top of page

Hasil pencarian

9584 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Deregulasi, Cara Orde Baru Mengerek Pertumbuhan Ekonomi

    PEMERINTAH telah menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja ke DPR pada pertengahan Februari 2020. RUU itu memuat revisi sejumlah pasal dalam hampir 80-an undang-undang di bidang ekonomi, pajak, lingkungan, ketenagakerjaan, dan banyak lagi. Bersama penyerahan itu, salinan RUU mulai tersebar dan dibaca oleh masyarakat.

  • Mongol, Penakluk Terbesar dalam Sejarah

    Delapan ratus tahun yang lalu, masyarakat nomaden yang kecil tiba-tiba meledak, keluar dari padang rumput Mongolia yang dingin dan kering. Mereka menaklukkan beberapa kekuasaan di wilayah perbatasan dan menjadi penguasa terbesar dalam sejarah.  Jenghis Khan memimpin bangsa Mongol menghancurkan beberapa dinasti kuat pada zamannya. Termasuk Dinasti Abbasiah di Baghdad, Dinasti Jin dan Dinasti Song di Cina, serta Kerajaan Khwarezmian di Asia Tengah. Kekuasaan Mongol  menghubungkan Eropa dengan Asia dalam waktu kurang dari se abad. Pencapaiannya itu disebut Pax Mongolica  atau era ketika wilayah Eurasia menyatu di bawah kekuasaan Mongol. Sejarawan Queens College dan Columbia University, Morris Rossabi dalam  Khubilai Khan: His Life and Times menjelaskan keberhasilan Mongol lebih dari sekadar menghubungkan Eropa dan Asia. Mereka juga berperan dalam pemerintahan di banyak wilayah taklukkannya dengan bantuan para penasihat dan administrator Tionghoa, Persia, dan Turki.  “Mereka berkembang dari penjarah menjadi penguasa,” tulis Rossabi. Di negeri-negeri yang dikuasai, mereka membentuk sistem birokrasi, merancang sistem perpajakan, dan memperhatikan kepentingan petani dan pedagang. Beberapa pemimpin Mongol juga mendorong budaya asli, melindungi seniman, penulis, dan sejarawan. “Seni drama Cina, penulisan sejarah Persia, seni dan arsitektur Buddha Tibet, semuanya berkembang selama masa pemerintahan Mongol,” tulis Rossabi. Apa yang membuat bangsa Mongoldi bawah Temujin atau Jenghis Khan mampu mendirikan imperium terluas sepanjang sejarah? Sebagai kaum pengembara di wilayah padang rumput, mereka dirundung kekeringan, musim dingin yang parah, dan penyakit hewan peliharaan. Akibatnya, ekonomi mereka rapuh. Perdagangan dengan petani di wilayah-wilayah yang hidup menetap menjadi penting, khususnya dengan wilayah Cina. Saat sulit, penghuni padang rumput mencari dan kadang menerima gandum dari orang Cina. Dari mereka juga orang Mongol memperoleh barang-barang kerajinan. Semua itu ditukar dengan hewan dan hasilnya. Jika mereka menolak berdagang, bangsa Mongol akan menjarah untuk memperoleh produk-produk itu. Sebelum lahirnya kekuatan Mongol yang terorganisir, pada akhir abad ke-11 dan awal abad ke-12, penghuni stepa di Mongolia terdiri dari beberapa klan. Mereka berkembang menjadi suku-suku. Menurut Rossabi, kepala suku awalnya semacam pemimpin agama. Ia dipilih karena kecakapan militernyadengan dukungan bangsawan yang mengendalikan para penggembala biasa. “Kepala suku bertanggung jawab atas pelatihan militer. Penekanan pada pelatihan militer memberi kepala suku akses mobilisasi jika terjadi perang,” tulis Rossabi. Kemunculan Pemimpin Persatuan bangsa Mongol selalu rusak oleh persaingan antarsuku. Lalu muncul Temujin yang mendekati usia 30 tahun berkuasa atas setengah klan-klan Mongol. Menurutsejarawan Inggris, John Man dalam Jenghis Khan, Legenda Sang Penakluk dari Mongolia , pada 1206 Temujin dilantik dengan gelar Jenghis Khan. Dalam sebuah khural , atau isitlah masa kininya, parlemen Mongolia, ia diproklamirkan sebagai pemimpin bangsa yang baru saja bersatu.Temujin sekarang menjadi penguasa mutlak atas sebagian besar wilayah yang kini menjadi Mongolia. Jenghis Khan menyatukan beragam suku Mongol dan mengaturnyamenjadi mesin militer yang kuat.Ikatan kesukuan berubah menjadi kekuatan resimen yang menuntut kesetiaan kepada komandan. Berganti resimen bisa dihukum mati. Komandan tak taat bisa dipecat. Jenghis Khan sendiri membentuk kesatuan pengawal elite teridiri dari 10.000 orang. “Kesatuan itu mencakup anak lelaki dari para komandan. Ini cerdik dan sangat orisinal. Sebelum seorang komandan berpikir untuk tak setia , ia akan ingat anak lelakinya adalah tawanan Sang Khan, bahwa pengkhianatan akan melibatkan keduanya,” tulis John Man. Dengan kata lain, kesetiaan pribadi menggantikan ikatan kesukuan. Dalam hal ini, Jenghis Khan sedang membangun jaringan sosial baru yang lebih lestari. “Tercurah pada satu tujuan, yaitu penaklukan,” tulis John Man. Rentetan ekspedisi ke luar perbatasan awalnya adalah tradisi. Misalnya, serangan ke Cina adalah bagian dari tradisi yang diwarisi pemimpin Mongol dari generasi ke generasi. Demi mencapai tujuan ini, persatuan suku adalah suatu prasyarat. Pada gilirannya ini memberi pembenaran bagi pengejaran kepala suku lawan. Bahkan jika ia kabur ke negeri yang jauh, seperti Kuchlug, keturunan keluarga pimpinan Suku Naiman, yang kabur ke Khara Khitai di Asia Tengah bersama sedikit tentara yang tersisa. “Kuchlug dan pangkalan barunya memainkan peran penting dalam menarik Jenghis ke barat memasuki dunia Islam, yang akhirnya menjadi landasan bagi lebih banyak lagi penaklukkan di barat,” tulis John Man. Sebenarnya tak ada kepala suku kaum nomaden yang secara sadar dan sukarela mencoba menaklukkan kekuatan yang jauh dari rumahnya. Apalagi jika kerajaan itu adalah kekuatan dominan di kawasannya. Namun, ada saat ketika Jenghis Khan tak punya pilihan. Ia merasa terhina. Seorang penguasa Kerajaan Khwarezmian yang wilayahnya mencakup sebagaian besar perbatasan antara Uzbekistan dan Turkmenistan masa kini, juga meliputi Iran dan Afghanistan, telah memancing perang. Shah Khwarezmian, Mohammad, telah menantangnya dengan membunuh banyak utusan Jenghis Khan pada 1217. Padahal, Jenghis Khan hanya berniat melakukan perdagangan dengan wilayah itu.   “Jika ancaman itu tak ditanggapi, ia hampir pasti akan menjadi korban seorang Shah yang ambisius dan berhasrat memperluas kekuasaannya hingga ke daratan Cina yang kaya,” tulis John Man. “Mari kita menderap melawan orang-orang Islam untuk membalas dendam!” seru Jenghis Khan,dalam The Secret History , satu-satunya catatan asli Mongol paling signifikan tentang Jenghis Khan. Lukisan pasukan Mongol dalam sebuah peperangan. (Wikipedia). Cuaca Mendukung Pada 1219, Jenghis Khan memimpin pasukan ke barat. Suku-suku kecil di sepanjang perjalanan turut pula ditumpas. “Yang bergulir ke arah barat pada 1219 adalah sebuah mesin penghancur raksasa, yang disetir oleh pasukan berkudanya,” tulis John Man. Pada 1221, Mongol meraih kemenangan. Selain karena kekuatannya, keberhasilan mereka juga bergantung pada kondisi cuaca yang mendukung. Buktinya ditemukan para peneliti yang mempelajari kebakaran hutan di Mongolia pada 2010 . Neil Pederson, peneliti dari Lamont-Doherty Earth Observatory, Columbia University, dan rekannya, Amy Hessl, peneliti dari West Virginia University, menemukan pohon pinus Siberia kerdil yang tumbuh dari retakan aliran lava batu padat tua di Pegunungan Khangai, Mongolia. Mereka melihat pada permukaan yang kering dan hampir tanpa tanah, pohon tumbuh sangat lambat, sangat peka terhadap perubahan cuaca tahunan, sekaligus dapat hidup dalam perubahan zaman yang fantastis. Dari lingkaran cincin di batang pohon, selain bisa diketahui usianya, juga bisa dipelajari perubahan kondisi lingkungan di mana pohon itu tumbuh. Menurut para peneliti, cincin pohon itu menunjukkan kondisi stepa Asia Tengah yang biasanya dingin dan gersang, pada masa kemunculan kekaisaran Mongol justru dalam kondisi paling basah lebih dari 1.000 tahun. Karenanya, produksi rumput pasti meningkat. Pun demikian halnya sejumlah besar kuda perang dan ternak lainnya yang memberi kekuatan kepada bangsa Mongol.  “Sebelum bahan bakar fosil, rumput dan kecerdikan adalah bahan bakar bagi bangsa Mongol dan budaya di sekitar mereka,” tulis Neil Pederson, dilansir dari laman resmi Columbia University . Penelitian ini pun membantah anggapan bahwa bangsa Mongol berkembang karena melarikan diri dari cuaca buruk di kampung halaman mereka. Sebelumnya banyak yang menulis, termasuk Morris Rossabi, kalau penurunan tajam suhu di Mongolia berdampak pada berkurangnya tinggi rumput di dataran stepa. Hewan ternak terancam punah. Keberlangsungan hidup orang Mongol pun bergantung pada pertukaran dengan orang Cina yang berujung pada serangan terhadap tetangga mereka itu. “Bangkitnya pemimpin besar Jenghis Khan dan munculnya kekaisaran terbesar dalam sejarah manusia bisa jadi di antaranya didorong oleh cuaca sementara yang mendukung,” tulis Neil Pederson. Demikianlah,Jenghis Khan percaya bahwa Langit Biru, sesuai kepercayaan bangsa Mongol, telah menakdirkannya untuk menyatukan bangsa Mongol dan memimpin mereka untuk menaklukkan wilayah lain.“Dia tidak diragukan lagi seorang jenius militer dan ahli politik yang cerdas,” tulis Rossabi. Sejarah mencatat, invasi Mongol merupakan salah satu yang paling menghancurkan dalam sejarah dunia . Kendati pemimpin terbesarnya, Jenghis Khan meninggal pada 1227, putra dan cucunya melanjutkan penaklukkannya. Mereka menundukkan sebagian besar wilayah yang kini men j adi Korea modern, Tiongkok, Rusia, Eropa Timur, Asia Tenggara, Persia, India, dan Timur Tengah.

