Hasil pencarian
9579 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Cerita Tercecer dari Masjid al-Makmur Tanah Abang
Kerusuhan di kawasan Tanah Abang pada 21-22 Mei menyisakan sejumlah cerita sumir. Misalnya tentang Masjid al-Makmur Tanah Abang. Dua tokoh nasional sempat berbicara di masjid ini. Mereka adalah Sjafrie Sjamsoeddin dan Amien Rais. Pilihan politik mereka jatuh pada pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kedatangan dua tokoh tersebut ke masjid al-Makmur mengarahkan orang pada dugaan bahwa masjid ini mempunyai hubungan dengan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Tapi Habib Hasan bin Zainal Abidin al-Habsyi, sekretaris masjid, lekas meluruskan dugaan itu. “Masjid ini sebenarnya masjid yang netral. Jadi masjid ini menjadi tempat singgah siapa pun orang muslim. Termasuk kepada laskar Hizbullah yang berjuang pada tahun 1945 itu. Masjid al-Makmur memang berdiri di atas dasar ahlussunnah wal jama’ah . Itu sudah jadi ketetapan dari awal pendirian masjid ini,” kata Habib Hasan kepada Historia . Habib Hasan menambahkan keterangan bahwa sejarah masjid al-Makmur kental dengan nilai-nilai persatuan. Masjid ini merangkul siapa saja dari kelompok mana pun. “Masjid ini sebenarnya welcome . Tidak ada warna khusus. Asal ahlussunnah wal jama’ah . Di sini para pengurusnya ada yang dari al-Irsyad, dari Rabithah Alawiyah, dari masyarakat Melayu, dan sebagainya. Jadi campur-campur ,” ungkap Habib Hasan. Citra Masjid al-Makmur bersesuaian dengan identitas kawasan Tanah Abang itu sendiri, tempat di mana masjid berdiri. “Tanah Abang ini memang daerah multietnis. Ada Melayu, Arab, Cina, dan Belanda, bisa hidup berdampingan di sini,” kata Habib Hasan. Dari musala kecil Pendirian Masjid al-Makmur tak lepas dari keberadaan pasukan Mataram di sekitar Batavia. Kehadiran mereka bermula dari rencana serangan Kesultanan Mataram terhadap VOC di Batavia pada 1628 dan 1629. “Pasukan Mataram mendirikan pos pantau di Tanah Abang untuk melihat aktivitas pasukan VOC. Dulu wilayah ini tinggi. Maka ada wilayah bernama Tanah Abang Bukit. Dari sini laut (Kota Tua, red. ) dapat terlihat,” kata Anang, penduduk sekitar sekaligus staf masjid. Selain mendirikan pos pantau, pasukan Mataram membangun musala berukuran 8x12 meter. Inilah musala cikal bakal Masjid al-Makmur. Anang memperoleh cerita turun temurun bahwa musala mempunyai rubanah (ruang bawah tanah). “Tapi seluas mana, kami tidak tahu,” kata Anang. Rubanah berfungsi untuk mendiskusikan serangan terhadap VOC. Habib Hasan mempunyai keterangan berbeda terkait awal mula Masjid al-Makmur. Menurutnya, orang-orang dari Mataram atau Demak memang berperan dalam pendirian awal musala. Tetapi tahun pendiriannya bukan 1628-1629, melainkan 1704. Dia juga tidak menemukan rubanah seperti cerita Anang. Habib Hasan bin Zainal Abidin al-Habsyi, sekretaris Masjid al-Makmur, Tanah Abang, Jakarta Pusat. (Hendaru Tri Hanggoro/Historia). Abdul Chaer dalam “Mesjid-Mesjid Lama di Jakarta Sampai Abad ke-18” termuat di Sunda Kelapa Sebagai Bandar Jalur Sutra: Kumpulan Makalah Diskusi menyebut pendiri musala tersebut bernama KH. Abdul Somad Asyura dan KH. Abdul Murad Asyura. Mereka keturunan Pangeran Kadilangu, pendakwah Islam asal Demak. Keturunan Pangeran Kadilangu menjadikan Tanah Abang sebagai basis dakwah Islam di Batavia. Mereka mendirikan musala sebagai sarana penunjang dakwah Islam. Musala tersebut berkembang memasuki 1800-an. Ketika itu orang-orang dari Hadramaut mulai bermukim di kawasan Tanah Abang. Dua saudagar dari komunitas Arab, Abubakar bin Muhammad bin Abdurrahman al-Habsyi dan Alwi bin Abdurrahman al-Habsyi mengembangkan musala menjadi masjid pada 1886. Kemudian