Hasil pencarian
9579 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Zarima di Arena
NIKMATNYA narkoba andai memang ada, hanya sesaat. Selebihnya, penyesalan. Karier tercoreng. Masa depan hancur. Potensi dan prospek yang terbangun runtuh seketika dan bukan perkara mudah untuk pulih. Pandangan masyarakat bakal tetap abadi. Itulah yang terjadi pada figur cantik Zarima Mirafsur. Kalau menyebut nama Zarima, hingga kini yang terngiang pastilah julukan “Ratu Ekstasi”. Padahal, ia punya potensi cemerlang tidak hanya di dunia artis tapi juga bulutangkis. Zarima merupakan sosok yang punya prospek cerah dalam bidang tepok bulu. Itu diingat betul oleh Yuni Kartika, mantan pebulutangkis yang kini jadi presenter olahraga. Eks pebulutangkis kelahiran 16 Juni 1973 ini pertamakali mengenal Zarima di audisi PB Djarum Jakarta medio 1984. “Waktu itu saya ikut audisi pas usia 11 tahun. Lucu tuh di situ angkatan saya. Ada Zarima Mir yang ratu ekstasi itu juga termasuk. Ade Rai yang sekarang angkat besi, terus ada Jean Pattikawa, anaknya (sutradara) Chris Pattikawa. Jadi memang kalau dilihat komposisi yang diterima ini, beda-beda banget karakternya dan ini membuat dinamika dalam latihan menarik. Seru sih waktu itu,” ujar Yuni kala ditemui Historia di Djarum Foundation Jakarta, 15 Januari 2019. Namun, sedikit yang teringat dari sosoknya karena memang Yuni hanya sebentar satu “kamp” dengan Zarima. Dia berpindah-pindah klub, seperti ke PB Jaya Raya dan Bimantara Badminton Club. “Kalau mainnya, dia cukup lincah dan tipe pemain reli,” kenang Yuni. Lahir di Bandung 3 Desember 1972 (sumber lain menyebutkan 1974), Zarima merupakan anak ketiga pasangan blasteran Pakistan-Sunda Mirafsur Khan-Mardiah. “Zarina (Zarima, red. ) dilahirkan dari keluarga harmonis dan berkecukupan. Mirafsur seorang pengusaha penginapan Grup Palm dengan anak usaha Karina, Permata Hati dan Palm di Cisarua, Bogor,” tulis Rahmawati Maharani dalam Ekstasi: Zarima Mir, Ria Irawan, Mohd. Said . Ketertarikan dan bakatnya terhadap bulutangkis mulai tampak sejak pulang dari New York, Amerika Serikat usai menyelesaikan sekolah dasar (SD) di Negeri Paman Sam. Sebagaimana juga Zulfikar kakaknya, ketertarikan Zarima bermula setelah dikenalkan sang ayah. “Ayah kandungnya, Mirafsur-lah yang sangat menginginkan Zarina menjadi atlet andal,” sambung Rahmawati. Bakatnya diasah sejak masuk SMP di Rawamangun hingga Ragunan, sebelum diseriusi lagi dengan masuk klub. “Obsesi itu membuat Mirafsur berlaku keras terhadapnya. Tak sia-sia, ia pernah jadi juara tunggal putri di Kejurda DKI Jaya,” sambungnya. Dari Ragunan, PB Djarum, PB Jaya Raya hingga Bimantara, karier Zarima akhirnya barlabuh ke Pelatnas PBSI di Senayan pada 1989. Ia bermain di tunggal putri dan ganda campuran berpasangan dengan Ardy Bernardus Wiranata. “Iya, kita pernah berpasangan di ganda campuran. Seingat saya pertamakali kenal sebenarnya sejak saya masih di PB Tunas Inti. Agak lupa juga saya soal sosoknya. Saya masih sangat muda waktu itu. Paling yang teringat, dia orangnya sangat pendiam,” kenang Ardy kala dihubungi Historia , 25 Maret 2019. Di Pelatnas, Zarima dilatih legenda Rudy Hartono dan Retno Koestijah. Laman BWF mencatat, Zarima ikut memperkuat skuad Indonesia di Malaysia Open 1989 tapi hanya turun di tunggal putri. Ia hanya sampai babak kedua setelah keok dua set langsung, 10-21 dan 2-11, dari Fiona Smith asal Inggris. Sayangnya, hanya sekira tiga tahun Zarima berkiprah di Pelatnas lantaran kemudian memutuskan terjun ke dunia hiburan. Zarima dalam film Cinta Anak Muda produksi 1990. (Youtube/Star Chanel) Gegara Prahara Psikis Zarima ikut terguncang akibat prahara keluarga. Ayah dan ibunya bercerai. Zarima pun gantung raket pada 1993. “Sejak itu kariernya sebagai pemain bulutangkis berantakan. Ia juga dihadapkan pada pilihan, ikut ayah atau ibu. Baginya dan saudara-saudaranya, pilihan ini berat,” kata Rahmawati. Zarima , yang sudah merintis karier film di sela-sela jadi atlet , akhirnya memutuskan terjun ke dunia hiburan . Namun ironisnya, di era itu pula Zarima terlibat narkoba hingga melekatkan julukan “Ratu Ekstasi” padanya. Bukan hanya pihak keluarga yang kaget, kawan-kawannya di dunia bulutangkis juga terkejut. “Sejak Zarima berhenti main badminton, saya enggak pernah kontak juga. Ya namanya juga zaman dulu alat komunikasi dan media sosial enggak seperti sekarang. Mendadak cuma tahu berita Zarima kena kasus narkoba itu,” ujar Ardy lagi. Mantan pelatihnya, Retno, syok dan menyesalkan skandal itu. “Padahal selain pukulan-pukulan Zarima cukup bagus, dia juga disiplin. Makanya kaget ketika melihat fotonya terpampang di koran karena kasus ekstasi,” ungkap Retno dikutip Rahmawati.
- Kedai Cepat Saji Tertua di Dunia
Di mana kedai cepat saji tertua di dunia? Mungkin jawabannya bisa ditelusuri di situs permukiman kuno, Pompeii. Para arkeolog baru-baru ini menemukan sebuah kedai makanan ringan kuno di Pompeii, sebuah kota zaman Romawi kuno yang telah menjadi puing dekat kota Napoli dan sekarang berada di wilayah Campania, Italia. Lukisan-lukisan berwarna-warni yang menghiasi kios itu telah bertahan hampir 2.000 tahun di bawah abu vulkanik dan batu apung. Hasil penelitian itu diumumkan Taman Arkeologi Pompeii Jumat (29/3). Mereka merilis beberapa gambar dari sebuah kios kuno atau termopolium yang masih terawat baik. “Para peneliti berpikir kios itu mungkin pernah menyajikan makanan panas,” tulis Katherine Hignett dalam Newsweek, Jumat (29/3). Terletak di persimpangan Vicolo delle Nozze d'Argento dan Vicolo dei Balconi, kios itu ditemukan selama penggalian di bagian Regio V di situs arkeologi. Telah ada sekira 80 termopolium yang ditemukan di Pompeii. "Sebuah termopolium terungkap dengan lukisan dinding pada konternya yang indah," tulis Massimo Osanna, arkeolog University of Naples Federico II, dalam sebuah unggahan di Instagram. Dalam temuan itu, nampak sebuah meja yang dihiasi dua lukisan. Satu adalah figur nereid , atau nimfa laut, makhluk mitologi Yunani. Ia digambarkan tengah duduk di atas kuda. Sementara lukisan lain diperkirakan menggambarkan seorang pekerja di lingkungan kios makanan kecil. Arkeolog pun menyamakan gambar itu sebagai pertanda toko modern yang tengah mengiklankan bisnis. Kemudian sejumlah wadah, yang dikenal dengan sebutan amphora ditemukan dalam kios itu. Amphora adalah wadah keramik berbentuk vas dengan dua pegangan di kedua sisinya. Bagian lehernya panjang dan lebih sempit dari bagian badannya. Bentuknya sangat mirip dengan yang digambarkan dalam lukisan dinding. Ilustrasi Amphora “Bahkan jika struktur seperti ini telah dikenal di Pompeii, menemukan lebih banyak lagi bersama dengan benda-benda yang berhubungan dengan kehidupan komersial dan sehari-hari mereka, akan terus membawa emosi yang kuat, mengingatkan kita ke saat letusan tragis itu,” kata Alfonsina Russo, direktur sementara Taman Arkeologi Pompeii, sebagaimana dikutip dalam laman itu. Kendati begitu, dia menambahkan, reruntuhan Pompeii menawarkan wawasan unik tentang peradaban Romawi Kuno. Pompeii sebelumnya tergulung letusan Gunung Vesuvius pada 79 M. Di sisi lain, letusan ini menjadi seperti kapsul waktu. Ia melindungi kota dari masa Romawi Kuno itu selama ribuan tahun. Kota yang sudah lama terlupakan itu dan tetangganya, Herculaneum, dieksplorasi dalam penggalian yang dimulai pada abad ke-18. Dalam beberapa bulan terakhir para arkeolog telah menemukan lukisan dinding, beberapa tubuh manusia dan bahkan sisa-sisa kuda. Terletak di selatan Italia masa kini, situs ini terkenal dengan gips yang menyerupai kehidupan pada saat-saat terakhir kehidupan penghuninya. Para peneliti membuat gips dengan menuangkan plester ke dalam rongga yang ditinggalkan oleh lapisan abu pada tubuh masyarakat penghuninya.