  • Santo Iker di Bawah Mistar

    MASIH ingat Iker Casillas? Penjaga gawang Real Madrid sepanjang era Galácticos (2000-2014) itu selalu menjadi pembeda dari rekan-rekannya yang garang kala menghadapi lawan. Casillas selalu tampil menawan dengan kharisma dan perilakunya yang jauh dari kata arogan. Bak santo, ia enggan mengekspresikan rasa sakitnya ke publik kala dibuang dari klub yang dibelanya selama 25 tahun pada 2015. Padahal Casillas punya saham dalam mendatangkan lima gelar La Liga, dua Copa del Rey, empat Supercopa de España, dan tiga gelar Liga Champions dalam titimangsa 2000-2014. Namun itulah Madrid dengan presidennya Florentino Pérez. Yang menguntungkan, bakal dibintangkan. Tapi sebanyak apapun prestasi yang disumbangkan seorang bintang, klub tak menganggapnya dan bakal membuang kalau tak lagi menguntungkan.  Casillas masih untung karena klub Portugal FC Porto mau menampungnya. Di Portugal, Casillas membuktikan belum habis. Ia membantu Porto mendulang gelar Primeira Liga musim 2017-2018. Sejak Mei 2019 Casillas mengidap penyakit jantung dan kini ia tutup buku untuk karier bermainnya (Foto: Twitter @IkerCasillas) Sayangnya sejak Mei 2019 Casillas mulai jarang tampil gegara didiagnosa punya penyakit jantung. Tahun ini jadi tahun terakhir Casillas mentas di lapangan hijau, di usia 39 tahun. “Sebelum mengumumkan pencalonannya (Presiden RFEF), Casillas menemui saya untuk memberitahu keputusannya mengakhiri karier,” ujar Presiden FC Porto Jorge Nuno Pinto da Costa, dikutip Sportstar , 18 Februari 2020. Ramalan Sejak Masa Kehamilan Sebagai penerus estafet kiper hebat Spanyol, Casillas punya prestasi paling mentereng dibanding empat pendahulunya. Ricardo Zamora, Antoni Ramallets, Luis Arconada, sampai Andoni Zubizarreta belum pernah merasakan gelar yang didapat Casillas. Lahir di Madrid pada 20 Mei 1981 dengan nama Iker Casillas Fernandéz, Casillas merupakan putra dari pasangan José Luis Casillas dan María del Carmen Fernández González. Jose merupakan pegawai di Kementerian Pendidikan Spanyol dan Maria seorang penata rambut. Iker Casillas di masa jadul kala meniti karier di akademi Real Madrid "La Fábrica" (Foto: Twitter @IkerCasillas) Sebagaimana dikisahkan Enrique Ortego dalam biografi Iker Casillas: La Humildad del Campeón , Casillas memiliki darah Basque. Kakeknya dari pihak ayah merupakan seorang perwira guardia civil , semacam polisi militer asal Bilbao. Ada kisah menarik tentang prediksi masa depan Casillas meski ia belum lahir ke dunia. “Suatu hari, seorang tukang sepatu dekat apartemen mereka meramalkan bahwa putra mereka akan jadi pemain hebat dan dia akan bermain untuk menaklukkan semua tantangan yang ada sekaligus mensejajarkan diri dengan para kiper hebat Basque,” tulis Jonathan Wilson dalam The Outsider: A History of the Goalkeeper. Prediksi tukang sepatu itu terbukti. Casillas bahkan sukses di tingkat internasional. Selain mengantarkan Spanyol merebut Piala Eropa 2008 dan 2012, Spanyol di masa Casillas akhirnya mampu mencicipi juara Piala Dunia pada 2010. “Casillas sebagai kapten di tiga sukses besar itu,” sambung Wilson. Momen paten Casillas di Piala Eropa 2008, Piala Dunia 2010, dan Piala Eropa 2012 (Foto: uefa.com/fifa.com ) Fans Madrid dan timnas Spanyol menjulukinya San Iker alias Santo Iker atau Iker si Orang Suci. “Persahabatannya dengan Xavi (kapten Barcelona) sejak di timnas muda Spanyol menjadi faktor besar dalam meredakan perseteruan Madrid-Barcelona yang bisa merusak spirit skuad timnas, mengingat rivalitas kedua tim saat itu di bawah asuhan José Mourinho dan Pep Guardiola,” ungkap entrenador Spanyol di Piala Dunia 2010, Vicente del Bosque, dikutip Wilson. Ikon Abadi Madrid Namun sebelum sampai ke kegemilangan itu, Casillas merintisnya dengan susah-payah. Sebagai anak introvert , ia lebih sering bermain sepakbola dengan ayahnya ketimbang anak-anak sebayanya. Itu disebabkan karena ayahnya sering dimutasi sehingga Casillas tak pernah punya teman dekat yang bertahan lama. Dari bersepakbola dengan ayahnya itulah Casillas mulai menyukai posisi kiper gegara setiap bermain di taman dia yang selalu jadi penangkap bola yang ditendang ayahnya. Sang ayah yang melihat bakat Casillas lalu coba memasukkan Casillas ke program ujicoba Real Madrid saat mereka pindah ke Madrid. Setiap tahun Real Madrid menggelar serangkaian ujicoba terbuka untuk anak-anak. Casillas mengikutinya saat berusia 10 tahun dan dia lulus di tes pertama. Namun pada tes kedua yang merupakan tes sparring, Casillas kebobolan tujuh gol. “Meski timnya kalah 7-1, Kepala Seksi Pemain Muda Madrid Antonio Mezquito melihat potensi dalam diri Casillas dan memutuskan untuk mengajaknya masuk akademi muda Real Madrid, La Fábrica,” sambung Ortego dalam biografi Casillas. Di tahun 1990 itulah karier Casillas dirintis. Meski posturnya enggak tinggi-tinggi amat, tapi Kak Casillas punya refleks yang cekatan untuk menjaga kesucian gawangnya (Foto: realmadrid.com ) Tuhan seolah sudah menata hidup Casillas untuk cemerlang di bawah mistar. Enam tahun setelah masuk La Fábrica dan bahkan belum menembus Real Madrid C, Casillas sudah terpilih masuk skuad Timnas Spanyol U-15 dan pada 1997 sudah turut memenangi Euro (Piala Eropa) U-16 di Jerman. “Hal terhebat tentang Iker adalah cara natural yang dia punya untuk selalu menghadapi banyak tantangan. Kedewasaan memberi dia ketenangan saat sedang bermain. Ketenangan yang berbuah manis,” ujar eks kiper Madrid dan timnas Spanyol yang melatih Casillas di La Fábrica, Paco Buyo, dikutip Wilson. Alhasil, pada akhir November 1997 Casillas sudah dipanggil ke tim senior Real Madrid. Usianya masih 16 tahun dan bahkan belum resmi masuk Real Madrid C lantaran ia masih menyelingi titian kariernya dengan pendidikan SMA di Instituto Cañaveral de Móstoles. Casillas, sebagaimana dimuat laman UEFA , 9 Februari 2019, mengenang momen itu. Jelang pemanggilan itu, Casillas dan teman-temannya tengah larut dalam obrolan tentang Madrid. Tiba-tiba kepala sekolah (kepsek) masuk ke ruangan kelasnya dan meminta Casillas segera menyusul ibunya ke Bandara Madrid-Barajas. “Itu sebuah anekdot yang bagus. Pak kepsek bilang, ‘Iker, kamu sebaiknya cepat panggil taksi dan bergegas ke (bandara) Barajas karena Real Madrid baru saja menelepon ibumu dan ibumu menelepon kami. Segeralah kamu pergi karena kamu akan ke Norwegia’,” ungkap Casillas mengingat momen dadakan jelang laga Liga Champions kontra Rosenborg itu. Pemanggilan Casillas itu atas permintaan entrenador Jupp Heynckes. Pasalnya kala itu kiper utama Bodo Illgner dan kiper kedua Santiago Cañizares tengah cedera. Casillas dibutuhkan sebagai kiper cadangan untuk melapisi kiper Madrid lainnya, Pedro Contreras. Meski akhirnya tak dimainkan, Casillas sudah cukup girang jadi penonton di bangku cadangan. “Saya bisa berada di tempat yang sama dengan Fernando Morientes, Clarence Seedorf, Fernando Sanz, Predrag Mijatović, Davor Šuker, dan Raúl González. Suatu hal yang magis dan akan selalu saya ingat,” tambahnya. Penampilannya yang top markotop di final Liga Champions 2002 memastikan posisinya sebagai portero permanen Madrid seterusnya (Foto: Twitter @IkerCasillas) Usai lulus SMA, Casillas full menseriusi kariernya di Real Madrid C pada 1998, kemudian Real Madrid B sebagai kiper utama, hingga menembus tim utama Madrid. Debutnya di tim utama berlangsung pada 12 September 1999, kala Madrid bertandang ke Stadion San Mamés untuk menghadapi Athletic Bilbao di pentas La Liga. Tiga hari berselang, Casillas mencatatkan rekor sebagai pemain termuda di Liga Champions (18 tahun, 177 hari) kala dibawa pelatih Toshack meladeni Olympiakos Piraeus. Namun yang menjadi titik penting kariernya di Los Blancos adalah final Liga Champions musim 2001-2002 kontra Bayer Leverkusen di Stadion Hampden Park, Glasgow, Skotlandia, 15 Mei 2002. Kala itu Casillas masuk di menit ke-68 menggantikan César Sánchez yang cedera. “Ia dengan reflek-reflek cepat dan penyelamatan-penyelamatannya yang tangkas, serta kecerdasannya untuk membaca antisipasi pemain lawan, membantu Madrid mempertahankan keunggulan 2-1 sampai akhir laga. Sejak saat itu posisinya di bawah mistar tim utama Madrid menjadi permanen,” singkap Charles Parrish dan John Nauright dalam Soccer Around the World: A Cultural Guide to the World’s Favorit Sport. Habis karier manis Casillas, sepah dibuang Real Madrid yang rasanya sakit tapi tak berdarah (Foto: realmadrid.com ) Sejak itulah nama Casillas senantiasa terpampang di starting eleven tiap laga Madrid, hingga mencetak 700 penampilan. Tak terhingga pula penghargaan pribadi yang ia sabet. Kegemilangan Casillas sempat bikin celamitan klub-klub kaya di Inggris dengan niat meminangnya. Beruntung, Casillas yang rupawan pilih setia pada Madrid. Sialnya, loyalitas Casillas justru dibalas Madrid dengan pembuangan. Pembuangan itu memang bukan tanpa alasan. Sejak 2013, penampilan Casillas mulai tak stabil setelah cedera parah. Akibatnya entrenador José Mourinho dan penggantinya, Carlo Ancelotti, memilih kiper lain ketimbang Casillas selepas ia pulih. Perlakuan Madrid melego Casillas ke FC Porto pada 11 Juli 2015 itu mendatangkan banjir kecaman. Sebaliknya, Casillas kebanjiran simpati. Salah satunya dari kiper legendaris Italia Gianluigi Buffon. “Anda akan selalu menjadi ikon Real Madrid. Tapi di atas itu semua, Anda adalah salah satu representasi terbaik seorang kiper. Semoga beruntung dalam petualangan baru, akan sangat aneh melihat Anda dengan seragam lain. Semangat Iker!” kata Buffon dinukil Marca , 13 Juli 2015.

