top of page

Hasil pencarian

9598 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Tendangan Kungfu yang Terulang

    MASIH ingat insiden tendangan kungfu Eric Cantona pada 1995? Kelakuan minus pesepakbola legendaris itu terulang lagi pada Jumat (3/11/2017) di Estadio D Afonso Henriques, Guimaraes, Portugal. Defenseur (bek) Olympique Marseille Patrice Evra, membuncahkan emosinya pada suporter dengan melayangkan tendangan kungfu dari pinggir lapangan. Insiden itu terjadi jelang pertandingan Europa League, di mana tim asal Prancis, Marseille, bertamu ke markas Vitoria de Guimaraes, wakil Portugal. Insiden itu terjadi pada sesi pemanasan, setelah sebelumnya terjadi keributan antara para pemain Marseille lainnya dengan para suporternya sendiri di tepi lapangan. Akhirnya, Patrice Evra, mantan pemain timnas Prancis dan Manchester United, tercatat dalam sejarah Europa League, sebagai pemain pertama yang dikartumerahkan sebelum kick off. Sebelumnya, perbuatan itu dilakukan pendahulu Evra, Eric Cantona, 22 tahun yang lalu. Maestro Manchester United itu kebetulan juga berpaspor Prancis dan pernah berseragam Marseille. Ketika itu, The Red Devils (julukan Manchester United) tengah melakoni matchday ke-26 Premier League musim 1994/1995, kontra Crystal Palace di Selhurst Park, 25 Januari 1995. Dalam sebuah momen, Cantona melanggar secara kasar pemain Palace, Richard Shaw. Wasit Alan Wilkie kemudian mengacungkan kartu merah. Saat berjalan lunglai keluar lapangan menuju lorong ganti, mulai terdengar gemuruh dan sorakan mengejek Cantona dari suporter Palace. Di antara suporter itu, terdapat Matthew Simmons. Suporter muda berusia 20 tahun itu disebutkan membuat mendidih emosi Cantona dengan sejumlah hinaan dan lemparan benda terhadap sang pemain. “Cantona tiba-tiba menerjang ke kerumunan suporter dengan kedua kaki setinggi dada orang dewasa. Dia juga melayangkan beberapa pukulan sebelum polisi, pihak keamanan stadion, ofisial tim dan pemain lainnya memisahkan mereka,” tulis harian The Guardian , 26 Januari 1995. Wasit Wilkie sendiri dalam pengakuannya, tak melihat kejadian itu. Saat Cantona menerjangkan tendangan kungfunya ke arah penonton, Wilkie sedang disibukkan dengan protes Andy Cole, terkait kartu merah untuk Cantona. “Setelah pertandingan, salah satu asisten saya mengatakan kejadian itu kepada saya. Namun saya baru benar-benar melihatnya jam 2 dini hari dari (siaran) CNN dan saya sangat terkejut,” ujar Wilkie. Insiden itu membuat malu klub dan mengundang tindakan dari FA (Asosiasi Sepakbola Inggris). Akhirnya, manajemen klub melayangkan denda. Suratkabar The Hour, 27 Januari 1995, menuliskan Manchester United menjatuhkan denda 20 ribu poundsterling, serta sanksi tak dimainkan sampai akhir musim 1994/1995. Sedangkan FA memvonis Cantona dengan larangan bermain di Liga Inggris selama delapan bulan (sampai 30 September 1995), serta denda 10 ribu pounds. Sedangkan FIFA, mengonfirmasi sanksi itu lebih luas, di mana sanksi takkan otomatis hilang jika status Cantona dijual atau dipinjamkan ke klub lain. Tak sampai di situ, entraineur (pelatih) timnas Prancis Aime Jacquet, ikut-ikutan menghukum Cantona dengan melucuti jabatan kapten tim Ayam Jantan. Cantona juga terpaksa menghadapi tuntutan kriminal. Pengadilan Croydon pada 23 Maret 1995, mengetuk palu untuk hukuman penjara selama dua pekan. Namun, Cantona dibebaskan dengan uang jaminan. Saat konferensi pers, Cantona melontarkan kata-kata tersohor dengan analogi ikan sardin, burung camar dan kapal nelayan. “Ketika burung-burung camar mengikuti kapal nelayan, itu karena mereka mengira ikan-ikan sardin akan dilemparkan ke laut. Terima kasih,” cetus Cantona. Tak sedikit yang heran dengan pernyataan aneh itu. Banyak pula yang menganggap ikan sardin adalah Cantona dan burung-burung camar adalah pendeskripsian dari media-media Inggris. “Itu kata-kata yang sengaja dikaburkan. Dia hanya tidak ingin berada di sini (konferensi pers) untuk menemui Anda semua dan menjawab banyak pertanyaan karena dia sudah melalui banyak hal. Saya pikir dia berada dalam tekanan yang luar biasa,” ungkap Direktur Hukum Manchester United Maurice Watkins, dilansir koran Independent , 31 Maret 1995. Hukuman untuk Cantona kemudian dialihkan menjadi hukuman 120 jam pelayanan masyarakat. Sebagian besar hukumannya itu dijalani dengan melatih sepakbola untuk anak-anak sampai akhir Mei 1995. “Selama masa pelayanan masyarakatnya, dia melatih 732 anak-anak dari lusinan sekolah dan klub-klub junior di kamp latihan Manchester,” tulis koran Lodi News-Sentinel , 31 Mei 1995. Apakah Cantona menyesal? Nampaknya tidak. Cantona begitu dendam dengan Matthews. “Seharusnya saya memukulnya dengan lebih keras. Saya bukan suri tauladan. Saya bukan guru besar yang menasihati kelakuan Anda,” ujar Cantona dalam wawancara dengan tabloid Four Four Two , 20 tahun berselang (2015).