- Dokter Indonesia Pertama Ahli Radiologi
Menjadi yang pertama sudah pasti luar biasa. Dalam bidang kedokteran, Mas Asmaoen adalah orang Indonesia pertama yang menjadi dokter dari Universitas Amsterdam, lulus tahun 1908. Sedangkan Raden Mas Notokworo adalah orang Indonesia pertama yang menjadi dokter dari Universitas Leiden tanpa lebih dulu mengikuti pendidikan STOVIA (Sekolah Dokter untuk Bumiputra) di Hindia Belanda. Mas Asmaoen lebih dulu masuk STOVIA kemudian melanjutkan ke Belanda. Notokworo, lahir di Yogyakarta pada 17 April 1886, anak tertua Pangeran Notodirodjo, kakak Pakoe Alam VI sekaligus penasihat dan pembantu utama sang raja Pakualaman. Notodirodjo menganggap pendidikan Barat sangat penting bagi generasi muda tanpa harus melupakan budaya Jawa. Dia pun menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah Belanda (ELS dan HBS) di Semarang. Bahkan mereka tinggal dengan keluarga Belanda. Notokworo berangkat pertama ke Negeri Belanda. Disusul adik-adiknya: Noto Soeroto, Gondowinoto, dan Notodiningrat. Madelon Djadjadiningrat-Nieuwenhuis dalam “Noto Soeroto: Aristo-demokrat Tanpa Pendukung,” Kalam , No. 16 tahun 2000, menyebut Notodiredjo terusmengawasi anak-anaknya, sepanjang perjalanan dari Jawa, banyak memberi nasihat dan mengingatkan merekauntuk tidak membuang-buang waktu, sebab membiayai empat anakuntuk bersekolah di Belanda merupakan sebuahtekanan berat bagi sumber keuangannya. Mereka lulus ujian negara sebagai syarat masuk universitas.Notokworo mendaftar di kedokteran Universitas Leiden pada September 1905. Noto Soeroto dan Gondowinoto mengambil jurusan hukum di Universitas Leiden pada 1908 dan 1910. Sedangkan Notodiningrat masuk jurusan teknik di Universitas Delft. Kecuali Noto Soeroto, mereka menyelesaikan pendidikannya pada 1918. Luar biasa, semuanya menyandang “yang pertama.” Sejarawan Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah , mencatat: Notokworo menjadi orang Indonesia pertama yang lulus ujian dokter Belanda dengan program Belanda tanpa lebih dulu mengikuti pendidikan STOVIA (Sekolah Dokter untuk Bumiputra). Notodiningrat menjadi insinyur Indonesia yang pertama. Gondowinoto menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar meester in de rechten (Mr.) atau sarjana hukum. Sebenarnya, Noto Soeroto juga menjadi orang Indonesia pertama yang menempuh ujian kandidat hukum atau kandidaatexamen (semacam sarjana muda). Namun, menurut Joss Wibisono dalam tulisan di blognya berjudul “Noto Soeroto dan Soewardi Suryaningrat: paralel dua saudara sepupu”, Noto Soeroto gagal meraih gelar Mr. mungkin terlalu sibuk dengan pelbagai urusan lain, termasuk urusan keluarga. Meskipun demikian, riwayat Noto Soeroto sebagai penulis, penyair, dan politisi, justru sangat lengkap dibandingkan saudara-saudaranya. Biografinya ditulis René Karels berjudul Mijn aardse leven vol moeite en strijd, Raden Mas Noto Soeroto, Javaan, dichter, politicus 1888-1951 (Kehidupan duniawiku penuh kesulitan dan perjuangan, Raden Mas Noto Soeroto, orang Jawa, penyair dan politikus, 1888-1951) diterbitkan oleh KITLV Uitgeverij, Leiden. Sekembalinya ke Indonesia, Notokworo berpindah-pindah tempat kerja. Buku Orang Indonesia yang Terkemuka di Jawa mencatat, Notokworo menjadi dokter gubernemen di Semarang. Kemudian pindah menjadi dokter residen Banyumas. Kembali ke Semarang menjadi dokter di Rumah Sakit CBZ (Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting). Sempat pindah menjadi dokter di CBZ Jakarta bagian roentgen, kemudian kembali lagi ke Rumah Sakit CBZ Semarang sebagai dokter ahli roentgen ( roentgenoloog ). Dia sempat menjabat wakil kepala Rumah Sakit CBZ Semarang. Setelah sempat pensiun sekitar dua tahun, dia kembali bekerja di Rumah Sakit Umum Negeri Surabaya sebagai roentgenoloog . Roentgen ditemukan oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada 1895. Penemuan Sinar X itu membuat Rontgen dianugerahi hadiah Nobel fisika pertama pada 1901. Tak lama setelah ditemukan, sejak tahun 1898 perangkat radiologi telah digunakan oleh tentara Belanda dalam perang di Aceh dan Lombok. Dikutip dari radiologirscm.com , Notokworo merupakan orang Indonesia pertama yang mengaplikasikan pemeriksaan radiologi di Rumah Sakit Semarang dan Surabaya. Namun, orang Indonesia pertama yang mendapat brevet (ijazah) roentgenoloog (ahli radiologi) adalah dr. Wilhelmus Zacharias Johannes, asisten Prof. Van der Plaats, pada 1939. Van der Plaats, spesialis radiologi asal Belanda, memimpin bidang radiologi di fakultas kedokteran dan rumah sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo) di Jakarta. Dr. Johannes berjasa dalam mengembangkan radiologi Indonesia. Guru besar radiologi pertama di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1946 ini merintis berdirinya Sekolah Asisten Roentgen (sekarang Akademi Penata Roentgen) dan Ikatan Ahli Radiologi Indonesia pada 1952 (sekarang Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia). Bagaimana dengan Notokworo? Akhir hidupnya tragis. Pada masa pendudukan Jepang, Notokworo bekerja sebagai roentgenoloog di Rumah Sakit Umum Negeri Surabaya (sekarang RSUD dr. Soetomo). Dalam memoarnya, Upuleru , Dr. G.A. Siwabessy yang bekerja di rumah sakit itu menyebut “perhatianku pada radiologi meningkat ketika datang seorang kepala radiologi baru, yaitu dr. R.M. Notokworo. Radiolog ini sebelumnya bekerja di Semarang. Tetapi rupanya penguasa Jepang di sana tidak menyukainya berhubung istrinya adalah seorang Belanda.” Notokworo dipindahkan ke Surabaya untuk menggantikan dr. Eighorn yang sudah dipenjara sebagai kepala radiologi. Nahas, pada 1944 Notokworo ditangkap Jepang kemudian secara misterius dibunuh. Siwabessy menggantikannya menjadi kepala bagian radiologi karena calon lain yang mempunyai pengetahuan yang cukup dalam bidang radiologi tidak ada lagi. Masa itu ahli radiologi dapat dihitung dengan jari. “Memang nasib memanjakan beta. Dua tahun setelah lulus ujian dokter, beta sudah menjadi kepala suatu bagian penting dari sebuah rumah sakit besar,” kata Siwabessy yang menjabat kepala bidang radiologi sampai akhir November 1945. Notokworo sendiri sudah tragis dibunuh Jepang, namanya seakan hilang dalam dunia kedokteran khususnya bidang radiologi. Adakah bentuk penghormatan untuknya?