  • Anak Ambon dan Misi Politik VOC

    Tahun-tahun terakhir abad ke-16 menjadi masa terberat bagi Belanda. Mereka belum memiliki kuasa penuh atas tanahnya. Belenggu kuasa Prancis rupanya masih terlalu kuat di sana. Meski di bawah tekanan, upaya Belanda memajukan bangsanya sudah mulai digalakkan, salah satunya dengan melakukan ekspedisi laut mencari sumber rempah-rempah di Timur yang belakangan ramai diperbincangkan para pelaut Eropa. Dikisahkan sejarawan Leiden Femme Simon Gaastra dalam De Geschiedenis van de VOC (Riwayat VOC), pada 23 Juni 1595, rombongan penjelajah Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman berhasil menyandarkan kapalnya di Pelabuhan Banten. Peristiwa itu menjadi pembuka kisah penjelajahan Belanda di Nusantara. Pada persinggahan pertama itu, Belanda belum bisa mengandalkan kekuatan meriamnya. Pendekatan secara halus perlu diutamakan, mengingat mereka harus bersaing dengan Portugis yang telah lebih dahulu berkuasa atas wilayah Malaka. Mereka harus dengan rendah hati mendekati para penguasa setempat untuk memperoleh rempah-rempah dan produk lain yang diinginkan. Namun keadaan seperti itu tidak lama terjadi. Dalam beberapa tahun saja, Belanda sudah dapat merubah kedudukannya. Dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid III, Nugorho Notosusanto, dkk menyebut jika peristiwa berbaliknya posisi Belanda, dari hanya sekedar “tamu” menjadi pemilik kekuatan di Nusantara terjadi pada 1605. Ketika itu pasukan Belanda pimpinan Steven van der Haghen masuk dalam pergumulan Portugis-Spanyol di Maluku. Saat kondisi lengah, Belanda berhasil merebut benteng Portugis di Ambon. “Belanda menjadi kekuatan yang hebat di Asia. Boleh dibilang ia menguasai perdagangan rempah-rempah, dan tidak perlu lagi menyambut perutusan Asia dengan penuh kebesaran dan kemegahan,” tulis Harry A. Poeze dalam Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 . Mengembalikan Nama Baik Setelah memastikan kekuasaannya di Ambon, pemerintah Belanda bergerak cepat melakukan pendekatan terhadap para penguasa lokal. Mereka berusaha mengambil simpati demi menjaga kedudukan di perairan Maluku. Karenanya pada awal abad ke-17, sejumlah orang diundang untuk mengunjungi Belanda. Undangan itu merupakan buntut dari fitnah yang banyak dilayangkan orang-orang Portugis terhadap Belanda. Selama ini di kalangan rakyat Ambon orang-orang Belanda disebut sebagai bangsa perompak yang banyak melakukan kejahatan. Kabar itu cukup mempengaruhi kedudukan orang Belanda, mengingat banyak rakyat Ambon yang percaya. “Matelieff membawa mereka agar mereka memperoleh gambaran yang lain tentang kita, sebab seringkali mereka caci kita sebagai perompak, tak punya negeri, dan tak punya pemerintahan. Maka ia menilai ada gunanya mempersilahkan anak-anak orang kaya itu melihat hal yang sebalinya di negeri kita,” ungkap naturalis Belanda Francois Valentijn seperti dikutip Poeze. Yang dimaksud Matelieff (de Jonge)  adalah salah seorang komandan armada laut Belanda terkemuka. Pada 1607, ia membawa tiga orang pangeran muda dari Ambon yang berusia antara 10 dan 12 tahun. Salah seorang anak adalah putra penguasa daerah yang menjadi sekutu Belanda. Ia diharapkan menjadi pengganti ayahnya di masa mendatang, dan tetap menjalin hubungan baik dengan Belanda setelah mengunjungi negeri di barat Eropa tersebut. Sedangkan dua anak lainnya berasal dari kalangan penguasa yang masih mempercayai orang-orang Portugis. Menurut Valentijn, mereka berada di tengah-tengah antara Portugis dan Belanda. Namun hati mereka masih mempercayai ucapan orang Portugis terhadap anggapan negatif orang-orang Belanda. “Dalam beberapa tahun ini sudah berubah alasan mengapa mereka membawa orang Ambon berkunjung ke Negeri Belanda. Tujuan Matelieff bahkan bersifat murni politis,” tulis Poeze. Misi Penyebaran Agama Pada masa Cornelis de Houtman, sekitar tahun 1611, beberapa pemuda Ambon dibawa dengan tujuan yang berbeda. Selama di Belanda, para pemuda ini dibimbing menjadi seorang guru sekolah. Mereka diharapkan dapat menyebarkan ajaran-ajaran dari Belanda dan diterapkan di negerinya. Salah satu pelajaran yang harus diajarkan adalah agama Kristen. Sekitar 1620, masalah agama mulai menjadi perhatian utama pemerintah Belanda. Kali ini empat orang anak –Marcus de Roy, Andrea de Castro, Laurens de Fretis, dan Laurens Queljo– dikirim ke Belanda untuk mempelajari bahasa dan agama. Salah satu tujuannya adalah “agar sesudah beberapa lama nanti lebih dekat dengan kita dan juga dengan agama kita, dan mengembangkan agama itu dengan segala kemampuan mereka,” ungkap Valentijn. Banyaknya putra para penguasa Ambon diberangkatkan ke Belanda merupakan ide Letnan Gubernur Ambon Herman van Speult. Berdasar keputusan pejabat VOC pada 1619, agama Kristen harus mulai disebarkan di Ambon dan Ternate. Tugas itu harus dijalankan oleh masyarakat setempat sehingga para pemuda cerdas di Ambon mesti diangkat menjadi pendeta. Dan menuntut ilmu agama di Belanda adalah syarat utamanya. Keempat putra Ambon ini berangkat pada Oktober 1620 dengan menaiki kapal Walcheren . Mereka tinggal di Belanda selama 8 tahun, terhitung sejak 1621 sampai 1629. Begitu tiba di Belanda, empat tamu muda itu diterima Pangeran Maurits. Selama di sana mereka juga berkesempatan mengunjungi kota-kota penting di Belanda, tanpa sedikitpun mengeluarkan uang. Biaya hidup selama 8 tahun itu ditanggung VOC. Untuk memudahkan pengajaran agama Kristen, mereka diharuskan tinggal di rumah Pendeta Petrus Wassenburgius di Amersfoort. Selain soal agama, pendeta itu juga memberikan pelatihan bahasa Latin. Namun tidak lama, keempat putra Ambon itu dipindahkan ke Leiden karena di sana akan dibangun seminari khusus, bernama Seminarium Indicum, yang menjadi sekolah pendidikan khusus anak-anak Hindia. Barulah pada 1630, tiga dari empat pemuda Ambon itu kembali ke tanah airnya. “Sayang mereka tidak memperlihatkan minat terhadap agama Kristen. Mereka menginginkan sesuatu yang lain, dan karena itu diangkat sebagai kadet laut dengan gaji masing-masing 20 gulden sebulan,” tulis Poeze. Sesudah anak-anak Ambon itu, ada beberapa orang Hindia yang juga diberangkatkan ke Belanda. Tujuannya masih tetap sama, yakni memperdalam dan menyebarkan ilmu agama. Kali ini sasarannya lebih luas, melibatkan putra para penguasa dari daerah-daerah strategis di Hindia. Pemerintah Belanda berharap nantinya merke dapat menjadi alat bagi berdirinya “Gereja Tuhan”.