  • Khazanah Hantu Indonesia

    Majalah Penjebar Semangat didirikan dr. Sutomo pada 1933. Majalah berbahasa Jawa ini awalnya menurunkan berita politik. Namun, lama-kelamaan tidak begitu laku. Akhirnya, membuka rubrik cerita hantu, “Alaming Lelembut.” Majalah lain yang memiliki cerita hantu adalah Joko Lodang dengan “Jagating Lelembut” dan JoyoBoyo dengan “Cerita Misteri.” “Cerita hantu di PanjebarSemangat muncul tahun 80-an ketika oplah mulai turun. Lama-lama jadi menu utama dan yang paling favorit. Hipotesis saya, kalau tidak ada cerita hantu, majalah ini tidak akan bertahan sampai sekarang,” kata Sunu Wasono, pengajar sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dalam bincang ilmiah “Tema Horor dalam Masyarakat” di FIB UI, Depok, Jawa Barat (3/10). Menurut Sunu, yang membuat disertasi tentang dongeng lelembut di Penyebar Semangat pada 2015, cerita hantu mencerminkan pandangan atau kepercayaan masyarakat karena bersinggungan dengan kehidupan dan kematian. Dalam konsep Jawa, secara garis besar ada dua jenis kematian. Kematian yang baik seperti mati karena sudah tua, mati di jalan Tuhan, mati saat melahirkan atau dilahirkan. Yang kedua adalah kematian karena sebab-sebab yang tidak lumrah, seperti mati bunuh diri atau kecelakaan. “Dalam majalah PanjebarSemangat yang mati bunuh diri nanti gentayangan, kesasar-sasar ikut genderuwo, dll.,” kata Sunu. Hal yang sama juga berlaku bagi orang-orang yang mati karena kecelakaan, menjadi korban pembunuhan atau pemerkosaan. Sering kali dalam cerita hantu ini, mereka bisa diselamatkan dengan doa oleh orang yang masih hidup, kehadiran kiai, ataupun dukun. Dari banyak jenis hantu yang muncul dalam cerita seram, genderuwo merupakan yang paling populer. Meski demikian, ada banyak jenis hantu di Indonesia, seperti wewe gombel, kuntilanak, cumplung, cerangkong, atau banaspati. “Khazanah hantu kita kaya. Kalau bisa menggali itu bisa dibuat film. Banaspati misalnya, suka menghisap darah orang. Itu vampire versi Indonesia,” kata Sunu. Javanolog H.A. Van Hien dalam penelitiannya, De Javaansche geestenwereld... (1896), menyebut 95 jenis makhluk halus di Jawa. Sementara itu, dari hasil penelitiannya di Mojokuto, Jawa Timur pada 1950-an, antropolog Clifford Geertz dalam Abangan, Santri, Priayi, Priayi dalam Masyarakat Jawa, membagi makhluk halus di Jawa menjadi lima golongan besar: memedi, lelembut, tuyul, demit, dan danyang. Suma Riella Rusdiarti, pengajar program studi Prancis FIB UI, mengatakan ada perubahan kecenderungan pemilihan hantu dalam sinema Indonesia. Film-film horor Indonesia tahun 80-an diisi dengan tokoh-tokoh mistis, seperti Nyi Roro Kidul, Nyi Blorong, atau tokoh hantu semacam kuntilanak. Tokoh-tokoh mistis atau hantu kebanyakan merupakan perempuan. Kuntilanak dalam film digambarkan sebagai perempuan korban kekerasan yang membalas dendam terhadap laki-laki. “Yang menyedihkan ketika sudah jadi hantu dan sakti mereka dikalahkan oleh laki-laki sebagai dukun atau agamawan,” kata Riella yang menulis disertasi tentang “Kaidah, Makna Das Unheimliche , dan Konstruksi Nilai Kajian Genre Atas Empat Film Horor Rumah Angker Indonesia” di UI pada 2015. Riella juga menjelaskan bahwa hantu-hantu perempuan dalam film Indonesia merupakan representasi perempuan yang sulit dikendalikan. Mereka menjadi hantu karena ketika hidup hadir sebagai makhluk inferior dan direpresi. “Film horor Indonesia paling banyak memunculkan kuntilanak dan pocong. Hantu khas Indonesia hari ini adalah pocong. Dua puluh tahun yang lalu, pocong belum menjadi pemeran utama dalam film Indonesia. Bila kuntilanak jenis kelaminnya bisa dideteksi dengan jelas, tidak halnya dengan pocong,” kata Riella. Perubahan juga ada dalam lokasi kemunculan hantu yang bergeser ke kota. Dulu hantu muncul di pohon beringin, telaga, atau tempat yang dianggap keramat. Akan tetapi, belakangan film hantu menggambarkan kemunculan hantu di tempat-tempat umum, seperti kantor, terowongan, atau rumah sakit. Cerita hantu, baik dalam film maupun tulisan, mengekploitasi kematian dengan menghadirkan sosok yang sudah mati. Mereka hadir untuk mewadahi pengalaman supranatural penontonnya. Meski demikian, cerita hantu tidak akan berhasil menakuti bila penontonnya tidak memahami konteksnya. “Untuk orang Indonesia, pocong itu menakutkan. Teman saya yang orang luar malah heran apa yang mengancam dari sosok yang diikat dan melompat-lompat. Buat mereka pocong malah lucu,” kata Riella.

