top of page

Sejarah Indonesia

Memetakan Perjalanan Keris Pangeran Diponegoro

Memetakan Perjalanan Keris Pangeran Diponegoro

Bagaimana keris Kiai Nogo Siluman dibawa perwira militer Belanda ke Belanda?

9 Maret 2020

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Keris Kiai Nogo Siluman milik Pangeran Diponegoro dikembalikan Belanda ke Indonesia dan menjadi koleksi Museum Nasional. (Fernando Randy/Historia).

Diperbarui: 15 Mei

KERIS Kiai Nogo Siluman milik Pangeran Diponegoro yang sempat dianggap hilang akhirnya ditemukan. Keris itu diserahkan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Ingrid van Engelshoven kepada Duta Besar Republik Indonesia untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja, di KBRI Den Haag, Belanda, 3 Maret 2020, pukul 10 pagi waktu setempat. Penyerahan itu disaksikan oleh Direktur Nationaal Museum van Wereldculturen Stijn Schoonderwoerd. Keris itu kemudian diserahkan ke Museum Nasional pada 5 Maret 2020.  

Keris Kiai Nogo Siluman dibawa ke Belanda oleh Kolonel Jan-Baptist Cleerens, komandan pasukan Belanda dalam Perang Jawa di medan pertempuran Banyumas dan Bagelen. Dia menghadiahkan keris itu kepada Raja Belanda William I sebagai piala kemenangan Belanda atas Pangeran Diponegoro.


Cleerens berperan dalam mengakhiri Perang Jawa dengan cara membujuk Pangeran Diponegoro agar mau berunding yang ternyata jebakan. Diponegoro ditangkap dalam perundingan di Karesidenan Kedu, Magelang, pada 28 Maret 1830. Dia diasingkan hingga wafat di Makassar pada 8 Januari 1855.


Bagaimana keris Kiai Nogo Siluman bisa di tangan Cleerens?


Eksplorasi Perang Jawa

Untuk menjawab pertanyaan kapan dan bagaimana keris Kiai Nogo Siluman dibawa oleh Cleerens, Nationaal Museum van Wereldculturen (NMW) meneliti dan mengeksplorasi berbagai arsip tentang Perang Jawa yang disimpan Arsip Nasional Belanda.


Sumber-sumber relevan yang dipilih terdiri dari korespondensi antara perwira tentara Belanda, pegawai negeri sipil, dan gubernur jenderal, yang ditulis selama bulan-bulan terakhir Perang Jawa. Tahap terakhir ini berlangsung dari November 1829 ketika Pangeran Diponegoro lolos dari serangan mendadak oleh tentara Belanda hingga Mei 1830 ketika sang pangeran dikirim ke pengasingan di Manado.


Hasilnya? “Tidak ada referensi ke keris Diponegoro yang ditemukan pada sumber yang dipilih. Karena itu masih belum jelas kapan dan bagaimana senjata itu menjadi milik Kolonel Cleerens,” sebut laporan hasil penelitian NMW pada 20 Januari 2020 yang diterima eksklusif oleh Historia.

Para peneliti pun mengajukan empat kemungkinan. Pertama, keris itu dirampas dari Pangeran Diponegoro ketika ditangkap. Namun Cleerens tidak terlibat dalam penangkapan.


Kedua, jika Diponegoro menyerahkan keris Kiai Nogo Siluman saat ditangkap, Letnan Jenderal De Kock atau perwira militer lain mungkin memberikan keris itu kepada Cleerens. Skenario ini bertentangan dari pernyataan Sentot Alibasyah Prawirodirdjo, perwira perang Diponegoro, bahwa senjata itu diserahkan kepada Cleerens sebagai hadiah. Namun keris itu juga tidak mungkin diberikan Pangeran Diponegoro kepada Cleerens selama negosiasi sebelum penangkapannya.


Ketiga, keris itu bisa saja direbut pada tahap awal Perang Jawa, misalnya dalam pertempuran antara pasukan Belanda dan Jawa, lalu diberikan kepada Cleerens. Keempat, menurut Pieter Pott, kurator Museum Volkenkunde (kini, National Museum of World Cultures atau NMW) yang melakukan pencarian keris itu pada 1984, Cleerens menerima keris Kiai Nogo Siluman sebagai hadiah dari Sultan Yogyakarta Hamengku Buwono V setelah perang berakhir. Namun, tidak ada bukti yang ditemukan dalam dokumen arsip untuk mendukung klaim ini.


Karena itu, surat Sentot tertanggal 27 Mei 1830 adalah sumber arsip paling awal yang menghubungkan keris Kiai Nogo Siluman dengan Cleerens. Dokumen tertua kedua yang ditemukan adalah surat tertanggal 31 Januari 1831, yang menyebutkan keris itu diserahkan kepada Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKZ) atau Koleksi Langka Kerajaan.


Persetujuan Raja Belanda

Pencarian keris Pangeran Diponegoro dilakukan Pieter Pott, kurator kemudian direktur Museum Volkenkunde, pada 1984. Pencarian terhenti dan baru dilakukan lagi pada 2017-2018 dan 2019.


Menurut laporan, penelitian tahun 2019 mencoba memetakan perjalanan keris dari Hindia Belanda ke KKZ di Den Haag, menggunakan artikel suratkabar. The Javasche Courant dan Opregte Haarlemsche Courant menyebut Cleerens berangkat dari Batavia pada 14 September 1830 dengan kapal Ons Genoegen dan tiba di Belanda pada 29 Desember 1830.


Sumber pertama ke keris itu di Belanda dapat ditemukan pada surat tertanggal 11 Januari 1831, yang dikirim Sekretaris Negara kepada Direktur Jenderal Departemen Pekerjaan Umum, Industri Nasional, dan Koloni. Saat itu Sekretaris Negara adalah pejabat rangking tertinggi dalam pemerintahan Belanda, yang bertindak sebagai perantara antara raja dan menteri/kementerian.


Atas nama Raja William I, Sekretaris Negara meminta saran tentang keris yang ditawarkan Cleerens. Direktur Jenderal membalas pada 17 Januari 1831 dalam sebuah surat langsung kepada raja, yang menyatakan tak keberatan menerima keris itu. Raja menyarankan untuk menyerahkan keris itu ke KKZ. Pada 25 Januari 1831, Sekretaris Negara memberi tahu Direktur Jenderal tentang persetujuan raja dan memerintahkannya untuk menyerahkan keris itu kepada KKZ. Enam hari kemudian, 31 Januari 1831, keris itu dikirim ke direktur KKZ.


KKZ dibubarkan pada 1883. Koleksinya diberikan kepada tujuh museum. Sejumlah keris dipindahkan ke Museum Volkenkunde. Sayangnya, informasi penting tentang koleksi keris itu hilang. Jadi, bukan kerisnya yang hilang. Sehingga arsip tidak menerangkan keris mana dari koleksi keris itu yang diserahkan ke Museum Volkenkunde adalah keris Kiai Nogo Siluman.


Setelah melalui penelitian panjang pada 1984, 2017-2018, dan 2019, akhirnya ditemukan bahwa keris bernomor koleksi RV-360-8084 adalah milik Pangeran Diponegoro dengan nama Kiai Nogo Siluman.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page