  • Dokter Pribumi Menolak Diskriminasi Gaji

    ABDUL Rivai kesal. Kualifikasi medis lokalnya hanya memungkinkan untuk mendaftar di posisi rendah dalam layanan medis kolonial. Gaji yang ia dapat bahkan kurang dari setengah gaji rekan-rekan Eropanya. Ia pun memprotes kebijakan diskriminatif pada dokter pribumi. Protes soal gaji juga pernah diutarakan dokter Tjipto Mangunkusumo. Tjipto tak hanya memprotes soal gaji dokter pribumi, tetapi juga gaji mantri Jawa. Protes gaji mantri dilakukan Tjipto saat dia dan dokter Eropa JT Terburgh, dibantu sepuluh mantri, ditugaskan menangani epidemi malaria yang melanda Jawa. Para mantri rupanya dibayar amat rendah. Mereka mengeluhkan hal itu pada Tjipto sebagai dokter pribumi sekaligus atasan mereka. Begitu mendengar hal itu, Tjipto langsung melapor ke pejabat Eropa setempat. Terburgh menyanggah Tjipto dengan mengatakan para mantri Jawa hanya mau bekerja jika dibayar di atas standar upah. Lebih jauh Terburgh menuduh Tjipto dan para mantri Jawa tidak paham dengan kerja kemanusiaan. Jelas saja Tjipto tidak terima dengan tuduhan itu. Pasalnya, ia merupakan salah satu dokter yang berani masuk ke kampung-kampung kala pes mewabah di Jawa Timur sementara para dokter Eropa ogah turun tangan. Tjipto pun mengancam akan mengundurkan diri kalau permintaan kenaikan gaji tidak dikabulkan. Benar saja, Tjipto mengundurkan diri ketika Terburgh menolak protesnya. Penilaian tentang dokter pribumi lulusan negeri jajahan lebih rendah dari lulusan Eropa membuat pemerintah kolonial menggaji mereka setengah atau lebih rendah dari para dokter Eropa. Para dokter pribumi juga ditempatkan di pedalaman atau bagian medis di mana dokter Eropa ogah menempati. Hans Pols dalam Nurturing Indonesia menyebut, penjajah Eropa umumnya berangggapan bahwa dokter dan pribumi terpelajar lain sebagai orang yang terlalu ambisius dan lupa akan tempatnya di sistem kolonial. Para dokter Eropa sangat memusuhi mereka, meski sebenarnya mereka sangat terbantu dengan kehadiran dokter pribumi. Pengalaman diskiminatif dan penyingkiran inilah yang memantik kesadaran politik para dokter pribumi. Sebagian besar dari mereka kemudian bergabung dengan gerakan nasionalis, semisal Tjipto, Bahder Djohan, dan Abul Rivai yang selain melancarkan protes soal diksriminasi gaji juga aktif dalam gerakan politik. Protes soal diskriminasi gaji mereka utarakan lewat Asosiasi Dokter Hindia ( Vereeniging van Inlandsche Geneeskundingen,  VIG) yang beridiri pada 1911. Resistensi terus tumbuh hingga mereka didukung oleh Sarekat Islam. Beberapa cabang mendukung usulan aksi mogok para dokter Jawa. Protes itu akhirnya didengar pemerintah kolonial. Pada minggu kedua November 1919, pemerintah mengirim banyak proposal anggaran 1920 ke Volksraad. Isinya antara lain mengenai usulan anggaran 1920, usulan dewan kabupaten, dan prinsip sistem remunerasi baru, dan proposal tentang kenaikan gaji untuk dokter di Hindia. Langkah Dewan Rakyat menaikkan gaji dokter pribumi berhasil meredakan gelombang protes. Dewan Rakyat juga meminta pemerintah untuk mengubah jumlah kenaikan gaji tahunan dan penggantian biaya perjalanan. Namun, rupanya kenaikan itu tak signifikan. Ketika Bahder Djohan lulus dari STOVIA dan menjadi dokter pada 1927, gaji dokter pribumi masih setengah dari gaji dokter Eropa. Sebagai Indische Arts, gaji Bahder hanya 250 gulden sebulan, sedangkan teman Belandanya mendapat 500 gulden meskipun keahlian dan diplomanya sama. Padahal, Bahder memegang banyak pekerjaan. Ia bertanggung jawab atas dua bangsal: III dan IV. Tiap bangsal dihuni 10-15 pasien. Belum lagi ketika ada pasien TBC atau lepra yang datang, dialah yang harus menangani. Gaji yang sedikit itu bahkan tidak cukup untuk membayar langganan jurnal medis Geneeskundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indie  (GTNI) yang cukup mahal. Kepincangan itu juga dialami rekan sejawat Bahder yang pribumi. “Hal ini terang sekali memperlihatkan bagaimana pemerintah kolonial membedakan antara bangsanya sendiri dangan anak jajahannya meskipun memiliki pendidikan dan pekerjaan yang sama,” kata Bahder dalam otobiografinya, Bahder Djohan Pengabdi Kemanusiaan. Menurut Bahder, masalah kepincangan gaji merupakan bentuk diskriminasi nyata di depan mata dan mencerminkan bagaimana pemerintah kolonial memandang petugas medis pribumi. Lebih jauh ia mengatakan, persoalan ini bukan semata soal uang, melainkan apresiasi kerja dan martabatnya.

  • Mata-Mata Pembunuh Sultan Demak

    Pada suatu hari di tahun 1549. Raja Jipang Arya Penangsang memberikan perintah kepada Ki Rangkud, seorang  kajineman  (telik sandi, mata-mata, atau polisi rahasia). "Hai Rangkud. Bunuhlah Kakanda Pangeran Prawata. Pakailah keris pusakaku ini." Ki Rangkud menyanggupi, menerima keris pusaka bernama Kyai Setan Kober, lalu berangkat. Ketika dia sampai di Demak, Sunan Prawata sedang sakit dan bersandar pada permaisurinya. "Siapakah kau ini?" tanya Sunan Prawata. Ki Rangkud menyampaikan maksud kedatangannya. "Saya utusan Pangeran Arya Penangsang, disuruh membunuh tuanku." "Silakan, tetapi biarlah aku sendiri saja yang kau bunuh," kata Sunan Prawata. Ki Rangkud menusukkan keris Kyai Setan Kober ke dada Sunan Prawata yang juga melukai istrinya. Sunan Prawata murka, mencabut kerisnya, Kyai Bethok, lalu melemparkannya ke Ki Rangkud. "Kulit Rangkud tergores sedikit (menurut Serat Kandha : kakinya). Tetapi, goresan sebuah keris sakti cukup membuat penjahat itu tewas. Sunan Prawata dan permaisurinya pun tewas," tulis H.J. de Graaf, ahli sejarah Jawa, dalam Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senopati . Cerita pembunuhan Sunan Prawata itu terdapat dalam Babad Tanah Jawi . Menurut De Graaf, saudara perempuan Sunan Prawata, Ratu Kalinyamat, tidak tinggal diam atas pembunuhan kakaknya. Dia dan suaminya, Pangeran Kalinyamat, menghadap Sunan Kudus untuk meminta pelakunya diadili, karena Sunan Kudus adalah guru Arya Penangsang. Dalam perjalanan pulang, keduanya diserang oleh para kajineman  Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat terbunuh. Setelah itu, Ratu Kalinyamat bertapa di Gunung Danareja, dalam keadaan telanjang, hanya rambutnya yang terurai menjadi pakaiannya. Dia bersumpah tidak akan memakai kain sebelum Arya Penangsang mati. Dia juga akan mengabdi dan memberikan semua hartanya kepada siapa saja yang dapat membunuh Arya Penangsang. Dendam dan Kekuasaan De Graaf menguraikan bahwa Sultan Demak pertama, Raden Patah, digantikan oleh putranya yang tertua, Pangeran Sabrang Lor. Dia mati pada 1521 dalam usia muda dan tidak memiliki anak. Yang seharusnya menggantikannya adalah putra Raden Patah berikutnya, Pangeran Seda Lepen. Namun, malah digantikan oleh adiknya, Raden Trenggana, yang memegang kekuasaan sampai terbunuh pada 1546. Dia digantikan oleh putranya, Pangeran Prawata. Pangeran Seda Lepen dan putranya, Arya Penangsang, sakit hati karena hak mereka dilangkahi. Kemarahan Arya Penangsang memuncak ketika mengetahui bahwa sebelum menjadi sultan Demak, Pangeran Prawata memerintahkan Surayata untuk membunuh ayahnya, Pangeran Seda Lepen. Jadi, Sunan Prawata bukan hanya merebut kekuasaan, yang menurut hak harus diwariskan kepada Arya Penangsang, tetapi juga menyuruh orang membunuh ayahnya. "Maka, mudah dimengerti jika sejak itu Arya Penangsang akan menggunakan jalan apa pun, tidak hanya untuk membalas dendam, tetapi juga merebut kekuasaan," tulis De Graaf. Oleh karena itu, Arya Penangsang berusaha menghabisi keturunan dan kerabat Sultan Trenggana. Setelah berhasil membunuh Sunan Prawata dan Pangeran Kalinyamat, dia berusaha membunuh Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggana. Arya Penangsang mengirim empat orang kajineman untuk membunuh Jaka Tingkir. Mereka berusaha menikam Jaka Tingkir yang sedang tidur. Jaka Tingkir menyingkapkan dodot -nya (pakaian panjang yang dipakai para raja yang juga digunakan sebagai selimut tidur) sehingga membuat mereka terjatuh. Jaka Tingkir mengampuni mereka bahkan memberinya uang (masing-masing 15 rial) dan pakaian. Kemungkinan Jaka Tingkir sengaja membiarkan mereka hidup agar menjadi pesan bagi Arya Penangsang. Setelah menerima laporan kegagalan kajineman , Arya Penangsang merasa khawatir. Dia meminta Sunan Kudus memanggil muridnya, Jaka Tingkir. Jaka Tingkir memenuhi panggilan itu. Arya Penangsang dan Jaka Tingkir sempat saling menghunus keris. Namun, Sunan Kudus menasihati dan menyuruh mereka pulang. Jaka Tingkir juga pernah akan dibunuh oleh kajineman  karena mengambil istrinya. Dia memintanya kepada Ratu Kalinyamat untuk dijadikan selir. "Adimas, jangankan dua puteri itu, negara Kalinyamat dan Prawata dan kekayaanku semua kuberikan. Asalkan kamu memenuhi permintaanku." "Mbakyu, jangan khawatir sampeyan. Arya Jipang mesti mati oleh saya," kata Jaka Tingkir. "Baik, Adimas, siapa yang kupercaya lagi selain dirimu?" Kajineman  yang istirnya dibawa Jaka Tingkir tak terima. Dia bersama teman-temannya menyerang Jaka Tingkir yang sedang tidur. Namun, tidak mempan. Jaka Tingkir bangun dan mengampuni mereka. Kajineman  pun merelakan istrinya. Jaka Tingkir menepati janjinya kepada Ratu Kalinyamat. Dia berhasil membunuh Arya Penangsang. Kerajaan Demak pun berakhir setelah Jaka Tingkir memindahkan pusat kerajaannya ke Pajang. * Tulisan ini direvisi pada 23 Februari 2020 .