  • Inilah Akta Kelahiran Sriwijaya

    TANGGAL 11 paro terang bulan Waisakha, bertepatan 23 April 682, Dapunta Hyang naik perahu dari pusat pemerintahannya, suatu tempat di tepi sungai, menuju sebuah kuil Buddha untuk merayakan Waisak. Dia berdoa untuk keberhasilan ekspedisi yang akan dilakoninya. Usai upacara, dia kembali ke pusat pemerintahannya untuk bersiap perang. Sebulan kemudian, tanggal 5 paro bulan terang Jyestha (19 Mei 682), Dapunta Hyang kembali naik perahu dari daerah Minanga. Kali ini, dia bersama 20 ribu-an tentara dengan membawa 200 peti perbekalan. Armada perang ini akan merebut daerah bernama Mukha --p- . “Boechari mulanya melokalisasikannya di daerah Batanghari, kemudian melokalisasikannya kembali di daerah Delta Upan sekarang. Di daerah itu ada sebuah kampung yang bernama Upang, letaknya 45 km sebelah timur Palembang,” tulis Bambang Budi Utomo dalam Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatra . Ekspedisi militer Dapunta Hyang itu berhasil. Tanggal 5 paro terang bulan Asadha (16 Juni 682), di sebuah tempat, Dapunta Hyang mendirikan perkampungan. Sriwijaya menang. Kisah di atas merupakan bagian kecil dari isi terjemahan Prasasti Kedukan Bukit. Prasasti tersebut berhubungan erat dengan Sriwijaya, sebuah kerajaan besar di Sumatra abad ke-7 hingga ke-11. Setelah abad ke-11, kisah Sriwijaya yang megah pun surut. Prasasti Kedukan Bukit yang terbuat dari batu sungai sepanjang 45 cm dan keliling 80 cm itu pun mulai tak dihiraukan orang. Ia berpindah tangan dari satu keluarga ke keluarga lain selama hampir 10 abad. Waktu terus berlalu hingga tiba di satu masa awal abad ke-20, ketika seorang Belanda bernama Batenburg tak sengaja “menghidupkan” kembali Prasasti Kedukan Bukit. Batenburg berkarib dengan sebuah keluarga Melayu di Desa Kedukan Bukit, terletak di tepi Sungai Tatang, anak Sungai Musi, di kaki Bukit Siguntang. Bukit itu berada di barat daya Palembang sekarang. Di keluarga Melayu inilah Batenburg menemukan sebuah prasasti batu. Dia lalu melaporkan hal itu kepada Residen Palembang L.C. Westenenk. Sang residen memberitahukan penemuan prasasti itu kepada ahli purbakala Frederik David van Bosch pada 30 November 1920. Bersamaan dengan penemuan Prasasti Talang Tuwo, penemuan Prasasti Kedukan Bukit lalu dimuat dalam laporan purbakala triwulan keempat tahun 1920. “Menurut Westenenk, batu ini sudah lama merupakan milik keluarga itu yang memperlakukannya sebagai jimat pada waktu lomba dayung,” tulis George Coedes dalam “Prasasti Berbahasa Melayu Kerajaan Sriwijaya”, termuat dalam Kedatuan Sriwijaya . Westenenk memang bukan ambtenaar biasa. Dia rajin menulis, khususnya temuan arkeologis di wilayahnya. Dalam karangan berjudul Uit het Land van Bittertong , terbit 1921, Westenenk menulis tentang Prasasti Talang Tuwo. Di karangan lain, Boekit Segoentang en Goenoeng Mahameroe uit de Sedjarah Melajoe , terbit 1923, dia menyebut dua penemuan prasasti lain di Palembang. Saat itu, Prasasti Kedukan Bukit belum banyak diketahui khalayak. Isi Prasasti Kedukan Bukit baru diketahui dari penerjemahan yang dilakukan Philippus Samuel van Ronkel tahun 1924. Ahli purbakala Nicolass Johannes Krom mengkaji Prasasti Kedukan Bukit dua tahun kemudian, lewat tulisan berjudul Hindoe-Javaansche Geschiedenis . “Prasasti itu dipahat pada 683 M di batu sungai yang ditemukan di kaki Bukit Siguntang, Gunung Keramat. Tak pelak lagi Prasasti Kedukan Bukit adalah sebuah dokumen amat penting bagi sejarah Sriwijaya, dan barangkali yang pertama yang pernah dipahat atas perintah salah seorang rajanya yang pertama,” ujar Coedes dalam artikelnya yang ditulis tahun 1930. Meski sudah berumur lebih dari satu milenium, Prasasti Kedukan Bukit masih terlihat baik, kecuali ketiga baris terakhir yang hilang karena pecah. Prasasti dengan nomor D.146 ini sekarang dapat dilihat secara jelas di eksebisi “Kedatuan Sriwijaya: The Great Maritime Empire”, yang berlangsung di Museum Nasional, 4-28 November 2017. Batu prasasti itu berada dalam kotak kaca di sisi kiri pintu masuk eksebisi. “Pameran sejarah seperti ini penting, karena kita harus kembali ke akar. Dan juga bagaimana sejarah ini bukan hanya menengok ke masa lalu, tapi menjadikannya ilham, inspirasi, untuk melangkah ke masa depan. Ini kan penting untuk membentuk rasa percaya diri bangsa ini,” ujar Christianto Wibisono, analis ekonomi gaek, yang mengunjungi hari pertama eksebisi tersebut, kepada Historia .

  • Operasi Mengebom Kapal Jepang

    SEIRING meningkatnya penetrasi pasukan Jepang di Asia Tenggara, pada Januari 1942 Belanda memindahkan kesatuan pembom Group 7 ke Pangkalan Udara Manggar (Samarinda II). Grup 7 bertugas melindungi konvoi kapal Belanda dari kapal selam Jepang dan menyerang konvoi kapal Jepang dan pangkalan laut Jepang di Borneo bagian barat. Pada 13 Januari 1942, tiga grup masing-masing tiga pesawat pembom B-10 Glenn Martin menggelar misi penyerangan terhadap armada Jepang di Tarakan. Seorang Indonesia terlibat dalam misi itu: Letnan Suryadi Suryadarma. Sebelum di Group 7, dia menjadi instruktur di Sekolah Penerbang dan Pengintai Kalijati, Jawa Barat. Meski bukan sebagai pilot, impiannya sejak lama, pria kelahiran Banyuwangi itu bertugas sebagai Waarnemer yang berfungsi sekaligus sebagai navigator, observer, perwira pengeboman, dan air liason . Suryadarma, kemudian menjadi KSAP dan KSAU Indonesia pertama, ikut dalam pesawat ketiga bernomor registrasi M-588 yang dipiloti Letnan Penerbang JH Lukkien. Dalam grup itu, dua pesawat lain dipiloti Serma Troost dan Serma WCG Tinkelenberg. Sekira pukul delapan waktu setempat, M-588 mengudara hampir bersamaan dengan dua pesawat lain di grupnya. Cuaca pagi itu amat cerah. B-10 Glenn Martin riskan dimangsa musuh lantaran pesawat tua itu hanya mengandalkan cuaca untuk perlindungan diri. Standing operationprocedure memperbolehkan pilot membatalkan misi apabila cuaca cerah. Tapi Lukkien memutuskan tetap menyelesaikan tugas ketimbang pulang. Mendekati sasaran, para awak M-588 melihat sekira 50 kapal perang Jepang. Mereka mulai menyerang ketika M-588 berada di ketinggian 5000 kaki. M-588 bergerak zigzag untuk menghindari tembakan. Di tengah keadaan genting itu, Suryadarma terus konsentrasi dengan bomb sight -nya untuk mencari mangsa kapal Jepang. Begitu mantap, dia langsung memberi aba-aba yang diikuti terjunnya bom-bom dari ketiga lambung pesawat. Dua kapal perang Jepang tenggelam, salah satunya kapal penjelajah ( battle cruiser ship ). Namun, M-588 menghadapi bahaya baru yang lebih keras. “Lukkien melihat ada enam pesawat Zero yang menyerang mereka dari atas,” ujar Suryadarma dalam Bapak Angkatan udara: Suryadi Suryadarma karya Adityawarman Suryadarma. M-588 langsung melakukan diving untuk menghindari tembakan itu sekaligus terbang rendah. Tembakan itu tak semua meleset. Satu peluru menembus paha Lukkien. “Letnan JH Lukkien mengalami luka parah,” tulis buku terbitan Drukkerij G.C.T. van Dorp, Nederlands-Indië Contra Japan, Vol. 4. Suryadarma segera memberi pertolongan pertama untuk menghentikan pendarahan. Posisi Lukkien diambilalih kopilot Sersan Penerbang Vermey. Sementara itu, pesawat yang dipiloti Tinkelenberg kondisinya lebih parah. Pesawat berantakan oleh serangan pesawat Jepang. Tembakan juga mengenai Tinkelenberg yang tak merasakan sakit. Pesawat itu semakin parah saat serangan kedua mengenai engine throttles sekaligus tangan sang pilot. Akhirnya, pesawat terbakar oleh serangan ketiga. Tinkelenberg memerintahkan para awak untuk terjun. Dia terakhir terjun. Pesawat yang dipiloti Troost juga tertembak jatuh. M-588 satu-satunya pesawat yang masih terbang. Pesawat itu terbang dengan satu mesin karena mesin sebelah kiri tertembak dan mengalami kebocoran bahan bakar. Dalam keadaan pincang, M-588 tetap memberi perlawanan. Bahkan, penembak berhasil menembak jatuh satu Zero. Alih-alih terus memburu M-588, Zero-Zero Jepang balik ke pangkalan. “Karena mengira pesawat buruan mereka sebentar lagi pasti jatuh,” kata Suryadarma. M-588 berhasil mencapai Bandara Manggar. Sebelum pesawat mengurangi ketinggian, Lukkien mengambilalih kemudi karena kopilot belum pernah mendaratkan pesawat. Dengan kondisi lemah, Lukkien berhasil mendaratkan pesawat yang rusak berat itu dengan mulus. “Semua ground crew lari ke kokpit untuk mengeluarkan Lukkien secepat mungkin dan segera dibawa ke rumahsakit,” kata Suryadarma. Keberhasilan misi itu tak hanya membuat bangga para pelakunya, tapi juga warga Belanda. Melalui siaran radio, pemerintah menganugerahi Het Bronzen Kruis kepada awak M-588. Medali itu merupakan tanda jasa khusus militer untuk mereka yang menunjukkan keberanian luar biasa. “Namun, sampai 9 Maret 1942, ketika Belanda menyerah kepada Jepang, Suryadarma masih belum menerima medali tanda jasa tersebut. Baru kelak di kemudian hari pada 1968, setelah Suryadarma pensiun, medali Het Bronzen Kruis diserahkan oleh Kementerian Pertahanan Belanda kepada putra Suryadarma, yaitu Erlangga,” tulis Adityawarman.

