Hasil pencarian
9572 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Batu Akik dari Zaman Purba
DEMAM batu akik melanda. Orang-orang membicarakan, mengenakan, dan saling menunjukkan batu akik mereka. Penjual sekaligus pengasah batu akik bermunculan di pinggir-pinggir jalan. Media tak henti memberitakan batu akik. Tren baru? Tidak. Batu akik sebagai perhiasan sudah digunakan manusia purba pada zaman logam sekira 3000-2000 SM. Pada tingkat perundagian ini, menurut Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia Volume 1 , mereka membuat manik-manik (perhiasan kalung) dari bermacam-macam bahan dengan berbagai bentuk dan warna, antara lain batu akik (komalin), kaca dan tanahliat yang dibakar. Mingguan Djaja , 1964, mencatat bahwa batu akik dan batu-batu lain yang dianggap menarik memainkan peran penting dalam kehidupan rohaniah manusia-manusia prasejarah. “Batu setengah mulia yang diasah sebagai manik sering dijumpai sebagai bekal kubur bagi manusia nirleka itu.” Pada masa Hindu-Budha, batu akik juga menjadi salah satu benda yang dikuburkan dalam candi –berasal dari Candika, salah satu nama untuk Durga sebagai Dewi Maut. Menurut arkeolog R. Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 , yang dikuburkan ( cinandi ) di situ bukanlah mayat atau pun jenazah, “melainkan bermacam-macam benda, seperti potongan-potongan berbagai jenis logam dan batu-batu akik, yang disertai dengan saji-sajian.” Kerajaan-kerajaan Nusantara menjadikan batu akik sebagai salah satu komoditas perdagangan. Barang-barang yang diekspor kerajaan Aceh, menurut sejarawan Denys Lombard dalam Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda 1607-1636 , antara lain perhiasan bebatuan seperti batu mulia, akik, batu ambar, dan hablur. Batu akik menjadi perhiasan yang lazim bagi masyarakat Nusantara setidaknya sejak 1930-an. Hal ini diketahui dari naskah berbahasa Jawa, Kawruh Makelar Barang Kina , karya P. Rubadi Wangsadimeja, yang tinggal di Ambarawa. Naskah ini menceritakan berbagai kisah tentang benda-benda yang umum diperjualbelikan sekira 1930 di daerah Kedu, Jawa Tengah. Masing-masing cerita dilengkapi dengan gambar-gambar sebagai ilustrasi. “Benda-benda seperti dhuwung atau keris, batu akik, dan kulit binatang yang dipercaya mengandung kekuatan magis, sangat digemari dan diburu oleh para peminat,” tulis T. E. Behrend dalam Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3-A . "Para pedagang atau makelar sebagai orang yang menawarkan barang-barang tersebut, berupaya mendapatkannya dari masyarakat, untuk kemudian dijualnya kembali dengan harga yang sangat tinggi.” Naskah ini menunjukkan pada masa itu batu akik telah menjadi barang yang digemari masyarakat. Dalam Lembaga Budi, terbit tahun 1940, Buya Hamka, menyinggung hobinya mengoleksi tongkat, sekaligus batu akik yang lagi tren. “Berapa banyaknya tongkat yang harganya sampai Rp200, seketika musim bertongkat! Berapa banyaknya cincin akik yang berharga beribu rupiah, seketika musim bercincin,” kata Hamka.
- Hari Ini VOC Berdiri
PADA 20 Maret 1602, enam perusahaan dagang Belanda menggabungkan diri membentuk Verenigde Oostindie Compagnie (VOC atau Kongsi Dagang Hindia Timur). Penggabungan ini mengakhiri persaingan di antara perusahaan-perusahaan dagang Belanda. Juga membuat Belanda lebih siap menghadapi pesaingnya, Inggris, Portugis, dan Spanyol. VOC dipimpin suatu dewan pengelola atau majelis para pengurus yang terdiri dari 17 utusan dari enam kamar dagang yang sudah dilebur dalam VOC. Ketujuhbelas pemimpin itu dikenal dengan sebutan Heeren Zeventien atau 17 tuan. Sementara itu untuk level manajerial ada 60 direktur yang terdiri dari 20 orang wakil dari Amsterdam, 12 wakil Zeeland dan tujuh wakil untuk empat kamar dagang kecil lainnya. Pemerintah Kerajaan Belanda memberikan hak-hak istimewa ( octrooi ): monopoli perdagangan, memiliki mata uang, mewakili pemerintah Belanda di Asia, mengadakan pemerintahan sendiri, mengadakan perjanjian dengan penguasa-penguasa lokal, menjalankan kekuasaan kehakiman, memungut pajak, memiliki angkatan perang, dan menyatakan perang. Oleh karena itu, VOC sering disebut “negara dalam negara.” Dari semua wilayah operasi VOC, wilayah Hindia Timur (sekarang Indonesia) yang terluas dan menjadi wilayah terpenting di Asia. Oleh karena itu, seluruh kantor VOC di Asia (dan Tanjung Harapan) tunduk pada gubernur jenderal VOC di Batavia. Menurut sejarawan Arsip Nasional Republik Indonesia, Mona Lohanda, VOC dianggap sebagai perusahaan multinasional pertama di dunia. Dari Batavia yang secara resmi dirayakan pembentukannya pada 30 Mei 1619, Kompeni dagang itu melebarkan sayap ke berbagai penjuru dengan berbagai intrik politik dan tarik ulur dalam menghadapi penguasa-penguasa lokal di wilayah Nusantara. Menurut sejarawan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Sri Margana, campur tangan VOC dalam urusan politik kerajaan-kerajaan di Nusantara hampir semua kasus karena undangan mereka yang sedang mengalami masalah pemberontakan atau suksesi. Setiap kali campur tangan, kontrak atau perjanjian politik ditandatangani. Selama duaratus tahun VOC di Nusantara telah ditandatangani tidak kurang seribu perjanjian . “Dari fakta ini,” kata Margana, “tidak mengejutkan jika ada pendapat bahwa yang terjadi dengan penjajahan oleh Belanda di Indonesia adalah invited colonialism (kolonialisme yang diundang).” Setelah beroperasi hampir dua abad, VOC dibubarkan. Korupsi dianggap sebagai penyebabnya sehingga VOC diplesetkan menjadi Vergaan Onder Corruptie (Runtuh Lantaran Korupsi). Namun, menurut Margana, akibat campur tangan dalam politik kerajaan-kerajaan di Nusantara, VOC terlibat dalam berbagai peperangan, baik di Jawa, Sulawesi maupun Maluku. Selain itu, mereka juga berperang dengan rivalnya, Inggris, Portugis, dan Spanyol. Peperangan ini telah menguras kas perusahaan. “Biaya perang dan ekspedisi militer ke berbagai wilayah ini sangat besar, bahkan lebih besar dari pemasukan VOC sebagai organisasi dagang,” kata Margana. Pada 31 Desember 1799, VOC resmi dinyatakan bangkrut dan dibubarkan. Seluruh utang dan aset-asetnya diambilalih oleh pemerintah Kerajaan Belanda dan menjadikannya sebagai wilayah koloni yang disebut Hindia Belanda. Sejak itu, tahun 1800, didirikanlah pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang bertahan sampai tahun 1942.