- Film Nasional Pertama
USMAR Ismail mulai menggarap film “pertama”-nya. Bersama krunya, pada 30 Maret 1950 dia berangkat ke Subang dan Purwakarta untuk syuting The Long March atau dikenal juga Darah dan Doa . Pemainnya adalah pemuda-pemuda yang tidak punya pengalaman di dunia seni peran, seperti Del Yuzar dan Awaluddin Djamin (di kemudian hari jadi Kepala Polri). Awaloedin Djamin yang baru pertama main film pun diajari seluk-beluk film dan acting dari yang paling dasar. “Usmar menceritakan kepada kami tentang cara-cara membuat film. Untuk pertama kalinya saya melihat diri saya sendiri bergerak dan berbicara di layar putih,” kata Awaloedin dalam memoarnya Awaloedin Djamin, Pengalaman Seorang Perwira Polri. Meski mengambil aktor nirpengalaman, di kemudian hari salah satu pemainnya menjadi aktris terkenal yang membintangi banyak film, yakni Suzanna, si pemeran tokoh Ina dalam Darah dan Doa . Untuk membuat Darah dan Doa, Usmar terlebih dulu membuat perusahaan film NV Perfini. Usmar duduk sebagai sutradara. Skenario film digarap Usmar bersama Sitor Situmorang. Film itu bercerita tentang perjalanan prajurit pimpinan Kapten Sudarto dari Yogyakarta ke Jawa Barat. Ada banyak hal yang ditemui dalam perjalanan tersebut, seperti pertarungan dengan Belanda, affair Kapten Sudarto dengan dua gadis kendati dia sudah beristri, sampai konflik antar saudara pasca-merdeka. Dalam Prisma terbitan 1990, Darah dan Doa sebenarnya bukan film pertama Usmar. Pada 1949 Usmar pernah menyutradarai Tjitra, Harta Karun, dan Si Bachil. Namun Usmar selalu menganggap Darah dan Doa sebagai film pertamanya, begitu pula Rosihan Anwar yang ikut membintangi film itu. “Filmnya yang pertama tidak berjalan dengan mulus. Ketika film selesai diproduksi, muncul beragam reaksi dari masyarakat,” tulis Rosihan Anwar dalam Sejarah kecil "Petite Histoire" Indonesia Jilid 2. Mereka mempertanyakan cara Usmar menggambarkan Divisi Siliwangi juga bagaimana ia memposisikan Darul Islam sebagai antagonis. Beberapa perwira Angkatan Darat di beberapa daerah menganggap Usmar gagal menggambarkan keperwiraan alih-alih menunjukkan kelemahan seorang tentara. Beberapa komandan daerah juga melarang beredarnya Darah dan Doa . Menurut Usmar, sikap para tentara itu menunjukkan kesempitan cara berpikir. “Sudarto bukan pahlawan dalam arti yang biasa, tetapi seorang manusia Indonesia yang terseret oleh arus revolusi…. menceritakan secara jujur kisah manusia Indonesia dengan tidak jatuh menjadi film propaganda yang murah,” kata Usmar dalam tulisannya “Film Saya yang Pertama”. Banyaknya protes membuat Darah dan Doa kena gunting sensor pada adegan-adegan pertempuran yang di zamannya dianggap terlampau realistis. Lembaga sensor juga tidak menyetujui adanya kisah asmara antara perwira TNI dan seorang gadis Eropa. Atas berbagai pertimbangan, film yang semula berjudul The Long March itu kemudian diganti judul menjadi Darah dan Doa . Sebelum diluncurkan, Darah dan Doa memerlukan persetujuan Presiden Sukarno. Maka, film diputar di Istana Negara. Presiden bersama para menteri dan pejabat negara menontonnya sebelum publik menonton. Usai tayang, Sukarno memberi pujian pada film itu. “Setelah selesai tayang, Sukarno bilang, film ini oke,” tulis Rosihan Anwar . Darah dan Doa menjadi artefak penting dalam sejarah film Indonesia. Meski Loetoeng Kasaroeng (1926) merupakan film pertama yang dibuat di Indonesia, Darah dan Doa dianggap sebagai film “nasional” pertama karena diproduksi oleh perusahaan dan disutradarai oleh orang Indonesia. Buku Film Indonesia menyebutkan, pada Konferensi Kerja Dewan Film Indonesia 11 Oktober 1962, diputuskan 30 Maret sebagai Hari Film Indonesia. "Menetapkan hari syuting pertama dalam pembuatan film nasional yang pertama The Long March sebagai Hari Film Indonesia." Pengakuan resmi dari pemerintah baru keluar tiga dekade setelahnya lewat Keppres No 25 th. 1999 tentang Penetapan Tanggal 30 Maret Sebagai Hari Film Nasional yang ditandatangani Presiden BJ Habibie.
- Bencana di Danau Ladoga
ARLOJI tua itu masih berdetak. Arloji itulah satu-satunya benda yang jadi medium Nastya Tkachyova (Galina Kuznetsova) tu mengenang pria yang dikasihinya. Arloji itu juga saksi bisu kala Nastya muda mati-matian menyelamatkan diri dari Pengepungan Kota Leningrad (kini St. Petersburg) via Danau Ladoga, sepanjang malam 16 September hingga pagi 17 September 1941. “Hanya arloji ini yang tersisa. Kami tidak punya foto. Semua sudah binasa bersama kota yang luluh lantak oleh pengeboman (Nazi Jerman),” kenang Nastya. Sekilas memori wanita tua itu jadi mukadimah yang disajikan sutradara Aleksey Kozlov dalam film Spasti Leningrad ( Saving Leningrad ). Drama sepanjang 96 menit ini mengangkat satu dari sekian bab sejarah mengenai Pengepungan Leningrad (8 September 1941-27 Januari 1944). Wanita uzur itu mengingat kembali peristiwa tersebut, Nastya muda (Maria Melnikova) buru-buru mengepak koper untuk ikut kekasihnya Kostya Gorelov (Andrey Mironov-Udalov), seorang kadet artileri Angkatan Darat (AD) Uni Soviet. Keduanya berniat menumpang Tongkang 752 untuk keluar dari kota via Danau Ladoga menuju Novaya Ladoga di timur Leningrad, wilayah yang belum dikepung Nazi Jerman. Kebetulan, kompi tempat Kostya bertugas juga akan diberangkatkan bersama ratusan kadet medis Angkatan Laut (AL) Soviet. Tapi jelang keberangkatan, sekompi kadet itu justru mendapat perintah dadakan untuk tidak berangkat dan membantu Tentara Merah dan milisi sipil menahan Nazi Jerman di pesisir Leningrad. Kostya mestinya batal berangkat bersama kompinya, namun ayahnya, Kolonel Laut Nikolai Gorelov (Vitaliy Kishchenko), menyuruhnya berganti seragam dari kadet AD menjadi kadet AL. Sang ayah tetap ingin putranya ikut keluar dari Leningrad. Mulanya banyak perwira yang khawatir untuk memberangkatkan Tongkang 752 dengan ditarik Kapal Selemdzha, terlebih turut diisi ribuan sipil. Selain khawatir ancaman Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman), buruknya cuaca juga jadi kecemasan besar sang nakhoda kapal penarik tongkang, Kapten Dmitrievich Erofeev (Aleksey Shevchenko). “Saya yang akan bertanggungjawab jika terjadi apa-apa. Sebagai buktinya, putra saya akan ada di tongkang (752) itu,” ujar Kolonel Gorelov yang merupakan komandan pangkalan. Sang nakhoda pun melaksanakan perintahnya untuk memenuhi tongkang usang berkapasitas 600 orang itu dengan 1500 orang. erjatuhan kala Tongkang 752 diserang pesawat Jerman (Foto: Twitter @roskino) Namun belum lama tongkang berlayar, badai mengombang-ambingnya dan kapal penarik. Paginya, giliran dua pesawat Jerman menghujani tembakan ke arahnya. Dengan senjata seadanya, Mosin-Nagant, Kostya dan sisa kadet AL Soviet dengan heroik balas menembak hingga kedua pesawat jatuh. Meski begitu, serangan udara itu sudah lebih dulu memakan ribuan jiwa. Hanya sekira 200-an jiwa yang selamat dan ditolong kapal penarik dan beberapa kapal motor AL Soviet lain yang datang terlambat. Mereka dievakuasi ke Novaya Ladoga. Di pesisir Novaya Ladoga, Kostya berkumpul