  • Menukil Memori Sirkuit Sentul

    Sampai tahun depan, Indonesia masih akan jadi penonton MotoGP. Rencana untuk bisa menghelat salah satu seri perhelatan balap motor paling bergengsi itu tahun 2017 gagal. Operator MotoGP, Dorna Sports, pada Juli 2016 menilai, Sirkuit Sentul di Bogor masih belum layak menggelar MotoGP. “Sirkuitnya bagus, tapi aspal, area  run off , untuk MotoGP terlalu berisiko,” kata Marc Marquez, pembalap top tim Repsol Honda, dalam jumpa pers usai menjajal Sirkuit Sentul, 25 Oktober 2016. Rencana lain Indonesia menghelat MotoGP pada 2018 pun gagal. Thailand justru “menyalip” dengan mengantongi deal menggelar MotoGP di 2018. Nasib Sentul, yang pernah jadi sirkuit internasional satu-satunya yang bisa dibanggakan Indonesia, kian suram. Untuk jadi tuan rumah MotoGP Indonesia 2019, ia mesti bersaing dengan Sirkuit Jakabaring di Palembang, yang pembangunannya hampir rampung, dan Sirkuit Mandalika di Lombok. Padahal, sirkuit ini pernah mendapat kehormatan menggelar dua kali MotoGP Indonesia, pada 1996 dan 1997. Bukan pekerjaan mudah untuk bisa membawa Michael Doohan dkk balapan di Tanah Air saat itu. Sirkuit Sentul, dengan trek sepanjang 3,9 kilometer (kini 4,2 kilometer), awalnya dibangun atas visi putra bungsu Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto selaku Ketua Umum PB Ikatan Motor Indonesia (IMI) bersama Tinton Soeprapto dan Tunky Ariwibowo serta dukungan pemerintah. Meski peletakan batu pertama pembangunannya dilakukan pada 1986, proyeknya baru berjalan pada 1990. Kesulitan sponsor menjadi penyebabnya. “(Alokasi dana,  red .) dari kita sendiri (IMI), dari BP Ancol, juga dari Gaikindo. Tenaga desain lay out -nya dari FIA dan FISA yang disesuaikan dengan lahan yang ada,” ungkap Tommy Soeharto di tabloid Otomotif edisi 27 tahun 1991. Menurut rencana awal, Sentul akan punya trek sepanjang sekira 4,2 kilometer. Tommy menjelaskan, Sentul dibangun untuk balap mobil Formula 1 sehingga menggunakan desainer-desainer dari FISA dan FIA (otoritas balap Formula One-F1). Dalam perjalanan, desain trek “disunat” 40 persen, menyisakan 3,9 kilometer. Fasilitas penunjang balapan yang dipunyai Sentul juga belum memuaskan pihak FIA. F1 Grand Prix Indonesia pun batal. Sirkuit yang rampung pada 1992 dan diresmikan Presiden Soeharto pada 22 Agustus 1993 itu justru kemudian mampu menjadi tuan rumah MotoGP Indonesia pada 7 April 1996. Tentu setelah Sentul mendapatkan beberapa pembenahan, yang dilakukan pada Januari sebelumnya. Menurut Kompas 7 April 1996, butuh dana 2 juta dolar Amerika untuk menggelar seri ke-15 MotoGP 1996 itu. Hajatan berjalan lancar. Sekira 100 ribu penggila balapan dunia menyesaki tribun-tribun penonton. Balapan yang terdiri dari tiga kelas itu dimenangi “Mick” Doohan (kelas 500cc), Tetsuya Harada (kelas 250cc) dan Haruchika Aoki (kelas 125cc). Presiden Soeharto turun langsung meyerahkan trofi untuk kelas teratas. Hal itu jadi panggung politik tersendiri buat pemerintahan Soeharto. Saat itu, pemerintahannya mendapat kecaman dan kritik masyarakat Australia terkait kasus-kasus pelanggaran HAM di Timor Timur. Kebetulan, Doohan yang memenangi MotoGP Indonesia 1996 itu merupakan racer asal Negeri Kanguru. “Kesediaan Presiden Soeharto menyerahkan penghargaan kepada Doohan merupakan bukti sikap bersahabat Indonesia terhadap Australia,” tulis Kompas , 8 April 1996. Dukungan pemerintah terhadap perhelatan MotoGP Indonesia juga tak lepas dari niat promosi Indonesia ke dunia internasional. “Ini merupakan promosi besar-besaran tentang Indonesia ketimbang kegiatan muhibah-muhibah ke luar negeri,” tutur Menpora Hayono Isman, dikutip Kompas . Tahun berikutnya, Indonesia masih mendapat kepercayaan menggelar MotoGP Indonesia. Tadayuki Okada, Max Biaggi, dan legenda hidup yang masih aktif balapan, Valentino Rossi,

