top of page

Sejarah Indonesia

Sersan Zon Memburu Panglima Polim

Sersan Zon Memburu Panglima Polim

Tak hanya Panglima Polim, sultan Aceh adalah buruan Sersan Zon juga.

23 Januari 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Panglima Polem, salah satu panglima perang Kesultanan Aceh. Diburu pasukan Sersan Zon. (Ilustrasi: Yusuf "Gondrong"/Historia)

Kabar punya kabar, sekitar akhir tahun 1902, sultan Aceh dan Panglima Polim sedang bersembunyi di daerah Gayo. Kala itu Aceh dan sekitarnya adalah Daerah Operasi Militer (DOM) daripada tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) yang ingin segera mengakhiri Perang Aceh (Atjeh Oorlog) nan berkepanjangan itu.


Keinginan untuk segera mengakhiri itu membuat pasukan Marsose (pasukan anti-gerilya Belanda nan elit dan kejam) di bawah Pembantu Letnan Hans Christoffel sering dikerahkan ke Gayo untuk berpatroli. Selain pasukan Christoffel, pasukan dari Kapten Colijn juga diperintah berpatroli di sana.


“Kapten Colijn dapat mengetahui dalam bulan Juni tempat persembunyian Panglima Polim. Maka dikejarnyalah panglima itu ke tempatnya itu,” kata LF van Gent dalam buku Nederland-Ambon.


Pengejaran tersebut kemungkinan terjadi pada 1903. Pertempuran terjadi di sana dan 36 orang terbunuh. Namun Panglima Polim tak juga tertangkap oleh pasukan Belanda itu.


Pada hari-hari berikutnya, terdengar kabar Panglima Ma’asan dan sultan Aceh bersembunyi di Gayo Luos. Selain itu, di Kampung Isak terdapat kabar beberapa pasukan dari Gayo membuat benteng pertahanan. Pasukan Belanda sempat kehilangan penunjuk jalan mereka.


“Maka diperintahkan kepada Sersan Zon dengan 12 orang serdadu ke Lande, tempat simpanan garam orang Gayo,” catat Gent, yang diharapkan mendapatkan penunjuk jalan dari sana.


Rombongan Sersan Zon itu menyergap 15 orang Gayo yang terkejut ketika mengetahui pasukan Sersan Zon datang. Karena kaget, orang-orang Gayo itu kabur dan tinggal 4 orang saja di tempat penyergapan. Empat orang tertangkap serta 12 pucuk senjata api berhasil dirampas pasukan Zon.


“Tak terkira besarnya hati patrol itu sebab orang Gayo yang tertangkap itu menerangkan, bahwa sebenar-benarnya Sultan Aceh yang dicari itu bersembunyi Bur Intem-intem. Perbekalan (beras) hanya tinggal untuk dua hari lagi,” catat Gent.


Pada pukul enam petang tanggal 19 Agustus, pasukan Belanda sampai di Bur Berkeng. Dengan cepat benteng orang Gayo di situ ditinggalkan. Pada 20 Agustus pagi, pasukan itu bergerak ke Padilongan dan tiba pada keesokan paginya. Dari sana mereka langsung menyerang kubu pertahanan orang Gayo di Bur Inonroro. Letnan Korndorffer memimpin penyerangan itu. Pasukan penyerang tentu terbagi-bagi, ada yang dipimpin Sersan Pattiasina dan Sersan Zon, kawan karib Kapten Colijn.


“Sersan Zon menyerang dengan lima orang Marsose. Dialah yang ditembaki oleh musuh dengan sehebat-hebatnya,” catat Gent.


Meski ada kawannya yang tertembak, Sersan Zon dan rombongannya berhasil mencapai sebuah bukit. Meski disambut orang Gayo yang enam kali lebih banyak daripada rombongannya, Sersan Zon dan kawan-kawannya terus maju. Sersan Zon maju bersama Tamoh, Djami, dan Maroea.


Dari jurusan lain, pasukan Sersan Pattiasina juga berhasil bergerak masuk hingga akhirnya benteng Orang Gayo itu berhasil direbut. Banyak orang Gayo terbunuh dan sebanyak 37 senapan lawan disita. Lawan yang lari tak sempat membawa banyak beras. Beras-beras yang tertinggal itu kemudian jadi santapan pasukan KNIL tadi.


Sersan Zon kemudian dianugrahi bintang ksatria Militaire Willemsorde kelas 3 atas kerja-kerjanya menyerang benteng orang Gayo tersebut. Panglima Polim dan Sultan Aceh Muhamad Daud Syah menyerah tahun 1903 itu juga.


Sersan Zon, menurut data militer Belanda, lahir sekitar 1869 dan berasal dari korps artileri. Ia pensiun di Amsterdam dan menghabiskan sebagian besar waktunya di sana hingga koran De Sumatra Post tanggal 13 Oktober 1936 mengabarkan dia meninggal dunia pada 12 Oktober 1936 di Amsterdam. Ketika Sersan Zon tutup usia, bekas Kapten Colijn sahabatnya sudah jadi politisi sayap kanan yang berkali-kali menjadi perdana menteri Belanda.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page