dengan sisa kompinya pasca-gagal memukul mundur pasukan Jerman. Termasuk bertemu lagi dengan sersan-pelatihnya yang sempat menyita arlojinya untuk kemudian dikembalikan pada Kostya. Sinematografi yang Kurang Greget Saving Leningrad jadi penggambaran terbaru tentang pengepungan Leningrad di Perang Dunia II setelah beberapa film dokumenter dan film Attack on Leningrad (2009). Namun, alur Saving Leningrad kurang greget dan adegan-adegan pertempuran di pesisir kota serta serangan pesawat Jerman ke Tongkang 752 pun kurang mengena jika dibandingkan film-film tentang front timur lain, seperti Enemy at the Gates (2001). Saving Leningrad juga tidak sepenuhnya menggambarkan derita sipil yang kelaparan dan serdadu Soviet yang kekurangan amunisi dalam meladeni serbuan Jerman di dalam kota. Kozlov lebih fokus menggambarkan kepanikan dan ketakutan yang dialami ribuan penumpang Tongkang 752 yang belum pernah diungkap ke publik sebelumnya. Namun, iringan tata suara garapan Yuri Poteyenko, ditambah bahasa Rusia yang dipergunakan dalam seluruh dialognya, cukup membawa penonton ke suasana Leningrad di masa itu. Hebatnya lagi, film yang diluncurkan awal tahun 2019 ini hampir tak diselipi visual effect selain di adegan tongkang dihantam badai. Untuk itulah Kozlov dan timnya mereplika Tongkang 752 dan laiknya Dunkirk (2017) garapan Christopher Nolan, shooting- nya benar-benar dilakukan di air, di Danau Ilmen, Novgorod. “Perfilman Rusia kekurangan entertainment, menurut saya. Jika kami bisa mendekati film yang dibandingkan dengan kami (Dunkirk), saya senang, tidak hanya untuk diri saya sendiri tapi juga untuk perfilman Rusia,” tutur Kozlov, dikutip media Rusia Tech2 , 25 Januari 2019. Fakta yang Terungkap Bencana yang menewaskan sekira 1500 orang itu baru pada 2004 terungkap dari sebuah arsip yang lama disimpan militer Soviet (kini Rusia). Dari arsip-arsip inilah Kozlov menggodok naskah. Faktanya diperkuat dengan kesaksian seorang penyintas Tongkang 752 yang ditemuinya, Galina Kuznetnsova. Galina adalah karakter figuran wanita tua yang digambarkan menceritakan kisahnya sebagai Nastya. “Awalnya sutradara meminta saya memainkan peran utama di usia tua. Umur saya 87 tahun dan saya sudah tidak terlalu sehat. Karenanya saya menolak peran utama,” ujar Galina yang akhirnya setuju jadi figuran di awal film, dilansir metronews.ru , 25 Januari 2019. Kapten Erofeev merupakan figur nyata satu-satunya dalam Saving Leningrad yang diperankan Aleksey Shevchenko Kendati jalan ceritanya berdasarkan pengalaman Galina, nyaris semua karakter dalam film adalah fiktif. Hanya satu tokoh yang berdasarkan karakter nyata, yakni Kapten Erofeev, nakhoda kapal penarik Tongkang 752. Namanya diambil Kozlov dari arsip-arsip yang diungkap militer Rusia. “Selain dia, karakter sisanya adalah fiktif. Tetapi kami mengangkat fakta terkait imbas yang diderita akibat blokade itu. Fakta yang tidak diketahui sebelumnya oleh siapapun yang baru akan tahu pada 28 Januari,” sambung Kozlov. Saving Leningrad resmi dirilis pada 28 Januari 2019 di St. Petersburg, bersamaan dengan peringatan 75 tahun pembebasan Leningrad. Produser Arkady Fateev berharap generasi muda bisa mengambil pelajaran dari film dan arsip-arsip yang baru diungkap itu. “Kami harus mengoreksi fakta-fakta yang sebelumnya direkayasa. Oleh karenanya kami bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan untuk membuka mata pelajaran terbuka tentang blokade Leningrad ini kepada para pelajar pada 28 Januari. Film kami dibuat untuk memicu masyarakat berpikir kritis, mempelajari tentang tragedi ini dan banyak hal lain terkait fakta-fakta yang belum terungkap,” tandasnya, disitat RIA Novosti , 25 Januari 2019.
- Mula KDRT Diusut
NENENG harus pasrah menerima nasib. Oleh suaminya, dia dilecehkan. Dibantu LBH Apik Neneng memperkarakan pelecehan itu ke jalur hukum pada 1997. Sayang beribu sayang, pembuktian kasus tersebut cukup sulit lantaran kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih asing saat itu dan tak ada payung hukumnya. Usaha panjang pembuktian di pengadilan akhirnya membuahkan hasil berupa ancaman hukuman delapan bulan penjara terhadap suami Neneng. Namun, hukuman itu hanya bisa dieksekusi bila sang suami kembali melecehkan istrinya selama satu tahun masa percobaan hukuman. Kala itu, hukum di Indonesia belum mengatur tentang KDRT. Definisi kekerasan pun masih sebatas luka fisik. KUHP pasal 285 yang mengatur perkosaan, tidak memasukkan istri dalam kategori korban, meniadakan kemungkinan terjadinya pemerkosaan dalam rumah tangga. Ditambah adanya pemeo bahwa orang tak berhak ikut campur masalah rumah tangga orang lain, korban sulit mendapat bantuan sehingga kasus KDRT makin sulit ditangani. Kasus Neneng menjadi titik tolak pengusulan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (RUU PKDRT) yang diinisasi LBH Apik. Di tahun tersebut, mereka menghadapi situasi krisis dengan banyaknya temuan kasus KDRT seperti pemukulan, penelantaran, atau perkosaan dalam rumah tangga ( marital rape ). “Gagasannya sejak 1997. LBH Apik mencatat ada peningkatan kekerasan pada istri. Temuan ini mendorong masyarakat menyepakati perlunya UU PKDRT,” kata Anita Dhewy, pemimpin redaksi JurnalPerempuan dalam “Peluncuran Jurnal Perempuan Edisi 100” di Hotel JS Luwansa, Rabu (27/03/2019) lalu. Usaha pengusulan RUU PKDRT dimulai pada November 1997. LBH Apik membuat pertemuan dengan pemuka agama, penegak hukum, dan pendamping korban. Dari hasil pembicaraan itu mereka sepakat untuk mengusulkan pembuatan RUU PKDRT. Sebagai tindak lanjut, dibentuk pula Jaringan Kerja Advokasi Keamanan dalam Rumah Tangga (Jangkar) yang dimotori LBH Apik bersama 15 organisasi lain, salah satunya organisasi mantan polisi wanita. “Ada juga Forum Parlemen yang di luar struktur DPR. Forum ini jadi penghubung dengan Komisi VII yang menangani RUU PKDRT,” kata Anita. Lewat sidang paripurna 13 Mei 2003, RUU PKDRT ditetapkan sebagai RUU Inisiatif DPR. “Semua fraksi setuju menjadikannya RUU Inisiatif DPR meski terdapat sejumlah catatan dari fraksi partai Islam,” kata Ratna Batara Munti seperti dikutip Anita dalam Jurnal Perempuan Vol. 24 No. 1 Februari 2019. Untuk mempercepat pengesahan RUU PKDRT, para penyokong menggelar aksi Gerakan Seribu Payung di depan Istana Merdeka pada 31 Mei 2004. Demonstrasi ini tak sia-sia. Presiden Megawati bersedia menerima perwakilan massa. Setelah itu, Megawati mengeluarkan Amanat Presiden yang menunjuk kementerian terkait untuk membahas RUU PKDRT bersama DPR dan membuat inventaris masalah. Hasilnya, UU No. 23 tentang PKDRT yang disahkan tahun 2004. UU ini memuat beberapa pembaruan hukum pidana, seperti definisi kekerasan yang lebih luas, mencakup fisik, psikis, seksual, dan ekonomi dengan pembuktian yang mengutamakan pengakuan korban sebagai saksi utama plus satu bukti. Kendati sudah 15 tahun disahkan, angka KDRT masih tinggi. Catahu Komnas Perempuan merilis data KDRT 2018 mencapai 9.637 kasus dengan kekerasan fisik sebagai angka tertinggi, yakni 41% atau 3.927 kasus.
