top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Kecelakaan Helikopter di Puncak

Mantan KSAL yang baru sebulan jadi duta besar untuk Pakistan dan Atase AL Pakistan untuk Indonesia tewas dalam kecelakaan Helikopter di Puncak.

19 Mei 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

KSAL Laksamana Madya TNI R.E. Martadinata (tengah) dan KSAU Marsekal TNI Suryadi Suryadarma (kanan). (Eddy Laksmana/Wikimedia Commons).

LAKSAMANA Madya R.E. Martadinata menjabat Menteri/Panglima TNI AL (kini KSAL) dua periode selama tujuh tahun (Juli 1959–Februari 1966). Dia kemudian diperbantukan pada penggantinya, Laksamana Madya R. Moeljadi, selama beberapa bulan. 


Setelah itu, R.E. Martadinata ditunjuk menjadi Duta Besar Republik Indonesia Berkuasa Penuh untuk Republik Pakistan pada 1 September 1966. Dia berangkat ke Pakistan tanpa disertai keluarga karena baru akan menyerahkan surat kepercayaan sebagai duta besar kepada presiden Pakistan.  


R.E. Martadinata sudah dikenal oleh pemerintah Pakistan, khususnya Angkatan Laut Pakistan, karena sewaktu menjabat Menteri/Panglima TNI AL pada 1965 dia mengirimkan satuan TNI AL untuk latihan bersama AL Pakistan. 



Belum lama menjabat duta besar di Pakistan, R.E. Martadinata mendapat undangan dari Laksamana Madya R. Moeljadi agar datang ke Jakarta untuk menghadiri Hari Ulang Tahun Angkatan Perang Republik Indonesia sekaligus menerima kenaikan pangkat menjadi Laksamana penuh. 


R.E. Martadinata tiba di Jakarta pada 26 September 1966. Setelah berkumpul dengan keluarga, dia memberikan laporan kepada pemerintah tentang pelaksanaan tugasnya di Pakistan, memenuhi undangan dari rekan-rekannya, serta menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan pemerintah dan TNI AL. Seperti pertemuan dengan pejabat teras TNI AL pada 4 Oktober 1966. 


Upacara penghormatan terakhir kepada Laksamana R.E. Martadinata dan Kapten Laut Penerbang Willy Kairupan di Markas Besar TNI AL di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, 7 Oktober 1966. (ANRI).
Upacara penghormatan terakhir kepada Laksamana R.E. Martadinata dan Kapten Laut Penerbang Willy Kairupan di Markas Besar TNI AL di Gunung Sahari, Jakarta Pusat, 7 Oktober 1966. (ANRI).

Peringatan HUT Angkatan Perang Republik Indonesia diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 5 Oktober 1966. R.E. Martadinata hadir bersama koleganya, perwira tinggi Angkatan Laut Pakistan Komodor Rauf dan istri serta Atase Angkatan Laut (ATAL) Pakistan untuk Indonesia Kolonel Mazhar dan istri. 


Zamzulis Ismail dan Burhanuddin Sanna dalam Siapa Laksamana R.E. Martadinata terbitan Dinas Sejarah TNI AL, menyebut bahwa dalam pertemuan tersebut ATAL Kolonel Mazhar mengundang R.E. Martadinata ke Riung Gunung untuk minum teh sambil menikmati keindahan alam Puncak. R.E. Martadinata dengan senang hati memenuhi undangan dan menyediakan waktunya tanggal 6 Oktober 1966 sore. 



Peringatan HUT Angkatan Perang Republik Indonesia dilanjutkan malam hari dengan resepsi garden party di halaman Istana Merdeka, Jakarta. Beberapa saat sebelum acara dimulai, diadakan upacara kenaikan pangkat beberapa perwira tinggi ABRI. R.E. Martadinata menerima kenaikan pangkat menjadi Laksamana penuh. 


Pada esok harinya, 6 Oktober 1966, R.E. Martadinata mengikuti upacara khusus penyematan “Hiu Kencana” kehormatan oleh Laksamana Madya R. Moeljadi kepada Presiden/Panglima Tertinggi ABRI Sukarno di Tanjung Priok, Jakarta. Pada sore harinya, dia menepati janjinya kepada Kolonel Mazhar untuk pergi ke Riung Gunung dengan menggunakan Helikopter TNI AL jenis Alouette IV-422. 


Panglima Kodam Siliwangi Mayor Jenderal TNI H.R. Dharsono memberi sambutan dan meletakan batu pertama pembangunan tugu peringatan Laksamana R.E. Martadinata di Naringgul, Puncak, Bogor, 24 November 1966. (ANRI).
Panglima Kodam Siliwangi Mayor Jenderal TNI H.R. Dharsono memberi sambutan dan meletakan batu pertama pembangunan tugu peringatan Laksamana R.E. Martadinata di Naringgul, Puncak, Bogor, 24 November 1966. (ANRI).

Menurut Zamzulis dan Burhanuddin, selain R.E. Martadinata dan Kolonel Mazhar, ikut pula Nyonya Mazhar dan Nyonya Rauf, istri Komodor Rauf. Istri R.E. Martadinata, Nyonya Soetijarsih tidak ikut karena sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dibawa ke Pakistan. 


Perjalanan dari Jakarta ke Riung Gunung, Helikopter yang dikemudian oleh pilot Letnan Laut Penerbang William Charles Kairupan atau Willy Kairupan selamat sampai tujuan. Namun, ketika kembali ke Jakarta, pesawat dikemudikan oleh R.E. Martadinata. Pada waktu pesawat hendak melewati Puncak Pass, cuaca memburuk dan udara berawan tebal sehingga mengganggu penglihatan. Akibatnya, pesawat membentur tebing lereng gunung di daerah kebun teh di Naringgul, Puncak. Kecelakaan yang terjadi pada pukul 16:49 WIB itu menewaskan R.E. Martadinata dan semua penumpang. 



Jenazah para korban pada malam itu juga dibawa ke RSAL dr. Mintohardjo di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Keesokan harinya, 7 Oktober 1966, jenazah R.E. Martadinata dan Kapten Laut Penerbang Willy Kairupan disemayamkan di aula Markas Besar TNI AL di Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Setelah itu, jenazah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. 


Jenderal TNI Soeharto yang memimpin upacara pemakaman membacakan Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertinggi ABRI tentang pengangkatan Laksamana R.E. Martadinata sebagai Pahlawan Nasional. 


Pada 24 November 1966, untuk menghormati jasa Laksamana R.E. Martadinata dibangun tugu peringatan di Naringgul, Puncak, Bogor. Panglima Kodam Siliwangi Mayor Jenderal TNI H.R. Dharsono memberikan sambutan dan meletakan batu pertama pembangunan tugu peringatan tersebut.* 

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page