top of page

Sejarah Indonesia

Dikira Sudah Mati Boediardjo Ternyata Selamat

Dikira Sudah Mati, Boediardjo Ternyata Selamat

Mantan menteri penerangan Indonesia yang kariernya dimulai dari kopral radio di Jawatan Penerbangan milik KNIL ini pernah dikira mati setelah pesawatnya ditembak jatuh pesawat Jepang.

Oleh :
10 Januari 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

Perang Pasifik memaksa negara-negara Sekutu di Asia Tenggara, termasuk Hindia Belanda sebagai yang terbesar, mempertahankan wilayah-wilayah mereka berikut kekayaan yang terdapat di dalamnya sekuat tenaga. Perang yang dimulai oleh militer Jepang itu pula yang membuat pemuda Boediardjo “berkelana” ke banyak tempat di Asia Tenggara.


Boediardjo merupakan operator radio telegraf di kesatuan zeni Jawatan Penerbangan Militaire Luchtvaart (ML) tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL). Lantaran kebutuhan perang, dia lalu dipindah ke kesatuan pembom, Bommen Werper. Dalam kesatuan baru itulah dia diikutkan dalam berbagai misi ke bermacam daerah.


“Dengan pesawat Glenn Martin, saya ditugaskan ikut dalam berbagai misi pengeboman sampai ke Kalimantan, Malaya dan Thailand,” ujar Boediarto dalam memoarnya, Siapa Sudi Saya Dongengi.


Sekitar Febrauri 1942, Boediardjo diikutkan dalam sebuah misi pengeboman ke Sumatra. Kala itu, seperti dimuat dalam Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan I, Boediardjo berpangkat kopral.


Di sekitar Palembang, pesawat B-10 yang ditumpanginya terlibat pertempuran dengan pesawat-pesawat militer Jepang. Nahas tak bisa ditolak, pesawatnya kena tembak pesawat tempur Jepang. Boediardjo dan awak lain pun terpaksa terjun payung dan jatuh ke rawa-rawa. Pihak Belanda menyatakan semua kru pesawat B-10 yang kena tembak itu telah terbunuh.



“Saya selamat bersama seorang pilot, Indo Belanda. Kami berdua berhasil menyusuri Sungai Musi dan ditolong oleh perahu pengangkut kayu,” aku Boediardjo dalam Siapa Sudi Saya Dongengi.


Boerdiarjo dan pilotnya akhirnya berhasil menyeberang dari Sumatra ke Jawa. Namun sesampainya di Banten, Boediardjo dan pilot tersebut ditangkap tentara Jepang yang telah menduduki Banten. Mereka ditahan di Serang. Selama di dalam penjara, Boediardjo diajari pilotnya yang Indo-Belanda untuk mengaku sebagai pribumi saja. Kendati sebelum 1942 pribumi dikategorikan sebagai golongan rendah dalam sistem politik kolonial, di zaman pendudukan Jepang tidak. Berkat pengakuan pribumi itulah Boediardjo mendapat perlakuan baik.


Pada 9 Maret 1942, keduanya mendengar kabar bahwa Hindia Belanda telah menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Subang sehari sebelumnya. Bertepatan dengan perayaan hari ulang tahun Tenno Heika alias Hirohito yang jatuh tiap 29 April, Boediardjo dibebaskan.


Dari Serang, Boediardjo menuju Jakarta, lalu ke Bandung dan akhirnya menuju Jawa Tengah. Dia berhasil sampai ke kampung halamannya di Magelang. Kedatangannya tentu saja mengagetkan keluarganya di rumah. Sebab, keluarganya mengira dia sudah mati.



Keluarganya meyakini Boediardjo telah “mangkat bertolak dari terawangan beberapa paranormal yang diminta tolong oleh keluarga untuk mengetahui nasib Boediardjo. Hanya seorang paranormal yang menyatakan dia masih hidup, yakni Mbak Klaten.


Sebagai laki-laki di zaman sulit, Boediardjo menyambung hidup dengan bekerja apa saja. Toh kehadirannya sebagai mantan militer Belanda tidak dipermasalahkan oleh asisten wedana Borobudur. Maka dia pun tidak masalah bekerja untuk koperasi desa. Koperasi desa itu menyediakan bahan kebutuhan pokok masyarakat desa.


Di masa perang itu, masa di mana orang cenderung kacau, Boediardjo yang lulusan MULO Magelang tetap bisa berpikir jernih. Ketika rakyat marah dan hendak menyerang polisi militer (Kempeitai) Jepang, Boediardjo menganggap itu bisa membuat rakyat jadi korban.


“Dalam suasana hiruk-pikuk melanda Magelang waktu itu, ternyata saya malahan bertindak anti hero, dengan menghalangi kerumunan massa yang menghadapi Kempeitai Jepang yang bersenjata lengkap,” catat Boediardjo.



Menurut Boediardjo, senjata dan barang apapun yang dimiliki Jepang masih bisa diminta tanpa pertumpahan darah. Bahkan, kelompok Boediardjo memiliki banyak senjata.

Ketika tentara Inggris-Sekutu yang diboncengi Belanda masuk ke Megelang, Boediardjo termasuk pemuda yang menentang. Ia menjadi penembak gelap yang menganggu tentara Inggris. Ini terjadi sebelum tentara Inggris mundur ke Semarang dan terjadinya Palagan Ambarawa pada Desember 1945.


Setelah angkat senjata di sekitar Magelang, Boediardjo ke Yogyakarta. Dia kemudian berbagi keahliannya sebagai ahli radio dengan melatih pemuda “Kiblik”. Di Angkatan Udara, Boediardjo ikut membangun satuan radio, Perhubungan Udara (PHB) Angkatan Udara RI, yang menjadi sarana penting dalam menyiarkan eksistensi kemerdekaan Indonesia. Radio darurat yang dibangunnya di Playen, Gunung Kidul bahkan berhasil menjadi “benteng” terakhir RI setelah presiden, wakil presiden dan segenap pejabat teras RI ditawan Belanda usai Agresi Militer II.


Belakangan, Boediarjo –yang berhasil menjadi marsekal di AURI dan pernah menjadi menteri penerangan– merenungi nasibnya di masa pendudukan Jepang. Jika pesawatnya selamat dari armada udara Jepang dalam misi di sekitar Palembang, Boediardjo mungkin sudah berada di Australia pada akhir 1942. Sebagai awak radio, dia dibutuhkan dalam pembentukan skuadron pesawat pembom Belanda yang dibentuk di Australia. Tak semua orang Belanda menjadi ahli radio. Sementara, di Australia terbentuk dua skuadron pembom Belanda yang di antara anggotanya orang-orang Indonesia juga. Jika Boediardjo ikut dalam skudron itu, tentu dia menjadi orang Indonesia yang terlambat mendengar kemerdekaan Indonesia dan terlambat bergabung dengan Republik Indonesia.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Banjir Aceh dan Tapanuli Tempo Dulu

Sumatra Utara dan Aceh dulu juga pernah dilanda banjir parah. Penyebabnya sama-sama penebangan hutan.
bottom of page