- Membunuh Planet Pluto
MALAM, 18 Februari 1930. Langit di atas Observatorium Lowell, Flagstaff, Arizona, Amerika Serikat, cukup cerah untuk melakukan pengamatan astronomi. Di dalam observatorium Clyde William Tombaugh, seorang pemuda dari Kansas berusia 23 tahun yang direkrut Observatorium Lowell karena karya-karya gambar astronominya, sedang mengamati langit. Dia mencari apa yang oleh para astronom saat itu sebut dengan Planet X, sebuah planet lain di belakang Neptunus. Pencarian Planet X sudah dimulai Percival Lowell, pendiri Observatorium Lowell, sejak 1905. Namun pencariannya tidak membuahkan hasil, sampai kematiannya pada 1916. Berbekal hasil penelitian Lowell inilah Tombaugh melakukan penelitian intensif untuk menemukan Planet X. Dan malam itu dia berhasil. Dia menemukan sebuah benda langit menyerupai planet. Penemuan Tombaugh kemudian dipublikasikan. “Observatorium Lowell mempublikasikan penemuan Tombaugh kepada dunia pada 13 Maret, tanggal yang secara hati-hati dipilih karena bertepatan dengan 75 tahun kelahiran Percival Lowell dan perayaan 149 tahun penemuan Uranus,” tulis David Andrew Weintraub dalam Is Pluto a Planet? A Historical Journey Through the Solar System. Saat itu planet yang baru ditemukan belum bernama. Ribuan saran masuk ke Observatorium Lowell, yang kemudian mengerucutkan tiga nama yang dianggap terbaik: Minerva, Cronus, dan Pluto. Setelah diadakan pemilihan suara, Observatorium Lowell akhirnya memutuskan untuk menamakan Planet X ini Pluto. Sejak itu, Pluto menjadi planet kesembilan yang diketahui manusia. Nama Pluto bukan dicetuskan astronom atau ilmuwan, tapi gadis berumur sebelas tahun dari Oxford, Inggris, bernama Venetia Burney. Dia terinspirasi berkat hobinya mempelajari mitologi klasik. Dalam mitologi Romawi, Pluto adalah nama dewa yang menguasai dunia kematian, seperti Hades dalam mitologi Yunani. “Dalam opini Burney, dunia kekuasaan Pluto yang ‘suram dan misterius’ cocok dengan keadaan Planet X itu,” tulis Laurence A. Marschall dan Stephen P. Maran dalam Pluto Confidential: An Insider Account of the Ongoing Battles over the Status Pluto . Kesan angker nama Pluto menguap begitu saja di mata masyarakat. Mayoritas justru menyukainya. Buku-buku pelajaran dan ensiklopedia ilmu pengetahuan diperbarui untuk mencantumkan Pluto sebagai planet terbaru. Pluto juga mendapat tempat tersendiri di hati anak-anak, terutama karena ia dianggap sebagai planet paling bungsu dan ukurannya kecil. Walt Disney membuatnya kian populer setelah memberi nama salah satu tokoh kartunnya Pluto, anjing peliharaan Mickey Mouse. “Menurut Studio Walt Disney tidak ada dokumen resmi yang menyatakan bahwa tokoh anjing ini dinamakan sama dengan planet, tapi tak dapat diragukan bahwa film-film Disney dan komik-komiknya membantu membuat Pluto menjadi planet favorit anak-anak,” tulis Govert Schilling dalam The Hunt for Planet X: New Worlds and the Fate of Pluto. Namun euforia penemuan Pluto juga diikuti dengan sikap skeptis beberapa astronom, yang menyangsikan Pluto temuan Tombaugh adalah Planet X yang dimaksud Lowell. Status Pluto sebagai sebuah planet pun makin dipertanyakan pada medio 2000-an. Pada 24 Agustus 2006, Himpunan Astronomi Internasional mengeluarkan definisi terbaru tentang planet. Sebuah benda langit dapat dikatakan sebagai sebuah planet apabila memenuhi tiga syarat: mengorbit matahari, berukuran besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat, dan memiliki jalur orbit yang bersih atau tak ada benda langit lain di orbit tersebut. Pluto gagal memenuhi syarat ketiga; orbit Pluto kadang memotong orbit Neptunus. Pluto akhirnya dikategorikan hanya sebagai “planet katai” atau planet kerdil. Statusnya sebagai planet kesembilan dicabut. Buku-buku pelajaran di seluruh dunia pun mesti direvisi. Namun muncul protes dari masyarakat, terutama di Amerika Serikat. Pluto adalah satu-satunya planet yang ditemukan di Amerika, dan pencabutan statusnya dianggap melukai harga diri mereka. Bahkan, “seorang asisten profesor bidang fisika dan ilmu tata surya di disoraki 300 mahasiswanya ketika dia mengabarkan hal ini, ‘Aku memberitahu kelasku bahwa Pluto bukanlah sebuah planet lagi’,” tulis Marschall dan Maran. Neil deGrasse Tyson, salah satu astronom kenamaan yang berperan besar dalam mengubah status Pluto, pun mendapat surat kaleng dari seorang anak sekolah karena dianggap “membunuh Pluto.” Sampai saat ini, para astronom masih belum tahu banyak tentang permukaan Pluto, kecuali suhunya yang sangat dingin karena terletak amat jauh dari matahari. Pada 2015, wahana New Horizons yang diluncurkan pada 2006 akan tiba di dekat Pluto untuk mengambil gambar. Sampai saat itu tiba, Pluto tetap menjadi misteri sains. Namun, bagi mayoritas masyarakat yang terlanjur menyukai, Pluto telah menjadi ikon kultural, apapun statusnya.