dua saudagar itu juga membeli tanah-tanah di sekitar masjid untuk perluasan masjid. Luas tanah tambahan sekira 3000 meter persegi. Masjid ini menjadi bangunan permanen dan indah pada 1915 berkat bantuan keluarga-keluarga keturunan Arab lainnya seperti keluarga bin Sunkar dan bin Thalib. Mereka mendesain ulang masjid, menyerahkan pengerjaannya pada arsitek berkebangsaan Belanda, dan membiayai pengerjaannya. “Bentuk masjid ini, seperti sekarang ini, bermula dari desain tahun 1915 itu,” kata Habib Hasan. Sampai sekarang bentuk asli masjid masih terjaga. Utamanya di bagian depan. Peran Kebangsaan Masjid al-Makmur mengambil perannya dalam pergerakan nasional. Peran ini berawal dari keterlibatan pengurus masjid dalam Jami’at Khair, lembaga pendidikan modern berbasis Islam dan berdiri di Tanah Abang pada 1901. Para pengajar dan anggota Jami'at Khair juga menjadi pengurus di Masjid Al-Makmur. Letak kedua bangunan juga sangat berdekatan sehingga ikut mempengaruhi peran masjid. Jami’at Khair memadukan keilmuan Islam dengan sains modern. Pendiri Jami’at Khair memperoleh inspirasi pemikirannya dari Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha, tiga tokoh pembawa gagasan pembaruan di dunia Islam pada awal abad ke-20. Jami’at Khair sebermula hanya membuka kesempatan pendidikan untuk keturunan Arab. Tetapi kemudian kesempatan pendidikan itu terbuka juga untuk kelompok anak negeri. Jami’at Khair menjadi magnet kaum intelektual muslim di Hindia Belanda. Beberapa tokoh pergerakan Islam di Indonesia menjadi anggotanya. Misalnya KH. Ahmad Dahlan, Haji Oemar Said Tjokroaminoto, dan Haji Agus Salim. Melalui masjid ini, pengajar di Jami’at Khair menyebarkan gagasan Islam dan kebangsaannya secara lebih luas kepada penduduk. Penggunaan khotbah dalam bahasa Melayu turut mendorong persebaran gagasan tersebut. Garis kebangsaan Masjid al-Makmur kian tegas pada masa Revolusi Fisik (1945-1949). Masjid Jami’ Al-Makmur menjadi tempat singgah para pejuang kemerdekaan. Kebanyakan mereka anggota laskar Hizbullah. Tetapi di luar itu, masjid juga menerima pejuang kemerdekaan dari kelompok lain seperti para pendekar silat dari berbagai aliran. Berbagai kelompok di Masjid al-Makmur bersatu menghadapi serangan tentara NICA dan Belanda di Tanah Abang. Pertempuran itu tercatat dengan baik dalam beberapa literatur. Antara lain dalam Kampung Tua di Jakarta terbitan Dinas Museum dan Sejarah Provinsi Jakartadan Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid 10 karya Abdul Harris Nasution. Tetapi dua literatur tersebut tidak mencatat peran Masjid al-Makmur. Peran Masjid al-Makmur selama Revolusi Fisik termaktub dalam KH. Hasan Basri 70 Tahun: Fungsi Ulama dan Peranan Masjid karya Ramlan Mardjoned. “Masjid al-Makmur di Tanah Abang yang dibangun tahun 1932 M, dijadikan markas menghimpun pemuda-pemuda Betawi dalam menghadapi tentara Belanda dan NICA. Di Masjid al-Makmur itu menjadi pusat mengatur strategi dan taktik penyerangan menghadapi pasukan Sekutu dan Belanda di Jakarta,” tulis Ramlan. Memasuki masa kemerdekaan, peranan Masjid al-Makmur lebih dekat pada urusan pendidikan dan perdagangan. Sejumlah ulama dari Timur Tengah berdatangan ke masjid ini pada 1950-an. Sementara itu, para pedagang dan pembeli dari Tangerang, Depok, dan Bekasi di pasar Tanah Abang memanfaatkan masjid sebagai tempat ngadem . “Hal ini mungkin saja karena masjid ini mempunyai serambi depan yang luas dan nyaman sehingga memungkinkan orang bisa duduk-duduk, bahkan tidur-tiduran,” tulis Abdul Chaerdalam Tenabang Tempo Doeloe . Pemandangan orang ngadem di Masjid al-Makmur masih terlihat hingga sekarang. Meskipun jalanan dan kawasan sekitar masjid kian padat.
