top of page

Hasil pencarian

9584 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Wabah-Wabah Penyakit Pembunuh Massal

    Penyebaran cepat virus korona atau nama resminya COVID-19 di Tiongkok telah memicu alarm global. Negara-negara tetangga menutup perbatasan mereka. Maskapai penerbangan global menangguhkan penerbangan dan beberapa pemerintahan melarang masuk orang-orang yang baru-baru ini berkunjung ke negara Asia. Virus yang diperkirakan berasal dari pusat kota Wuhan pada akhir Desember 2019 telah terdeteksi di lebih dari dua lusin negara. Dilansir dari Aljazeera , virus ini telah menginfeksi hampir 60.000 orang dan menewaskan lebih dari 1.300 di Tiongkok. Pada 30 Januari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menyatakan wabah virus korona sebagai darurat global atau istilahnya, darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional (PHEIC). PHEIC diperkenalkan pada 2005 setelah SARS dikategorikan sebagai ancaman global oleh WHO pada pertengahan Maret 2003. Virus ini menginfeksi sekira 8.000 orang di seluruh dunia, membunuh 774 orang dalam tujuh bulan. Kasus penularan virus telah terjadi sejak 400 SM di Yunani. Sehingga, kata pandemi pun berasal dari bahasa Yunani: pan artinya semua, dan demo berarti orang. 430 SM: Athena Pandemi paling awal yang tercatat. Wabah ini terjadi selama Perang Peloponnesia pada era Yunani Kuno. Penyakit ini melintasi Libya, Ethiopia, dan Mesir, lalu melewati tembok Athena ketika pasukan Sparta mengepung. Robert J. Littman dalam “The Plague of Athens: Epidemiology and Paleopathology” termuat di Jurnal Mount Sinai Journal of Medicine, menulis dalam tiga tahun sebagian besar penduduk terinfeksi, sekitar 75.000 hingga 100.000 orang atau sekira 25 persen dari populasi kota. Gejalanya meliputi demam, haus, tenggorokan dan lidah berdarah, kulit merah dan lesu. Penyakit ini melemahkan Athena hingga berujung pada kekalahan oleh Sparta. Pada 2001, sebuah kuburan massal ditemukan dari masa wabah itu. DNA Salmonella enterica serovar Typhi , ditemukan pada tiga tengkorak. Infeksi bakteri ini biasanya menyebabkan tipes. Namun, para ahli mengatakan kalau tifoid bukanlah penyebab dari epidemi mendadak itu. Pasalnya, tipus adalah endemik di dunia Yunani. 165 M: Wabah Antoninus Wabah Antoninus mungkin menjadi penampilan awal cacar yang dimulai oleh orang Hun, sebagaimana dilansir History . Orang Hun membawa wabah ini menginvasi Jerman, kemudian menyerahkannya kepada orang Romawi, yang kembali menyebarkannya ke seluruh kekaisaran Romawi. Sekira lima juta orang tewas akibat tertular penyakit ini. Gejala penyakitnya termasuk demam, sakit tenggorokan, dan diare. Jika pasien hidup cukup lama lukanya bernanah. Wabah ini berlanjut hingga sekira 180 M. Dilansir dari BBC , wabah ini bernama Antonine setelah Marcus Aurelius Antoninus, salah satu dari dua kaisar Romawi meninggal karenanya. Wabah kedua terjadi antara 251 dan 266 M. Puncaknya sekira 5.000 orang meninggal di Roma setiap harinya. 250 M: Wabah Cyprian Nama wabah itu berasal dari korban pertama yang meninggal yaitu uskup Kristen Kartago, Cyprian. Wabah ini menyebabkan diare, muntah, radang tenggorokan, demam, tangan dan kaki yang kasar. Penyebarannya kemungkinan dimulai dari Ethiopia, Afrika Utara, Roma, Mesir, lalu ke utara. Untuk menghindari infeksi, penduduk kotanya melarikan diri ke Kartago, tetapi malah menyebarkan penyakit itu lebih lanjut. Wabah berulang selama tiga abad berikutnya. Pada 444 M, wabah ini menghantam Inggris. Wabah ini pun mengganggu pertahanan mereka dari serangan Kerajaan Pict dan Skotlandia. Inggris pun harus mencari bantuan dari Saxon, yang kemudian menguasai pulau itu. 541 M: Wabah Justinian Pertama kali muncul di Mesir, wabah Justinian menyebar melalui Palestina dan Kekaisaran Bizantium, kemudian ke seluruh Mediterania. Efek wabah ini di antaranya mengubah arah kekaisaran, memadamkan rencana Kaisar Justinian untuk menyatukan Kekaisaran Romawi. Pun menyebabkan kesulitan ekonomi besar-besaran. “Menciptakan suasana apokaliptik yang mendorong penyebaran cepat agama Kristen,” catat History . Kambuhnya penyakit ini selama dua abad berikutnya menewaskan sekira 50 juta orang atau 26 persen dari populasi dunia. Wabah ini diyakini sebagai penampilan pertama dari penyakit pes. Wujud penyakitnya kelenjar limfatik membesar. Ia dibawa oleh tikus dan disebarkan oleh kutu. Abad ke-11: Kusta Kendati sudah ada sejak lama, kusta tumbuh menjadi pandemi di Eropa pada abad pertengahan. Penyakit ini akibat bakteri yang berkembang lambat yang menyebabkan luka dan cacat. Kala itu kusta diyakini sebagai hukuman dari Tuhan. Keyakinan ini menyebabkan penilaian moral dan pengucilan korban. Para pejabat menempatkan orang-orang dan anggota keluarga yang menunjukkan gejala kusta ke rumah penderita kusta. Mereka sering berada di lokasi terpencil dan membentuk biara. Banyak rumah sakit dibangun yang fokus mengakomodasi para korban kusta. 1350: Black Death Salah satu wabah yang paling mengerikan. Ia bertanggung jawab atas kematian sepertiga populasi dunia. Kemunculan kedua penyakit pes ini dimulai di Asia dan bergerak ke barat dengan karavan. Ia masuk melalui Sisilia pada 1347 M. Ketika penderita tiba di pelabuhan Messina, penyakit itu menyebar ke seluruh Eropa dengan cepat. “Mayat menjadi begitu lazim sehingga banyak yang tetap membusuk di tanah dan menciptakan bau busuk di kota-kota,” catat History . Wabah itu membuat Inggris dan Prancis lumpuh sehingga melakukan gencatan senjata. Sistem feodal Inggris runtuh ketika wabah mengubah keadaan ekonomi dan demografi. Bahkan Viking kehilangan kekuatan untuk berperang melawan penduduk asli, dan penjelajahan mereka di Amerika Utara terhenti. Karikatur seorang dokter dalam wabah penyakit dari sekira 1656. (Wikipedia). 1817: Pandemi Kolera Pertama Berdasarkan situs resmi WHO , selama abad ke-19, kolera menyebar ke seluruh dunia dari aslinya di delta Sungai Gangga, India. Asalnya dari beras yang terkontaminasi. Penyakit ini dengan cepat menyebar ke sebagian besar India, Myanmar, dan Sri Lanka. Pada 1820, kolera telah menyebar ke Thailand, Indonesia (menewaskan 100.000 orang di pulau Jawa), lalu Filipina. Penyakit ini menyebar ke Tiongkok pada 1820 dan Jepang pada 1822 melalui orang yang terinfeksi di kapal. Kolera juga menyebar ke luar Asia. Pada 1821, pasukan Inggris yang melakukan perjalanan dari India ke Oman membawa kolera ke Teluk Persia. Penyakit ini akhirnya mencapai Eropa, Turki, Suriah, dan Rusia Selatan. Pandemi itu punah setelah enam tahun, kemungkinan karena musim dingin yang parah pada 1823-1824. Kemungkinan kondisi ini membunuh bakteri yang hidup dalam persediaan air. Enam pandemi berikutnya membunuh jutaan orang di seluruh benua. Saat ini adalah pandemi ketujuh, yang dimulai di Asia Selatan pada 1961, dan mencapai Afrika pada 1971, lalu Amerika pada 1991. Kolera sekarang menjadi endemik di banyak negara. “Ini adalah pandemi terpanjang di dunia,” catat WHO. 1855: Pandemi Wabah Pes Ketiga Dua pandemi wabah utama pertama dimulai dengan Wabah Justinian dan Black Death. Yang terbaru, yang disebut “Pandemi Ketiga” meletus pada 1855 di Yunnan, Tiongkok. Penyakit ini melintasi dunia selama beberapa dekade berikutnya. Pada awal abad ke-20, tikus yang terinfeksi berpindah dengan kapal uap, membawanya ke enam benua. Pada akhirnya wabah ini merenggut sekira 15 juta jiwa di seluruh dunia, sebelum mereda pada 1950-an. Kendati banyak korban, Pandemi Ketiga menyebabkan beberapa terobosan dalam pemahaman dokter tentang wabah pes. Pada 1894, seorang dokter di Hong Kong, Alexandre Yersin, mengidentifikasi Yersinia pestis sebagai penyebab penyakit tersebut. Beberapa tahun kemudian, dokter lain akhirnya mengonfirmasi bahwa gigitan kutu tikus adalah cara utama penularannya ke manusia. 1889: Flu Rusia Ini adalah epidemi influenza terbesar pada abad ke-19. Muncul di Eropa dari timur pada November dan Desember 1889. Pandemi flu pertama yang dimulai di Siberia dan Kazakhstan, ke Moskow, dan melintas ke Finlandia kemudian Polandia, di mana ia pindah ke seluruh Eropa. Pada tahun berikutnya, flu telah menyeberangi lautan ke Amerika Utara dan Afrika. Pada akhir 1890, 360.000 orang meninggal dunia. Ini juga merupakan epidemi pertama yang banyak dikomentari oleh media massa. 1918: Flu Spanyol Penyakit yang disebabkan virus influenza ini ditularkan melalui unggas yang mengakibatkan 50 juta kematian di seluruh dunia. Menurut Maksum Radji dari Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi FMIPA-UI dalam “Avian Influenza A (H5N1): Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran pada Manusia” termuat di Majalah Ilmu Kefarmasian, subtipe yang mewabah saat itu adalah virus H1N1 yang dikenal dengan “Spanish Flu”. Flu Spanyol diduga berasal dari Tiongkok dan disebarkan oleh pekerja Tiongkok yang diangkut dengan kereta api melintasi Kanada dalam perjalanan mereka ke Eropa. Di Amerika Utara, flu pertama kali muncul di Kansas pada awal 1918. Lalu terlihat di Eropa pada musim semi. Laporan layanan kawat tentang wabah flu di Madrid pada musim semi 1918 menyebabkan pandemi ini disebut “Flu Spanyol”. Pada Oktober 1918, ratusan ribu orang Amerika meninggal. Ancaman flu baru menghilang pada musim panas 1919, saat sebagian besar yang terinfeksi telah mengembangkan kekebalan atau mati. Rumah sakit darurat selama pandemi flu Spanyol di Camp Funston, Kansas, tahun 1918. (Wikipedia/National Museum of Health and Medicine). 1957: Flu Asia Menurut Maksum, pada 1957 dunia dilanda wabah global yang disebabkan oleh kerabat dekat virus influenza yang bermutasi menjadi H2N2 atau dikenal dengan “Asian Flu”. Virus ini merenggut 100.000 jiwa. Dimulai dari Hong Kong menyebar ke seluruh Tiongkok kemudian ke Amerika Serikat, flu Asia menyebar luas di Inggris di mana lebih dari enam bulan 14.000 orang meninggal dunia. Gelombang kedua terjadi pada awal 1958 yang menyebabkan sekira 1,1 juta kematian di seluruh dunia, dengan 116.000 kematian terjadi di Amerika Serikat. Vaksin lalu dikembangkan yang secara efektif membendung pandemi. 1981: HIV/AIDS Penyakit ini pertama kali diidentifikasi pada 1981. AIDS menghancurkan sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada akhirnya penyakit ini menyebabkan kematian karena kekebalan tubuh yang seharusnya berfungsi melawan penyakit menjadi lemah. Mereka yang terinfeksi oleh virus HIV mengalami demam, sakit kepala, dan pembesaran kelenjar getah bening setelah infeksi. Virus HIV menular melalui kontak cairan tubuh seperti darah dan sperma melalui perilaku seksual dan penggunaan jarum suntik. AIDS diyakini telah berkembang dari virus simpanse dari Afrika Barat pada 1920-an. Penyakit ini menyebar ke Haiti pada 1960-an, dan kemudian New York, dan San Francisco pada 1970-an. Metode perawatan telah dikembangkan untuk memperlambat perkembangan penyakit. Namun 35 juta orang di seluruh dunia telah meninggal dunia. Sementara obatnya belum ditemukan hingga kini.