- Tafsiran dan Ejekan Lambang Partai
PEMILIHAN umum pertama tahun 1955 dianggap paling demokratis. Meski demikian persaingan untuk meraih pemilih sangat keras. Selain mengajak orang untuk memilih partainya dengan berbagai alasan, para juru kampanye, terutama dari partai-partai besar, tak segan menyerang partai lain dengan cara mengejek dan menjelek-jelekkan lambang partai. Partai-partai dikenal melalui simbol mereka yang terpampang di poster, papan iklan, dan baliho: Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan palu dan arit, Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan banteng di dalam segitiga, Masyumi dengan bulan sabit dan bintang, dan Nahdlatul Ulama (NU) dengan bola bumi yang dikelilingi tali dan sembilan bintang. Menurut sejarawan MC. Ricklefs, berbagai poster, papan, dan baliho suatu partai tidak jarang diturunkan lawan-lawannya. “Hal tersebut juga menginspirasi klaim, klaim-balik, serta lelucon-lelucon politik yang mudah dimengerti oleh mereka yang buta huruf sekalipun,” tulis Ricklefs dalam Mengislamkan Jawa. Partai-partai, menurut Herbert Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia , membuat tafsiran-tafsiran atas lambang partai mengingat betapa pentingnya tanda gambar sebagai alat untuk menciptakan ikatan yang efektif dengan partai. Juru kampanye PNI berbicara tentang ciri-ciri banteng yang telah lama menjadi lambang kaum nasionalis. Rakyat Indonesia, kata mereka, seperti banteng, sabar dan tidak cepat marah, tetapi sekali marah akan mengamuk tanpa ampun. Juru kampanye NU punya banyak tafsiran tentang lambang gambar mereka. Menurut mereka, tali melambangkan Islam; sembilan bintang adalah walisongo, sembilan wali yang menjadi tokoh kunci penyebaran Islam; dan bumi atau dunia sebagai tempat manusia tinggal bentuknya bulat karenanya harus diikat agar tidak bergoncang, sehingga mereka seharusnya memilih gambar bumi dengan tali yang terikat di seputarnya. “Atau, bahwa simbol NU bukanlah ciptaan manusia, melainkan diterima sebagai semacam wahyu ilahi,” tulis Ricklefs. Semboyan PKI yang paling sederhana: “PNI partai priayi, Masyumi dan NU partai santri, tetapi PKI partai rakyat.” Juru kampanye PKI mendorong para pemilih miskin untuk mencoblos palu dan arit karena “mereka berharap untuk mencoblos (yaitu membajak) tanah pertanian,” tulis Ricklefs. PKI menekankan pegangan para petani seharusnya “palu dan arit” dan bukan “lintang rembulan” (bintang bulan, Masyumi) atau gambar “jagat lintang sanga” (bumi dengan sembilan bintang, NU), karena petani bekerja dengan arit. Sedangkan Masyumi mengajak mencoblos lambang bulan sabit dan bintang, sebab dua benda itulah yang memberi terang semua umat Islam. Di pihak lain, menurut Feith, adalah biasa bagi sebuah partai menyerang partai lain dengan memburuk-burukkan tanda gambar partai lawannya. Di daerah-daerah tertentu di Jawa, Masyumi diserang atas dasar takhayul bahwa bulan dan bintang lambang kejahatan. Sebaliknya, Masyumi menyerang PKI sebagai partai kafir, siapa yang ikut bisa menjadi kafir. Masyumi juga mengejek kiai yang bergandengan tangan dengan PKI. “ Kiai sing nganten iku yen dicukur sirahe, terus diwenehi jeruk pecel, mesti medal gambare palu arit (Kiai semacam itu apabila dicukur kepalanya, kemudian diberi jeruk pecel, pasti akan keluar gambar di kepalanya palu arit),” tulis Achmad Zainal Huda dalam Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa. Masyumi tidak hanya menyerang musuh bebuyutannya, PKI, tetapi juga menyerang partai Islam lain, NU dan Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). “Masing-masing dengan lambang yang mengandung huruf Arab, menjadi bulan-bulanan serangan juru kampanye Masyumi yang mengatakan huruf Arab itu suci dan menusuknya berarti menodainya,” tulis Feith. NU mengutip sebuah mitos dari buku kuno bahwa nanti akan ada ratu kembar berebut untuk menjadi ratu. Tak ada yang mampu menjadi ratu kecuali ratu yang tidak ada bayang-bayangnya. Siapa? Kerbau, sapi (maksudnya PNI), ada bayangnya. Linggis, pisau, bendo, palu dan arit (PKI), semua memiliki bayangan. Bintang (Masyumi), matahari, rembulan semua ada bayangannya. “Yang tidak memiliki bayangan hanya satu, yaitu jagad (bumi, lambang NU, red ),” tulis Zainal Huda. PNI yang dengan tegas menyatakan diri sebagai Partai Sukarno, menyerang PKI sekaligus partai-partai Islam: “Saudara jangan mau dibawa ke Arab, dan jangan mau diajak ke Rusia. PNI adalah partai Bung Karno. Belum ada partai-partai lain yang berjuang, PNI telah memperjuangkan kemerdekaan.” Menghubungkan Islam dengan sesuatu dari Arab juga jadi bahan kampanye PKI. Ketika kampanye di Lapangan Banteng Jakarta, menurut Alwi Shihab dalam Betawi: Queen of The East, seorang pembicara PKI mengatakan, “Saudara-saudara jangan memilih partai Islam karena nantinya Lapangan Banteng diubah menjadi Lapangan Onta.” “Tentu saja ini merupakan joke politik guna menggembosi partai lain,” tulis Alwi Shahab.