  • Belanda Sembunyikan Sejarah Perbudakan di Indonesia

    BELANDA semakin merenungi perbudakan. Beberapa tahun terakhir perbudakan yang dilakukannya di masa lampau ini juga sudah masuk dalam buku pelajaran sejarah, baik pendidikan dasar maupun menengah. Dan kalau pada peringatan tahunan berakhirnya perbudakan pada setiap tanggal 1 Juli juga kita perhatikan berita, sambil melihat para politisi yang berdatangan menghadiri peringatan itu, maka timbul kesan seolah-olah Belanda sudah punya kesadaran historis tinggi terhadap masa lampau perbudakannya.

  • Penguat Rasa Itu

    KULINER Indonesia kaya akan rasa karena melimpahnya bumbu dan rempah-rempah. Tapi, demi memperkuat rasa, monosodium glutamat (MSG) atau lebih dikenal dengan sebutan vetsin pun dipakai. MSG bermula dari penemuan Karl Heinrich Ritthausen, ahli kimia Jerman, ketika mengisolasi asam glutamat pada 1866. Kemudian, ahli kimia lain mengubah asam itu menjadi garam natrium, monosodium glutamate . Dalam penelitian itu tak seorang pun tertarik pada soal rasa.

  • Regulasi Membatasi Prostitusi

    GUBERNUR DKI Jakarta Anies Baswedan tidak memperpanjang izin usaha Hotel dan Griya Pijat Alexis. Banyak pihak menengarai usaha spa dan pijat itu hanya kedok dari praktik prostitusi. Penanggulangan prostitusi telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda. Pada 15 Juli 1852, Gubernur Jenderal Albertus Jacobus Duymaer van Twist mengeluarkan surat keputusan mengenai peraturan penanggulangan prostitusi. Surat keputusan ini memuat tiga hal penting. “Pertama, anggaran tahunan dari direktur jenderal keuangan sebesar f20.000 untuk menanggulangi penyakit sifilis; kedua, memerinci aturan prostitusi untuk menangkal aspek berbahayanya; dan ketiga, peraturan ini hanya berlaku di beberapa daerah tertentu,” seperti dikutip dalam Pemberantasan Prostitusi di Indonesia Masa Kolonial terbitan Arsip Nasional Republik Indonesia. Mulanya, aturan itu hanya berlaku di Batavia, Semarang dan Surabaya. Dua tahun kemudian, peraturan itu diterapkan di Cianjur dan empat kota lain. Dalam perkembangannya, pemerintah kolonial memperluas jangkauan penerapan peraturan penanggulangan penyebaran prostitusi. Sejak 1857, peraturan tersebut diberlakukan di Banten, Banyumas, Madiun, Bagelen, Probolinggo, Besuki, Cirebon, Jepara, Pasuruan, Buitenzorg, Karawang, Yogyakarta, Magelang, Bandung dan Kudus. Disusul Tegal, Madura, Sumedang, Tulungagung pada 1861. Lalu Purwodadi dan Pekalongan pada 1863; Banyuwangi pada 1866; serta Gresik dan Cirebon pada 1869. Meski sudah banyak kota menerapkan pembatasan pelacuran, jumlah rumah bordil dan pelacur tak berkurang. Pemerintah pun memperbarui aturan dan semakin memperketatnya. Pada 21 Januari 1874, gubernur jenderal Hindia Belanda mengeluarkan besluit No. 14 tanggal 21 Januari 1874 yang memuat 23 pasal untuk menanggulangi masalah prostitusi. Pengendalian pelacur dilakukan dengan cara pemberian kartu. “Masing-masing pelacur yang didaftar akan diperiksa kesehatannya oleh tim kesehatan untuk mengetahui apakah dia terinfeksi atau tidak. Dan jika mereka sehat, akan diberi kartu yang berisi nomor urut pendaftaran, nama dan tempat tinggal dan tanggal penyerahan nama serta kualitas,” seperti dikutip dalam Pasal 8 dan 9, termuat dalam Pemberantasan Prostitusi di Indonesia Masa Kolonial . Diterangkan pula, jika seorang wanita sudah terdaftar sebagai “wanita-publik”, maka dia sulit lepas dari statusnya tersebut, kecuali tiga hal yaitu: mati, permintaan menikah, dan permintaan keluar sebagai “wanita-publik” dengan rujukan polisi. Kartu tersebut menjelaskan nomor pendataan, nama dan alamat yang bersangkutan, serta tanggal pemeriksaan dan nama orang yang memeriksa beserta jabatannya. Berdasarkan peraturan baru tersebut, seorang pelacur pun harus tinggal tidak lebih dari 6 pals atau sekira 1,51 hingga 1,81 kilometer dari rumah sakit tempat dokter sipil berpraktik. “Di tataran implementasi, peraturan tersebut hanya mengatur para pelacur. Dalam beberapa pasal memang disebut pengawasan terhadap para pengelola rumah pelacuran. Hanya saja, sebetulnya, para pelacurlah yang menjadi subjek di dalamnya. Bisa dikatakan peraturan tersebut lebih ditujukan untuk menjinakkan para pelacur,” tulis Gani Ahmad Jaelani dalam disertasinya yang dibukukan berjudul Penyakit Kelamin di Jawa 1812-1942 . Mengapa pemerintah sangat keras mengatur pelacuran di Hindia Belanda? Sebab, ini terkait dengan penyakit kelamin yang menjangkiti masyarakat, terutama kalangan tentara. “Sebagai ujung tombak kolonialisme, serdadu harus dalam kondisi bugar. Namun, di sisi lain, mereka butuh memenuhi kebutuhan seksualnya. Inilah titik lemah serdadu. Nah, salah satu penyalurannya ya dengan mengunjungi rumah bordil yang tersebar di sekitar tangsi,” ujar Agus Setyawan, sejarawan Universitas Indonesia, kepada Historia . Pemerintah kolonial meningkatkan anggaran untuk menanggulangi penyakit sifilis. Semula f20.000 pada 1857, naik 130% menjadi f46.000 pada 1866.*