- Jejak Islam di Sarang Mafia
PADA November 2015, Giovanni Gambino (putra mahkota mafia Italia) mengancam ISIS (Negara Islam Syiria dan Irak) untuk tidak mengacau di beberapa tempat yang ada di bawah kekuasaan keluarga Gambino. Tokoh kejahatan yang saat itu tengah diburu oleh polisi tersebut menyatakan dia menjamin bahwa para teroris ISIS tak akan berani mengacau Italia terlebih Sisilia. Giovani sesumbar bahwa selama ini para teroris ISIS hanya berani beroperasi di negara Eropa seperti Prancis dan Belgia tidak lain disebabkan dua negara itu bukan termasuk kawasan yang ada dalam lindungan mafia. "Berbeda dengan kawasan Sisilia (pusat mafia di Italia ) yang bebas dari jaringan teroris," ujarnya seperti dilansir Russian Times , 24 November 2015. Saat ini, tak banyak orang tahu (sekalipun orang Islam), bahwa Sisilia pernah menjadi koloni dari para penguasa Arab Islam ratusan tahun yang lalu. Padahal, bangunan-bangunan megah yang sekarang menjadi ikon pulau tersebut merupakan sisa-sisa peninggalan peradaban Islam. Katakanlah sebagai contoh Palazzo dei Normann (dulu merupakan istana lama para emir Arab), Gereja San Giovanni degli Eremiti (dulu merupakan masjid), Katederal Lucera (juga dahulunya masjid), dan gedung-gedung tua lainnya. Sebelum jatuh ke tangan orang-orang Arab Islam, Palermo (ibu kota Sisilia) pernah dikuasai oleh orang-orang Phoenix dan Byzantium (nama lain untuk Kekaisaran Romawi Timur). Saat dikuasai orang-orang Byzantium itulah, pada 652 Palermo pernah diserang oleh pasukan Muawiyah bin Abu Sofyan (602-680) yang merupakan khalifah pertama Dinasti Umayyah. “Kerajaan Siracuse (yang menginduk kepada Byzantium) sempat tenggelam dalam serangan pertama ini. Rampasan perang muslim, termasuk para perempuan, kekayaan gereja, dan benda-benda berharga lainnya mengundang para pengembara muslim untuk kembali ke daerah itu di kemudian hari,” tulis Philip K. Hitti dalam History of The Arabs . Pada 827 terjadi pemberontakan orang-orang Sicilia terhadap Gubernur Byzantium. Karena merasa tidak berdaya menghadapi kekuatan militer Kekaisaran Romawi Timur, para pemberontak pimpinan Euphemius itu memohon bantuan militer kepada Ziyadatullah I (817-838), yang merupakan pimpinan orang-orang Aglabiyah (nama lain Tunisia yang saat itu menjadi bagian dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah ) . Gayung bersambut. Tak lama setelah Euphemius mengirimkan surat permohonan bantuan militer itu, penguasa Aglabiyah memerintah seorang panglima seniornya bernama Qadhi-Wazir (konon usianya saat itu sudah 70 tahun) untuk memimpin 70 armada kapal (mengangkut 10.000 prajurit dan 700 kuda perang) ke Pulau Sicilia. Singkat cerita, takluklah Palermo kepada pasukan Arab Islam tersebut pada 831. Di bawah gubernur baru yang merupakan boneka orang-orang Aglabiyah, Sicilia menjadi wilayah yang sejahtera. Alih-alih diperlakukan diskriminatif, para penduduk asli diberikan kebebasan memeluk agama. Syaratnya: mereka harus membayar jizyah (pajak kepala). Di era itu, orang-orang Aglabiyah memang tidak menjadikan Palermo sebagai kota utama. Mereka lebih memilih Syracuse sebagai ibu kota Sicilia. Namun demikian Palermo tetap dibangun dan diperindah, hingga konon keindahannya disebut-sebut hanya bisa ditandingi oleh Cordoba di Spanyol dan Kairo di Mesir. Selain kotanya yang indah, para penduduk Palermo juga dikenal sangat mengutamakan mode. Menurut Uskup Agung Sophronius, dalam sebuah catatannya yang dibuat pada 883 M, Palermo adalah kota internasional yang berisi manusia-manusia dari berbagai bangsa. Selain orang-orang Arab dan lokal Sisilia, Palermo juga dihuni oleh orang-orang Yunani, Yahudi, dan Lombardia Pada 972-973, Ibnu Hauqal berkenan mengunjungi kota tersebut. Menurut saudagar Baghdad tersebut, Palermo merupakan kota yang sangat cantik dengan istana dan masjid-majid megahnya yang berdiri di tiap sudut kota. ”Ketika