  • Galuh, Kekuatan di Timur Tatar Sunda

    Pada abad ke-7, Kerajaan Tarumanegara (abad ke-4 sampai abad ke-7), salah satu kerajaan Hindu-Budha tertua di Nusantara, resmi kehilangan kuasa atas Tatar Sunda. Tarumanegara masa pemerintahan Raja Tarusbawa (669-670 M) tidak lagi dapat meredam konflik di dalam kerajaannya yang semakin meluas. Rakyat pun dilanda kecemasan. Namun keadaan tersebut tidak benar-benar buruk. Bagi kerajaan-kerajaan vasal (taklukan) Tarumanegara, konflik itu merupakan kesempatan untuk memerdekakan wilayahnya. Seperti yang dilakukan penguasa Kendan, Wretikendayun, pada abad ke-7. Upaya pemisahan diri itu berhasil ia lakukan tanpa menimbulkan konflik dengan penguasa Tarumanegara. Begitu Tarumanegara hancur sepenuhnya, Wretikendayun menolak ikut ambil bagian dalam pembangunan kerajaan baru pengganti Tarumanegara. Bersama para pengikutnya, Wretikendayun mendirikan kerajaan baru. Karena daerah Kendan tidak memadai untuk pendirian pusat pemerintahan, ia pun memindahkan pemerintahannya ke daerah Karangkamulyan, (Ciamis sekarang). Pada 669, berdirilah kerajaan Galuh sebagai lanjutan dari pemerintahan Kendan, dengan raja pertamanya Wretikendayun. Sementara itu, menurut Mumuh Muhsin Z dalam Ciamis atau Galuh , di bekas wilayah kerajaan Tarumanegara juga didirikan pemerintahan baru bernama Kerajaan Sunda. Di bawah kuasa Tarusbawa, Sunda berperan penting melanjutkan politik Tarumanegara, dengan menjalankan pemerintahan di bekas daerah yang ditinggalkan. Baik Sunda maupun Galuh sama-sama memegang pengaruh besar di Tatar Sunda. “Jadi Galuh dan Sunda lahir secara bersamaan,” kata Sejarawan Budiansyah kepada Historia . Demi menjaga keamanan di kedua kerajaan tersebut, Wretikendayun dan Tarusbawa sepakat melakukan perundingan untuk menentukan batas kekuasaan masing-masing. Mereka, kata Budiansyah, sampai pada kesepakatan bahwa Sungai Citarum menjadi batas pemisah antara kedua kerajaan yang terlahir dari kehancuran Tarumanegara itu. “Citarum ke arah timur menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Galuh, lalu dari Citarum ke arah barat menjadi milik Kerajaan Sunda,” katanya. Kekuasaan di Galuh Salah satu sumber yang banyak memberikan informasi terkait Galuh adalah sebuah naskah yang dibuat pada akhir abad ke-16, yakni Carita Parahiyangan. Dalam Tjarita Parahiyangan: Naskah Titilar Karuhun Urang Sunda Abad ka-16 Masehi , disebutkan bahwa seorang raja bernama Sena pernah berkuasa di Galuh. Kekuasaannya itu lalu digantikan oleh kemenakannya, Sanjaya. Proses naiknya Sanjaya ke takhta tertinggi Galuh ini pernuh dengan konflik. Ia diketahui berselisih dengan pamannya (saudara seibu Sena), Rahyang Purbasora, yang berusaha menguasai Galuh dari tangan Sena. Setelah berhasil bertakhta, Purbasora mengasingkan Sena bersama keluarganya ke Gunung Merapi. Menurut Nugroho Notosusanto, dkk dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid II , Gunung Merapi yang dimaksud dalam Carita Parahiyangan  bukan gunung yang terletak di Jawa Tengah sekarang, tetapi sebuah bukit bernama Merapi yang terletak di daerah Kuningan, Jawa Barat. Hal itu didasarkan pada penamaan tempat di Carita Parahiyangan  yang umumnya menggunakan nama tempat di wilayah Sunda bagian timur. “Oleh karena itu, berangkali dapat diajukan keberatan atas usaha yang pernah dilakukan untuk ‘memindahkan’ panggung peristiwa masa itu ke daerah Jawa Tengah seluruhnya,” tulis Notosusanto. Sanjaya sendiri ikut dalam pengasingan bersama Sena. Setelah dewasa, Sanjaya mencari perlindungan kepada saudara tua ayahnya yang berdiam di Denuh. Carita Parahiyangan  kemudian mengisahkan kemenangan Sanjaya dalam merebut kekuasaan dari Rahyang Purbasora. Ia lalu mengangkat dirinya menjadi raja di Galuh. Bertahta pada pertengahan abad ke-8. Keberadaan Galuh sempat lama hilang. Hal itu terjadi karena sedikitnya sumber yang membahas tentang kerajaan ini. Barulah pada abad ke-11, melalui Prasasti Sanghyang Tapak, berangka tahun 1030 M, nama Galuh kembali muncul. Prasasti yang ditemukan di daerah Sukabumi ini menyebut nama Maharaja Sri Jayabhupati yang berkuasa di daerah bernama Prahajyan Sunda. Berdasar penelitian sejarawan Nugorho Notosusanto, dkk, diketahui bahwa tokoh Sri Jayabhupati ini sama dengan Rakeyan Darmasiksa (1033-1183) yang diceritakan dalam Naskah Carita Parahiyangan  sebagai Raja Galuh. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pada masa ini pusat pemerintahan Galuh berada di wilayah bernama Prahajyan. “Tentang apa sebabnya Rakeyan Darmasiksa dapat cukup lama memerintah, yaitu karena ia memperoleh berkah dari para pendeta yang berpegang teguh kepada milik asli Sunda, yaitu Sanghyang Darma dan Sanghyang Siksa,” ungkap Notosusanto. Galuh-Sunda Bersatu Rupanya antara Galuh dengan Sunda tidak selalu terlibat dalam konflik. Menurut Budimansyah, antara Sunda dan Galuh pernah bersatu menjadi kerajaan tunggal. Bukan hanya sekali tetapi dua kali, yakni pada masa pemerintahan Maharaja Sanjaya (723-732 M), dan masa Prabu Jayadewata dengan gelar Sri Baduga Maharaja (1482-1521). Kedua kerajaan besar di Tatar Sunda ini dipersatukan melalui jalan pernikahan. “Galuh dan Sunda adakalanya dipersatukan melalui jalan pernikahan putra dan putri mahkota. Untuk nama kerajaan yang dipilih adalah Sunda,” ucap Budimansyah. Terbentuknya kerajaan Sunda-Galuh pada masa Sanjaya terjadi ketika sang raja memperistri putri Raja Sunda Tarusbawa. Sanjaya lalu mendapat gelar Tohaan (Yang Dipertuan) di Sunda. Bergabungnya Sunda ke Galuh memberi keuntungan yang besar bagi keduanya. Mereka sama-sama melebarkan pengaruh sehingga kekuasaannya dapat mencakup wilayah Tatar Sunda yang begitu luas. Sementara pada proses penggabungan yang kedua, Galuh sudah memerintah dari wilayah Kawali, Ciamis. Pusat Pemerintahan Terakhir Berdasar keterangan dalam Carita Parahiyangan , daerah Kawali, Ciamis menjadi pemberhentian terakhir para penguasa Galuh. Menurut Notosusanto, keterangan mengenai pada zaman pemerintahan siapa pusat pemerintahan Galuh dipindah ke Kawali, tidak dapat dipastikan dengan jelas. Namun menurut prasasti-prasasti yang ditemukan di sekitar kawasan Kawali diketahui bahwa pada masa pemerintahan Prabu Raja Wastu (Niskala Wastu Kancana) pusat kuasa Galuh telah berada di Kawali. Ia membangun sebuah kraton yang dikenal sebagai Kraton Surawisesa. “Ia mengharapkan agar orang-orang yang datang kemudian berbuat kebajikan sehingga dengan demikian dapat hidup lama dan berbahagia di dunia. Pengharapan seperti itu ternyata juga dapat ditemukan dalam naskah Sanghyang Siksakandang Karesian  yang ditulis tahun 1518 Masehi,” tulis Nina H. Lubis dalam Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat . Prabu Raja Wastu pada prasasti Kawali ini adalah tokoh yang sama dengan nama Rahyang Niskala Wastu Kancana pada prasasti Batutulis dan Kebantenan. Ia dikenal sebagai kakek dari penguasa Sunda, Sri Baduga Maharaja. Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa Niskala Wastu Kancana menjalankan pemerintahannya di Kawali. Sebelum akhirnya digantikan oleh putranya, Rahyang Ningrat Kancana (Rahyang Dewa Niskala). Dalam Carita Parahiyangan , Rahyang Ningrat Kancana disebut sebagai “Tohaan di Galuh” (Yang Dipertuan di Galuh). “Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampai pada masa pemerintahannya, pusat Kerajaan Sunda masih terletak di Gauh, tepatnya di sekitar kota Kawali sekarang,” tulis Notosusanto. Ketika masa pemerintahan Prabu Jawadewata, Kerajaan Sunda dan Galuh telah bersatu. Kerajaannya menjadi satu dari sedikit pemerintahan Hindu-Budha yang masih bertahan di tengah kepungan pengaruh Islam. Demi menjaga ajaran Hindu-Budha tetap lesatri, Prabu Jayadewata kemudian memindahkan pusat pemerintahan dari Kawali ke Pakuan Pajajaran (di wilayah Bogor sekarang). Kerajaan itu dikenal sebagai Kerajaan Pakuan Pajajaran. Kekuasaannya berjalan hingga 1579, sebelum akhirnya hancur oleh serangan pasukan Islam.