  • Pertarungan Terakhir Pahlawan Piala Uber

    SUDAH sekira sembilan hari Tati Sumirah (beberapa sumber menyebutnya Taty Sumirah) dirawat di ruang gawat darurat RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur. Namun ketika mentari baru sedikit mengintip pagi ini, Jumat (14/2/2020), kabar tak mengenakkan datangdari Regina Masli, srikandi bulutangkis Indonesia yang menjuarai Piala Uber 1975. “Teman kami meninggal dunia tadi malam. Tati Sumirah, RIP,” tulisnya dalam pesan singkat kepada Historia. Pada 5 Februari, Tati dilarikan ke rumahsakit dan bertarung melawan penyakitnya. Namun Tuhan Yang Maha Kuasa berkata lain dengan memanggilnya pada Kamis (13/2/2020) malam atau empat hari setelah ia genap menginjak usia 68 tahun. Almarhumah dimakamkan usai shalat Jumat di TPU Kemiri, Rawamangun, Jakarta Timur. “Dia sakit darah tinggi dan gula. Memang kehidupannya memprihatinkan. Sepertinya habis tidak main lagi, tidak ada yang peduli. Saya sempat kaget lihat keadaan Bu Tati yang sangat kasihan,” sambung Regina yang sempat menyisipkan foto Tati saat masih dirawat yang didapatkannya dari keponakan Tati. Sejak merintis karier bulutangkisnya, Tati hidup melajang. Ia sempat bekerja di apotek hingga di perusahaan oli nasional dengan penghasilan pas-pasan. “Dia memang tidak berkeluarga. Hidupnya selalu untuk merawat dan memperhatikan ibu dan adik-adiknya,” kata Regina yang sebagaimana Tati, juga sesama jebolan PB Tangkas. Darah Atlet Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tati yang lahir di Jakarta, 9 Februari 1952, sejak kecil sudah punya darah atlet dari ayahnya, MS Soetrisno, mantan petinju tingkat daerah. Masa kecil Tati sarat dengan kegiatan olahraga yang diajarkan ayahnya, semisal sepakbola dan tinju. Persentuhannya dengan bulutangkis terjadi tak sengaja semasa ia sekolah dasar. Saat itu di dekat kediamannya sedang berlangsung pembangunan jalan bypass . Tati berkenalandengan seorang pekerja kontraktor asal Amerika Serikat (AS) yang turut mengerjakan proyek itu. Orang ‘bule’ itulah yang memperlihatkanmajalah-majalah olahraga yang banyak memuat foto pemain bulutangkis kepada Tati. Saat itu bulutangkis sedang jadi olahraga populer baru di AS. Jatuh cinta pada pandangan pertama, hati Tati langsung kepincut bulutangkis. Ayahnya tetap mendukung walau Tati tak lagi berminat pada sepakbola atau tinju. Tidak hanya membelikan raket, ayahnya sampai membuatkan lapangan bulutangkis sederhanadi halaman belakang rumah. Ayahnya pula yang menggenjot latihan fisik Tati hingga menjadi pemain muda tangguh. “Papanya memang sangat keras melatih Bu Tati. Papanya mau supaya Bu Tati kalau main harus menang,” kata Regina mengenang. MS Soetrisno, ayah Tati Sumirah yang mantan atlet tinju (Foto: Youtube ACT) Alhasilsebelum masuk klub PB Tangkas pada 1971, Tati sudah jadi langganan juara Kejurda DKI sejak 1966.Pada1969, Tati sudah masuk tim PON DKI. Meski begitu, ada pengorbanan yang diambilnya menyangkut masa depan.Tati memilih menyeriusi bulutangkis dan meninggalkan pendidikannya meski sudah kelas 3 SMP. “Meskipun berlatih secara mandiri dan tanpa dukungan pelatih, Tati dianggap memiliki tingkat kebugaran fisik di atas rata-rata. Semua itu berkat latihan tekun, disiplin, dan pantang menyerah. Berbekal kemampuan tersebut, ketika bergabung dengan PB Tangkas, Tati tinggal membenahi tekniknya,” tulis wartawan senior Broto Happy dalam Baktiku Bagi Indonesia. Kenangan Piala Uber Di PB Tangkas, ia digembleng pelatih M. Ridwan. S untuk menjadi pemain tunggal putri.Setahun kemudian, Tatiberhasilmasuk Pelatnas PBSI. Dari sekian “petualangan” di gelanggang olahraga tepok bulu, Tati menggoreskan namanya dengan tinta emas di Piala Uber 1975. “Kalau mengenang kejayaan masa lalu itu sungguh indah,” cetus Tati dikutip Justian Suhandinata dalam Tangkas: 67 Tahun Berkomitmen Mencetak Jawara Bulutangkis . Tahun 1975 menjaditahun keemasan bulutangkis Indonesia.Untuk kali pertama para pebulutangkis Indonesia bisa mengawinkan Piala Thomas dan Piala Uber. Padahal di Piala Ubertim putri Indonesia sama sekali belum diperhitungkan bakal juara oleh banyak pihak. Maklum,tim putri Indonesiayang juga diperkuatTatisebelumnya kandas di edisi 1969 dan 1972. Tati Sumirah (kedua dari kiri) usai turut memenangi Piala Uber yang pertama bagi Indonesia pada 1975 (Foto: Dok. Regina Masli) Di partai puncak yang dimainkan di Istora Senayan, 6 Juni 1975, Indonesia harus kehilangan poin di laga pembuka setelah Theresia Widiastutikalah 7-11 dan 1-11 dari Hiroe Yuki. Indonesiamenyeimbangkan kedudukan, 1-1, setelah di laga keduaTati menaklukkan Atsuko Tokuda, 11-5 dan 11-2. Indonesia akhirnya juara setelah menang 5-2 dari tujuh laga yang dimainkan. Prestasi itu jelas membanggakan para srikandi hingga diundang ke Bina Graha, tempat Presiden Soeharto berkantor. “Waktu mau ketemu presiden, kita mau bilang supaya beliau kasih rumah untuk pemain Uber Cup 1975. Tapi Pak Sudirman (ketum PBSI, red .) bilang, jangan minta apa-apa ke presiden. Tapi anak (pemain, red .) sekarang hebat-hebat bonusnya. Makanya kasihan nasib Tati,” sambung Regina. Seingat Regina, Tati bukan pribadi yang acap mengeluh. Sosoknyaselalu fokus di lapangan meski ia tahu di masa itu pemain bulutangkis belum tentu bisa menjaminmasa depan yang baik secara finansial. “Bu Tati orangnya pendiam. Orangnya tertutup. Tapi dengan teman-teman bisa ngobrol, kok. Kalau sedang tidak latihan di pelatnas, kita biasa bareng-bareng juga sama Theresia dan Sri Wiyanti jajan mie bakso di Mayestik,” kata Regina mengenang pertemanannya dengan Tati. Tati gantung raket pada 1981, baik di pelatnas maupun klub, lantaranbermunculannyatalenta-talenta muda macam Ivana Lie atau Verawaty Fadjrin. Tapi perjuangannyadi luar lapangan tetap berlanjut. Tati mesti mengais rezeki demi merawat ibunya. Kariernya di arena bulutangkistak memberinya banyak materi. Sementara, pekerjaan layak sulit didapatnya lantaran ia SMP pun tak lulus. “Tawaran melatih di PB Tangkas ditolaknya dengan alasan dia tidak berbakat jadi pelatih. Setelah pensiun, dia total meninggalkan bulutangkis,” sambung Broto Happy. Tati Sumirah (ketiga dari kiri) bersama tim Uber Cup 1975 ketika diterima Presiden Soeharto di Bina Graha (Foto: Dok. Regina Masli) Untuk menghidupi dirinya dan ibunya yang tinggal di Buaran, Jakarta Timur, Tati sampai harus menjual hadiah dari menjuarai ajang-ajang yang diikutinya.Selain skuter,mobil juga terpaksa dijualnya pada 1992. Untuk memenuhi kebutuhan harian, ia bekerja jadi kasir di Apotek Ratu Mustika, Tebet, Jakarta Selatan. Pekerjaan itu dilakoninya hingga 2005. Setelah kisah masa senjanya yang memprihatinkan diangkat “Kick Andy”di Metro TV ,Tati ditawari pekerjaan di perusahaan oli swasta nasional tempat legenda bulutangkis Rudy Hartono menjadi komisaris utamanya. Tati menerima tawaran itu. Pekerjaan sebagai pegawai bagian administrasi itu dilakoninya hingga pensiun pada 2016. Setelah pensiun, Tati hanya mengandalkan pemasukannya dari tunjangan pensiun dan bantuan para keponakannya. Kesehariannya dia habiskan untuk merawat ibunya yang sakit dan menyelesaikan pekerjaan rumahtangga.Itu terus dikerjakanannya meski sejak 2017 lutut kirinya bermasalah gegara kecelakaan motor. Tati tak bisa operasi lantaran ketiadaan biaya. Obat yang mampu dibelinya pun hanya sejenis generik. Tatiakhirnya jatuh sakit pada awal Februari 2020. Penyakitnya itu akhirnya menghentikan perjuangan Tati di lapangan kehidupan. Selamat jalan, pahlawan Uber Cup! Statistik Prestasi Tati Sumirah: Kejurda DKI 1966 – Emas (Tunggal Putri) PON 1969 – Perunggu (Beregu Putri) 1973 – Emas (Tunggal Putri & Beregu Putri) 1977 – Emas (Beregu Putri); Perak (Tunggal & Ganda Putri) Kejurnas 1974 – Emas (Tunggal Putri) Singapura Terbuka 1972 – Perak (Tunggal Putri & Ganda Putri) SEA Games 1977 – Emas (Beregu Putri) 1979 – Emas (Beregu Putri) 1981 – Emas (Beregu Putri) Kejuaraan Asia 1971 – Perunggu (Tunggal Putri) Asian Games 1974 – Perak (Beregu Putri) Kejuaraan Dunia 1974 (Invitasi) – Perak (Tunggal Putri) 1980 – Perunggu (Tunggal Putri) Piala Uber 1972 – Juara II 1975 – Juara I 1981 – Juara II

