top of page

Sejarah Indonesia

Asal Usul Gelar Khalifatullah Di Kesultanan Yogyakarta

Asal-Usul Gelar Khalifatullah di Kesultanan Yogyakarta

Bagaimana sejarah sultan-sultan Yogyakarta menggunakan gelar khalifatullah?

7 Mei 2015

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sultan Hamengkubuwono VIII, 1920. (KITLV).

Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan Sabda Raja pada 30 April 2015 yang menghilangkan gelar khalifatullah dan mengubah Buwana menjadi Bawana. Berbagai kalangan mengomentari penghilangan gelar tersebut. Namun, yang terpenting adalah sabda ini menyangkut suksesi di Kesultanan Yogyakarta, di mana sultan diduga hendak mengangkat putrinya sebagai penggantinya karena tak memiliki putra mahkota. Adik-adik sultan pun menentangnya.


Bagaimana sejarah gelar khalifatullah melekat pada sultan-sultan Yogyakarta? Pada awalnya, raja-raja Mataram memakai gelar panembahan, sultan, dan sunan. Raja terbesar Mataram, Sultan Agung menggunakan gelar sultan. Untuk melegitimasi kekuasaanya, dia mengirim utusan ke Makkah untuk meminta gelar sultan pada 1641. Dia mengikuti jejak Sultan Banten, Pangeran Ratu yang menjadi raja Jawa pertama yang mendapatkan gelar sultan dari Makkah, sehingga namanya menjadi Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir.


Raja-raja Martaram berikutnya, Amangkurat I sampai III menggunakan gelar sunan. Sedangkan Amangkurat IV (1719-1724) menjadi yang pertama menggunakan gelar khalifatullah. Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 3, gelar baru ini, khalifatullah (dari kata khalifah artinya wakil) menegaskan perubahan konsep lama raja Jawa, dari perwujudan dewa menjadi wakil Allah di dunia.


Setelah Perjanjian Giyanti pada 1755 yang memecah Mataram menjadi Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, gelar khalifatullah digunakan oleh sultan-sultan Yogyakarta sedangkan raja-raja Surakarta memakai gelar sunan.


“Oleh karena itu, di dalam literatur atau kesempatan resmi, sebutan untuk raja-raja Surakarta adalah Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sunan Paku Buwana Senapati ing Alaga Abdur Rahman Sayidin Panatagama. Sementara sebutan untuk raja keraton Yogyakarta adalah Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati ing Alaga Abdur Rahman Sayidin Panatagama Kalifatullah,” tulis Djoko Marihandono dalam disertasinya tentang Herman Willem Daendels, di Universitas Indonesia tahun 2005.


Anehnya, menurut Lombard, Sunan Surakarta tidak pernah menuntut gelar khalifatullah, barangkali karena mereka merasakan bahwa gelar baru itu secara tersirat membatasi kekuasaan mereka; fungsi raja disandingi ciri-ciri moral tertentu berdasarkan Islam.


Dalam Islam dan Khazanah Budaya Kraton Yogyakarta, Teuku Ibrahim Alfian menguraikan arti gelar itu: Senopati berarti sultanlah penguasa yang sah di dunia fana ini. Ing Alogo artinya raja mempunyai kekuasaan untuk menentukan perdamaian dan peperangan, atau sebagai panglima tertinggi saat perang. Abdur Rahman Sayyidin Panatagama, berarti sultan dianggap sebagai penata, pemuka dan pelindung agama. Dan khalifatullah sebagai wakil Allah di dunia.


Menurut Abdul Munir Mulkan dalam Reinventing Indonesia, meskipun raja-raja Jawa memakai gelar Sayyidin Panatagama Khalifatullah, namun dipandang oleh sementara pihak sebagai pusat tradisi kejawen (mistisisme Jawa) yang tidak mencerminkan tradisi Islam. Sementara yang lain memandang bahwa tradisi kejawen dengan pusat kehidupan kerajaan di Jawa adalah Islam dalam perspektif Jawa.


Sementara itu, menurut Alfian, gelar yang disandang oleh Sultan Yogyakarta mengungkapkan konsep keselarasan. “Keraton Yogyakarta seperti kerajaan-kerajaan Jawa dan kerajaan yang bersifat ketimuran pada umumnya menganut konsep keselarasan antara urusan politik, sosial dan agama,” pungkas Alfian.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Seputar Karnak, Kuil Paling Penting di Afrika Utara

Seputar Karnak, Kuil Paling Penting di Afrika Utara

Sudah sejak 150 tahun para arkeolog meneliti Karnak. Akan tetapi asal-usul dan evolusi kompleks kuil dari Peradaban Mesir Kuno itu baru terungkap belum lama ini.
Jalan Panjang Memulangkan Fosil "Manusia Jawa"

Jalan Panjang Memulangkan Fosil "Manusia Jawa"

Akhirnya Belanda serahkan koleksi Dubois. Tidak hanya fosil “Manusia Jawa” tapi juga 28 ribu temuan lain selama Dubois mengeksplorasi Sumatera hingga Jawa.
Ketika Ibukota Khmer Diserbu dan Dijarah Ayutthaya

Ketika Ibukota Khmer Diserbu dan Dijarah Ayutthaya

Konflik antara Kamboja dan Thailand punya sejarah panjang sejak era Khmer dan Ayutthaya yang berimbas pada kejatuhan Angkor.
Candi Preah Vihear dalam Pusaran Sengketa

Candi Preah Vihear dalam Pusaran Sengketa

Riwayat candi yang lebih tua dari Angkor Wat dan sezaman dengan Candi Borobudur. Sudah jadi situs warisan dunia namun melulu dipersengketakan Kamboja dan Thailand.
200 Tahun Perang Jawa: Nama Diponegoro Bakal Terus Hidup

200 Tahun Perang Jawa: Nama Diponegoro Bakal Terus Hidup

Setelah 200 tahun berlalu, Perang Jawa diperingati di Perpusnas RI dalam Pameran 200 Tahun Perang Jawa. Selain tulisan, pelana kuda dan keris Diponegoro turut dipamerkan.
bottom of page