- Petrik Matanasi
- 1 Sep
- 3 menit membaca
MUSA Louhanapessy ingin sekali teekensoldij alias jadi serdadu dalam tentara kolonial Hindia Belanda, Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL), seperti banyak pemuda Ambon lain di zaman itu. Sayangnya, orangtuanya tak memberi restu. Musa tak hilang akal demi cita-citanya.
“Kemudian dia membeli marga (mungkin begitu) ke keluarga Pattiwael,” terang John Pattiwael. Seperti marga ibunya, Dolfina Pattiwael, jadilah Musa Pattiwael bisa mendaftar masuk KNIL. Sangat banyak anggota KNIL dari marga Pattiwael. Musa diterima teekensoldij hingga rela meninggalkan Ambon.
Musa sering berpindah-pindah tugas sebagai serdadu KNIL. Dia kemudian menikah dengan Martha Tomasoa. Mereka punya banyak anak. Salah satunya Isaak Pattiwael, yang biasa disapa Tjaak, lahir di Meulaboh, Aceh, pada 14 April 1915. Seperti anak serdadu KNIL lain, yang kadang dicap Anak Kolong, Tjaak ikut ayahnya berpindah-pindah tugas. Sehingga, dia sering berpindah sekolah. Setelah lewat masa sekolah dasar, Tjaak merantau untuk menemukan jalan hidupnya.
Tjaak pernah ikut rombongan sandiwara terkenal, Dardanella. Namun, itu bukan karena Tjaak bisa bermain drama atau seni lain di atas panggung.
“Kalau pun sampai dia ikut sandiwara Dardanella ini gara-gara ikut bolanya,” kata John Pattiwael, cucu Tjaak Pattiwael. Seingat John, kakeknya tak memiliki bakat seni. Tjaak tak lama bermain di klub sepakbola Dardanella.
Meski tak lahir di Ambon, Tjaak tetaplah orang Ambon. Dia bagian dari Jong Ambon dan bergabung dalam klub sepakbola Sport Vereniging Jong Ambon (SVJA) di Batavia. Bersama SVJA, Tjaak pernah melawan klub sepakbola tentara, Sparta.
Sebagaimana dilaporkan Bataviaasch Nieuwsblad, 20 April 1932, Pattiwael berusaha keras menerobos pertahanan Sparta. Sparta mencetak gol terlebih dahulu, namun SVJA mengimbangi dengan gol Poot. Pada babak kedua, Pattiwael menguasai bola dan terus maju menghindari kawalan pemain Sparta hingga tembakannya masuk gawang lawan. Gol Patiwael membawa SVJA menang atas Sparta.
Bersama SVJA, Pattiwael ikut melawan klub Oliveo dan klub sepakbola Sukabumi. Bataviaasch Nieuwsblad, 2 Mei 1932, memberitakan, SVJA kalah 3:1 dari tim sepakbola Sukabumi. Sementara itu, Bataviaasch Nieuwsblad, 18 Desember 1933, melaporkan, waktu SVJA mengalahkan Oliveo 6:1, Tjak Pattiwael yang bermain di sayap kanan menyumbangkan dua gol.
Selain bersama SVJA, Tjaak juga pernah bermain dalam tim Voetbalbond Batavia en Omstreken (VBO) atau federasi sepakbola Batavia. Tim ini pernah bertanding melawan tim dari Tiongkok, Nan Hua. Het Nieuws van den dag van Ned. Indie, 27 Agustus 1937, memberitakan, Tjaak bermain bersama Frans Alfred Meeng. Dia menjadi penyerang dan berkali-kali membahayakan Nan Hua. Hasil akhir VBO menang 3:0.
Pada awal 1938, Tjaak ikut mewakili Jawa bagian barat dalam pertandingan melawan Jawa Timur. Kendati kalah, Tjaak bersama Meeng masuk dalam daftar tim nasional Hindia Belanda ke Piala Dunia 1938 di Prancis. Tim Hindia Belanda ini berada di bawah NIVU (Nederlandsch Indische Voetbal Unie) atau Persatuan Sepakbola Hindia Belanda.
Mereka naik kapal MS Baloeran ke Mersailles, Prancis Selatan. Namun, kapal mereka singgah dulu di Medan untuk bertanding melawan Oost Sumatera Voetbal Bond (OSVB), persatuan sepakbola Pantai Timur Sumatra. De Indisch Courant, 5 Mei 1938, menyebut pemain sayap Patiwael dan Taihutu menguasai bola. Kerjasama mereka berhasil menjebol gawang yang dijaga kiper Den Broeder. Setelah gol lagi dari Hing Djien ke gawang OSVB, Tjaak mencetak gol ketiga.
Dari Medan, kapal berlayar lagi dan sempat singgah di Colombo. Perjalanan dari 27 April 1938 hingga pertengahan Mei 1938, akhirnya mereka tiba di Negeri Belanda. Setelah uji tanding melawan HBS Den Haag, tim Hindia Belanda bersiap menghadapi Hongaria di perempat final Piala Dunia. Tim Hindia Belanda lolos ke perempat final karena Jepang dan Amerika tidak muncul.
Tim Hindia Belanda kalah kuat dengan tim Hongaria. Meski sulit Tjaak Pattiwael berjuang melakukan yang terbaik. Bola yang baru mereka kuasai kadang direbut para pemain berpostur besar Eropa itu. Tim Hindia Belanda yang mirip kurcaci tak mau menyerah. De Indisch Courant, 7 Juni 1938, menyebut Tjaak Pattiwael berusaha memberikan tembakan kerasnya namun selalu dihalau pemain Hongaria. Tim Hindia Belanda kalah terhormat 6:0 dari Hongaria.
Sepulang dari Eropa, Tjaak Pattiwael terus bermain sepakbola. Pada era 1950-an, dia pernah bermain untuk Bintang Timur dan Maluku. Tak mau ikut PSSI, Tjaak lebih suka main di klub-klub kecil dan sering ikut pertandingan. Barangkali dia merasa PSSI menganggapnya pengkhianat karena ikut Piala Dunia.
Sepulang dari Piala Dunia, dia menikah dengan Maryati dari Purwakarta dan punya lima anak. Tjaak belakangan menyambung hidup dengan bekerja di perusahaan asuransi Jiwasraya.
“Karena dia melatih bola di situ,” kata John Pattiwael.
Tjaak Pattiwael mengisi hari-hari tuanya dengan menikmati musik keroncong atau Hawaiian. Dia meninggal dunia pada 20 Desember 1985 dan dimakamkan di TPU Menteng Pulo, Jakarta.*













Komentar