  • Bahder Djohan dan Akses Bacaan untuk Dokter Pribumi

    DISKRIMINASI pada dokter pribumi amat kentara di era kolonial. Selain mendapat gaji yang jauh lebih kecil dan ditugaskan ke daerah terpencil, akses dokter pribumi untuk mendapat bacaan medis juga dibatasi. Jurnal kedokteran terkemuka Geneeskundig Tijdschrift voor Nederlandsch Indie (GTNI) hanya boleh diakses oleh pejabat kesehatan dan dokter Belanda. “GTNI sangat eksklusif untuk dokter Belanda, sementara akses dokter pribumi untuk sekadar membaca GTNI amat dibatasi,” kata Wahyu Suri Yani kala mempresentasikan risetnya di seminar “The Construction of Indonesian Knowledge Culture since Independence” di UGM pada Rabu, 5 Februari 2020. Menurut Suri, pembatasan akses ini mempersulit dokter pribumi untuk menambah wawasan. Pasalnya, gaji yang kecil saja sudah membuat para dokter ini kesulitan untuk berlangganan koran. Sikap diskriminatif ini membuat muak dokter pribumi yang tergabung dalam Vereeniging van Inlandsche Geneeskundingen  (VIG), organisasi perkumpulan dokter pribumi yang dibentuk setelah pidato kritis dokter Tehupeiory asal Ambon. Dalam ceramahnya pada Januari 1908, Tehupeiory memprotes anggapan yang meremehkan posisi dokter pribumi atau lulusan STOVIA. Ceramah itu mendorong dibentuknya VIG pada 29 September 1911. (Setelah Kongres Pemuda 1928, kata Inlandsche  diganti menjadi Indonesische ). Lewat VIG, para dokter pribumi memperoleh kekuatan dan posisi tawar. Mereka bersatu untuk memperjuangkan hak mereka dan menentang diskriminasi yang mereka alami, salah satunya akses membaca GTNI. Ketika protes dilancarkan, Bahder Djohan menjabat sebagai sekretaris VIG. Sama seperti dokter pribumi lain, Bahder pun merasakan perlakukan diskriminatif pemerintah kolonial. “Meskipun pendididkan yang diberikan di Indonesia tidak berbeda dengan di negeri Belanda, namun karena yang memperolehnya itu anak bumi putra, maka Belanda memperlakukannya rendah,” kata Bahder Djohan dalam otobiografinya, Bahder Djohan, Pengabdi Kemanusiaan. Bahder jauh lebih muda dari Tehupeory. Ia menjadi siswa kedokteran pada 1919 kala Gedung Stovia yang baru di Salemba mulai dibangun. Selain menjadi anggota VIG, ia juga aktif di Jong Sumatranen Bond bersama Muhammad Hatta. Setelah lulus dari STOVIA pada 1927, Bahder bekerja sebagai asisten Prof. Dr. C.D. de Langen di Rumahsakit Sipil Pusat ( Centrale Burgelijke Ziekeninrichting , CBZ) sembari aktif dalam kegiatan politik dan VIG. Dari 1929-1939, ia menjabat sebagai sekretaris VIG di samping mengurus majalah bulanan organisasi, Tijdschrift voor Indonesische Geneeskundingen (TVIG). Ia mengurus artikel yang akan terbit di majalah tersebut sekaligus menangani pengirimannya. Pada malam setelah majalah itu diambil dari percetakan, ia akan meminta bantuan orang-orang di rumah untuk membungkus dan menuliskan alamat dokter-dokter yang akan dikirimi majalah tersebut. “Keesokan harinya, barulah aku menyerahkan kepada seorang pesuruh untuk mengantarkan majalah-majalah itu ke kantor pos,” kata Bahder. Usahanya ini tak sia-sia. TVIG menjadi jurnal medis produktif yang menampung riset para dokter pribumi. Kehadirannya semacam lawan tanding GTNI . Bersama VIG, Bahder melancarkan protes dan mengancam, bila akses pada GTNI tidak dibuka luas untuk semua kalangan dokter, mereka akan mengundurkan diri dari ikatan majalah kedokteran secara serentak. Protes ini mendapat dukungan dari guru mereka, de Langen, yang ikut mendesak agar akses pada GTNI dibuka lebih luas. Mardanas Safwan dalam Prof. Dr. Bahder Djohan Karya dan Pengabdiannya menyebut, berkat kegigihan Bahder dan rekan-rekan juga dukungan dari de Langen, peraturan diskriminatif tersebut akhirnya dicabut. Sejak akses pada GTNI terbuka, Bahder dan dokter pribumi lain bisa menambah wawasan medis lewat penelitian terbaru yang dipublikasikan. Bahder bahkan mempublikasikan risetnya di jurnal ini pada 1935, bekerjasama dengan De Langen. Dalam artikelnya, Bahder membahas tentang penyakit pellagra yang disebabkan oleh kekurangan vitamin B3. Ia menjabarkan kasus-kasus pellagra yang ia temui di CBZ, seperti adanya kurang gizi, gangguan kuilt bahkan hingga pengaruhnya ke psikologis pasien. Dalam beberapa kasus yang ditemui Bahder, banyak pasien pellagra meninggal di rumahsakit jiwa. Sementara, De Langen memberi gambaran tentang kemunculan penyakit pellagra di berbagai belahan dunia. “Pada akhirnya akses ke GTNI dibuka. Dokter pribumi tidak hanya bebas berlangganan tetapi juga bisa menjadi penulis di jurnal itu,” kata Suri.*

  • Pertempuran Amerika dan Iran di Lautan

    PEMBUNUHAN Jenderal Iran Qassem Soleimani oleh Amerika Serikat (AS) pada 3 Januari 2020 menaikkan tensi hubungan kedua negara yang sudah buruk sejak lama. Pembunuhan itu memicu serangan balasan dari Iran pada 8 Januari 2020 dengan menyerang pangkalan militer AS di Irak. Meski tak menimbulkan korban jiwa, tulis bbc.com 11 Februari 2020, serangan balasan itu mengakibatkan sejumlah serdadu AS menderita Traumatic Brain Injuries (TBI). Saling serang antara militer AS dan Iran juga pernah terjadi di tengah kecamuk Perang Iran-Irak (1980-1988). Saling serang itu berlangsung dalam sebuah pertempuran laut yang oleh AS diberi nama Operasi Praying Mantis (OPM). OPM dipicu oleh serangan Iran terhadap frigat AS USS Samuel B. Roberts (FFG-58) pada 14 April 1988 di 55 mil lepas pantai Qatar. Saat itu frigat tersebut sedang menjalankan Operasi Earnest Will –operasi pengawalan kapal tanker Kuwait yang menggunakan bendera Amerika di Teluk Persia. Di tengah pelayaran, frigat itu menabrak sebuah ranjau laut M-08 yang ditebar Iran. Selain melukai 10 awak Samuel B. Roberts, ledakan ranjau itu mengakibatkan kebakaran hebat, melubangi sisi kiri kapal di bawah ruang mesin seluas lebih dari empat meter persegi, mematahkan lunas, dan hampir membelah Samuel B. Roberts jadi dua . Banjir hebat yang menyusul kemudian hampir menenggelamkan frigat itu. “Menanggapi peranjauan Samuel B. Roberts , pemerintahan Reagan memerintahkan Jenderal Crist untuk merencanakan dan melakukan serangan balasan,” tulis