top of page

Sejarah Indonesia

Tionghoa Semarang Dalam

Tionghoa Semarang dalam Sepakbola

Union Football Club mewarnai perkembangan sepakbola di Semarang. Ia juga bersaing dengan klub-klub Tionghoa yang kuat dari Batavia dan Surabaya.

Oleh :
14 Oktober 2025

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Tim Union Football Club. (Dok. M. Fatkhi).

Diperbarui: 16 Okt

PERTANDINGAN dibuka dengan agak membosankan. Kedua tim bermain apik di lini tengah, tapi kehilangan ketenangan di depan gawang. Union Football Club perlahan-lahan menguasai pertandingan, yang memaksa pemain-pemain Roekoen Agawe Santoso (RAS), klub asal Temanggung, bertahan. Sayang, beberapa tembakan membentur mistar gawang. Union akhirnya membuka skor melalui kaki Kiem Ing. Union mempertahankan dominasinya kendati tak bisa menambah gol sampai turun minum.

Ingin membaca lebih lanjut?

Langgani historia.id untuk terus membaca postingan eksklusif ini.

Badan-Badan Otonom NU

Badan-Badan Otonom NU

Nahdlatul Ulama memiliki badan-badan otonom dalam berbagai bidang untuk menandingi gerakan organisasi-organisasi massa PKI.
Dari Gas hingga Listrik

Dari Gas hingga Listrik

NIGM adalah perusahaan besar Belanda yang melahirkan PLN dan PGN. Bersatunya perusahaan gas dan listrik tak lepas dari kerja keras Knottnerus di era Hindia Belanda.
Khotbah dari Menteng Raya

Khotbah dari Menteng Raya

Tak hanya mendatangkan suara, Duta Masjarakat juga menjadi jembatan Islam dan nasionalis sekuler. Harian Nahdlatul Ulama ini tertatih-tatih karena minim penulis dan dana.
Cerita dari Pengasingan Bung Karno di Rumah Batu Tulis

Cerita dari Pengasingan Bung Karno di Rumah Batu Tulis

Setelah terusir dari paviliun di Istana Bogor, Bung Karno melipir ke Hing Puri Bima Sakti alias Rumah Batu Tulis sebagai tahanan rumah.
Amarta Pavilion: Witness to the End of a Reign

Amarta Pavilion: Witness to the End of a Reign

This recounts the story of the pavilion designed by Sukarno, which bore silent witness to the March 11, 1966 Decree (Supersemar). It was also one of Bung Karno's three “exile” homes in his final days.
bottom of page