- Palu Arit Selalu Bikin Sengit
Tugu di pinggir jalan tol Madiun diributkan. Ada yang menganggapnya palu dan arit, lambang Partai Komunis Indonesia (PKI). Roy Suryo, politisi dan mantan Menpora, mencuit di akun twitter -nya, @KRMTRoySuryo2 pada Minggu (9/2): "Tweeps, patung yg terletak di pinggir Jalan Tol Madiun ini lagi kontroversi, banyak pihak yg menginginkan Patung ini dibongkar karena mengingatkan Trauma masa lalu di daerah tersebut sekitar tahun 1948 silam. Bagaimana pendapat anda? Benarkah Patung ini mirip2 simbol2 tertentu?" Kicauan Roy Suryo ditanggapi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, yang menulis di akun twitter -nya, "Kesan 'Palu Arit' tak bisa dinafikan. Apakah ada kesengajaan." PT Jasamarga (Persero) membantah tugu itu logo palu arit. Itu adalah logo perusahaan pengelola jalan tol Ngawi-Kertosono, yaitu PT Jasamarga Ngawi Kertosono Kediri (JNK), anak perusahaan PT Jasamarga. Palu arit sebagai lambang komunisme muncul ketika Revolusi Rusia pada 1917. Palu melambangkan pekerja industri dan arit mewakili para petani. Paham Marxisme-Komunisme dibawa Henk Sneevliet ke Hindia Belanda pada 1913. Dia mendirikan Indische Sociaal-Democratische Vereniging (ISDV) yang kemudian berubah menjadi PKI pada 23 Mei 1920. PKI melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda pada 1926, namun gagal. Karena itu, pemerintah kolonial melarang PKI terhitung 3 Mei 1926. Tugu di simpang susun gerbang tol Madiun yang dianggap palu arit, lambang PKI. Padahal, itu adalah logo PT JNK (PT Jasamarga Ngawi Kertosono Kediri), pengelola jalan tol Ngawi-Kertosono. (Dok. Jasa Marga) Menurut Ruth T. McVey dalam Kemunculan Komunisme di Indonesia , PKI secara efektif menjadi gerakan bawah tanah, keanggotaannya terlarang bagi pegawai negeri, dan mereka tidak dapat menggelar pertemuan dan tidak dapat menyatakan diri secara terbuka. “Bahkan sarung dengan motif palu arit dilarang oleh hukum yang baru,” tulis McVey. Seorang anggota partai telah membuat desain batik palu arit pada pertemuan PKI Desember 1920 di markas Sarekat Islam Semarang. Menariknya, lanjut McVey, pakaian batik dengan motif palu arit atau bintang dan bulan sabit (emblem Sarekat Rakyat, perubahan dari Sarekat Islam Merah), yang dibuat industri batik di Surakarta, disukai kalangan pendukung Mua′alimin (kelompok komunis dari kalangan Islam). Sarung serupa juga menarik minat orang-orang di pesisir barat Sumatra. Padahal, “Terlarang untuk menjual ataupun memakai sarung dan batik ini,” tulis McVey. PKI baru muncul dan menjadi partai resmi setelah Indonesia merdeka dengan keluarnya Maklumat X oleh Muhammad Hatta pada Oktober 1945 tentang pendirian partai-partai politik. PKI keluar sebagai salah satu partai besar setelah PNI, Masyumi, dan Nahdlatul Ulama, berdasarkan hasil pemilu pertama 1955. Hingga akhirnya PKI dibubarkan dan dinyatakan sebagai partai terlarang pasca Peristiwa 30 September 1965 hingga sekarang. Pasal 2 Tap MPRS No. XXV/1966 menyebutkan bahwa “setiap kegiatan menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut, dilarang.” Namun, ketetapan tersebut mengizinkan “kegiatan mempelajari secara ilmiah komunisme/marxisme-leninisme seperti pada universitas-universitas...” Ternyata, aparat pernah mengizinkan penggunaan lambang palu arit untuk keperluan film Soe HokGie (2005). Badan sensor, yang memeriksa film tersebut selama 3-4 hari, juga meloloskan adegan yang menampilkan PKI dengan lambangnya, bendera palu arit. Menurut John Roosa dalam Dalih Pembunuhan Massal , pembuat film tentang Soe Hok Gie harus meminta izin polisi untuk menggunakan bendera palu arit sebagai perlengkapan dan menyerahkan bendera-bendera itu kepada polisi untuk segera dibakar sesudah pembuatan film selesai. *Tulisan ini diperbarui pada 11 Februari 2020.
- Pertanda dari Gunung
PADA 21 dan 22 Mei 1901, Gunung Kelud meletus. Tak lama kemudian, 6 Juni 1901, Sukarno lahir. Bencana ini dianggap banyak orang yang percaya tahayul sebagai “penyambutan terhadap bayi Sukarno” yang kelak akan menjadi orang besar: tokoh pergerakan, proklamator, dan presiden pertama Republik Indonesia. Mengapa masyarakat Indonesia –khususnya Jawa dan Bali– menganggap gunung (meletus) sebagai pertanda? Dalam Wastu Citra , YB Mangunwijaya mencatat bahwa gunung dalam banyak kebudayaan selalu dihayati sebagai Tanah Tinggi, tempat yang paling dekat dengan Dunia Atas. Para dewata selalu dibayangkan hidup dalam wilayah puncak-puncak gunung: Olympia (Yunani), Haraberezaiti (Iran), Gerizim (Palestina), dan Meru (India, Jawa, Bali); bahkan sampai membuat gunung buatan seperti bangunan zigurat (Mesopotamia), pagoda (Birma, Thailand), atau stupa (India, Jawa). Di Jawa, menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Jawa Jilid 3 , pemujaan asli yang lebih kuno ditujukan kepada gunung-gunung dan dikaitkan pada diri sang raja. “Pada pemujaan kuno itu tercangkoklah tema Gunung Meru, pusat jagat raya, lalu gagasan bahwa maharaja terkait pada poros itu dan harus dianggap sebagai Penguasa Gunung,” tulis Lombard. Kendati pemujaan terhadap gunung sudah ada sejak masa awal sejarah Jawa, namun baru pada abad ke-11, dalam kakawin Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa, ditemukan adanya pemujaan gunung di Jawa. Arjunawiwaha menyebut Raja Airlangga memanjatkan pujian kepada Gunung Indraparwata. Bukti-bukti lebih banyak lagi terdapat pada abad ke-14. Dalam Nagarakertagama , Prapanca memohon perlindungan Parwanatha (penguasa gunung), yang tiada lain adalah Raja Majapahit yang sedang berkuasa, Hayam Wuruk. Mpu Tantular berbuat serupa dalam karyanya Sutasoma dengan mempersembahkan salah satu lagu pujiannya kepada Girinatha (raja gunung), yang mengacu pada dewa tertinggi Siwa sekaligus gunung kosmis. Nama Girindra , tulis Lombard, masuk dalam gelar beberapa raja Majapahit. Pada abad 10, yang berfungsi sebagai gunung suci adalah Gunung Penanggungan, terletak di Mojokerto dan Pasuruan, Jawa Timur. Sekalipun relatif rendah (1.659 meter), gunung ini terdiri dari sebuah kerucut pusat disertai empat kerucut kecil tambahan, sehingga merupakan perwujudan sistem mata angin kosmis. Dari masa ke masa, di lereng-lerengnya dibangun candi dan pertapaan yang menurut para arkeolog berjumlah tidak kurang 81 situs. Selain sebagai tempat pertapaan, kaki gunung biasanya menjadi ibukota kerajaan dan tempat pemakaman para raja. Ketika Islam masuk ke Nusantara, kosmologi gunung sebagai kosmis dipertahankan. “Tema gunung kosmis sebagian diambil-alih karena para wali (penyebar agama Islam, red ) juga berusaha menetap (dan dikuburkan) di ketinggian: di Gunung Giri, Gunung Jati (di dekat Cirebon), Bayat (dekat Klaten),” tulis Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Jawa Jilid 2. Sunan Gunung Jati, Sunan Giri, dan Sunan Bayat lebih dikenal ketimbang nama aslinya Syarif Hidayatullah, Raden Paku, dan Ki Ageng Pandanaran. Dalam arsitektur, menurut Mangunwijaya, citra gunung dapat dilihat pada bangunan-bangunan pintu gapura di Bali dan masjid-masjid, bahkan wantilan-wantilan (balai sabung ayam) di Bali. Lombard mencontohkan, struktur bagian atas salah satu pintu gerbang menuju halaman Masjid Sendang Duwur di Tuban, Jawa Timur, yang dibangun pada abad ke-16, menyerupai gunung kosmis dengan kedua sayap di sampingnya yang terbuat dari bata. “Struktur ini dipinjam dari simbolik Hindu Jawa,” tulis Lombard. Mengingat kosmologi gunung sebagai poros dunia dan terkait “orang besar yang berkuasa,” tidak mengherankan bila masyarakat Jawa menganggap aktivitas gunung sebagai pertanda. Sukarno lahir tidak lama setelah Gunung Kelud meletus, dan –bisa saja kebetulan– “Raja Jawa” ini jatuh dari kekuasaannya setelah menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), juga ditandai dengan meletusnya Gunung Kelud pada 26 April 1966. Lantas, pertanda apa dari letusan Gunung Kelud kali ini? Paling tidak, sebentar lagi kita akan pemilihan umum untuk memilih penguasa yang baru.