- Bukti Terbaru Asal Usul Manusia Modern
Homo sapiens modern pertama kali muncul di Afrika lebih dari 300.000 tahun lalu. Namun ada perdebatan besar di antara para sarjana apakah orang-orang pertama itu sama seperti orang yang sekarang hidup. Artinya, itu dalam kapasitas mentalnya, dan bila mereka hidup di tengah-tengah masyarakat sekarang akan sulit membedakan mereka dari manusia modern lainnya. Kendati begitu, para arkeolog percaya kalau orang-orang awal yang mirip seperti orang masa kini pernah hidup dalam komunitas kecil pada zaman es di pantai Afrika Selatan. Setidaknya 100.000 tahun lalu. Peneliti dari University of Huddersfield dengan rekannya dari University of Cambridge dan University of Minho di Braga, menggunakan pendekatan genetik untuk menjawab salah satu pertanyaan paling sulit selama ini: bagaimana dan kapan manusia menjadi seorang manusia sejati? Berdasarkan artikel yang diunggah dalam laman resmi University of Huddersfield berjudul Researchers Shed New Light on the Origins of Modern Humans , disebutkan orang-orang itu sempat meninggalkan bukti yang mengisyaratkan mereka sudah berpikir dan berperilaku seperti manusia modern, sekira 100.000 dan 70.000 tahun lalu. Mereka meninggalkan bukti simbolisme, seperti penggunaan pigmen, mungkin untuk pengecatan tubuh. Selain itu, ada pula jejak gambar dan ukiran, manik-manik kerang, dan alat batu kecil, yang disebut mikrolit. Alat batu ini mungkin bagian dari busur dan anak panah. Beberapa bukti ini menunjukkan apa yang oleh beberapa arkeolog disebut sebagai “perilaku manusia modern” telah ada jauh lebih mundur lagi, yaitu lebih dari 150.000 tahun lalu. Sayangnya, meskipun pencapaian itu membuat orang-orang itu istimewa karena menunjukkan kemungkinan garis langsung dengan orang saat ini, genetika dari "Khoi-San" modern di Afrika Selatan tak mendukung itu. “Genom kami menyiratkan bahwa hampir semua non-Afrika modern dari seluruh dunia –dan memang sebagian besar orang Afrika juga– berasal dari sekelompok kecil orang yang hidup bukan di Afrika Selatan tetapi di Afrika Timur, sekitar 60.000-70.000 tahun yang lalu,” sebut artikel itu. Namun itu sampai akhirnya tim ahli genetika Huddersfield-Minho yang dipimpin oleh Martin Richards di Huddersfield dan Pedro Soares di Braga, bersama dengan arkeolog Cambridge, Sir Paul Mellars, mempelajari DNA mitokondria yang diwariskan secara maternal dari Afrika. Mereka pun telah mengidentifikasi sebuah sinyal yang jelas tentang migrasi skala kecil dari Afrika Selatan ke Afrika Timur. Migrasi ini terjadi sekira 65.000 tahun yang lalu. “Tanda-tanda itu hanya terbukti di DNA mitokondria. Di seluruh genom, tampaknya telah terkikis habis-habisan oleh rekombinasi, perombakan gen kromosom antara orang tua setiap generasi, yang tidak mempengaruhi DNA mitokondria,” jelas artikel itu. Kemudian, kemungkinan itu juga dibuktikan lewat iklim. Sebagaian besar dari beberapa ratus tahun terakhir, beberapa bagian Afrika telah mengalami iklim yang kering. Namun untuk periode yang singkat, yaitu pada 60.000-70.000 tahun yang lalu terjadi periode lembab di seluruh benua. Kelembaban ini cukup untuk membuka jalur antara selatan dan timur. “Menariknya sekira 65.000 tahun yang lalu beberapa tanda kompleksitas teknologi yang terlihat sebelumnya di Afrika Selatan mulai muncul di timur,” lanjut artikel itu. Adanya bukti ini pun membuka kemungkinan terjadinya migrasi sekelompok kecil orang dari Afrika Selatan ke arah Timur pada sekira 65.000 tahun yang lalu. Dalam prosesnya, mereka kemudian mentransmisikan budaya manusia modern mereka yang canggih itu kepada orang-orang di Afrika Timur. Secara biologis, orang Afrika Timur itu sedikit berbeda dari Afrika Selatan. Mereka semua adalah Homo sapiens modern, otak mereka sama maju dan mereka pasti siap secara kognitif untuk menerima manfaat dari ide-ide baru dan peningkatannya. Bagaimanapun, penelitian itu mengungkapkan, sepertinya sesuatu terjadi ketika kelompok-kelompok dari selatan bertemu kelompok manusia yang berada di timur. “Karya ini menunjukkan bahwa kombinasi genetika dan arkeologi yang bekerja bersama dapat menyebabkan kemajuan yang signifikan dalam pemahaman kita tentang asal usul Homo sapiens,” kata Mellars.
- Jembatan Perlawanan Mangkunegaran
DARI sekian banyak barang antik dan foto serta lukisan yang ada di Museum Puro Mangkunegaran, barang-barang koleksi milik serta tentang Mangkunegara VII mungkin paling banyak jumlahnya. Mangkunegara VII merupakan raja yang peduli terhadap budaya dan sejarah bangsanya. Selain itu, hidupnya sudah di era modern di mana fotografi telah masuk Hindia-Belanda. “Memang beliau ini, Mangkunegoro VII ini, multi talenta,” kata Supriyanto dari Dinas Urusan Istana Mangkunegaran kepada Historia, 18 Maret 2019. Selain peduli terhadap seni-budaya dan politik, raja yang bernama lahir RM Soerjo Soeparto ini juga peduli terhadap ekonomi dan yang terpenting, terhadap rakyatnya. Kepedulian terhadap rakyatnya itu antara lain dia tuliskan usai mengunjungi kota-kota di Eropa semasa menuntut ilmu di Belanda. “Begitu senangnya hatiku, jarang-jarang melewati jalan, yang segalanya, pemeliharaan, juga pengerjaannya, melebihi segala sesuatu yang pernah aku bayangkan, kemewahan teringat terus di dalam hati, merasakan keindahan pemandangan di jalan-jalan selalu tampak taman, kemudian teringat pada tanah airku, sedih sekali hatiku memikirkan nasib bangsaku, alangkah sedikitnya, ibarat bisa dihitung yang memiliki banyak uang, bisa memiliki tanah pekarangan,” tulisnya, dikutip Wasino dalam Modernisasi di Jantung Budaya Jawa: Mangkunegaran 1896-1944 . Kepedulian itu kemudian direalisasikannya setelah naik takhta pada 1916. Mangkunegara VII yang inovatif itu menyempurnakan banyak hal milik Mangkunegaran dan mewujudkan banyak hal baru. Salah satunya, pembangunan jembatan air di Sungai Wiroko, Wonogiri pada 1936. Untuk itu, dia menugaskan Insinyur Sedyatmo (kelak menjadi penemu fondasi cakar ayam), kerabat Mangkunegaran yang baru dua tahun lulus dari Technische Hooge School (THS, kini Institut Teknologi Bandung). “Mangkunegoro VII menyerahkan sepenuhnya pembangunan jembatan air tersebut demi kepentingan petani di Desa Wiroko dan sekitarnya. Mangkunegoro VII hanya mengharapkan terwujudnya jembatan air itu sehingga Sungai Wiroko akan dapat berguna bagi para petani dalam menggarap tanah mereka,” tulis Ahmad Effendi dan Hermawan Aksan dalam Prof. Dr. Ir. Sedyatmo: Intuisi Mencetus Daya Cipta . Namun ketika pembangunan baru berjalan separuh, Mangkunegara VII mendapat surat dari Insinyur Valkenburg, kepala Departemen Pekerjaan Umum Hindia Belanda. Sang pejabat minta jembatan itu dibongkar karena pembangunannya menggunakan rumus-rumus yang menyimpang dari rumus-rumus yang berlaku di seluruh dunia dan diajarkan di kampus-kampus. Mangkunegara VII lalu meminta patihnya, Ir. Sarsito Mangunkusumo, memberikan surat teguran itu kepada Sedyatmo. Sedyatmo memutuskan untuk tetap melanjutkan pembangunan Jembatan Wiroko. Lewat keputusan itu dia ingin mengaplikasikan teori yang dikembangkannya dan membuktikan teori itu lebih jitu ketimbang teori-teori dari buku-buku kampus yang digunakan para insinyur Belanda. Keputusan itu membuat pemerintah kolonial kembali menegur. Kali ini lewat surat rektor THS Profesor Sprenger. Sang rektor meminta jembatan itu dibongkar karena diprediksi tak akan tahan lama. “Jembatan itu akan cepat jebol dan jebolnya jembatan itu nantinya akan menjatuhkan nama baik THS, sebab Sedyatmo adalah mantan mahasiswa sekolah tinggi Bandung.” Baik Sedyatmo maupun Mangkunegara VII sama-sama bergeming terhadap teguran itu. Sedyatmo pun merasa didukung sang raja sehingga semakin semangat menyelesaikan pembangunan jembatan itu. Pada 1937, pembangunan jembatan itu berhasil dirampungkan Sedyatmo. Sebelum mengundang Mangkunegara VII untuk meresmikan, Sedyatmo menjajal jembatan itu untuk membuktikan kekuatannya. “Sebelum diresmkan, jembatan ini akan saya coba lebih dulu. Saya merasa malu kalau hasil karya saya ini tidak baik mutunya. Saya lebih baik mati bersama hancurnya jembatan itu daripada hidup menanggung malu. Saya akan berdiri di atasnya sehingga kalau jembatan tersebut ambruk, saya pun ikut jatuh bersamanya,” kata Sedyatmo. Jembatan itu pun diuji Sedyatmo dan para pembantunya yang tak ingin membiarkan sang insinyur sendirian di atas jembatan. Hasilnya, Sedyatmo yakin jembatannya kuat. Selang beberapa saat kemudian, Mangkunegara VII pun meresmikan penggunaan jembatan itu.