Michael A. Palmer dalam Guardians of the Gulf: A History of America’s Expanding Role in the Persian Gulf, 1883-1992. Jenderal George B. Crist, komandan Central Command (CENTCOM) AS yang berpangkalan di Florida, lalu menugaskan Laksamana Muda Anthony A. Less, komandan Joint Task Force Middle East/Middle East Force, untuk merancang konsep operasi pembalasan yang diminta. Dari beberapa opsi yang diusulkan, akhirnya ditetapkan operasi pembalasan berupa tindakan militer terhadap pasukan Iran di Teluk Persia, penghancuran dua anjungan minyak lepas pantai (AMLP) Iran (anjungan Sassan dan anjungan Sirri), dan penenggelamkan frigat Iran Sabalan sebagai kompensasi atas kerusakan parah Samuel B. Roberts . CENTCOM membentuk tiga Surface Action Group (SAG): SAG Bravo, SAG Charlie, dan SAG Delta, sebagai pelaksana OPM. Masing-masing grup terdiri dari tiga kapal, mayoritas kapal perusak ( destroyer ) dan frigat. SAG Bravo bertugas menghancurkan anjungan Sassan, SAG Charlie menghancurkan Sirri, dan SAG Delta bertugas menenggelamkan Sabalan . Ketiga grup mendapat dukungan dari pesawat-pesawat tempur F-14 Tomcat, pesawat serbu A-6 Intruder, pesawat patroli tempur elektronik EA-6B Prowler, dan pesawat elektronik E-2C Hawkeye yang semuanya diterbangkan dari kapal induk USS Enterprise. Kapal induk itu standby di titik 120 mil dari Selat Hormuz, Iran. Pukul 07.55 waktu setempat pada Hari-H, 18 April 1988, SAG Bravo mengeluarkan peringatan kepada orang-orang di anjungan Sassan agar mengevakuasi diri. Peringatan yang menandai dibukanya OPM itu membuat panik orang-orang di anjungan. Sambil meminta perpanjangan waktu kepada pasukan AS, mereka meminta perintah tindakan lanjutan kepada komando Iran di daratan. Sementara AS memulai serangan terhadap dua anjungan minyak Iran, Iran membalas dengan mengerahkan beberapa kapal cepat Boghammer untuk menyerang kapal-kapal tanker dan kargo sipil yang melintasi Teluk Persia. Selain kapal AS Willi Tide , yang menjadi korban dalam serangan itu adalah kapal Panama Scan Bay . Pesawat-pesawat A-6 Intruder di kapal induk Enterprise langsung dikerahkan ke lokasi. “Sesaat kemudian, satu seksi pesawat A-6 Intruder dari kapal induk Enterprise muncul di atas kepala, menenggelamkan satu kapal perang musuh dengan rudal, dan merusak dua lainnya,” tulis Robert W. Love dalam History of the US Navy: 1942-1991 . Di anjungan Sassan dan Sirri, SAG Bravo dan SAG Charlie tak kesulitan melumpuhkan sasaran meski mendapat perlawanan dari garnisun penjaga dan pekerja yang menolak dievakuasi. Tembakan dari kapal-kapal di kedua grup tempur AS itu melumpuhkan persenjataan anjungan dan menghancurkan dua anjungan itu. Korban Iran banyak berjatuhan di anjungan Sirri karena meledaknya tangki gas yang terkena berondongan senapan mesin kapal-kapal AS. Iran mengerahkan dua pesawat tempur F-4 Phantom dan kapal rudal Joshan untuk menanggapi serangan itu dan bertemu SAG Charlie lepas pukul 13.00. Sementara dua pesawat tempur Iran itu kembali ke pangkalan akibat salah satunya rusak parah terhajar rudal Standard yang ditembakkan USS Wainwright , kapal Joshan melawan dengan gigih. Sebuah rudal Harpoon ditembakkannya ke arah Wainwright , namun gagal mengenai sasaran karena dikelabui oleh sekam ( flare) yang dilepaskan Wainwright. Hampir bersamaan dengan balasan Wainwright yang melepaskan rudal Harpoon-nya, USSSimpson menembakkan beberapa rudal anti-kapalnya. Dua di antaranya langsung menghantam Joshan . Empat rudal AS membuat Joshan terbakar hebat dan tenggelam tak lama kemudian. Sementara kapal-kapal dari SAG Bravo dan SAG Charlie menyerang dua anjungan, SAG Delta terus mencari frigat Sabalan . Dua titik di radar yang sempat mencurigakan pasukan AS dalam pencarian, namun ternyata merupakan kapal patroli AL UEA dan destroyer Seovermenny AL Soviet yang mendekat untuk memfoto peristiwa. SAG Delta akhirnya melanjutkan pertempuran siang itu setelah bertemu frigat Iran Sahand yang dikirim dari Bandar Abbas. USS Joseph Strauss kebagian tugas meladeni frigat Iran itu. Duel dibuka dengan penembakan rudal-rudal Sea Killer oleh Sahand, yang semua gagal mengenai lawan. Strauss membalas dengan melepaskan sebuah rudal Harpoon yang  berhasil menghantam Sahand . Kebakaran frigat Iran itu makin parah setelah sepasang rudal air-to-surface dan empat rudal berpemandu laser Skipper yang dilepaskan pesawat-pesawat Intruder menghantamnya. “ Di Joseph Strauss , para kru merasakan getaran ketika magasin-magasin Sahand terbakar dan meledak. Menjelang sore, Sahand telah menghilang di bawah permukaan Teluk Persia,” tulis Palmer. Kapal Iran paling dinanti AS, Sabalan , akhirnya muncul siang itu juga. Tiga rudal surface-to-air langsung dilepaskannya ke arah beberapa pesawat Intruder dari Skuadron VA-95 yang mengintainya. Namun tak satu pun dari tiga rudal Iran berhasil menyentuh Intruder yang terus bermanuver. Sebaliknya, sebuah bom berpemandu laser Mk-82 yang dijatuhkan sebuah Intruder langsung mengenai bagian tengah Sabalan . Beberapa saat kemudian, SAG menerima informasi perintah penghentian serangan yang dikeluarkan Menhan Frank Carlucci. Pesawat-pesawat dan kapal-kapal perang AS pun tak melanjutkan serangan terhadap Sabalan yang sudah terbakar hebat. Perintah Carlucci juga membuat pasukan AS tak membalas ketika Iran kemudian menembakkan rudal-rudal Silkworm ke USS Gary meski tak satupun rudal itu mengenai sasaran. Berakhirnya OPM membuat AS memperluas keterlibatan politik-militernya di Teluk Persia. “Pada 29 April 1988, AS memperluas cakupan perlindungan angkatan lautnya ke semua pelayaran netral yang bersahabat di Teluk Persia di luar zona ekslusif,” tulis Jack Lewis dalam Worst Plane Crashes in History . Mulai saat itu, militer Amerika tidak lagi mentolerir serangan terhadap pelayaran komersial yang melintasi perairan internasional Teluk Persia. “Operasi Praying Mantis adalah keberhasilan nyata bagi Amerika Serikat. Dua anjungan minyak/gas lepas pantai, satu fregat, kapal serang cepat, dan beberapa kapal Boghammers berhasil ditenggelamkan. Sabalan rusak parah,” tulis Palmer.