mendengarkan mereka, saya yakin mereka orang yang saleh. Tidak ada yang meragukan kapasitas mereka,” tulis Hauqal seperti dikutip Hitti . Bidang pendidikan pun tak kalah maju dengan Baghdad dan Cordoba. Di Palermo ada Universitas Balerm, salah satu universitas tertua di dunia. Pamornya hanya kalah bersaing oleh Universitas Cordoba di Spanyol, yang juga dikuasai oleh para ilmuwan muslim. Dalam percakapan sehari-hari, orang-orang Palermo menggunakan tiga bahasa: Yunani, Arab, dan Latin. Tak aneh jika saat itu, upaya-upaya penerjemahan buku-buku khazanah Yunani ke bahasa Arab dan Latin berlangsung gencar. Tahun 1071 Palermo diserang oleh orang-orang Normandia dan takluk. Kendati berhasil menghancurkan kekuasaan orang-orang Arab Islam, namun orang-orang Normandia mengadopsi kepintaran orang-orang Arab. Alih-alih menghancurkan dan mengusir orang-orang Arab, salah satu raja mereka yang bernama Roger I malah meniru mentah-mentah pembangunan militernya dari orang-orang Arab. Roger I pun membebaskan orang-orang non-Kristen untuk memeluk keyakinannya dan melindungi para cendekiawan Arab, filosof, para dokter dari Timur, astrolog dan para sastrawan. Bahkan upaya penerjemahan referensi-referensi Arab berlangsung gencar. Salah satunya penerjemahan buku berharga yang berjudul Almagest oleh seorang lokal bernama Eugene (dia bergelar amr ) pada 1160. Sisilia khususnya Palermo tetap menjadi primadona pengetahuan selama ratusan tahun . Hingga pada sekira 1800-an, kota cantik itu jatuh ke tangan para mafioso. Sejak itulah, pusat ilmu pengetahuan di Eropa tersebut berubah menjadi sentra bisnis hitam (seperti narkoba dan penjualan orang) yang terkenal di dunia.
- Ketika Aparat Bertindak di Luar Batas
POLITISI gaek Amien Rais buka suara menyikapi kerusuhan yang terjadi baru-baru ini pasca kapitulasi pemilihan umum di Jakarta (22/05/19). Bermula dari unjuk rasa di depan kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), aksi ini berakhir dengan bentrokan yang menelan delapan korban meninggal. Sebelumnya, Kepolisian Republik Indpnesia melalui Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan tidak akan mengenakan peluru tajam dalam tindakan pengamanan. “Saudaraku saya menangis, saya betul-betul sedih, tapi juga marah bahwa polisi-polisi berbau PKI telah menembak umat Islam secara ugal-ugalan," kata Amien dalam unggahan akun instagramnya . “Saya atas nama umat Islam meminta pertanggungjawabanmu. Jangan buat marah umat Islam.” Pernyataan Amin segera diikuti dengan seruan takbir oleh orang-orang di sekelilingnya. Aksi kerusuhan itu juga disambut oleh Titiek Soeharto dengan pernyataan yang menyudutkan aparat keamanan dan pemerintah. Menurut Mbak Titiek – sapaan akrab Titiek Soeharto - tindakan polisi untuk meredam kerusuhan berujung dengan penganiayaan dan penghilangan nyawa. “Hentikan penganiayaan dan penghilangan nyawa rakyat pada aksi unjuk rasa pascapemilu,” kata Mbak Titiek dalam deklarasi Litura (Lima Tuntutan Rakyat) Emak-emak Indonesia. Cerita tentang aparat keamanan yang menembaki umat Islam juga pernah terjadi pada masa Orde Baru ketika Presiden Soeharto – ayah Titiek Soeharto – berkuasa. Mengingatkan kembali, Orde Baru adalah rezim yang dilawan habis-habisan oleh Amien Rais sewaktu menegakan reformasi pada 1998. Pada 12 September 1984, Jusuf Wanandi mencatat dalam Menyibak Tabir Orde Baru: Memoar Politik Indonesia , tentara menembaki sekelompok Muslim yang sedang melakukan protes di kawasan pelabuhan Tanjung Priok. Akibatnya, ratusan nyawa melayang di ujung bedil tentara. “Sampai sekarang pun masih belum diketahui (tepatnya) berapa korban yang tewas,” tulis Wanandi. Tragedi berdarah ini kelak disebut dengan nama Peristiwa Tanjung Priok. Insiden Tanjung Priok disulut oleh laporan yang menyatakan bahwa ada anggota polisi yang memasuki masjid di Tanjung Priok tanpa menanggalkan sepatunya. Si polisi