- Rekreasi dan Beraksi di Taman Suropati
DI pusat kawasan “kota taman” Menteng terdapat sebuah taman yang dikelilingi pepohonan rindang dan dihiasi bebungaan. Sekarang dikenal sebagai Taman Suropati, taman yang menyimpan banyak cerita sejak masa Hindia Belanda. Berdasarkan rancangan pembangunan wilayah tanah partikelir Gondangdia dan Menteng yang dibuat arsitek P.A.J. Moojen pada 1912, pusat kota taman Menteng adalah lapangan bundar yang luas. Lapangan ini menjadi titik temu jalan-jalan utama. Namun, lantaran lapangan bundar yang luas itu tak mendukung kelancaran lalu lintas, rencana Moojen diubah. Pada 1918, pemerintah Gementee (Kota) Batavia lantas menugaskan arsitek F.J. Kubatz dan F.J.L. Ghijsels untuk menyempurnakannya. Adolf Heuken dan Grace Pamungkas dalam Menteng: Kota Taman Pertama di Indonesia menuliskan, “Menteng sekarang menunjukkan pola yang diciptakan Kubatz atas dasar rencana Moojen.” Taman Suropati kini pun merupakan hasil penyempurnaan dari rencana Moojen. Dari rencana lapangan luas kemudian direalisasikan menjadi sebuah taman di pusat kawasan Menteng. Lahan tersebut mulai ditanami pohon dan bunga pada 1920. Pada masa Hindia Belanda taman di pusat Menteng ini dikenal dengan nama Burgemeester Bisschopsplein sebagai penghormatan bagi burgemeester (walikota) Batavia pertama, G.J. Bisshop (menjabat 1916-1920). Burgemeester Bisschopsplein terletak di depan Logegebouw , kini gedung Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional). Setelah Indonesia merdeka, Burgemeester Bisschopsplein berganti nama menjadi Taman Suropati. Warga memanfaatkannya untuk olahraga, jalan santai, sekadar mencari kesejukan, bermain, atau duduk-duduk menikmati keindahan taman. Selain itu, bahkan hingga kini, Taman Suropati kerap dijadikan tempat dadakan perkumpulan dan rapat terbuka. Di masa Orde Lama misalnya, sebagai respons atas kondisi politik kala itu, Nahdlatul Ulama Jakarta Raya bersama organisasi masyarakat lainnya mengadakan rapat umum di Taman Suropati. Seperti diberitakan Kompas , 21 Oktober 1965, mereka menghimpun kekuatan untuk mendukung langkah pemerintah dalam Konferensi Internasional Anti Pangkalan Asing (KIAPMA), mengganyang imperialis Inggris dan Amerika Serikat, serta menuntut pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Tak hanya aksi politik, Taman Suropati adalah saksi dan rumah bagi para seniman beserta karyanya. Banyak seniman menjajakan lukisan karyanya di Taman Suropati. Taman ini juga dihuni enam patung atau monument karya seniman dari negara-negara pendiri ASEAN sebagai simbol persahabatan. Karya tersebut ditempatkan secara resmi pada 20 Desember 1984. “Keberadaannya menggeser patung-patung lama yang berupa binatang, seperti gajah, jerapah, dan sebagainya,” tulis Kompas , 21 Desember 1984. Memasuki dekade 1990-an, seperti berita Kompas 19 Agustus 1994, taman tak semasyhur dulu. Ruang terbuka hijau tak lagi jadi pilihan utama untuk melarikan diri dari kebisingan kota. Hal ini dipicu perkembangan pusat perbelanjaan dan hiburan modern, serta taman yang kurang terawat. Namun kini, dengan perbaikan kondisi taman, Taman Suropati kembali jadi pilihan untuk tempat berkumpul berbagai komunitas setiap akhir pekan.
- Berpesta di Braga
KALA akhir pekan datang, para pengusaha perkebunan di Priangan “turun gunung”. Sejak 1870-an mereka mengadakan pertemuan Perkumpulan Pertanian Bandung ( Bandoengsche Landbouwvereniging ) di sebuah bangunan kecil di Jalan Pos atau Grotepostweg . Selain pertemuan formal, mereka kerap mengadakan acara hiburan. Pada 1879, perkumpulan yang semula beranggota 18 orang itu resmi berdiri dengan nama Societeit Concordia . Pada 1895, untuk mengakomodasi kegiatan-kegiatan hiburan, Societeit Concordia pindah ke bangunan megah di Jalan Pedati (kemudian lebih dikenal sebagai Jalan Braga atau Bragaweg ). Sebelumnya bangunan itu digunakan Perkumpulan Sandiwara Braga ( Toneelvereeniging Braga ). “Di sinilah Societeit Concordia sebagai perkumpulan kaum elite mencapai puncak popularitasnya,” tulis Ridwan Hutagalung dan Taufanny Nugraha dalam Braga Jantung Paris van Java. Societeit Concordia adalah satu dari sekian banyak societeit yang muncul di kota-kota besar di Hindia Belanda pada abad ke-19. Kemunculannya mempertegas jurang pemisah antara kalangan Eropa dan bumiputera. “Orang Eropa mengemban gaya hidup eksklusif,” tulis Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya 1 . Keseharian mereka sarat dengan kenangan Barat. Mereka menciptakan perkumpulan dengan hiburannya yang hanya bisa dinikmati kalangan elite dan terlalu mahal untuk diikuti kaum bumiputera. Biasanya, Societeit Concordia menghelat pertunjukan musik, sandiwara, dan dansa setiap Sabtu. Pertunjukan digelar hingga sore. Jelang malam, mereka menikmati minuman keras dan berakhir dengan pesta dansa. Di hari Minggu, Societeit Concordia ramai oleh remaja bermain sepatu roda. Ada kalanya diadakan pertunjukan panggung di halaman gedung. Kadangkala orkes amatir pegawai perkebunan tampil menghibur. Tak hanya hiburan rutin setiap akhir pekan, Societeit Concordia pun menggelar acara khusus pertunjukan musik dan tari setiap tiga bulan sekali bertajuk Bragabal . Pada malam pergantian tahun, Societeit Concordia mengadakan perayaan. Societeit Concordia yang selalu ramai oleh hiburan rutin dan acara khusus membuatnya disebut sebagai societeit tebaik di Hindia Belanda. Kegiatan Societeit Concordia terus berkembang. Karenanya, pada 1921 dilakukan perbaikan dan penambahan gedung. Di bawah arsitek Wolff Schoemaker, Schouwburg Concordia , yakni gedung khusus pertunjukan, didirikan berdampingan dengan gedung utama Societeit Concordia . Menurut A. Sobana Hardjasaputra dalam disertasinya “Perubahan Sosial di Bandung 1810-1906,” Societeit Concordia mencirikan bertambahnya kehidupan modern di Kota Bandung pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, sejalan dengan bertambahnya penduduk Eropa beserta aktivitas-aktivitasnya. Societeit Concordia mendorong tumbuhnya pertokoan di Jalan Braga yang khusus menjual kebutuhan berpesta. Perkumpulan ini pun berperan dalam mengembangkan sarana dan jalur transportasi menuju Jalan Braga. Hingga akhirnya, Jalan Braga dikenal sebagai jantung kota Bandung. Gedung Schouwburg Concordia semasa Sukarno kemudian berganti nama menjadi Gedung Merdeka. Sedangkan gedung Societeit Concordia sekarang dikenal sebagai Museum Asia Afrika. Gemerlap Hindia Belanda di Jalan Braga menjelma menjadi kenangan bersejarah bangsa Asia-Afrika yang mengadakan konferensi menuntut kemerdekaan bagi bangsa-bangsa Asia-Afrika pada April 1955.