  • Klenik di Balik Final Italia vs Brasil

    ROBERTO Baggio dikenal sebagai salah satu pesepakbola terbaik Italia dan dunia. Namun, dalam perjalanan kariernya, dia takkan pernah melupakan momen pahit saat gagal mengeksekusi si kulit bundar pada babak adu penalti di final Piala Dunia 1994 kontra Brasil. Tembakannya dari titik putih melayang ke langit Pasadena, Amerika Serikat, sekaligus membuat Gli Azzurri (julukan timnas Italia) gigit jari. Skor akhir tos-tosan 3-2. Brasil menjadi juara Piala Dunia untuk keempat kalinya. Padahal, menilik track record -nya, Baggio tergolong spesialis penendang penalti. “Rekor penaltinya 108 gol dari 122 tendangan (penalti). Rata-rata kesuksesannya 88 persen –masih menjadi rekor pesepakbola Italia,” tulis Ben Lyttleton dalam Twelve Yards: The Art and Psychology of the Perfect Penalty Kick . Dalam otobiografinya, Baggio mengakui teramat jarang gagal mencetak gol dari titik 12 pas. Kalau pernah gagal, tak pernah sekalipun tendangannya melenceng dari gawang, melainkan diselamatkan kiper lawan. Baggio juga sudah mengenal karakter Claudio Taffarel, goleiro (kiper) timnas Brasil. Taffarel kerap sukses mementahkan tendangan penalti jika arah bolanya mendatar. Makanya dia memutuskan ingin menargetkan bola agak ke tengah namun sedikit melambung setinggi setengah meter saja. “Saya tahu Taffarel tak pernah bisa menghalau bola dengan kakinya. Sayangnya dan saya tidak tahu kenapa, bolanya melambung tiga meter dan melewati mistar gawang,” kenang Baggio dalam Una Porta nel Cielo , sebagaimana dikutip Lyttleton. Kenangan getir yang membekaskan trauma bertahun-tahun. Sulit baginya melewati malam tanpa bermimpi tentang kegagalannya. “Baggio menghabiskan kariernya dengan menceritakan bahwa keindahan sepakbola tak pernah eksis dalam penalti. Namun kegagalan di Pasadena itu menceritakan banyak hal dalam sepakbola,” tulis Lyttleton. Kegagalan Baggio seolah memperkuat rumor klenik yang menaungi final di Stadion Rose Bowl, Pasadena tersebut. Pasalnya, seorang paranormal, Clara Romano, mengklaim sudah beberapa kali membantu Baggio dengan sihir putihnya. Klaim ini pertama kali diungkap kantor berita Italia, Adnkronos dalam artikel “Non Fu Colpa di Baggio” (Bukan Kesalahan Baggio), 15 Juli 1995. Romano mengaku turut “menjampi-jampi” sihir putih ketika Baggio mencetak gol penyeimbang 1-1 di menit ke-88 kala menghadapi Nigeria di babak perdelapan final. Penalti Baggio juga menyegel kemenangan 2-1 atas Nigeria di babak tambahan waktu (menit 102). Begitupun ketika menang 2-1 atas Spanyol dan semifinal kontra Bulgaria dengan skor serupa. Baggio masing-masing mencetak sebutir gol di dua babak itu. Sayangnya, sihir putih Romano tak berdaya di partai final kontra Tim Samba. Romano menyatakan “kekuatannya” tak berkutik melawan ritual sihir hitam para pendukung Brasil. “Ketika saya melihat ritual pendukung Brasil, saya ketakutan. Saya merasa tak mampu melawan sihir hitam. Jika saya melawan, kekuatan jahat akan menimpa saya dan keluarga saya,” kata Romano.

  • Indonesia, Tempat Utama Evolusi Manusia

    INDONESIA akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendirikan pusat studi evolusi manusia. Lembaga bernama Center for Human Evolution, Adaptation and Dispersals in Southeast Asia ini akan mengkaji bagaimana manusia prasejarah sampai ke Asia Tenggara dan persebarannya. Pusat studi ini akan berkoordinasi dengan para peneliti internasional terutama di Asia Tenggara. Mereka berasal dari berbagai ilmu penunjang antara lain paleoantropologi, arkeologi, biologi, paleontologi, palenologi, juga pertanggalan. “Kita akan melakukan hubungan penelitian yang ada di Afrika Timur, Afrika Selatan, Eropa, Georgia, dan juga dengan Asia Timur. Lingkupnya adalah penelitian evolusi manusia purba, tentang fauna, budaya, dan evolusi lingkungan,” kata Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harry Widianto kepada Historia . Sejauh ini, proposal pendirian pusat studi telah diajukan ke UNESCO. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB ini, mengirimkan ahlinya ke Indonesia untuk melihat kesiapannya. Rekomendasi dari ahli itu akan dibahas di sidang umum UNESCO pada November 2017 di Paris. “Di situ tinggal diterima atau ditolak. Kira-kira sudah berjalan 90 persen,” ujar Harry. Kesiapan yang dibutuhkan adalah fasilitas, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia yang mumpuni. Sejauh ini, telah banyak ditemukan situs manusia purba terutama di Jawa. Sarana dan prasarana penelitian di Situs Sangiran dinilai telah memadai. Saat ini, ada sekira 30 peneliti bergelar doktor dan master yang dididik di luar negeri. “Jadi sumber daya manusia nggak ada masalah. Indonesia nanti yang mengkoordinir dan mengaktifkan para peneliti di Asia Tenggara dan link ke Eropa, Afrika dan Cina,” jelasnya. Tempat Utama Fosil Homo erectus (manusia purba berdiri tegak) pertama kali ditemukan di Situs Trinil, Ngawi, Jawa Timur, pada 1891. Sejak itu, fosil-fosil manusia prasejarah ditemukan di situs-situs lain. Pada 1931 sebelas tengkorak Homo erectus ditemukan di Situs Ngandong di Blora. Setelah itu, fosil manusia purba ditemukan di Situs Sangiran, Sragen, pada 1934. Sangiran menjadi situs utama hingga kini karena menampilkan sendimentasi endapan mulai ketebalan 80-100 m. Situs ini pun mencirikan evolusi lingkungan mulai dari laut dalam, laut dangkal, rawa, hingga endapan daratan kontinental. Dari sisi temuannya, Situs Sangiran mewakili 50 persen populasi Homo erectus di dunia. Sebanyak 120 fosil individu ditemukan di sana yang berasal dari 1,5 juta tahun hingga 250 ribu tahun yang lalu. Sangiran juga mewakili evolusi fauna selama 1,8 juta tahun, evolusi kultural selama 1,2 juta tahun, dan evolusi lingkungan selama 2,4 juta tahun. Setelah Sangiran, pada 1936 ditemukan situs prasejarah di wilayah Mojokerto; Situs Pati Ayam ditemukan pada 1979; dan Situs Smedo di Tegal ditemukan pada 2004. “Itu semua situs-situs utama. Terutama Pulau Jawa merupakan salah satu tempat utama di dunia tentang evolusi manusia,” ujar Harry. Ahli paleontologi itu menjelaskan fosil Homo erectus juga ditemukan di Afrika Timur, Eropa, dan Tiongkok, termasuk di Situs Dmanisi, Georgia. Situs Dmanisi adalah situs utama di daerah Asia Depan terkait eksistensi Homo erectus yang bermigrasi keluar Afrika pada 1,8 juta tahun lalu. Situs ini ditemukan pada 1991. Menurut Harry kesamaan pertanggalan dengan Homo erectus yang bermigrasi keluar dari Afrika, membuktikan Asia Depan pun mempunyai spesimen Homo erectus yang kepurbakalaannya sama dengan spesimen dari Afrika. Dalam hal ini, Situs Dmanisi telah memberikan banyak spesimen Homo erectus yang paling tua. Karenanya Georgia juga dianggap sebagai pusat evolusi utama di dunia. Meski begitu, koleksi spesimen Homo erectus di Indonesia terbanyak di dunia. “Kita juga punya historis pertama kali di dunia. Sekarang dunia sangat hormat dengan proses evolusi yang terjadi di Indonesia,” lanjut Harry. Indonesia, khususnya Jawa, sebagai daerah tropis memang sangat memungkinkan untuk ditinggali manusia prasejarah. Sejak keluar Afrika, mereka terus berpindah ke Asia Tenggara hingga langsung tiba di Jawa. “Yang lain dilewati,” kata Harry. Di manapun tempat ditemukannya, Homo erectus punya ciri yang sama. Secara garis besar, ia mirip dengan Homo sapiens . Antara Homo erectus di satu tempat dengan yang lain dibedakan dari bagaimana mereka beradaptasi. “Tapi struktur tengkorak sama,” kata Harry. Homo erectus Indonesia memiliki penebalan pada terbit matanya. Di Jawa, dahinya landai dan miring. Antara penebalan torus di atas mata ( supra orbitalis ) dengan dahi tidak ada cekungan. Sementara Homo erectus di Cina, ada penonjolan pada supra orbitalis , diikuti sebuah cekungan baru bergabung dengan dahi landai juga. “Di Cina, bagian supra orbitalis sangat menonjol, di kita tidak,” jelas Harry. Bedanya dengan Homo sapiens , Homo Erectus punya tengkorak lonjong ke depan sampai belakang. Dahinya landai dengan atap tengkorak pendek. Ada penonjolan lancip pada bagian tengkorak dan lebar di daerah telinga. “ Homo sapiens sekarang kan tengkorak bundar. Dari genetika berbeda dengan yang ada di Amerika. Kita juga berbeda dengan yang di Afrika. Ada adaptasi lokal,” kata Harry.