  • Perkelahian Tentara Gurkha dengan Pejuang Indonesia

    Awal 1946. Jalur Jakarta-Bogor-Sukabumi-Cianjur-Bandung kerap dilalui hilir-mudiknya konvoi pasukan Sekutu (Inggris) dari kesatuan British Indian Army (BIA). Pengerahan pasukan secara besar-besaran itu dilakukan guna mengawal pengiriman kebutuhan logistik untuk ribuan prajurit Inggris dan 60.000 bekas tahanan perang Jepang di Bandung. “Pengiriman dari Jakarta itu kerap berjalan tersendat-sendat karena para pejuang RI tidak pernah membiarkan upaya itu berjalan lancar,” ungkap R.H.A. Saleh dalam Mari Bung Rebut Kembali! Terganggunya jalur lalu lintas utama itu otomatis mempengaruhi juga keadaan prajurit-prajurit BIA yang menempati pos-pos sepanjang Cianjur-Ciranjang-Bandung. Tak jarang pasokan logistik terlambat hingga seminggu. Menurut Raden Makmur (93), rasa lapar menyebabkan anggota Gurkha Rifles dari Batalyon 3/3 (yang menjaga pos Cikijing-Ciranjang) liar dan menjarah kampung di sekitarnya. “Mereka mengambil paksa kambing, ayam hingga telur milik rakyat,” ujar eks anggota lasykar Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI) Ciranjang itu. Akibatnya konflik tak terhindarkan. Tak jarang rakyat sipil pun melakukan perlawanan dan menimbulkan jatuhnya korban yang tak sedikit. Sebagai contoh, suatu hari satu seksi tentara Gurkha menyerbu pelosok Cikijing. Mereka mengobrak-abrik pesta pernikahan seorang warga desa dan menjarah makanan. Saat penjarahan itulah, seorang prajurit Gurkha coba memperkosa seorang perempuan tuli yang tak sempat melarikan diri. Upaya itu gagal karena suami perempuan itu melakukan perlawanan. Maka terjadilan perkelahian seru. “Kawan-kawan Si Gurkha itu bagusnya tidak ikut campur. Mereka membiarkan saja perkelahian itu dan menjadikannya hiburan,”ujar Makmur yang mengaku ada di tempat tersebut saat kejadian berlangsung. Kendati satu lawan satu, tetap saja perkelahian itu berlangsung tidak seimbang. Si Gurkha yang berbadan kekar dan terlatih pada akhirnya berhasil membuat babak belur lelaki kampung yang tidak terbiasa berkelahi itu. Namun di ujung perkelahian, Si Gurkha ditarik oleh komandannya. Setelah diomeli, dia lantas mendapat tamparan keras. “Walaupun melakukan penjarahan, tapi aturan mereka melarang para prajuritnya mengganggu perempuan,” kata Makmur. Setelah mendapatkan cukup makanan, gerombolan tentara Gurkha itu lalu pergi dengan membawa 12 tawanan. Namun ketika sampai di jalan besar, para tawanan itu dilepas begitu saja. Perkelahian dengan tentara Gurkha juga pernah terjadi di Kampung Kandang Sapi, Pasir Sengkong (masih di wilayah Ciranjang) dan sempat diabadikan oleh seorang peneliti sejarah bernama Wijaya. Dalam makalahnya berjudul “Lasykar Hizbullah: Antara Jihad dan Nasionalisme Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945—1949”, Wijaya mengisahkan pengalaman seorang pejuang Hizbullah Batalyon III Ciranjang bernama  Masturi. Alkisah pada suatu siang sekitar jam 10.00, Masturi mendapatkan laporan dari penduduk bahwa ada seorang serdadu Gurkha yang terpisah dari pasukannya terlihat sedang berjalan kebingungan di wilayah Kandang Sapi. Tanpa banyak bicara, usai mengambil seekor ayam, dia mengajak seorang kawannya untuk mencari Si Gurkha tersebut. Ternyata benar, di suatu lahan sawah kering, mereka melihat seorang serdadu Gurkha lengkap dengan khukri  (senjata tradisional Gurkha) dan senjata karaben Qirov-nya. Masturi lantas mendekatinya. Dengan bahasa isyarat, dia menawarkan ayam itu. Begitu Si Gurkha mengambil ayam, secepat kilat Masturi menjegal kakinya sambil merebut senjata Si Gurkha. Maka terjadilah perkelahian seru di sawah kering itu. Kendati Masturi dikenal jago pencak silat, nyatanya dia tetap kewalahan menghadapi prajurit Gurkha yang juga pandai bermain ilmu bela diri sejenis kuntaw itu. Di jurus kesekian bahkan Si Gurkha berhasil menginjak kaki Masturi dengan sepatu militer-nya hingga jempol kaki kiri gerilyawan Hizbullah itu pecah dan berdarah. Demi melihat posisi Masturi terdesak, kawannya dan seorang penduduk yang tadinya hanya menonton lalu terjun mengeroyok Si Gurkha. Sepandai-pandainya bermain kuntaw, akhirnya serdadu itu tak berdaya pula melawan tiga orang sekaligus. Sang Gurkha pun berhasil diringkus. Setelah mengikat Si Gurkha, Masturi lalu membawanya ke markas Hizbullah Batalyon III di Pasir Nangka. Tak lupa mereka pun merampas karaben dan khukri  milik lelaki Nepal itu. Ketika diinterogasi Si Gurkha ternyata bernama Dal Badur. Dia mengaku seorang muslim. Sebagai bukti bahwa dirinya seorang muslim, dia lantas menunjukan rambut di atas kepalanya yang dibiarkan memanjang . Setelah diobati kakinya, Masturi sendiri ikut menginterogasi Dal Badur. Alih-alih marah karena kakinya dilukai, usai interogasi Masturi malah memeluk prajurit Gurkha itu lalu mengajaknya makan nasi bungkus dari dapur umum. Tiga hari ditahan di Pasir Nangka, Dal Badur kemudian diserahkan kepada TKR. Namun demikian, karaben dan khukri -nya tidak ikut diserahkan dan menjadi milik Hizbullah Batalyon III. Beberapa bulan kemudian, Dal Badur bersama 4 prajurit Gurkha lainnya dipertukarkan dengan para pejuang Indonesia yang ditahan pihak Inggris. “Salah seorang tentara Gurkha bernama Basin justru menolak untuk kembali ke pasukannya. Dia memilih untuk bergabung dengan pihak Republik,” ungkap Makmur.