  • Ketika Soebandrio Diancam John F. Kennedy

    Suasana “panas” meliputi Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Washington, Amerika Serikat. Perang urat syaraf berlaku antara Menteri Luar Negeri Indonesia Soebandrio dengan Duta Besar Belanda untuk PBB Herman van Rooijen. Keduanya merupakan ketua delegasi negara masing-masing dalam merundingkan sengketa Irian Barat (kini Papua). Pertemuan tersebut adalah lanjutan dari perundingan yang telah dihelat beberapa hari sebelumnya di kota Middleburg. “Tanggal 25 Juli 1962, van Rooijen datang ke Kedutaan Besar Indonesia di Washington, guna melaksanakan perundingan kedua,” kenang Soebandrio dalam Meluruskan Sejarah Irian Barat. “Syukur bahwa van Rooijen bersedia datang ke Kedutaan Besar Indonesia.” Saat itu Soebandrio berhalangan datang ke tempat perundingan netral yang sedianya dilangsungkan di Middleburg. Soalnya, Soebandrio sedang dalam pemulihan pasca operasi infeksi kaki sehingga megalami kesulitan saat berjalan. Tensi perundingan meninggi ketika Soebandrio melontarkan sejumlah tuntutan. Menurutnya akan mengkhawatirkan apabila Belanda semakin lama berkuasa di Irian Barat. Sementara di front militer, pasukan Indonesia yang diterjunkan ke Irian Barat telah siap tempur. Perkembangan terbaru menyebutkan serangkaian operasi infiltrasi telah mencapai daratan Irian Barat. Soebandrio memperingatkan, jika Belanda tetap bertahan maka Indonesia terpaksa menggunakan senjata yang dibeli dari Uni Soviet untuk berperang. Tanpa ragu lagi Soebandrio meminta agar penyerahan Irian Barat kepada Indonesia dipercepat. Setelah mendengar uraian Soebandrio, van Rooijen memberikan jawaban tegas: tidak bersedia memenuhi tuntutan percepatan penyerahan kedaulatan. Penolakan van Rooiijen cukup beralasan. Pemulangan warga dan aparatur Belanda di Irian Barat diperkirakan paling lama selesai pada akhir Oktober 1962. Adapun waktu yang tersisa bagi pemerintahan peralihan PBB sampai 1 Januari 1963 hanya dua bulan. Dapat dipastikan tidak ada yang bisa diperbuat dalam jangka waktu sesingkat itu. Karena tidak mendapat titik temu, perundingan itu pun ditangguhkan. Keesokan harinya, perundingan dilanjutkan. Kali ini diplomat senior Amerika, Ellsworth Bunker ikut serta sebagai mediator. Soebandrio mengemukakan hal yang sama kepada Bunker seperti terhadap van Rooijen sebelumnya. Soebandrio meminta agar pada 1 Januari 1963, pemerintahan di Irian Barat sudah berada di bawah kedaulatan Indonesia. Keinginan itu juga bertemali dengan amanat Presiden Sukarno supaya bendera Merah Putih berkibar di Irian Barat sebelum tahun 1962 berakhir. Mengenai pelaksanaaan penentuan nasib sendiri rakyat Irian Barat, sebagaimana usulan Bunker, Soebandrio menganggapnya sebagai penghinaan dan harus ditolak. Dengan demikian, Soebandrio memberikan opsi terbatas bagi van Rooijen: bersedia mempercepat menyerahkan Papua atau konfrontasi militer. Tuntutan Soebandrio ditanggapi secara dingin oleh van Rooijen. Dia  justru mencela tuntutan delegasi Indonesia seperti hendak menyimpang dari formula Bunker. Saling silang ini sempat menyebabkan Soebandrio dan van Rooijen bersitegang. Soebandrio tersinggung dengan ucapan van Rooijen dan menyatakan bahwa Belanda-lah yang selalu curang dalam setiap perundingan mulai dari zaman Perjanjian Linggadjati.  “Saya kira, tidak perlu meneruskan perundingan. Besok saya dan Adam Malik akan pergi ke New York, tanggal 28 Juli langsung ke Jakarta,” ujar Soebandrio seperti termuat dalam memoarnya. Melihat perundingan akan gagal, Ellsworth Bunker berinisatif untuk mempertemukan Soebandrio dengan Presiden John F. Kennedy. Pada malam hari tanggal 26 Juli, Kennedy menerima Soebandrio di Gedung Putih. Alih-alih tuntutannya diindahkan, Kennedy malah menumpahkan amarah pada Soebandrio. Bagi Kennedy tuntutan Soebandrio terasa tidak wajar dan tidak masuk akal. “Aneh rasanya bahwa Indonesia mau menembaki sesuatu yang sudah ada di tangan,” kata Kennedy tersua dalam arsip departemen luar negeri Amerika yang yang dikutip sejarawan Baskara Tulus Wardaya untuk disertasinya Cold War Shadow: United States Policy toward Indonesia 1953-1963  (dialihbahasakan menjadi Indonesia Melawan Amerika: Konflik Perang Dingin 1953-1959 )   Menurut Kennedy seandainya secara prinsip tuntutan Indonesia dapat diterima maka tidak mungkin dilaksanakan secara teknis administratif. Lagi pula, kata Kennedy, Indonesia tampaknya mendapatkan hampir semua konsesi yang diinginkannya untuk menyelesaikan sengketa Irian Barat. Sebaliknya, bila Indonesia tetap memilih menggunakan jalan kekerasan maka AS akan mengirimkan Pasukan Armada ke-7 untuk mengungsikan warga Amerika Serikat dari Indonesia.   Mendengar hardikan Kennedy, Soebandrio terdiam sambil berusaha tenang. Tidak cukup nyalinya untuk mendebat Presiden AS itu. Sebagaimana dicatat Baskara, Kennedy mendesak Soebandrio untuk mencari solusi yang bermartabat dan memuaskan untuk permasalahan yang ada. Selama kariernya menjadi menteri luar negeri, ini adalah ancaman serius kedua yang diterima Soebandrio, setelah pemimpin Republik Rakyat Tiongkok Mat Tse Tung mengancamnya pada 1959. “Saya sadar ancaman Kennedy ini dan saya harus menelannya. Pertemuan selesai, dan saya tidak dapat kesempatan untuk memberikan jawaban apapun,” Soebandrio pun menunda kepulangannya dan mengirim Letnan Jenderal Hidayat Martaatmadja ke Jakarta untuk memberi laporan kepada Presiden Sukarno. Perundingan dengan pihak Belanda kembali dilanjutkan di Middleburg pada 29 Juli. Dari sinilah kemudian dirumuskan penyelesaian sengketa Irian Barat yang berujung pada Perjanjian New York, 15 Agustus 1962