- Jagoan Dua Lintasan
DIA seolah tak pernah kenyang memacu adrenalin di lintasan balap. Lima kali juara dunia Formula One (F1) tak membuatnya puas. Pembalap tim Mercedes itu masih penasaran dengan ajang lain, balap motor MotoGP. “Apakah MotoGP siap menyambut saya? Saya menjalani hari yang luar biasa di lintasan bersama @calcrutchlow @thejonnyhynes,” kicaunya di akun Twitter resmi, @LewisHamilton, kala menjajal motor Kawasaki ZX-10R di Chuckwalla Valley Raceway, Amerika Serikat, 21 Februari 2018. Hamilton punya passion nge- gas pol lintas balapan sejak kecil. Sebelum terjun ke balap mobil, sosok flamboyan kelahiran Stevenage, Inggris 7 Januari 1985 itu lebih dulu mengenal dirt-bike . Tak heran setiap punya waktu luang Hamilton acap menyaksikan ajang MotoGP entah lewat siaran TV maupun menonton langsung. Hamilton pernah menjajal motor Yamaha YZF-R1 di ajang test-race Superbike di Sirkuit Jerez, Spanyol, Desember lalu. Bahkan, ia sampai terjatuh. Tapi, tetap saja penasaran Hamilton terhadap MotoGP, di mana idolanya Valentino Rossi turut berkiprah, belum terbayarkan. Lewis Carl Davidson Hamilton (kanan) juara dunia F1 penasaran menjajal MotoGP seperti sang idola, Valentino Rossi. (motogp.com). “Selalu jadi kehormatan bisa bersama legenda yang satu ini. Lebih dari 20 tahun di ajang dunia. Saya terinspirasi olehnya dan attitude -nya yang rendah hati terhadap profesinya, timnya serta passion -nya,” kicaunya lagi saat mengunjungi garasi Rossi sebelum race MotoGP Qatar, 10 Maret 2019. Dari situlah obsesi Hamilton untuk menggeber motor MotoGP bertambah. “Saya ingin menunggangi motor MotoGP. Itu jadi mimpi yang ingin saya wujudkan,” sambungnya, sebagaimana disitat Autoweek (23/3/2019). Namun apakah Hamilton bakal benar-benar beralih lintasan? “Saya akan memikirkannya dulu, walau sepertinya takkan mudah. Saya sudah balapan go-kart sejak umur delapan. Sementara para pembalap MotoGP sudah berlatih di atas motor di usia itu. Entah apakah saya terlalu tua untuk beralih, tapi yang pasti saya sangat menikmati balapan motor,” tandasnya. Lewis Hamilton (tengah) saat hendak menjajak motor Yamaha Superbike Desember 2018 (Foto: motogp.com) Jejak John Surtees Jika benar beralih lintasan, Hamilton tetap bukan yang pertama. Racer MotoGP dari tim Repsol Honda Marc Márquez sudah pernah menjajal mobil F1 Toro Rosso di Austria pada 5 Juni 2018. Jauh sebelumnya, Valentino Rossi juga pernah mencicipi mobil F1 Ferrari di Valencia, Spanyol, 1 Februari 2006. Dari dalam negeri pun ada Tommy Manoch. Dia tercatat beralih dari balap motor ke balap mobil di era 1969-1970. “Saya coba balap mobil diajak Hengky Iriawan, ipar saya. Saya coba mobil dan go-kart sampai ke Makau. Di Makau saya balapan dengan Mini Cooper,” ujarnya kepada Historia , 9 Januari 2018. Sampai hari ini, jika pun ada pembalap yang beralih lintasan, rekornya tentu belum bisa melampaui atau setidaknya menyamai John Surtees. Dia mengukir nama besarnya sebagai jagoan di ajang roda dua dan empat. Dennis Noyes dan Michael Scott dalam Motocourse: 50 Years of Moto Grand Prix mencatat, Surtees masing-masing mengoleksi tujuh gelar dunia di Kejuaraan Dunia FIM (kini MotoGP) dan satu lainnya di F1. John Surtees di ajang MotoGP yang dahulu masih bernama Kejuaraan Dunia FIM (Foto: motogp.com) Pria kelahiran Surrey, Inggris, 11 Februari 1934 itu lebih dulu mengenal balap motor lantaran ayahnya, Jack Surtees, pemilik dealer motor di London Selatan. DNA pembalap lintas trek juga mengalir karena ayahnya juga pernah berkiprah di ajang grasstrack South Eastern Centre Sidecar 1948. Surtees pertamakali terjun di balap motor di kelas 500cc Kejuaraan Dunia FIM dan menjalani debutnya di Sirkuit Clady, GP Ulster 16 Agustus 1952 bersama tim Norton. Di musim-musim berikutnya Surtees tidak hanya tampil di satu kelas, melainkan dua sampai tiga kelas. Di tahun 1953, dia bahkan ikut tiga kelas: 135cc, 350cc, dan 500cc. Namun race pertama yang dimenanginya baru terjadi di musim 1955. Pada 13 Agustus, Surtees dari tim NSU menjuarai lomba kelas 250cc di Sirkuit Dundrod, GP Ulster. Sejak itu kariernya makin moncer. Pada 1956, setelah pindah ke tim MV Agusta, dia merengkuh gelar dunia pertamanya di kelas 500cc. Pada 1958, 1959, dan 1960 Surtees bahkan memetik double gelar dunia di kelas 350cc dan 500cc. Di sela-sela kariernya di balap motor di musim 1959, sesekali Surtees menjajal mobil Aston Martin DBR1 untuk sekadar test-drive . Dari situlah Surtees mendapatkan “puber” keduanya. Setelah musim balap motor 1960 berakhir, Surtees memutuskan pensiun dari balap motor dan langsung beralih ke F1. John Surtees di tim Ferrari pada ajang F1 (Foto: formula1.com) Surtees melakoni musim perdananya di F1 bersama Tim Lotus. Prospeknya tetap cerah meski hasilnya tak memuaskan. Di musim pertamanya, Surtees sekali menginjak podium kedua di GP Inggris, 16 Juli 1960. Talentanya makin terdongkrak di dua musim berikutnya bersama tim Bowmaker-Yeoman. Pada 1962, Surtees menempati posisi empat di klasemen akhir musim. Musim selanjutnya, Surtees tergoda tawaran tim Scuderia Ferrari. “Setelah dipikir masak-masak, Surtees memutuskan menerima tawaran gabung tim Ferrari sebagai pembalap utama setelah tim lamanya, Bowmaker-Yeoman, menarik diri dari keikutsertaan musim 1963. Ia dipasangkan dengan pembalap kedua Willy Mairesse,” tulis Anthony Pritchard dalam Grand Prix Ferrari: The Years of Enzo Ferrari’s Power, 1948-1980 . Namun, baru pada musim 1964 nan sengit Surtees mengentaskan rasa penasarannya pada gelar juara F1. Di musim itu, dia dua kali menang di GP Jerman dan Italia, podium kedua di GP Belanda, Meksiko Amerika Serikat, serta podium tiga di GP Inggris. Surtees hanya unggul satu poin (40) dari kompatriotnya, Graham Hill (39) di klasemen akhir musim. Tapi itu hanya jadi satu-satunya gelar dunia Surtees di F1 hingga pensiun pasca-musim 1972 berakhir. Namanya masuk International Motorsports Hall of Fame pada 1996 dan dilabeli “Grand Prix Legend” oleh FIM pada 2003. Surtees menghembuskan nafas terakhirnya di usia 83 tahun pada 10 Maret 2017 akibat penyakit pernapasan.
