top of page

Sejarah Indonesia

Nani Wijaya dari Tari ke Film

Nani Wijaya menari sejak SD; tampil di Istana Negara dan mancanegara. Mulai main film ketika duduk di bangku SMP.

15 Maret 2023
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Nani Wijaya tahun 1978. (Perpusnas RI).

KABAR duka datang dari dunia hiburan. Aktris senior Nani Wijaya meninggal dunia di RS Fatmawati, Jakarta, pada 16 Maret 2023. Beberapa hari lalu ia dilarikan ke rumah sakit karena sesak napas. Aktris berusia 78 tahun itu sempat menjalani perawatan di ruang ICU.


Nani Wijaya dikenal sebagai aktris peran yang bermain dalam banyak film dan sinetron. Wanita kelahiran Cirebon, 10 November 1944 ini kian tersohor saat berperan sebagai tokoh emak dalam sitkom (sinetron komedi) Bajaj Bajuri beberapa tahun silam. Ia beradu akting dengan tokoh utama Mat Solar (Bajuri) dan Rieke Diah Pitaloka (Oneng).


Debut Nani dimulai dalam film Linda (1958). “Ketika duduk di bangku SMP, ia diterima jadi pemain pembantu dalam Darah Tinggi (1960). Setahun kemudian mendapat peran utama dalam Di Balik Dinding Sekolah,” sebut Apa Siapa Orang Film Indonesia. Film garapan Rd. Ariffien (sutradara) dan Kotot Sukardi (penulis naskah) ini berkisah tentang kehidupan anak-anak dari keluarga miskin yang harus sekolah sambil kerja dan berhasil.



Setelah itu, Nani bermain film di sepanjang tahun 1960 hingga 1980. Kepiawaian berakting membuatnya diganjar penghargaan dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI). Ia meraih dua Piala Citra kategori Aktris Pendukung Terbaik lewat film Yang Muda yang Bercinta (1978) dan Kartini (1983). Ketika perfilman Indonesia anjlok, mulai tahun 1992, Nani lebih banyak muncul di layar kaca.


Sebelum menjadi aktris film, Nani lebih dulu menggeluti tari. Ajip Rosidi dalam Apa Siapa Orang Sunda menyebut Nani menari sejak di bangku Sekolah Dasar di Cirebon. Ia menguasai tarian Sunda dan Jawa klasik.


“Setelah dibawa pindah ke Jakarta oleh orang tuanya, 1957, Nani menjadi anggota perkumpulan tari Tunas Mekar,” sebut Ajip. Nani bersama para penari lainnya kerap diajak tampil di Istana Negara. Bahkan, ia beberapa kali ikut pentas di mancanegara dalam rangka muhibah kesenian. 


Kemampuan menari yang mumpuni mengantarkan Nani menjuarai lomba tari serampang dua belas dalam suatu festival tahun 1959. “Sejak saat itulah ia mulai aktif bermain film,” tulis Ajip.



PParas yang menarik dan kemampuan menari yang apik membuat Nani mendapat berbagai tawaran dari perusahaan film. Salah satunya tawaran Nurkande dari Anom Pictures yang akan membuat film Darah Tinggi garapan sutradara Lilik Sujio.


Tawaran tersebut tak langsung diterima karena Nani ingin meminta izin kepada ayahnya. “Ternyata ayah mengizinkan. Namun, katanya, saya jangan sampai berbuat hal-hal yang memalukan,” kenang Nani, sebagaimana dikutip Ajip Rosidi.


Kesibukan Nani dalam dunia peran tak membuatnya meninggalkan pendidikan. Ia pernah kuliah di jurusan kriminologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia. Namun, menurut Ajip, Nani tak sempat menamatkan pendidikannya karena terganggu oleh aktivitasnya di dunia film. Nani juga sempat mengikuti pelatihan di Kino Workshop Acting yang diselenggarakan Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia) dan IKJ (Institut Kesenian Jakarta) pada 1973.



Nani menikah dengan tokoh perfilman Misbach Yusa Biran. Mereka dikaruniai enam anak; empat perempuan dan dua laki-laki. Perkenalan Nani dan Misbach berawal ketika ia bermain dalam film Di Balik Tjahaja Gemerlapan (1966) yang disutradarai Misbach. Setelah itu, Nani kerap ambil bagian dalam film garapan suaminya.


Lima tahun setelah Misbach tutup usia pada 12 April 2012, Nani menikah dengan sastrawan Ajip Rosidi. Pernikahan ini berlangsung sekitar tiga tahun karena Ajip meninggal dunia pada 29 Juli 2020. Kini Nani Wijaya telah tiada meninggalkan karya yang akan selalu dikenang.*

Comentários

Avaliado com 0 de 5 estrelas.
Ainda sem avaliações

Adicione uma avaliação
Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Bung Karno dan Sepakbola Indonesia

Meski punya pengalaman kurang menyenangkan di lapangan sepakbola di masa kolonial, Bung Karno peduli dengan sepakbola nasional. Dia memprakarsai pembangunan stadion utama, mulai dari Lapangan Ikada hingga Gelora Bung Karno.
Juragan Besi Tua Asal Manado

Juragan Besi Tua Asal Manado

Bekas tentara KNIL yang jadi pengusaha kopra dan besi tua ini sempat jadi bupati sebelum ikut gerilya bersama Permesta.
Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Perdebatan dalam Seminar Sejarah Nasional Pertama

Seminar Sejarah Nasional pertama tidak hanya melibatkan para sejarawan, melainkan turut menggandeng akademisi dan cendekia berbagai disiplin ilmu serta unsur masyarakat. Jadi momentum terbitnya gagasan Indonesiasentris dalam penulisan sejarah nasional Indonesia.
Sinong Kurir Kahar Muzakkar

Sinong Kurir Kahar Muzakkar

Terlihat seperti bocah, lelaki berusia 28 tahun ini memberi informasi berharga tentang "dalaman" Kahar Muzakkar kepada TNI.
Misteri Sulap

Misteri Sulap

Berusia setua peradaban manusia, sulap pernah bersanding dengan sihir. Sulap modern masuk pada masa kolonial Belanda. Pesulap Indonesia umumnya keturunan Tionghoa.
bottom of page