  • Bukti Sejarah Kerajaan Galuh

    Budayawan Betawi Ridwan Saidi kembali membuat geger. Setelah sebelumnya menyebut Sriwijaya fiktif, kali ini giliran kerajaan di Jawa Barat yang disasar. Dalam video unggahan kanal YouTube “Macan Idealis”, Babe, panggilan akrab Ridwan Saidi, menyebut jika di Ciamis tidak ada kerajaan. Menurutnya daerah Ciamis tidak memiliki indikator eksistensi adanya kerajaan, yakni indikator ekonomi. Babe mempertanyakan sumber penghasilan Ciamis untuk pembiayaan kerajaannya, mengingat daerah itu tidak memiliki pelabuhan dagang. Ia juga meragukan sumber-sumber tentang Ciamis yang sudah ditemukan, seperti bekas bangunan dan punden berundak. Hal tersebut, kata Babe, perlu diteliti karena bisa jadi itu bekas bangunan biasa atau hanya Kabuyutan (tempat berkumpul) saja. “Sunda-Galuh saya kira agak keliru penamaan itu, karena Galuh artinya ‘brutal’,” ucapnya. Ucapan Babe itu mendapat tanggapan yang beragam. Kalangan masyarakat Sunda, khususnya warga Ciamis, merasa pernyataan itu keliru. Ridwan Saidi dianggap telah menyebarkan informasi yang salah tentang sejarah. Mereka meminta Babe menarik ucapannya dan segera meminta maaf kepada masyarakat Ciamis. Namun pada unggahan lain (14 Februari 2020), Ridwan Saidi mencoba mengklarifikasi ucapannya tentang sejarah Ciamis dan kerajaan Galuh. Ia membuka percakapan di dalam video tersebut dengan permintaan maaf atas kegaduhan yang dibuatnya. “Saya tidak bermaksud membuat sensasi sejarah, tapi rekonstruksi sejarah. Kalau ini membuat heboh sementara pihak ya saya minta maaf, karena memang begitulah perjuangan untuk merekonstruksi sejarah dalam rangka persatuan Indonesia dan dalam rangka memotivasi generasi baru untuk maju ke depan menghadapi tantangan zaman,” ucapnya. “Tetapi terus terang, kutipan dari (kamus) Armenian-English itu ga bisa saya ubah,” lanjut Ridwan Saidi. “Mengenai arti Galuh itu.” Lantas apakah ucapan Ridwan Saidi tentang Galuh itu benar adanya? Membuktikan Keberadaan Galuh Pada 1970-an, para sejarawan yang tergabung dalam Tim Peneliti Sejarah Galuh berhasil mengumpulkan informasi terkait kedudukan Galuh dalam narasi sejarah kerajaan-kerajaan di Nusantara. Dalam laporan tahun 1972, Galuh Ciamis dan Tinjauan Sejarah , tim peneliti tersebut berhasil mengumpulkan nama-nama kerajaan yang masih berkaitan dengan Galuh. Menurut Mumuh Muhsin Z, dalam Ciamis atau Galuh, kata “ galuh” secara bahasa mengandung tiga makna. Pertama, kata galuh berasal dari bahasa Sansekerta galu , yang berarti “permata yang paling baik”. Kedua, kata galuh berasal dari kata aga , berarti “gunung” dan lwah, berarti “bengawan, sungai, laut”. Ketiga, kata galuh bisa dimaknai juga galeuh (bahasa Sunda) yang berarti “bagian di dalam pohon yang paling keras”. "Arti-arti kata tersebut jelas sangat simbolis dan sarat muatan makna yang sangat dalam,” ucap sejarawan dari Universitas Padjadjaran itu. Ada lebih dari 10 nama kerajaan yang terkait dengan Galuh. Lokasinya pun tidak hanya di Jawa Barat sebagai daerah yang diyakini sebagai wilayah kekuasaan kerajaan Galuh. Berikut beberapa di antaranya: Kerajaan Galuh Sindula, berlokasi di Lakbok, ibukota Medang Gili; Kerajaan Galuh Rahyang, berlokasi di Brebes, ibukota Medang Pangramesan; Galuh Kalangon, berlokasi di Roban, ibukota Medang Pangramesan; Galuh Lalean, berlokasi di Cilacap, ibukota Medang Kamulan; Galuh Pakuan, ibukota di Kawali; Galuh Kalingga, Galuh Tanduran, dan sebagainya. Berdasar informasi tersebut para peneliti meyakini jika Galuh adalah sebuah kerajaan dengan ibukota yang berpindah-pindah. Mereka tidak menetap di satu wilayah saja. Sejalan dengan itu, Nugroho Notosusanto dan para peneliti sejarah, dalam Sejarah Nasional Indonesia Jilid II , juga menyebut Galuh sebagai pusat kerajaan yang berpindah. “… maka nama Galuh, Pakuan Pajajaran, atau Pajajaran kemungkinan besar adalah nama pusat kerajaan yang telah mengalami perpindahan beberapa kali,” tulis Notosusanto. Hasil penelusuran Notosusanto juga mendapati bahwa secara umum kerajaan di Jawa bagian barat, selepas runtuhnya kekuasaan Tarumanegara, hanya ada satu sebutan, yakni Sunda.  Namun nama tersebut tidak terikat oleh satu kerajaan semata. Informasi itu didapat dari berbagai sumber, mulai dari prasasti, naskah, catatan perjalanan, dan keterangan bangsa asing yang pernah mengunjungi Tatar Sunda. Prasasti tertua yang mengungkap hal tersebut adalah prasasti Rakryan Juru Pangambat, berangka tahun 932 Masehi, ditemukan di Desa Kebon Kopi, Bogor. Prasasti lainnya ada Sang Hyang Tapak dan Sang Hyang Tapak II, berangka tahun 1030 Masehi. Sedangkan Carita Parahiyangan (akhir abad ke-16) menyebut Sunda sebagai nama kawasan. Berita Cina, dalam Nusantara dalam Catatan Tionghoa , pada zaman dinasti Ming juga menyebut adanya penguasa bernama Sun-la . “Dari bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa daerah Jawa Barat sebenarnya umum dikenal dengan nama Sunda. Sedang nama-nama lain yang berhubungan juga dengan daerah ini adalah nama pusat kerajaan atau ibukota. Misalnya Galuh yang berkali-kali disebutkan dalan Carita Parahiyangan,” ungkap Notosusanto. Sementara sejarawan Sunda Nina H. Lubis dalam Sejarah Kota-Kota Lama di Jawa Barat , mengungkapkan jika penyebutan nama kerajaan di dalam sumber sejarah bisa saja berubah-ubah. Terutama karena adanya kebiasaan dari negara-negara di Asia Tenggara untuk menyebut nama kerajaan dengan nama ibukotanya. “Jadi kalau sebuah sumber menyebut nama kerajaan Galuh, itu bisa berarti kerajaan Sunda yang beribukota di Galuh,” ucapnya. Berdirinya Kerajaan Galuh Untuk membuktikan secara historis kapan kerajaan Galuh berdiri, keberadaan prasasti dan berita-berita sezaman amat penting. Ada beberapa prasasti yang memuat informasi mengenai Galuh, meski sebagian ditemukan tanpa penjelasan tentang lokasi dan waktunya. Dalam prasasti berangka tahun 910, seorang raja bernama Balitung disebut sebagai “Rakai Galuh”. Dalam prasasti Siman, berangka tahun 943, terdapat nama Galuh yang berkuasa atas sebuah wilayah. Sementara pada naskah Carita Parahiyangan, dalam Carita Parahiyangan: Naskah Tititlar Karuhun Urang Sunda abad ka-16 , kisah tentang kerajaan Galuh dimulai ketika era politik kerajaan Tarumanegara di Tatar Sunda berakhir. Ketika para penguasa bekas Tarumanegara mendirikan Sunda, beberapa orang menolak bergabung. Di bawah pimpinan Wretikendayun, mereka pun akhirnya mendirikan kerajaan yang kemudian berpusat di Galuh (Ciamis) pada abad ke-7. Menurut sejarawan Sunda Budimansyah, Wretikendayun dan penerus kerajaan Tarumanegara, Trarusbawa, sepakat membagi wilayah Tatar Sunda menjadi dua bagian dengan batas kekuasaan di Sungai Citarum. Hal itu dilakukan untuk menghindarkan kedua kerajaan itu dari pertikaian dan kepentingan politik lainnya. “Citarum ke arah timur, sampai Ciserayu di selatan dan Cipamali di utara, menjadi wilayah kerajaan Galuh. Lalu dari Citarum ke arah barat menjadi wilayah kerajaan Sunda. Jadi Galuh dan Sunda (Pakuan Pajajaran) lahir secara bersamaan,” ucap Budiansyah kepada Historia . Di dalam naskah Carita Parahiyangan juga diceritakan tentang raja-raja yang pernah berkuasa di Galuh. Termasuk intrik yang terjadi antara para penguasa Galuh. Seperti cerita tentang Raja Sena, penguasa ke-4 Galuh yang dikalahkan oleh Rahyang Purbasora, saudaranya sendiri. Akibatnya Sena diasingkan ke Gunung Merapi bersama keluarganya. Beberapa tahun kemudian penerus Sena, Sanjaya, berhasil membalaskan dendam pendahulunya. Nama Galuh sebagai pusat kerajaan disebut berkali-kali dalam Carita Parahiyangan. Nama-nama tempat yang disebutkan di naskah ini juga umumnya terletak di Jawa Barat bagian timur, yang merupakan wilayah Galuh sesuai perjanjian dengan penerus Tarumanegara. Jadi, kata Nina, dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-8 M pernah ada Raja Sanjaya yang berkuasa di Galuh.