- Misi Prabowo dalam Operasi Mapenduma
BRIGADIR JENDERAL Prabowo Subianto adalah sosok penting di balik susksesnya operasi pembebasan sandera di Mapenduma, Papua. Pada 9 Mei 1996, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang dipimpin Prabowo menggelar operasi menyelamatkan sebelas sandera Tim Ekspedisi Lorentz ’95. Selama 130 hari sejak 8 Januari 1996, kelompok Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyandera mereka. OPM cari perkara karena ingin menuntut kemerdekaan dari Indonesia.
- Dokter yang Rajin Menulis
SUATU pagi di hari Sabtu, 1917. Johannes Adrianus van Dijk, dokter KNIL yang baru ditempatkan di Batavia setelah setahun bertugas di Surabaya, memulai tugas baru dalam karier medisnya. Dia mengoperasi hati (liver) seorang pasien. Operasi itu membuka lembaran baru teknik medis modern di Hindia Belanda dan melambungkan nama Jan. Jan, panggilan akrab Johannes, lahir dari kelaurga kelas menengah atas yang tinggal di Hindia-Belanda. Ayahnya seorang pengusaha penerbitan yang punya kantor percetakan besar dan toko buku, De Javasche Boekhandel. Sejak dini, Jan terbiasa dengan dunia penerbitan. Bersama Oscar, adiknya, Jan dikirim ke Belanda untuk belajar kedokteran setelah menamatkan sekolah menengah di Batavia. Jan lulus dari Leiden tahun 1905, di tahun yang sama dia menikah dan kembali ke Hindia-Belanda. Begitu tiba di Batavia, Jan langsung mendaftar masuk KNIL sebagai petugas medis pendamping pasukan. Begitu diterima, dia berpindah-pindah tempat penugasan, dari Aceh, Batavia, Cimahi, Ambon, hingga Papua. Pada Perang Dunia I, Jan cuti untuk melanjutkan studi kedokteran di Amsterdam. Setelah merampungkan studinya di Amsterdam, Jan ke Hindia Belanda dan ditugaskan di Surabaya sebelum dipindah ke Batavia setahun berikutnya. Di Batavia itulah Jan melakukan operasi pertamanya. Karier Jan menanjak sejak kepulangannya dari Amsterdam. Dia rajin menulis di Jurnal Medis Hindia Belanda Timur yang diterbitkan oleh perusahaan ayahnya. Salah satu artikelnya membahas buku bedah plastik pada wajah karya dokter bedah Inggris HD Gillies. Ulasan ini terbit tahun 1921 di Batavia, setahun setelah buku Gillies Plastic Surgery of the Face rilis. Jan sangat merekomendasikan karya Gillies sebagai acuan bedah rekonstruksi kala itu. Lewat tulisan inilah metode Gilles masuk ke Hindia-Belanda dan menjadi populer. Jan menjadi tokoh penting dalam penyebaran ilmu bedah medis di Hindia-Belanda. Salah satu kasus penting yang pernah ditangani Jan ialah luka tersengat listrik yang dialami pelaut keturunan Denmark berusia 25 tahun. Sebelum tersetrmum, pria sedang mabuk di tengah panas terik. Tanpa sadar dia masuk ke ruang transformator tegangan tinggi dan tersengat listrik hingga mengalami luka bakar serius. Lengan kanan, telinga kanan, dan pelipis kanannya hangus. Pelaut itu sangat terkejut dengan kondisinya pascakecelakaan dan menginginkan bedah rekonstruksi. Dibantu adiknya, Oscar, yang berperan sebagai ahli anestesi dan fotografi kedokteran, Jan mengoperasi dengan menambal luka di pelipis si pelaut dengan kulit kepala, menutup luka lengan, dan merekonstruksi telinga. Dia juga menggunakan bulu kuda sebagai bahan jahit karena halus dan tipis sehingga bekas operasi tak terlalu menonjol. “Jan van Dijk adalah ahli bedah yang sangat cermat dan kompeten dengan banyak kritik diri,” tulis Barend Haesekaer dalam “A Brief History of the Development of Plastic Surgery in the Netherlands East-Indies”. Keberhasilan mengobati si pelaut ditulis Jan dalam laporan panjang yang dilengkapi foto sebelum dan sesudah operasi. Tulisan itu dia presentasikan dalam pertemuan medis di Batavia pada 20 Juli 1922. Karya tulis itu tiga tahun kemudian diterbitkan dalam jurnal medis Belanda. Lewat praktik dan karya tulisnya ini Jan memperkenalkan metode bedah rekontruksi untuk telinga (tube flap pedicle) ke Hindia-Belanda. Pada akhir 1922, Jan mengundurkan diri dari tim medis KNIL. Dia lalu bekerja sebagai pengawas medis dan ahli bedah di Rumahsakit Carolus Katolik Roma di Weltevreden, Batavia. Di tahun yang sama, Jan terpilih sebagai ketua Perhimpunan Ilmu Medis di Hindia Belanda dan menjabat selama tiga tahun. Bataviaasch Nieuwsblad April 1935 mengabarkan Jan diangkat sebagai dewan medis koloni.
