top of page

Sejarah Indonesia

Sniper Indonesia Tewaskan Ratusan Tentara

Sniper Indonesia Tewaskan Ratusan tentara Belanda

Penembak jitu adalah momok bagi tentara musuh. Pun para penembak jitu Indonesia, yang memangsa ratusan serdadu Belanda.

17 Agustus 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi sniper. Seorang Jerman di Uni Soviet dalam Perang Dunia II. (Bundesarchiv/Wikipedia)

KETERBATASAN senjata dan amunisi tentu membuat kombatan Republik Indonesia harus bisa berhemat dalam memakai peluru. Bertempur seperti penembak jitu (Inggris: sniper;  Belanda: sluipschutter) tentu menjadi cara terbaik bagi kombatan Indonesia di Perang Kemerdekaan. Satu nyawa musuh cukup dengan satu peluru saja.

 

Tapi, hanya sedikit pejuang Indonesia yang pernah mendengar istilah sniper atau sluipschutter, apalagi paham konsep kerja mutakhirnya. Terlebih era-era sebelumnya. Termasuk orang yang menembak Jenderal Mayor Johan Harmen Rudolf Köhler (1818-1873) ketika sedang memantau pertempuran di bawah pohon depan Masjid Raya Aceh, sebagaimana disebut Daoed Joesoef dalam Dia dan Aku  dan Anton Stolwijk dalam Aceh: Kisah Datang dan Terusirnya Belanda dan Jejak Yang Ditinggalkan.

 

Kohler tentu bukan satu-satunya militer Belanda yang jadi korban sniper di Indonesia. Terlebih dalam Perang Kemerdekaan, korban sniper Indonesia jauh lebih banyak.

 

Gerilyawan yang beraksi ala sniper itu mustahil dikejar oleh tentara Belanda. Mereka bergerak cepat di medan luas yang mereka pahami dengan baik dan berbaur dengan penduduk setempat.

 

Aksi sniper Indonesia tentu menjadi gangguan bagi tentara Belanda.Para serdadu Belanda tak pernah tahu kapan mereka akan diganggu atau dibuat mati oleh sniper.

 

Meskipun para sniper Indonesia bukan sniper terlatih seperti kebanyakan sniper di ketentaraan modern, mereka amat merepotkan bahkan menakutkan. Sebab, para sniper tak hanya memburu nyawa tentara Belanda tapi juga menakuti tentara Belanda yang hidup sebagaimana dulu sniper Jepang dan Jerman, musuh Sekutu dalam Perang Dunia II, amat memanfaatkan sniper.

 

“Dalam banyak laporan perang selama beberapa tahun terakhir, kita telah membaca tentang penembak jitu. Jika laporan itu dari Timur Jauh, kita langsung membayangkan seorang Jepang di atas pohon, dan jika dari Eropa, kita membayangkan seorang Jerman di dalam rumah yang hancur akibat bom di kota atau desa yang terbengkalai,” terang HP van Leeuwen di koran De Noord Ooster tanggal 13 Agustus 1947.

 

Selain dari naluri bertahan, para kombatan Indonesia bisa jadi tanpa disadari belajar soal sniper dari Jepang. Banyak pemuda yang kemudian menjadi kombatan Indonesia sebelumnya masuk dalam bermacam organisasi semi-militer Jepang, terutama PETA dan Gyugun.

 

Jepang sendiri memanfaatkan sniper dengan baik ketika melawan Inggris, terutama di Burma (kini Myanmar). Namun, Jepang tak seserius Jerman dalam memanfaatkan sniper hingga melahiran nama-nama sniper jempolan macam Mattaus Hetzenauer, Friedrich Pein, atau Heinz Thorwald. Prajurit infanteri Jerman yang tembakannya bagus diberi pelatihan tambahan soal menembak dan medan perang.

 

Palagan Afrika Utara semasa Perang Dunia II menjadi salah satu bukti kehebatan sniper Jerman. Leeuwen menyebut, 16 penembak jitu Jerman berhasil melucuti sebuah batalyon Inggris dalam lima hari di Afrika Utara. Sementara itu, Amerika Serikat dalam Perang Dunia I punya Kopral Alvin Yorke (1887-1964), seorang penembak jitu yang sukses melucuti satu kompi tentara Jerman di Perancis.

 

Seorang sniper harus bergerak layaknya seorang pemburu. Dia bukan hanya harus bisa menembak dengan baik, tapi juga harus mampu bergerak tanpa diketahui musuh.

 

“Ia harus menjadi orang yang tak terdengar dan tak terlihat. Selain kamuflase, penembak jitu dilengkapi dengan, antara lain, teleskop untuk melacak dan mengintai musuhnya. Ini adalah jenis teropong dengan perbesaran 20 kali,” terang Leeuwen.

 

Selain mengamati untuk menembak musuh, seorang sniper haruslah juga mengamati keadaan lawan untuk melaporkan ke perwira intelijen. Jadi seorang sniper sejatinya tak hanya menjadi penembak, tapi juga informan.

 

Multiperan sniper itulah yang menguntungkan pihak Indonesia di Perang Kemerdekaan.

Kian hari, kian banyak lawan dirobohkan oleh sniper-sniper Indonesia. Setelah Agresi Militer Belanda Pertama, seperti disebut Friesch Dagblad tanggal 17 Desember 1947, sebanyak 67 prajurit tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) dan 238 prajurit Tentara Angkatan Darat Kerajaan Belanda Koninklijk Landmacth (KL) di antaranya tewas oleh penembak jitu.

 

“Paling banyak 3 hingga 5 tentara kita tewas setiap minggu, terutama akibat tembakan penembak jitu,” terang Panglima Tentara Belanda di Indonesia Letnan Jenderal Simon Hendrik Spoor, dikutip Limburgsch Dagblad tanggal 22 Desember 1948.

 

 

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Melatih Andjing NICA

Melatih Andjing NICA

Martin Goede melatih para mantan interniran Belanda di kamp. Pasukannya berkembang jadi andalan Belanda dalam melawan pejuang Indonesia.
Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Anak Jakarta Jadi Komandan Andjing NICA

Sjoerd Albert Lapré, "anak Jakarte" yang jadi komandan kompi di Batalyon Andjing NICA. Pasukannya terdepan dalam melawan kombatan Indonesia.
Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Para Raja Luar Jawa dalam Perang Jawa

Dianggap kawan oleh Belanda dan tak mengenal Diponegoro, banyak raja atau kepala masyarakat mengerahkan penduduk mereka melawan Diponegoro dalam Perang Jawa.
Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Macan Ketawa Beraksi di Tapal Kuda

Pasukan berlambang harimau tertawa ini jadi andalan Belanda di sisi tenggara Jawa Timur semasa Agresi Militer II.
bottom of page