  • Witan Sulaeman dan Mula Sepakbola Serbia

    EROPA Timur lagi-lagi jadi tujuan pesepakbola Indonesia merintis karier. Setelah Egy Maulana Vikri di Polandia (Lechia Gdańsk), kini ada Witan Sulaeman yang mencoba peruntungannya di Serbia. Sejak 11 Februari 2020, Witan, jebolan PSIM Yogyakarta cum gelandang Timnas Indonesia U-19, dikontrak klub papan tengah Superliga Serbia FK Radnik Surdulica dengan masa percobaan enam bulan. Bila penampilan Witan di klub yang didirikan pengusaha sepatu Gradimir Antić itu bagus, ia berpotensi mendapatkan penambahan durasi kontrak tiga tahun. “Witan akan bergabung di tim utama Radnik. Semoga ini jalan yang terbaik. Dia harus bekerja keras dan mengambil kesempatan ini dengan cara terbaik,” kata Dusan Bogdanovic, agen Witan, sebagaimana dikutip Kumparan , 11 Februari 2020. Namun selain kerja keras dan skill mumpuni, Witan juga mesti punya mental baja untuk bisa sukses. Eropa Timur pada umumnya dan Serbia khususnya, dikenal sebagai negeri yang subur bagi rasisme. Egy sendiri pernah mengalaminya di Polandia pada Maret 2018 dan sukses melaluinya. “Saya pikir dengan Egy berani masuk ke Eropa Timur, dia mestinya sudah siap mental. Karena di Eropa, khususnya Eropa Timur, masyarakatnya terdiri dari banyak bangsa,” ujar Timo Scheunemann, mantan pelatih klub Liga Indonesia berdarah Jerman, kepada Historia medio Maret 2018. “(Rasisme) berakar dari konflik yang pernah terjadi, baik Perang Dunia I, II maupun perang-perang sebelumnya. Apalagi yang notabene Eropa Timur, di mana pendidikan kebanyakan masyarakatnya masih di bawah negara-negara Eropa Barat,” tambah pria yang kini tengah menemani tim Garuda Select di Inggris sebagai penerjemah. Bola Sepak dari Mahasiswa Yahudi Meski usianya nyaris seabad(didirikan tahun 1926), FK Radnik yang berbasis di kota Surdulica bukan perkumpulan sepakbola pertama Serbia. Klub sepakbola pertama yang teroganisir di Serbia bernama Bácska Szabadkai Athletikai Club (kini FK Bačka), berdiri pada 3 Agustus 1901. Bácska berbasis di Subotica, kota perbatasan utara negeri itu dengan Astro-Hungaria. Maka namanya pun berbau Hungaria. Klub itu lalu terdaftar di otoritas olahraga Kekaisaran Austria-Hungaria setelah wilayah Subotica diduduki. Perkumpulan olahraga Soko di Beograd pada 1912, di mana klub ini jadi yang pertama memainkan sepakbola di Serbia sejak 1896 Sepakbola sendiri pertamakali diperkenalkan ke Kerajaan Serbia oleh mahasiswa berdarah Yahudi, Hugo Buli yang dijuluki “Bapak Sepakbola Serbia”. Dipaparkan Dejan N. Zec dalam risetnya “The Origins of Soccer in Serbia: Serbian Studiesvolume 24” yang dimuat di On the Very Edge: Modernism and Modernity in the Arts and Architecture of Interwar Serbia (1918-1941) , Hugo Buli adalah pelajar asal Beograd dari keluarga saudagar dan bankir Yahudi nan kaya dan mengenyam pendidikannya di Berlin. Saat bersekolah di Berlin itulah ia mengenal sepakbola. Ia lantas bermain di klub BFC Germania yang berbasis di Distrik Tempelhof kurun 1892. Sepulangnya dari Jerman, ia memperkenalkan sepakbola ke perkumpulan olahraga Soko pada 1896. “Dia seorang yang antusias terhadap sepakbola dan merasa punya misi mengenalkannya ke publik di Serbia. Setelah kembali dari Jerman, dia menggelar pertandingan persahabatan antara dua tim yang berisi teman-temannya dan para atlet perkumpulan Soko pada 19 Mei 1896 di salah satu taman di Beograd, setelah lebih dulu memberi briefing singkat tentang aturan main sepakbola,” ungkap Zec. Kendati laga itu diliput banyak wartawan, publik Serbia belum banyak yang kepincut permainan 22 pria berebut sebutir bola itu. Para penonton yang belum paham betul permainan si kulit bundar heran mengapa permainan itu hanya boleh dimainkan dengan kaki. “Meski begitu, Buli dan perkumpulan Soko terus mempromosikan olahraga anyar itu dan beberapa tahun kemudian, tim amatir pertama didirikan. Pada 1899, anggota-anggota Soko: Buli, Mihajlo Živadinović, Bernar Robiček, Velizar Mitrović, Marko Milutinović, dan Blaža Barlovac, membentuk Prvo srpsko društvo za igru loptom (perkumpulan Serbia pertama yang bermain sepakbola),” lanjut Zec. Namun kesebelasan itu sekadar perkumpulan di bawah naungan Soko, bukan klub sepakbola yang berdiri sendiri. Maka ia tak bisa dihitung sebagai klub tertua Serbia . Hugo Buli, "Bapak Sepakbola Serbia" yang nahasnya tewas di kamp konsentrasi Nazi di Beograd pada 1941 (Foto: geni.com/yadvashem.org ) Klub yang didirikan Buli cs. itu tak didukung pemerintah kerajaan. Akibatnya, sepakbola berkembang lambat. Tapi sepakbola menarik minat beberapa pihak yang lantas turut mendirikan klub, meski tetap bernaung di bawah perkumpulan olahraga lain laiknya Soko. Selain FK Bačka pada 1901, klub-klub awal di Serbia yang berdiri adalah Concordia (1903), Šumadija (1904), Srpski mač (1905), Dušan Silni (1908), Vihor, dan Deligrad (1909). “Jelang Perang Dunia I, sepakbola baru tumbuh dengan sangat cepat, baik di Beograd maupun kota-kota lain. Pada 1914 saja angka pesepakbola aktif sudah sekitar tiga ribu pemain yang tersebar di kota-kota seperti Čačak, Leskovac, Sokobanja, Smederevska Palanka, Natalinci, Zaječar, serta Niš. Beogradski Sport Klub (BSK) dan Velika Srbija (keduanya berdiri 1911) kemudian jadi dua klub paling sukses dan populer dalam sejarah Serbia pra-komunis,” sambung Zec. Velika Srbija yang di kemudian hari berubah nama menjadi SK Jugoslavija dan bubar pada 1945, jadi klub pertama yang memenangkan kejuaraan resmi antarklub Serbia, sebuah kejuaraan yang digelar Komite Olimpiade Serbia pada musim semi 1914. Ironisnya, tak lama kemudian Kekaisaran Austria-Hungaria mendeklarasikan perang terhadap Serbia, mengakibatkan roda kegiatan sepakbola Serbia terhenti. Zaman Edan Sepakbola Serbia Hingga Perang Dunia I pecah, Serbia belum sempat mendirikan federasi sepakbola. Kesempatan memiliki federasi sepakbola sendiri hilang karena pasca-Perang Dunia I Serbia jadi bagian Yugoslavia bersama Kroasia, Bosnia, Herzegovina, dan Slovenia. Alhasil, Beogradski loptački podsavez atau Sub-asosiasi Sepakbola Beograd yang berdiri pada 12 Maret 1920, bernaung di bawah FSJ (Asosiasi Sepakbola Yugoslavia). Namun sub-asosiasi Beograd turut membentuk timnas Yugoslavia pertama untuk ikut Olimpiade Antwerp 1920. Sejak 1923, sub-asosiasi Beograd juga turut menyertakan tim-tim Serbia dalam Liga Utama Yugoslavia. Kolase Milovan Jakšić, kiper andalan Timnas Yugoslavia di Piala Dunia 1930 yang merupakan jebolan klub Soko (Foto: fifa.com ) Geliat sepakbola di Serbia vakum lagi dengan pecahnya Perang Dunia II. Banyak pemainnya tinggal nama, baik karena ikut angkat senjata bersama barisan Partizan dan Chetnik maupun akibat ditahan di kamp konsentrasi Nazi-Jerman. Buli si “Bapak Sepakbola Yugoslavia” salah satunya. Ia dimasukkan ke kamp konsentrasi Topovske Šupe di Beograd pada 1941 dan jadi korban holocaust . Usai Perang Dunia II, para pemain Serbia menjadi tulang punggung timnas Yugoslavia. Mereka turut menikmati rangkaian prestasi medali perak Olimpiade 1948 dan 1952, serta runner-up Piala Eropa 1960 dan 1968. Namun memanasnya situasi politik yang berbuah konflik pada 1990-an membawa sepakbola Serbia memasuki “zaman edan”. Dalam How Soccer Explains the World: An Unlikely Theory of Globalization, Franklin Foer menguraikan, pada 1990-an terdapat dua klub paling sengit rivalitasnya yang lazimnya memuncak pada aksi-aksi anarkisme suporter, yakni Red Star Beograd dan Partizan Beograd. Red Star juga berseteru dengan Kroasia. “Orang Kroasia, polisi, tidak ada bedanya. Akan saya habisi mereka semua,” kata Krle, pentolan Ultras Bad Boys, suporter fanatik Red Star, saat ditanya Foer tentang siapa yang paling mereka benci. Suporter Red Star Beograd (kini FK Crvena Zvezda) yang dikenal sangar di seantero Serbia (Foto: crvenazvezdafk.com ) Kroasia mereka benci lantaran Perang Yugoslavia (1991-1999). Sementara, polisi mereka benci lantaran memonopoli kepemilikan klub sepakbola bersama militer. Lucunya, Red Star sendiri dimiliki Kepolisian Serbia, Sementara musuhnya, Partizan Beograd, dimiliki militer. Dua tim sekota inilah yang paling dahsyat rivalitasnya, acap berimbas pada aksi kekerasan di luar stadion. “Fans Partizan pernah membunuh suporter Red Star berumur 15 tahun. Ia sedang duduk di stadion, mereka tembak dadanya. Monster-monster itu membunuh si bocah. Mereka tak tahu batas,” imbuh Krle menguraikan mula perseteruan mereka dengan suporter Partizan. Kejadian itu sekadar puncak gunung es dari “api dalam sekam” rivalitas kedua klub. Kebencian para suporter Red Star yang merupakan kaum nasionalis, sudah mencapai ranah harga diri dan ideologis sehingga menstimulasi aksi fisik saat Yugoslavia memasuki perpecahan. “Tentara melambangkan musuh dari cita-cita mereka. Ideologi tentara komunis menolak gagasan identitas separatis Serbia. Haram bagi soliditas buruh dan kerukunan etnis. Para pengikut Josip Broz Tito yang namanya dipakai untuk kesebelasan tentara (Partizan Beograd), telah membunuh Chetnik, pasukan nasionalis Serbia yang juga telah memerangi Nazi. Red Star pun jadi wadah bagi nasionalis Serbia yang bercita-cita merebut kembali martabat bangsanya,” sambung Foer. Željko ‘Arkan’ Ražnatović, penjahat perang dalam Konflik Balkan cum pentolan kelompok suporter Delije (Foto: dnevnik.ba/fcobilik.co.rs ) Situasi makin runyam karena pemerintah dan aparat keamanan Serbia mendukung suporter-suporter garis keras macam hooligan Inggris itu. Selain Ultras yang beranggotakan campuran dari beragam kalangan, mulai pekerja kantoran hingga mantan tukang pukul dan anggota geng, kelompok yang paling dihormati adalah Delije. Basis suporter ini dikomando Željko ‘Arkan’ Ražnatović, yang dalam Perang Balkan membentuk milisi SDG (Garda Sukarela Serbia). Lewat SDG itulah kelompok Arkan angkat senjata dalam Perang Balkan. Arkan kemudian ditetapkan sebagai penjahat perang karena membantai banyak sipil Bosnia. Saat ini, ketika Serbia telah menjadi negeri sendiri, rasisme di dalam sepakbola tetap bertahan. Sebagaimana dikatakan Coach Timo, rasisme jadi “jalan” lain aksi kekerasan suporter di sana. Di level timnas pun masih acap terjadi. Pada September 2019 dalam Kualifikasi Euro 2020, contohnya. Kala Serbia menjamu Portugal di Stadion Rajko Mitić itu, fans Serbia melancarkan teror rasisme nyaris sepanjang laga kepada para pemain berkulit hitam Portugal. Akibatnya Federasi Sepakbola Serbia didenda 33.250 euro dan dihukum dengan memainkan dua laga kandang berikutnya tanpa penonton. Semoga Witan punya mental sekuat baja seandainya diteror rasisme baik dari suporter lawan maupun suporter FK Radnik itu sendiri.

bottom of page