- Maria Terbang Mendarat di Gudang
LUKISAN berukuran sekitar 2 x 1 meter itu tersandar pada rak di sebuah gudang bawah rumah susun jompo yang dikelola oleh Serikat Jesuit di Nijmegen, Belanda. Lukisan itu menggambarkan sesosok perempuan berkebaya lengkap dengan kain sinjang batik bermotif parang yang membentangkan tangannya sebatas paha. Kepalanya yang berkerudung selendang sutra biru menunduk dengan mata separuh memejam, melihat ke arah bawah. Ia seperti terbang ke langit, melesat meninggalkan sebuah desa yang diapit dua gunung berapi. Lukisan itu tampak lebih mencolok dari benda-benda lain yang ada di dalam gudang. Guci keramik, cawan lilin, lampu, buku, gambar berbingkai, kardus-kardus terletak tak beraturan di sana-sini. Namun seperti memiliki daya magnetik, lukisan itulah yang paling menyedot perhatian. “Ini breaking news dalam dunia seni rupa Indonesia,” kata Amir Sidharta, sejarawan seni dan kurator yang datang untuk melihat langsung lukisan karya Basoeki Abdullah bertitimangsa 1935 tersebut. Ini kali pertama Amir menyaksikan langsung karya yang selama ini menjadi buah bibir di kalangan seni rupa di Indonesia, “Sebuah karya yang monumental,” ujarnya menambahkan. Aminudin TH. Siregar, dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB yang kini menempuh pendidikan doktoralnya di Universitas Leiden juga terpukau dengan lukisan legendaris itu. “ Saya belum menemukan lukisan lain yang layak untuk disejajarkan dengan 'kecanggihan re-kontekstualisasi' ala lukisan Basoeki Abdullah ini, setidaknya pada masanya (1930-an), ” katanya mengomentari lukisan bertajuk Maria Assumpta atau Bunda Maria Naik ke Surga itu. Amir Sidharta dan saya berada di Belanda selama dua pekan awal Maret lalu untuk menghadiri serangkaian rapat persiapan pameran sejarah revolusi kemerdekaan Indonesia di Rijksmuseum, Amsterdam pada musim panas 2021 mendatang. Selain saya dan Amir, ada kurator lain mewakili Rijksmuseum, Harm Stevens dan Martine Gosselink yang juga bakal terlibat. Sedangkan Aminudin TH. Siregar dipilih menjadi penasihat proyek pameran akbar tersebut. Informasi keberadaan lukisan Bunda Maria ala Jawa itu terlacak setelah Harm Stevens, kurator Rijksmuseum, Amsterdam menghubungi Yvette Driever, kurator Museum Valkhof di Nijmegen. Yvette kemudian menyarankan Harm untuk menghubungi Romo Stuyt, SJ dari Serikat Jesuit di Nijmegen. Dari Stuyt dan kemudian Eugene Deutekom, konsul urusan warisan Serikat Jesuit, Harm mendapatkan keterangan kalau lukisan tersebut tersimpan di gudang bawah tanah dalam keadaan terawat baik. Riwayat lukisan itu bermula ketika Basoeki Abdullah meraih beasiswa untuk belajar di Academie voor Beeldende Kunsten, Den Haag, Belanda pada 1933. “Lukisan ini diberikan oleh Basoeki kepada Serikat Jesuit sebagai tanda terima kasih dia kepada gereja yang telah menyokongnya selama hidup di sini,” ujar Romo Stuyt, SJ, pastor dari Serikat Jesuit di Nijmegen yang pernah mengabdi selama 25 tahun di Indonesia. Sejak diberikan kepada Serikat Jesuit, lukisan tersebut terpajang di kantor mereka di Den Haag, sampai kemudian aset properti Serikat Jesuit tersebut dijual dan Serikat Jesuit memindahkan pusat kegiatan mereka ke Nijmegen. Lukisan maestro itu sempat pula dipamerkan di Museum Valkhof, Nijmegen, 20 September 2004 sampai dengan 20 Februari 2005. Pada keterangan pers museum yang tersua di codart.nl pameran bertajuk Aanwisten Oude Kunst (Akuisisi Karya Seni Lama) menyebutkan lukisan Maria karya Basoeki Abdullah jadi salah satu karya andalan yang dipamerkan. “ akuisisi lukisan besar ini adalah karya Raden Basoeki Abdullah dari tahun 1935 yang cukup unik. Karya ini memberikan contoh bagus tentang asimilasi dua budaya. Madonna Indonesia (Bunda Maria) muncul di atas bentangan alam eksotis sawah dan gunung berapi. Abdullah kemudian menjadi salah satu seniman Indonesia terbesar pada masanya.” Gambaran asimilasi budaya itu memang terlihat sangat gamblang. Sosok Madona atau Bunda Maria dicitrakan di luar kebiasaan: sebagai perempuan Jawa berkebaya bukan berwajah barat dengan gaunnya. Menurut Aminudin cara penggambaran itu memperlihatkan kecerdikan Basoeki Abdullah, sebagai seorang seniman dari negeri jajahan yang sedang menimba ilmu di negeri tuannya sekaligus juga memperlihatkan pergulatan spiritualitasnya. “Dengan kecerdikan khas BA, lukisannya itu berhasil memadukan "Barat-Timur". Tekniknya klasik barat, sementara "obyek dan rasa-nya" Indonesia - formula sekaligus konflik laten yang mengendap juga dicari pelukis-pelukis modern kita sejak dulu. Lukisan itu menawarkan dengan gemilang ihwal Timur-isasi Katolik Barat - mungkin sekaligus bertalian dengan tegangan spiritualitas yang sedang ia alami saat itu,” kata Aminudin. Mikke Susanto, sejarawan seni dan pengajar Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta menyampaikan komentar senada dengan Aminudin. Menurutnya lukisan itu memperlihatkan gagasan sinkretis dalam diri Basoeki. “Lukisan itu menjadi salah satu opini Basoeki tentang bagaimana agama Kristen yang dia percayai menjadi bagian dari masyarakat Jawa,” kata dia kepada Aryono dari Historia.id melalui sambungan telepon. Bonnie Triyana, pemimpin redaksi Historia.id, melihat lukisanMaria Assumpta karya Basoeki Abdullah. (Bonnie Triyana/Histori Gagasan Basoeki menggabungkan ragam budaya di dalam lukisan bernuansa relijius ternyata tak berhenti pada Maria Assumpta saja. Mikke mengungkapkan tentang karya Basoeki lainnya yang juga senapas. “Dia pernah melukis Yesus sedang menggotong salib melalui jalan Dolorosa dalam bentuk karikatur tapi tokoh-tokohnya wayang. Prajurit-prajuritnya dan Pontius Pilatusnya digambarkan dalam sosok wayang,” katanya mengungkapkan karya Basoeki yang pernah ditemukannya dalam bentuk foto pada sebuah buku. “Saya tidak pernah tahu di mana karya aslinya,” kata dia menambahkan. Amir menduga Basoeki sudah terpengaruh gagasan silang budaya ini sejak awal 1930-an. Dia merujuk kepada sebuah gereja di Jawa yang arsitekturnya menyerap bentuk bangunan bercorak Jawa. “Mungkin dari situ Basoeki mendapat pengaruh,” kata Amir menafsir. Amir tak menyebutkan gereja mana yang dimaksud. Namun ada beberapa gereja di Jawa Tengah yang bercorak Jawa, salah satunya Gereja Ganjuran, Bantul, Yogyakarta yang didirikan oleh Joseph Ignaz Schmutzer dan Julius Robert Schmutzer pada 1924. Lukisan Maria Assumpta ini juga menjadi rekam jejak penting dalam riwayat awal karier kesenimanan Basoeki. Selain karya monumental, bagi Amir karya ini adalah temuan baru berkaitan era awal karya-karya pelukis cucu pahlawan nasional Wahidin Soedirohoesodo itu. “Ini bukti bahwa memang Basoeki pernah belajar seni di Belanda atas biaya Serikat Jesuit. Kemudian ini menunjukkan bukti lain kalau di era 1930-an dia juga punya karya yang berukuran besar, bukan hanya kecil-kecil,” kata Amir. Penampilan pertama lukisan Maria Assumpta itu muncul ketika majalah St. Claverbond edisi 1940-an memuatnya. Amir memeroleh informasi ini dari Sudarmadji Damais, Maret 2019. Sudarmadji Damais adalah tokoh permuseuman Indonesia. Ternyata Basoeki pun pernah melukis Maria Assumpta dalam dua versi yang lain. Versi pertama tersimpan di gudang Serikat Jesuit di Nijmegen. Versi kedua memperlihatkan gambaran yang sama namun Basoeki menambahkan seekor ular naga yang membelit puncak gunung Merapi di bawa sosok Maria yang sedang terbang. Versi ketiga lebih menarik lagi karena Basoeki menambahkan dua sosok wajah, yakni Yesus Kristus dan Tuhan Bapa lengkap dengan mahkota bergaya raja Jawa. Di bawah telapak kaki Bunda Maria terdapat gapura candi di mana orang-orang berjalan memasukinya. Mereka meniti tangga yang berada di bagian dalam gapura candi, seperti hendak turut menuju surga. Reproduksi lukisan itu pernah dijadikan sampul majalah d’Orient edisi Natal 1938. “Sepertinya versi pertama itu yang punya Serikat Jesuit di Nijmegen. Dua lainnya pengembangan dari versi yang pertama,” kata Amir menduga. Semua versi lukisan tersebut agaknya menerapkan teknik melukis yang sama. Sebagaimana lukisan Maria Assumpta yang terdapat di gudang Serikat Jesuit, menurut Aminudin secara ikonografis Basoeki mengadopsi gaya klasik. Dia menempatkan obyek perhatian di tengah sebagai tanda bahwa itu penting, agung juga sakral. Itu juga bisa dilihat dari penggambaran cahaya yang merembes dari balik awan; memberi kesan backlight pada figur. “Dan brush stroke- nya (goresan kuas, red. ) secara umum lembut, detail dan hampir tidak ada tekstur cat pada kanvas. Kalau kita amati langsung dari depan lukisan aslinya, semua gejala-gejala klasik itu terasa kuat. Dalam tradisi sekolah seni Eropa, kemampuan melukis bergaya klasik ini memang pernah dijadikan parameter baik-buruknya kualitas melukis seseorang,” kata Aminudin. Mengomentari keberadaan lukisan yang tak bisa dinikmati masyarakat luas itu, Aminudin berkomentar, “Harusnya lukisan ini terpajang di Galeri Nasional di Jakarta,” pungkasnya.





















