun begitu bisa dilihat indikasinya, tetapi indikasinya pun tidak ada,” tulis Fadli Zon.*

1 comentario

Obtuvo 0 de 5 estrellas.
Aún no hay calificaciones

Agrega una calificación
Obtuvo 5 de 5 estrellas.

👍

Me gusta
Tembaga untuk Amerika

Tembaga untuk Amerika

Selain dari Papua, tembaga Indonesia sejak dulu juga dikeruk dari Sumbawa. Kini Donald Trump kembali menyinggung soal akses tembaga Indonesia.
Jejak Pakualaman dalam Sepakbola

Jejak Pakualaman dalam Sepakbola

Kendati tak semegah kota-kota lain di Indonesia, sejarah sepakbola di Yogyakarta memiliki pesona tersendiri. Ada andil bangsawan Pakualaman dalam memperkenalkan dan mengembangkan sepakbola. Bahkan mendirikan salah satu klub sepakbola tertua di Yogyakarta: Browidjojo.
Ketika Timnas Indonesia "Mengajari" Jepang Main Bola

Ketika Timnas Indonesia "Mengajari" Jepang Main Bola

Timnas Jepang pernah kena terkam Indonesia semasa menjadi macan Asia. Digasak dengan skor telak 7-0. Kini Jepang menjadi jagoan Asia dan Indonesia merangkak lagi mencapai level tertinggi.
Kasus Prank yang Menghebohkan Penduduk London

Kasus Prank yang Menghebohkan Penduduk London

Sebuah prank menghebohkan penduduk London. Pelakunya mengirim ribuan surat palsu kepada pedagang, pejabat pemerintahan hingga bangsawan untuk datang ke sebuah rumah dalam waktu bersamaan.
Pendiri Persebaya Aktivis Pergerakan Nasional

Pendiri Persebaya Aktivis Pergerakan Nasional

Sebagai pengikut dr. Soetomo sekaligus anggota Parindra, Mas Pamudji ikut mendirikan Persebaya.
bottom of page