  • Supratman sebagai Buronan

    MELIHAT beberapa rekannya semangat menyerukan perjuangan kemerdekaan di sebuah gudang pabrik di Makassar, Wage Rudolf Supratman (Rendra Bagus) tergerak untuk membantu mereka secara finansial. Bantuannya terhadap pergerakan ini diselidiki polisi setempat. Tak ingin keluarganya, Van Eldick (Wouter Aweers) dan Roekiyem (Putri Ayudya), terancam, dia memutuskan pindah ke Jawa. Di Jawa, Supratman bekerja sebagai wartawan dan penulis. Dia berteman dengan beberapa tokoh pergerakan. Dia juga bertemu dengan Fritz (Teuku Rifnu Wikana), polisi Belanda yang mengejarnya dan selalu mencari kesalahannya. Gambaran inilah yang ditampilkan John de Rantau dalam film Wage yang dirilis serentak pada 9 November 2017. John tak ingin menyebut film ini sebagai biopic melainkan noir . Meski film menceritakan perjalanan hidup Supratman sebagai pencipta lagu Indonesia Raya , inti cerita ada pada pengejaran seorang polisi Belanda bernama Fritz dengan buronannya, Wage. “Saya membuat film tentang penjahat yang dikejar-kejar polisi,” ujar John. Untuk membuat film berdasarkan kisah hidup tokoh sejarah, John mempersiapkan riset film ini secara on-off selama beberapa tahun belakangan dan terlaksana pada tahun kelima risetnya. “Saya melakukan riset pustaka, tidak mewawancarai narasumber. Yang dengan narasumber para pemain,” kata John. Jauh sebelumnya, pada 1980-an Perusahaan Film Negara (PFN) berencana membuat film tentang Supratman. Umar Nur Zain ditunjuk sebagai penulis naskah dan rencananya diterbitkan oleh PT Sinar Harapan. “Sayangnya, rencana ini tidak terealisasi karena PFN mengeluarkan film yang dianggap lebih penting untuk dibuat, yakni Pengkhianatan G 30 S PKI,” kata Asvi Warman Adam, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Asvi mengapresiasi usaha John karena tak hanya membuat film tentang tokoh sejarah, tetapi juga pelurusan sejarah. Misalnya, tempat kelahiran Supratman di Desa Somongari, Purworejo, Jawa Tengah, bukan Jatinegara. “Tempat kelahiran Supratman sebenarnya di Purworejo. Bapaknya memang tugas di Jatinegara, biasanya tempat kelahiran ditulis seusai tempat tugas bapaknya,” kata Asvi. John menampilkan Supratman tak hanya sebagai tokoh pencipta lagu tapi juga seorang wartawan Sin Po dan penulis novel. John mengaku berusaha menghindari kontroversi seputar kehidupan Supratman. Misalnya, soal istri. Ada sumber yang menyebutkan Supratman menikah dengan Salamah, namun pihak keluarga membantahnya. John hanya menampilkan Supratman sempat menjalin hubungan dengan seorang gadis. Film yang didanai Pondok Pesantren Majma’ul Bahroin Hubbul Wathon Minal Iman Siddiqiyah ini, tak luput dari kritik. Salim Said, guru besar ilmu politik Universitas Pertahanan sekaligus mantan ketua Dewan Kesenian Jakarta, mengkritik adegan ketika perumusan Sumpah Pemuda. Para peserta kongres menolak usulan Sumpah Pemuda ketiga yang menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Padahal, di masa tersebut bahasa Indonesia sudah cukup luas digunakan, terbukti dari adanya terbitan berbahasa Indonesia. “Sulit menerima bahwa orang Jawa tidak mau menerima Sumpah Pemuda soal bahasa karena rata-rata elite politik Jawa sudah mengerti bahasa Melayu,” kata Salim. John juga melewatkan detil-detil dalam film. Misalnya, para perempuan bumiputra yang mengenakan baju terusan. Padahal, di tahun itu masih banyak dan lumrah perempuan bumiputra mengenakan kebaya. Justru memakai pakian ala barat yang tidak lumrah. Bangunan-bangunan bergaya Eropa yang rusak padahal seting film tahun 1920-an. Casting para pemain juga jadi catatan. John barang kali punya asalan, tapi sangat sulit rasanya melihat Teuku Rifnu Wikana, terlepas dari aktingnya yang patut diacungi jempol, memerankan seorang Indo-Belanda. Dialog-dialog dalam film juga terasa tidak natural. Meski demikian, film ini patut diapresiasi lantaran menampilkan tokoh sejarah tanpa terjebak heriosme dan tak menampilkan Belanda sebagai pihak yang melulu jahat.