- Atas Nama Berdikari
PEMILIHAN umum presiden kian dekat. Tiap calon mengusung misi dan visi masing-masing. Walau terkadang berlawanan, dalam bidang ekonomi keduanya bersepakat bahwa perekonomian Indonesia harus bisa berdiri di atas kaki sendiri. Prabowo menyebutnya “ekonomi kerakyatan” sedang Jokowi “ekonomi berdikari”. Jargon-jargon seperti itu bukan barang baru. Di masa pemerintahan Sukarno, gagasan kemandirian ekonomi sudah diserukan, “bahkan dijadikan sebuah orientasi politik pembangunan,” ujar Amiruddin Al-Rahab, penulis buku Ekonomi Berdikari Sukarno , dalam diskusi di Freedom Institute, Menteng, 26 Juni 2014. Turut hadir pula Peter Kasenda sebagai pembicara dan Wilson sebagai moderator. Menurut Amiruddin, Sukarno ingin mengubah perekonomian Indonesia yang masih berjiwa kolonial dan didominasi asing menuju perekonomian berdikari yang lebih menguntungkan Indonesia. Caranya melalui pelaksanaan sebuah kebijakan ekonomi baru: Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Program transformasi ekonomi itu pada akhirnya berbenturan dengan sentimen modal asing. Penyelesaiannya? Sukarno berkompromi; modal asing boleh masuk namun dengan batasan yang jelas. “Pada tahun 1963, Sukarno menyerukan kebijakan ekonomi yang tertuang dalam Dekon (Deklarasi Ekonomi). Di dalamnya, Sukarno sedikit berkompromi terhadap asing dan pihak swasta. Modal asing boleh masuk, tapi sharing . 60% untuk Indonesia, dan 40% untuk asing, ditambah setelah 20 tahun akan menjadi milik Indonesia sepenuhnya,” tutur Amiruddin. Peluncuran dan Diskusi buku Ekonomi berdikari sukarno Kompromi ala Sukarno itu tidak disukai negara-negara poros Barat. Maka, Sukarno berpaling ke Tiongkok dan Uni Soviet. Dia mengandalkan modal dari poros Timur untuk menopang kebijakan ekonomi berdikarinya. Pada kenyataannya, upaya merealisasikan kebijakan itu teramat sulit. Salah satu alasannya, badan-badan politik saat itu belum sepenuhnya dikuasai Sukarno, defisit anggaran akibat operasi Trikora dan Dwikora, serta praktik korupsi dalam negeri. “Selain faktor dalam negeri, Sukarno menghadapi pembusukan dari dalam yang bekerja sama dengan luar negeri,” tutur Peter Kasenda. “Sebenarnya Indonesia saat itu berusaha mengimpor beras dari Burma dan Thailand, namun banyak perusahaan asing mencekalnya sedemikian rupa.” Tak lama, perekonomian negara ambruk, disusul runtuhnya kuasa politik Sukarno. Di masa Orde Baru, gagasan ekonomi berdikari pun menghilang. Suharto juga menganggap pentingnya kontribusi modal asing dalam perekonomian nasional. Namun, kebijakan investasi modal asingnya yang kelewatan justru membuat negara nyaris bangkrut di akhir masa Orde Baru. Sekarang tinggal kita tunggu, ekonomi berdikari seperti apa yang akan diterapkan presiden terpilih. Atau hanya janji semata.