  • Lintasan Sejarah Ajang 24 Hours Le Mans

    HENRY Ford II (diperankan Tracy Letts) meradang. Penjualan mobil pabrikan miliknya, Ford, di tahun itu (1963) tengah lesu. Dari segenap jajaran petinggi Ford, hanya Lee Iacocca (Jon Bernthal) yang mencetuskan ide anti- mainstream , yakni Ford ikut ajang balappaling prestisius24 Hours of Le Mans. Iacocca yakin jika bisa menang, bakal berbanding lurus dengan membaiknyapenjualan mobil. Masalahnya, balapan Le Mans 24 Jam tengah didominasi Ferrari. Henry Ford II kian malu dan murka kala Enzo Ferrari (Remo Girone) menolak pabrikan mobil berjuluk “kuda jingkrak” itu dibeli oleh Ford. Tak ada kata lain buat Ford selain harus membalas di atas lintasan. Begitulah sineas James Mangold membuka premisfilm drama bertema balapannya, Ford v Ferrari, yang belum lama ini menang Piala Oscar untuk kategori suntingan film terbaik dan suntingan tata suara terbaik. Film itu menampilkan mega proyekFord untuk bisa membuktikan pada Ferraribahwa mobil Ford tak sejelek yang dikatakan. Iacocca merasa hanya Carroll Shelby (Matt Damon) orang yang tepat untuk dipilih , mengingat Shelby pernah juara di Le Mans 1959. Shelby jelas tertarik namun mesti mengajak Ken Miles (Christian Bale) , pembalap lain yang ia percayai, untuk membangun mobil yang tangguh. Pasalnya, sejak 1959 Shelby tak lagi bisa balapan lantaran penyakit jantung. Banting tulang Miles dan Shelby serta sejumlah kru pabrikan Ford dan tim Shelby American tak sia-sia. Mereka sukses mengembangkan mobil untuk ikut balapan Le Mans 1966yang ditakuti Ferrari, Ford GT40 Mk. II. Salah satu potret finis Le Mans 1966 demi publikasi dan gimmick marketing Ford (Foto: ford.com ) Namun nahas bagi Miles.Walau tengah digdaya, ia mestimengendarai mobil nomor 1 bergantian bersama Denny Hulme (Ben Collins) gegara team order dari wakil presiden Ford, Leo Beebe (Josh Lucas).Beebe mengusulkan pada Henry Ford II supaya ketiga mobil mereka bisa “kejepret” bersamaan saat melintas garis finis. Itu akan jadi publikasi dan nilai plus untuk penjualan mobil Ford. Miles yang tengah unggul satu setengah lap dari dua mobil lainnya manut dan melambatkan mobilnya. Meski hampir bersamaan dengan dua mobil lainnya,pada akhirnya hidung mobil Miles lebih dulu melewati garis finis . Namun Miles bukan pemenangnya. Regulasi balapan Le Mans ditentukan oleh mobil mana yang menempuh jarak paling jauh, bukan yang tercepat. Maka mobil Ford Bruce McLarenlah yang melintas garis finis di posisi dua dinyatakan menang lantaran ia memulai balapan dari posisi yang lebih jauh di belakang dibanding Miles. Itulah salah satu keunikan balapan Le Mans yang pertamakali digelar pada 1923. Ajang Uji Daya Tahan Beberapa detail tentang keunikan Le Mans turut dihadirkan Mangold dalam Ford v Ferrari . Antara lain, jelang start , pembalap takduduk menanti dimulainya balapan sebagaimana ajang-ajang lain, melainkan berlari ke mobil masing-masing dari seberang garis start . Lalu, soal aturan masuk pit-stop . Mobil peserta baru di izinkan masuk pit-stop untuk mengisi bahan bakar, mengganti ban, mengisi ulang oli, mengganti suku cadang, hingga bertukar pembalap , saat durasi balap sudah melewati satu jam. Pasalnya, balapan yang punya nama asli “24 Heurs du Mans” itu bukan adu cepat, namun adu ketahanan mobil maupun pembalap lantaran harus non-stop balapan 24 jam penuh. Analis dan jurnalis otomotif Philip O’Kane dalam artikelnya, “A History of the Triple Crown of Motor Racing: The Indianapolis 500, The Le Mans 24 Hours and the Monaco Grand Prix”,dimuat The History of Motor Sport: A Case Study Analysis , memaparkanbahwa ajang Le Mans 24 Hours merupakan gagasan dari tiga tokoh balapGeorges Durand, sekretaris Automobile Club de I’Ouest (ACO); Charles Faroux, jurnalis suratkabar L’Auto dan La Vie Automobile dan; dan Émile Coquille, bos perusahaan importir otomotif Rudge-Whitworth. Gagasan itu munculsaat ketiganya berdiskusi di sela pameran otomotifSalon de I’Automobile di Paris, 1922. Kiri-kanan: Georges Durand, Charles Faroux, Émile Coquille (Foto: lemans-history.com/L'Automobile sur la Côte d'Azur edisi Maret 1939/L'Auto-vélo edisi 22 Juni 1930) Idenya adalah menggelar ajang balapan yang bukan lagi sebagai aducepat, namun adu ketahanan mobil. Balapan juga menjadi ajang uji kehandalan kualitas mobil secara keseluruhan selama seharian penuh non-stop , baik perangkat-perangkat yang sudah dipasangmaupun ajang menjajal modifikasi masing-masing pabrikan yang tentunya berguna untuk pengembangan mobil-mobil komersil masing-masing pabrikan. “Diputuskan bahwa mobil balap harus lebih disederhanakan dan mudah diakses. Memang mobil balap bisa mencapai kecepatan tinggi. Masalahnya, teknologi mobil-mobil balap mulai berlari jauh dan tak lagi bisa digunakan untuk kebutuhan mobil sehari-harisekaligus kebutuhan mobil yang lebih aman jika dipakai di jalan,” ungkap O’Kane. Ketiganya pun meracik regulasi dan ajangnya bakal dinaungi ACO. Trofinya disediakan oleh Coquille berupa trofi La Coupe Rudge-Whitworth yang menyandang nama perusahaan impor yang dipegang Coquille. Ketiganya sepakat yang boleh mengikuti balapan adalah mobil pabrikan berbod i touring , bukan mobil balap modifikasi seperti di Grand Prix Monaco, karena misi adu daya tahan mobil maupun pembalap, bukan siapa yang lebih cepat. Perubahan lintasan Le Mans 24 Hours sejak 1929-2019 (Foto: lemans-history.com ) Maka dalam regulasi awal, syarat mobilnya harus memiliki empat seat meski dikemudian hari mobil dua seat tetap diizinkan mengaspal. Mobil yang boleh ikut merupakan mobil kategori 1.100-6.500cc dan spesifikasinya wajib persis dengan yang diiklankan masing-masing pabrikan. Durasi awal balapan awalnya diusulkan Faroux sepanjang delapan jam, sebagaimana percakapanny dengan Durand yang dikutip Hervé Guyomar dan Pierre-André Bizien dalam L’ACO, Siècle de Vie Associative et Sportive. “Kenapa tidak 24 jam?” tanya Durand. “Ide itu akan sangat sempurna, tapi Anda takkan bisa mendapatkan otoritasi yang dibutuhkan untuk keperluan itu,” jawab Faroux. “Jangan khawatir. Itu urusan saya,” cetus Durand. Otoritasi yang dimaksud adalah perizinan untuk menghelat balapan selama 24 jam penuh, tak hanya dari ACOnamun juga sampai pemerintah kota tempat balapan itu akan digelar. Ajang itu akhirnya bisa terlaksana dengan nama resmi Grand Prix d’Endurance de 24 Heures dan dihelat pada 26-27 Mei 1923. Menukil Blake Hoena dalam Surviving the Le Mans Auto Marathon , balapan itu mengambil start di Circuit de la Sarthelantas berlanjut ke desa-desa di sekitarnya. “Sarthe adalah area di mana kota Le Mans berlokasi. Trek balapannya menghampar dari Le Mans (Sirkuit Sarthe, red. )ke Desa Mulsanne, ke Arnage, lalu kembali ke Le Mans. Aslinya lintasannya sepanjang 11 mil (18 kilometer). Namun banyak perubahan seiring waktu dan kini tinggal 8,47 mil (13,6 kilometer), di mana sebagian besar treknya masih merupakan jalan publik,” ungkap Hoena. Ajang balapan Le Mans 24 Hours pertama pada 1923 (Foto: DAS Automobile) Debut balapan Le Mans 24 jam itu kemudian diikuti 33 mobil dari 17 pabrikan yang masing-masing dikendarai dua pembalap secara bergantian. Ford ikut serta denganmenurunkan mobil Ford 2008cc S4yang dikendarai Charles Montier dan Albert Ouriou. Edisi pertama Le Mans 24 jam itu juga jadi ajang uji coba starter mobil pertama. Sebelumnya, mobil-mobil yang ada dinyalakan dengan engkol dan karena pembalap harus berlari ke mobil masing-masing dalam keadaan mati mesin saat start , setiap mobil harus mampu mengembangkan sistem starter . Balapan itu dimulai 26 Mei jam 4 petang dan berakhir 27 Mei di waktu yang sama. Pemenang pertamanya ialah André Lagache dan René Léonard yang mengendarai mobil Chenard-Walcker 3.0L S4 d an merampungkan 128 lap atau empat lap lebih baik dari duet Christian Dauvergne-Raoul Bachmann di mobil bermerk sama.