  • Trofi Piala Dunia Tinggal Kenangan

    TROFI Piala Dunia akan kembali diperebutkan oleh timnas dari 32 negara pada 2018 di Rusia. Trofi itu karya Silvio Gazzaniga pada 1971. FIFA memilih desain trofi karya seniman Italia itu setelah mengalahkan 53 rancangan di fase seleksi. Desainnya berupa dua manusia memikul bola dunia di pundaknya. “Garis-garisnya menanjak naik dari dasar (trofi) menyerupai bentuk spiral, membentang untuk menahan dunia. Dari bentuk yang dinamis itu, muncul dua figur atlet yang sedang menghayati momen kemenangan,” kata Gazzaniga sebagaimana dikutip Donn Risolo dalam Soccer Stories: Anecdotes, Oddities, Lore and Amazing Feats. Trofi Piala Dunia memiliki tinggi 36,5 cm, bobot 6 kg, dilapisi emas 18 karat, ditopang dua lapis perunggu dengan tulisan: FIFA World Cup. Trofi itu dibuat dan dirampungkan Stabilimento Artistico Bertoni, perusahaan medali dan trofi asal Kota Milan, Italia, sebelum Piala Dunia 1974. Trofi ini untuk pertama kali direbut oleh tuan rumah Jerman Barat. Sebelumnya, sejak Piala Dunia pertama pada 1930 di Uruguay, yang diperebutkan adalah Trofi Jules Rimet. Posturnya lebih kecil hanya setinggi 35 cm dan berbobot 3,8 kg. Desainnya dibuat Abel Lafleur, pematung Prancis, dua tahun menjelang Piala Dunia 1930. Lafleur mendesain trofi berbentuk decagonal dengan pahatan seorang dewi bersayap di kedua sisi yang ditopang batu pualam. Trofi dengan pelat emas berlapis perak itu terinspirasi oleh patung Nike, Dewi Kemenangan Yunani Kuno yang terpajang di Museum Louvre. Awalnya, trofi ini dinamai Victory, namun publik lebih mengenalnya sebagai Coupe du Monde. Trofi ini pertama kali dimenangkan Uruguay sebagai tuan rumah Piala Dunia 1930. Sebelum pecah Perang Dunia II, trofi ini dimiliki Italia sebagai pemenang Piala Dunia 1938. Jika tak disembunyikan, ada kekhawatiran trofi ini akan diambil Nazi-Jerman sebagai sekutu Italia. Di sisi lain, ada dua versi kisah penyelamatan trofi ini. “Sebuah mitos berseliweran bahwa Ottorino Barassi, pemimpin olahraga Italia, menyimpannya di kotak sepatu dan disembunyikan di bawah tempat tidur. Rumor lainnya mengatakan, Jules Rimet, Presiden FIFA yang menyembunyikan trofi itu di kolong kasurnya. Sebenarnya trofi itu disimpan di brankas sebuah bank di Roma,” tulis John Snyder dalam Soccer’s Most Wanted . Pasca Perang Dunia, pada 1946 trofi itu diubah namanya menjadi Jules Rimet Trophy. Trofi ini baru kembali diperebutkan pada Piala Dunia 1950 di Brasil. Perang memang sudah usai, namun Trofi Jules Rimet tetap terancam. Empat bulan sebelum Piala Dunia 1966 di Inggris, trofi ini dicuri ketika dipajang pada Pameran Stampex di Westminster Central Hall, 20 Maret 1966. Publik sepakbola dunia geger. Wakil Ketua Dewan Asosiasi Sepabola Inggris (FA) Jack Steward rela menjadi pihak yang disalahkan. Sehari setelah kejadian, orang tak dikenal menelepon Ketua FA Joe Mears, meminta tebusan 15 ribu poundsterling. Polisi berhasil menciduk pencuri bernama Edward Betchley itu. Sayangnya, polisi tak menemukan trofinya. Akhirnya, Trofi Jules Rimet ditemukan tanpa sengaja. Pada 27 Maret 1966, ketika jalan-jalan di Beulah Hill, sebuah distrik di tenggara Kota London, David Corbett dan anjingnya, Pickles, menemukan trofi itu terbungkus koran lalu membawanya ke Kantor Polisi Gypsy Hill. Anjing dan tuannya diberi penghargaan, sementara trofinya diserahkan kepada FA sebelum pembukaan Piala Dunia 1966. FIFA memberikan hak kepemilikan permanen Trofi Jules Rimet kepada Brasil setelah memenangi Piala Dunia untuk ketiga kalinya pada 1970. Federasi Sepakbola Brasil (CBF) memajang trofi itu dalam lemari kaca di markasnya di Rio de Janeiro. Sialnya, pada 19 Desember 1983, markas CBF dibobol maling. Dalam Futebol: The Brazilian Way of Life, Alex Bellos menguraikan empat perampok membobol sisi belakang lemari kaca tempat Trofi Jules Rimet dengan linggis. Tak hanya itu, setelah mengelabui para penjaga, mereka juga menggondol Trofi Equaitativa dan Jurrito. Polisi berhasil mengidentifikasi dan menangkap para pencuri yaitu Sergio Pereira “Peralta” Ayres, seorang bankir dan agen pemain; Francisco Rivera, mantan opsir polisi; Jose Luiz Vieira, seorang dekorator, serta Antonio Setta. Peralta mengakui trofi itu sudah dilelehkan untuk dijadikan emas batangan oleh Juan Carlos Hernandez, pedagang emas asal Argentina. CBF meminta Eastman Kodak untuk membuat replika trofi itu. Presiden Brasil Joao Figueiredo menerima trofi replika itu pada 1984.

bottom of page