- Santet
BEBERAPA hari menjelang pemberontakan petani Banten di Cilegon pada 1888, para pemimpin, seperti Haji Wasid membagi-bagikan jimat kesaktian. Konon katanya jimat tersebut bisa bikin kebal senjata; tahan peluru. Semangat para pemberontak pun semakin membara. Ingin segera melancarkan perlawanan terhadap penjajah Belanda, syukur-syukur bisa mengusirnya dari tanah Banten. Pemberontakan dimulai dengan pekik sabilillah. Pemberontak menyerbu rumah para pejabat Belanda di Cilegon dan membunuh tuan rumah. 17 orang pejabat pemerintah kolonial tewas di tangan pemberontak. Tujuh di antaranya orang Belanda dan 10 pejabat pribumi. Selang beberapa hari kemudian, bala bantuan tentara kolonial tiba dari Serang dan seminggu kemudian datang pula bantuan dari Batavia. Pemberontak kocar-kacir. Jimat ternyata tak semanjur yang diharapkan. Tubuh tetap tembus peluru. Perlawanan heroik selama seminggu itu berhasil dipadamkan. Hukuman mati dijatuhkan kepada para pemimpin pemberontakan, termasuk bagi Haji Wasid. Pemberontakan petani Banten 1888 yang ditulis sebagai disertasi oleh sejarawan Sartono Kartodirdjo mengungkapkan banyak hal: mulai dari kisah penderitaan rakyat Banten karena kemarau berkepanjangan, tingginya pajak, kelaparan, usaha membangun kembali Kesultanan Banten yang telah runtuh sampai dengan kisah kesaktian para pemberontak. Soal mistik kini sedang panas dibahas. Bukan karena jimat, tapi ada usulan agar soal santet diatur dalam KUHP. Alasannya, banyak orang tertipu iming-iming dukun santet yang iklannya marak dipasang di koran-koran. Lantas anggota Komisi III DPR Dimyati Natakusumah dalam sebuah talkshow di salah satu televisi mengatakan, selain karena adanya tipu-tipu dalam urusan santet ini juga karena praktik dukun santet ini telah banyak menyebabkan celaka bagi orang banyak. Ketika Margarito Kamis, pakar hukum pidana bertanya bagaimana cara pembuktiannya, Dimyati tak menjawab pasti kecuali melontarkan argumen yang membingungkan. Makin bikin bingung saat anggota DPR yang terhormat itu bakal mengadakan studi banding ke Eropa untuk melihat bagaimana urusan santet-menyantet di sana. Di Eropa memang pernah ada peradilan terhadap dukun sihir. Tapi itu pada abad kegelapan, zaman Dark Age, sebelum abad ke-15, saat ilmu pengetahuan logis-rasional masih belum berkembang di Eropa. Kalau anggota DPR mau berkunjung ke Eropa itu memang sudah benar, tapi salah zaman. Mungkin kalau datang pada Abad Kegelapan, masih masuk akal. Karena anggota DPR bisa melihat secara langsung pelaksanaan pengadilan terhadap para penyihir. Yang terjadi di Eropa semenjak abad kegelapan usai dan memasuki zaman pencerahan ( aufklarung ) adalah pengembangan ilmu pengetahuan. Rasionalitas menjadi titik pijak pencarian kebenaran ilmu pengetahuan. Dari sanalah kemajuan datang: komputer ditemukan, pesawat udara diterbangkan, mobil dijalankan, dan teknologi terus tercipta sebagai akibat keunggulan sains. Pada 1942, Tan Malaka telah menunjukkan kekhawatirannya. Ketika dia mulai menulis Materialisme, Dialektika dan Logika (Madiog) dengan mengatakan bahwa penghalang kemajuan pada bangsa Indonesia adalah “logika mistika”. Cara berpikir itu mengungkung kepala orang dan menghambat pola berpikir rasional yang merupakan modal awal untuk mencari kebenaran ilmu pengetahuan. Apa yang dikhawatirkan Tan Malaka itu terbukti hari ini. Ketika urusan santet jadi pembahasan bahkan sampai memerlukan untuk melakukan studi banding ke Eropa dibiayai negara. Yang lebih terpenting lagi adalah bukti bahwa kalau sebagian isi kepala orang Indonesia masih mewarisi cara berpikir dari abad yang lampau.* Majalah Historia Nomor 12, Tahun I, 2013
- Enampuluh Tahun KAA Membahas Palestina
PRESIDEN Joko Widodo kembali menyatakan dukungan kepada kemerdekaan Palestina. Kali ini, dalam pidato pembukaan pertemuan Puncak Bisnis Asia Afrika di Jakarta Convention Center, 23 April 2015, yang menjadi bagian dari rangkaian peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika (KAA). Jokowi menandaskan, “Kita dan dunia masih berutang kepada rakyat Palestina. Dunia tidak berdaya menyaksikan penderitaan rakyat Palestina. Kita tidak boleh berpaling dari penderitan rakyat Palestina. Kita harus mendukung sebuah negara Palestina yang merdeka.” Sehari sebelumnya, Jokowi bertemu Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah, yang menyebut Jokowi sebagai sahabat bangsa Palestina. Rami tersanjung dengan dukungan bangsa Indonesia dan komitmen Presiden Jokowi, yang sejak kampanyenya telah menyatakan mendukung kemerdekaan Palestina. Soal kemerdekaan Palestina sudah jadi agenda pembahasan dalam KAA 1955. Delegasi Mesir yang dipimpin Gamal Abdul Nasser mendukung upaya kemerdekaan Palestina. Nasser, yang terlibat dalam Perang Arab melawan Israel pada 1948, menuding negara-negara besar yang sering mengingkari keputusan PBB tentang hak asasi manusia, seperti yang terjadi di Palestina, Afrika Utara, dan Afrika Selatan. Roeslan Abdulgani, Sekretaris Jenderal KAA, mengisahkan lebih lanjut ihwal Palestina ini dalam The Bandung Connection, Konferensi Asia Afrika di Bandung Tahun 1955. Menurut pengamatannya, pembahasan Palestina ini menyerempet ke akar persoalan: zionisme. Pembahasan itu tak pelak menimbulkan perselisihan pendapat pada beberapa delegasi KAA. Mohammad Fadhel Jamali, ketua delegasi Irak, menyamakan bahaya zionisme dengan kolonialisme dan komunisme. “Zionisme adalah bab terakhir dari buku kolonialisme kuno. Itu adalah salah satu bab paling gelap dan hitam dalam sejarah manusia... Zionisme dengan adanya negara Israel telah menambah segala keburukan itu. Zionisme Israel...mengakibatkan lebih dari satu juta rakyat Arab Palestina, baik yang Islam maupun Kristen, menjadi papa sengsara dan tak bertempat tinggal,” katanya, sebagaimana dikutip Cak Roes, panggilan akrab Roeslan Abdulgani. Meski semua delegasi menyetujui kemerdekaan Palestina, pernyataan Fadhel itu sempat memanaskan suasana rapat tertutup bidang politik. Bermula dari Fadhel inilah delegasi Arab, Pakistan, Afghanistan, dan Iran mengutuk zionisme internasional. Sebagaimana Nasser, mereka juga mengeluarkan segala unek-unek dan kedongkolan mereka terhadap pembangkangan Israel atas PBB. Karena itu mereka menghendaki adanya sikap politik lebih kongkret dari KAA terhadap Israel. Namun Burma dan India mengeluarkan suara berbeda. Kedua negara ini memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Dalam menanggapi Fadhel, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru keberatan menyamakan zionisme dengan kolonialisme dan imperalisme. “Sebaiknya kita jangan memberikan kualifikasi imperialisme kepadanya. Tetapi diakui zionisme memang adalah suatu gerakan agresif,” kata Nehru menanggapi Fadhel. Nehru kemudian mengungkit penderitaan kaum Yahudi di bawah kekuasaan Hitler di Jerman. Tidak kurang dari lima juta orang Yahudi dibantai di Jerman, Austria, dan Polandia. Itulah, kata Nehru, antara lain yang mendorong kaum Yahudi mendirikan negara Israel. Terang saja pernyataan Nehru ini menyulut banyak komentar. Salah satunya dari delegasi Lebanon yang menyatakan angka lima juta itu berlebihan dan beraroma propaganda zionisme untuk mengelabui mata dunia serta menarik simpati pendirian negara Israel. “Israel sendiri melakukan teror dan kekejaman yang tiada taranya kepada rakyat Palestina. Perbuatan Israel serta zionisme itu perlu dikutuk,” tegas delegasi dari Libanon. Di tengah hangatnya perdebatan itu Perdana Menteri Tiongkok Zhou Enlai mencoba mendinginkan suasana dengan tampil sebagai juru damai. Setelah menegaskan dukungan Tiongkok kepada pihak dunia Arab, dia menyetujui resolusi KAA supaya semua resolusi PBB tentang Palestina dilaksanakan dengan syarat kekuatan luar, seperti Amerika Serikat, tak boleh mencampuri persoalan ini. Dia ingin penyelesaian Palestina sebagaimana halnya Tiongkok menghadapi Taiwan. Tiongkok membebaskan Taiwan secara damai setelah menyaratkan kekuatan militer Amerika Serikat mundur. Upaya Zhou Enlai berhasil. Selain menegaskan sokongannya terhadap pembebasan Palestina, KAA 1955 juga menyerukan penyelesaian konflik Palestina-Israel secara damai. Kini, 60 tahun kemudian, Palestina masih belum merdeka dan masih juga menjadi agenda pembahasan pada peringatan 60 tahun KAA.