  • Haji Agus Salim Tak Pernah Berhenti Belajar

    PADA 1903, Haji Agus Salim berhasil menyelesaikan pendidikannya di Hogere Burgerl School (HBS), Batavia. Ia mampu lulus dari sekolah para elit pribumi dan Eropa itu dengan hasil yang cemerlang. Kecerdasannya memang tidak diragukan lagi. Orang tua Agus Salim di Bukittinggi berharap anaknya dapat melanjutkan sekolah di Negeri Belanda, atau setidaknya mengambil jurusan kedokteran di School tot Opleiding van Inlandsche Arsten (Stovia). Namun keinginan orang tua Agus Salim hanya sebatas angan saja. Rupanya sang anak telah mengambil keputusan: tidak akan melanjutkan studinya dan memilih untuk bekerja. Dikisahkah Mukayat dalam Haji Agus Salim , pekerjaan pertama yang Agus Salim ambil setelah selesai sekolah adalah tenaga alih bahasa di Batavia. Kemampuan bahasa Belanda yang begitu baik memudahkan dirinya menterjemahkan naskah berbahasa Belanda ke bahasa Melayu. Pekerjaan itu dilakukan tidak lama, sebab Agus Salim memutuskan pindah ke Riau. Ia bekerja sebagai pembantu notaris di kantor ayahnya. Di sini pun ia tidak bertahan lama. Agus Salim merasa tidak puas dengan pekerjaannya. Ia lalu pindah ke Indragiri dan bekerja untuk perusahaan batu bara hingga 1906. Seringnya Agus Salim berpindah pekerjaan cukup membuat risau sang ayah. Sebagai seorang pegawai pemerintah, juga bangsawan Minangkabau, ia sangat mendambakan sang anak mengikuti jejaknya. Begitu juga dengan ibu Agus Salim. “Kegoncangan inilah yang merupakan salah satu sebab ibunya menderita sakit yang kemudian berakhir dengan meninggal dunia pada 1906,” ungkap Mukayat. Peristiwa kehilangan orang yang sangat dicintainya itu turut mempengaruhi jalan pikiran Agus Salim. Pada tahun itu juga ia memantapkan diri berangkat ke Jeddah, Arab Saudi, untuk bekerja pada Konsulat Belanda, suatu pekerjaan yang pernah ditolaknya. Sejak 1906-1911, Agus Salim ditempatkan di bawah naungan Drageman. Sebagai sekretaris konsulat, ia menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Dalam biografi Haji Agus Salim (1884-1954): tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme , ia diceritakan menulis sebuah risalah untuk pertama kalinya. Risalah tentang astronomi itu mengantarkan Agus Salim kepada penulisan risalah-risalah lain (agama, kebudayaan, politik) di kemudian hari. Selama 5 tahun di Jeddah, Agus Salim tak pernah berhenti belajar. Ia memanfaatkan waktunya untuk menambah pengetahuan dan pengalaman sebanyak mungkin. Kemampuan yang begitu luar biasa dalam mempelajari bahasa membuat ia mudah menguasai bahasa Arab. Dan itu menjadi modal yang berharga untuk memperdalam ilmu di jazirah Arab. “Tujuan Agus Salim ke Arab tidak hanya mencari uang semata, tetapi juga ingin memperdalam pengetahuan agama. Karena itu kesempatan tersebut dipergunakan benar-benar,” tulis Mukayat. Selama tinggal di Arab, Agus Salim selalu berhubungan dengan kerabatnya yang sudah lebih dahulu tinggal di sana. Ahmad Khatib, paman Agus Salim, telah cukup lama tinggal di Mekah. Kawan dekat KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, itu merupakan guru di Masjidil Haram, Mekah. Hubungan yang terjalin erat dengan sang paman mendorong Agus Salim untuk lebih tekun memperdalam karya-karya pemikir Islam modern. Agus Salim diketahui giat mempelajari buku-buku Jamalludin Al Afghani tentang pan Islamisme. Ia juga membaca karya-karya Mohamad Abduh, pujangga Muslim yang menginginkan reformasi dan modernisasi dalam agama Islam. Hasilnya, Agus Salim memiliki pandangan bahwa keadaan pendidikan Islam di Indonesia sangat memprihatinkan. Ia merasa perlu adanya suatu pembaharuan agar pendidikan di Indonesia tidak ketinggalan zaman. Sebab pengetahuan Islam di Indonesia sedikit banyaknya telah mendapat pengaruh dari pemerintah kolonial Belanda, dan itu merupakan kekeliruan yang amat besar. Tekad itulah yang membuat Agus Salim memilih terjun ke bidang dakwah dan berkeinginan kuat membawa Islam ke arah kemajuan. Suatu waktu, Agus Salim terlibat perdebatan hebat dengan konsulnya. Ada perbedaan pandangan yang membuat mereka harus mempertahankan isi pikirannya masing-masing. “Salim apakah engkau mengira bahwa engkau orang yang paling pintar di dunia ini,” sindir sang konsul. “Tentu tidak benar. Di dunia ini banyak orang yang lebih pintar. Hanya siapa di antara mereka itu sampai sekarang aku belum bertemu,” ucap Agus Salim. Sebagai asisten konsulat, Agus Salim banyak belajar tentang kehidupan diplomatik. Pengetahuannya ini menjadi modal penting bagi pengembangan karirnya dikemudian hari, utamanya selama periode kemerdekaan saat dirinya ditunjuk sebagai wakil Indonesia dalam berbagai perundingan internasional. Ia pun tercatat pernah menjabat posisi menteri luar negeri Republik Indonesia di era revolusi.*

  • Data CIA tentang Milisi Asing ISIS

    SETELAH menjadi polemik, akhirnya pemerintah Indonesia memutuskan tidak akan memulangkan warga negara Indonesia (WNI) yang bergabung dengan ISIS atau foreign terroris fighter  (FTF) dari Suriah. Menkopolhukam Mahfud MD menyebut berdasarkan data dari CIA, terdapat 689 WNI yang bergabung dengan ISIS.

  • Para Jago di Barat Jawa

    JULI 1948. Matahari nyaris di atas ubun-ubun. Teriknya membekap jalur Cianjur-Bandung, ketika sebuah sedan meluncur dari arah Jakarta. Di Kampung Belendung, tetiba tujuh anggota polisi NICA (Pemerintah Sipil Hindia Belanda) menghentikan mobil yang berisi lima orang Belanda (salah satunya seorang perempuan). Begitu mobil berhenti, para polisi gadungan itu langsung berupaya melakukan peringkusan. Alih-alih menyerah, para penumpang sedan tersebut (yang ternyata anggota militer Belanda) malah melakukan perlawanan. Terjadilah pergumulan dan tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya keempat lelaki Belanda itu. Sedangkan yang perempuan ditawan dan tak ada yang mengetahui bagaimana nasib dia selanjunya. “Orang-orang yang menyamar sebagai polisi itu tak lain adalah Koim dan gerombolannya,” ungkap Raden Makmur (93), salah seorang anggota Lasykar Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI) di Cianjur. Koim adalah salah satu jagoan yang sangat ditakuti di wilayah utara Cianjur pada masa revolusi. Selain dikenal sebagai pejuang, dia pun kerap menjalankan praktek-praktek teror dan kriminalitas guna memenuhi kebutuhan pasukannya. Sebagai target, Pasukan Koim memilih orang Belanda dan orang-orang Indonesia yang dianggap pro Belanda (sipil maupun militer) . “Saat melakukan penjarahan, dia tak segan-segan berlaku kejam kepada para korbannya,” ujar Makmur. Kebrutalan Pasukan Koim, membuat militer Belanda geram. Mereka lantas mengirimkan satu unit Baret Hijau dari KST (Korps Pasukan Khusus) untuk memburu kelompok tersebut. Pada Agustus 1948, Koim berhasil diringkus di Purwakarta. Dia kemudian dibawa ke Penjara Cianjur dan baru pada 1950 menghirup udara bebas. Baru beberapa hari menikmati udara luar penjara, dia diundang untuk menghadiri sebuah pertemuan. Saat menuju tempat pertemuan itulah,  di Jembatan Mande tetiba seorang lelaki mendekatinya lalu menembak kepalanya dengan supucuk pistol. Maka tamatlah riwayat Koim, sang jagoan dari Cianjur utara. Di Cibarusa (beberapa puluh kilometer dari tempat Koim beroperasi) usai proklamasi muncul seorang jagoan bernama Pak Macan.  Begitu pula di Karawang ada figur Camat Nata dan Pak Bubar,  dua tokoh dunia hitam yang karena kebutuhan revolusi “terpaksa” diangkat sebagai pejabat pemerintahan (camat dan bupati). “Malah Pak Macan dilantik sebagai kepala keamanan di Cibarusa oleh Presiden Sukarno sendiri saat dia sedang berkampanye melewati wilayah itu pada akhir 1945,” ungkap sejarawan Robert B.Cribb kepada Historia. Menurut peneliti sejarah Indonesia John R.W. Smail, sejatinya istilah “jago” diambil dari “ayam jago”. Kata itu mengacu kepada karakteristik seorang lelaki yang senang berkoar, garang dan bersenjatakan golok. “Haruslah dipahami bahwa jago tidak lebih dari sekadar penjahat pedesaan, sejenis dengan bandit di Eropa,” ungkap Smail dalam Bandung in the Early Revolution, 1945-1946 (diterjemahkan menjadi Bandung Awal Revolusi, 1945-1946 ). Namun kelompok jago adalah institusi sosial yang diakui, kendati menyimpang. Mereka memiliki mitos-mitos yang dapat dibuktikan kebenarannya, misteri yang diyakini secara kolektif dan para pemimpin kharismatik, meskipun cakupannya terbatas. Semua itu memang sengaja diciptakan sebagai alat teror guna menuntut ketaatan dan penciptaan situasi eksploitatif terhadap rakyat. “Kasus-kasus seperti itu juga terjadi di Bandung, Cimahi dan Padalarang,” ungkap Smail. Umumnya para jago juga memiliki hubungan baik dan simbiotik  dengan lasykar-lasykar besar seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan LRDR (Lasykar Rakjat Djawa Barat). Pada Desember 1945, tersebutlah seorang jago bernama Soma. Dia mengangkat dirinya sebagai camat setelah merebut kekuasaan dari seorang pamongparaja di Cisarua, sebuah kawasan perbukitan yang terletak di utara Cimahi. Setelah berkuasa, Soma menyebarkan rumor bahwa dirinya ada untuk membagikan kekayaan para hartawan kepada rakyat. Gerombolan Soma kemudian merajalela sedikit ke barat. Di Padalarang, mereka mengambilalih suatu pusat misionari Katholik untuk dijadikan markas besar dan menciptakan sejenis “republik jago” di kawasan tersebut. Demi menghindari para jago itu, para pamongpraja yang sebelumnya berkuasa terpaksa menyingkir ke kota. Kekosongan politik di tingkat kecamatan dan desa itu langsung diisi oleh para jago binaan Soma. Kentalnya suasana anti pamongpraja yang dianggap hanya sebagai bekas begundal Jepang memunculkan suatu bentuk kekuasaan yang lebih “anti feodal dan merakyat serta revolusiener”. Euforia itu terasa konkret jika melihat penampilan para kepala desa yang jauh berbeda dengan di masa kekuasaan Jepang dan Hindia Belanda. Seorang bekas pamongpraja yang diangkat sebagai camat, secara radikal merubah penampilannya menjadi lebih “revolusiener”: santai, berambut gondrong dan kerap membawa sepucuk pistol ke mana-mana. Hal itu wajib dia lakukan, karena jika masih mempertahankan “kesantunan kaum priyayi”, dia tidak bisa bertindak lugas bahkan akan segera dilibas. “Hanya dengan bergaya seperti itulah, dia dapat memelihara keteraturan sosial,” ungkap Smail. Pada perkembangan berikutnya, aksi para jago itu memunculkan kegerahan di kalangan pejabat Republik yang berkuasa di kota-kota. Segera setelah “kegaduhan” itu, mereka menugaskan satuan-satuan TKR untuk menumpas semua kekacauan tersebut ke pelosok-pelosok. Karawang dan Bekasi adalah dua wilayah yang kali pertama dibersihkan. Pada awal 1946, TKR meluncurkan operasi militer di Cibarusa (republik jago di kawasan perbatasan Cianjur-Bekasi) guna melibas Pak Macan dan gerombolannya. “Pak Macan sendiri mencoba kabur dari operasi yang keras itu, namun penasihat politiknya dari API (Manaf Roni) terbunuh dalam pertempuran,” ungkap Cribb dalam Gangsters and Revolutionaries . Pak Bubar juga tak lepas dari target operasi. Dikisahkan saat berhadapan dengan para prajurit TKR, dia berupaya kabur dengan mengandalkan ilmu menghilangnya. Tetapi militer yang bermata lebih tajam segera memberondongnya dengan senapan otomatis sehingga menyebabkan sang jagoan itu tewas seketika. Di wilayah Bandung dan sekitarnya, jaringan para jago perlahan namun pasti mulai menuju kehancuran setelah Resimen Pelopor dari TKR melucuti sekaligus membubarkan API. Alasan resmi pejabat Republik menyebutkan bahwa penumpasan itu terpaksa dilakukan karena mereka memberlakukan kelompoknya sebagai “republik dalam Republik”, tidak mematuhi otoritas sipil dan militer resmi, melakukan teror dan melakukan kontak dengan pihak musuh (Belanda). Di Karawang, penumpasan terhadap LRDR oleh militer Indonesia malah memunculkan dendam yang berkarat di kalangan para anggota lasykar dan para jago. Alih-alih tunduk kepada aturan Republik, mereka malah membelot ke kubu musuh dan memasrahkan dirinya untuk dipersenjatai lalu secara bahu membahu terlibat dalam operasi militer pertama Belanda menghabisi kaum Republik.*

bottom of page