- Dua Buku Buruh Karya Menteri Buruh SK Trimurti
Pada 11 Mei 1975, dia berceramah tentang sejarah buruh dalam acara yang dihelat Yayasan Idayu bekerja sama dengan Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta dan Museum Kebangkitan Nasional. “Saya berpikir, bahwa ceramah-ceramah yang diadakan di gedung ini, semuanya akan diarahkan kepada memperlengkap penulisan sejarah,” tulis Trimurti dalam pengantar ceramahnya. Kedua karya ini mengisi kelangkaan informasi dalam penulisan sejarah buruh di Indonesia. Tentang Perjuangan Buruh A.B.C. Perdjuangan Buruh , diterbitkan oleh Pusat Pimpinan PBI, Yogyakarta, 1948. Mengapa buruh berjuang? Untuk memperbaiki nasib agar dapat hidup layak sebagai manusia. Apa saja? Trimurti menyebut hak demokrasi, meliputi berserikat dan berdagang, menyatakan pikiran, berdemonstrasi dan mogok. Setelah itu barulah kaum buruh memperjuangkan jaminan upah minimum, jam kerja, hak istirahat dan hari libur, keselamatan kerja, jaminan sosial, UU perjanjian kerja, serta perwakilan buruh yang mengawasi penerapan semua UU untuk melindungi buruh. Tapi itu saja belum cukup; baru tujuan jangka pendek (“reformis”). Selama kapitalisme masih ada, buruh akan diperbudak. Kaum buruh harus punya tujuan jangka panjang (“prinsipil”), yakni hilangnya masyarakat kapitalis dan terbentuknya masyarakat sosialis yang menghendaki hapusnya perbedaan kelas dalam masyarakat. Trimurti menjawab kritik kalangan agama bahwa masyarakat sosialis kafir, memungkiri Tuhan. Menurutnya, tiap agama, tiap kitab suci, baik Injil maupun Alquran, memerintahkan manusia agar mencintai sesama manusia, tak menindas satu golongan dengan golongan lain. “Orang merdeka memeluk agama atau kepercayaannya masing-masing. Tapi itu tidak patut menjadi alasan bagi kaum agama untuk menjauhi sosialisme.” Untuk mencapai tujuan itu, kaum buruh bukan hanya menjadi anggota serikat buruh tapi juga partai. Serikat buruh memperjuangkan nasib buruh sehari-hari, sementara partai memperjuangkan tujuan yang prinsipil dan radikal. Negara, bagi Trimurti, adalah pentung dari kelas yang menang untuk mementung kelas yang kalah, kelas proletar. Wujud pentung itu adalah polisi, UU, pegawai, anggota parlemen, anggota kabinet, suratkabar, pendidikan, dan lain-lain, yang sebagian besar jadi kaki tangan dan alat kapitalisme. “Kaum buruh harus merebut kekuasaan negara, sebagai pentung, untuk alat perjuangannya.” Bagaimana caranya? Trimurti menyebut jalan parlementer dan aksi massa. Trimurti menutup buku ini dengan uraian mengenai kemerdekaan Indonesia sebagai jembatan emas bagi perjuangan buruh. Kemerdekaan Indonesia belumlah 100%. Karenanya, selain memperjuangkan perbaikan nasib, kaum buruh harus mengisi dan memperkuat pemerintahan, bekerja sama dengan segala golongan dan aliran. Tentang Sejarah Buruh Hubungan Pergerakan Buruh Indonesia dengan Pergerakan Kemerdekaan Nasional , Yayasan Idayu-Jakarta, 1975. Penggerak perjuangan buruh di Indonesia berbeda dari Eropa. Di Eropa, yang negaranegaranya sudah merdeka, kaum pekerja terenggut nasibnya karena perkembangan industri dalam sistem kapitalis. Mereka tak punya alat produksi. Mereka dinamakan golongan proletar. Perjuangan kelas antara golongan proletar dan kapitalis tampak jelas di Eropa. Di Indonesia, yang masih agraris, kaum pekerja memiliki alat produksi seperti cangkul dan ani-ani. Mereka menjadi miskin karena penjajahan. Itulah sebabnya daya penggerak perjuangan buruh di Indonesia adalah perjuangan rakyat miskin untuk memperjuangkan nasib dengan satu penghalang: penjajahan. “Dalam sejarahnya, perjuangan buruh selalu berdampingan dengan perjuangan kemerdekaan nasional.” Trimurti pun membahas perjuangan kaum buruh, yang dipengaruhi situasi sosial-politik, dalam beberapa periode: sebelum 1908, 1908-1918, dan 1918-1945. Politik Etis bukan hanya menciptakan kaum terdidik yang mendirikan organisasi politik tapi juga mendorong kemunculan serikat buruh. Kondisi ekonomi yang sulit meningkatkan pergerakan buruh, yang memunculkan gagasan untuk mendirikan induk organisasi. Namun, semuanya harus bubar di masa Jepang. Usai Proklamasi, kaum pemuda ambil bagian. Muncullah Barisan Buruh Indonesia, yang kemudian disusul dengan organisasi buruh lainnya. Perbedaan pendapat di antara pemimpinpemimpin politik memecah perjuangan buruh. Begitu juga perbedaan ideologi politik dan sikap mengenai perundingan dengan Belanda, atau pengaruh dan perseteruan partai politik selama 1950-an. Perpecahan menjadi warna gerakan buruh hingga pemerintahan Sukarno berakhir. Gerakan 30 September 1965 mengubah semuanya. “Sesudah G30S dapat ditumpas, organisasi-organisasi buruh yang nonkomunis tetap berdiri dan berkembang. Sedang yang prokomunis semuanya dibubarkan.”





