memerintahkan agar poster yang bernada antipemerintah diturunkan. Ketika penjaga masjid menolak, anggota polisi menggeledah masjid dan mencabut poster-poster propaganda sambil tetap mengenakan sepatunya. Tindakan polisi yang dianggap semena-mena menyinggung warga masjid. Akibatnya, mereka menyerbu kantor polisi setempat. Mulai dari warga biasa, pengusaha bongkar muat, hingga preman turun menyerbu. Polisi yang kewalahan meminta bantuan tentara. Karena polisi mundur, Panglima Kodam Jaya Mayjen Try Sutrisno memenuhi permintaan bantuan polisi. Sejumlah tentara dikerahkan ke Tanjung Priok. Menurut Jusuf Wanandi, mereka diperlengkapi dengan senapan AK47 dan M16 untuk pengamanan. Ketika segerombolan orang datang menyatroni kantor polisi, ada sekira 20 tentara yang berjaga di sana. Alih-alih menenangkan massa yang marah, aparat melakukan tindakan di luar batas: menembaki para demonstran secara membabibuta. Sumber pemerintah mengumumkan kemungkinan 90 orang yang tewas. Namun beberapa sumber lain menyebutkan ada banyak jenazah yang langung dikubur atau dibuang ke laut, sehingga tidak diketahui berapa angka persis mengenai jumlah korban. Panglima ABRI saat itu, Jenderal Benny Moerdani disebut-sebut sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. “Atas perintah Presiden Soeharto, Benny mengambil alih penanganan kerusuhan itu,” tulis Wanandi. Bagaimana tanggapan Presiden Soeharto atas jatuhnya korban sipil di Tanjung Priok? Dalam otobiografinya Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya , Soeharto mengatakan, “Sesungguhnya, peristiwa itu benar-benar hasil hasutan orang yang menempatkan diri sebagai pemimpin.” Menurut Soeharto melaksanakan keyakinan dan syariat agama yang dianutnya, tentu boleh-boleh saja. Tetapi jangan menghasut rakyat untuk memberontak. Apalagi coba-coba memprovokasi mengganti Pancasila, sekali-kali jangan. “Terhadap yang melanggar hukum, ya, tentunya harus diambil tindakan,” kata Soeharto membenarkan tindakan aparatnya.
- Hikayat Gedung Para Kapiten
GEDUNG bergaya multi kultural (Tiongkok, Melayu dan Eropa) itu nampak terlihat tua. Di beberapa bagiannya, dinding tembok mengelupas, memamerkan batu bata merah tua yang terlihat masih kokoh. Kesan kuno semakin kuat, melihat letaknya yang ada di pinggiran Sungai Musi, tepatnya di Dermaga Tujuh Ulu, Palembang. Sisa-sisa kejayaan bangunan itu juga tercermin dari pilar-pilar kayu jati yang masih nampak kekar, dan lantai gedung yang terbuat dari kayu onglen. “Kami mengenalnya sebagai Gedung Kapiten,” ungkap Syukri (43), salah seorang warga kota Palembang. Masuk ke gedung itu lewat sebuah tangga kayu berundak 12, pemandangan bercorak Tiongkok terhampar: altar-altar tua, sebuah foto usang lelaki Hokian lengkap dengan seragam pejabat Hindia Belanda-nya. Ketika bertemu dengan salah seorang penghuninya bernama Tjoa Hok Lim pada sekira 2008, saya sempat mendapatkan semua informasi mengenai gedung tersebut. Termasuk jawaban siapa lelaki Hokian yang ada di foto itu. “Ini mendiang kakek buyut saya. Namanya Kapiten Tjoa Ham Ling,”ujar lelaki yang pada 2008 tepat berusia 82 tahun. Gedung milik keluarga besar Tjoa itu memang merupakan salah satu dari tiga bangunan bersejarah sisa-sisa kejayaan para Hokian perantau di pinggiran Sungai Musi. Ceritanya, pasca Kesultanan Palembang Darussalam dihapus oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 7 Oktober 1823, diberlakukanlah sebuah undang-undang yang mewajibkan setiap etnis memiliki struktur komunitas masing-masing. Komunitas itu biasanya dipimpin oleh seorang kuat yang diangkat langsung oleh pemerintah Hindia Belanda.Mereka dianugerahi pangkat mayor atau kapiten. Pada 1830, di Palembang, komunitas Hokian dipimpin oleh seorang Mayor. Namanya Tjoa Kie Tjuan,yang pada 1855 digantikan oleh putranya yang bernama Kapiten Tjoa Ham Hin. Kapiten Ham Hin-lah yang kemudian menempati dan merenovasi gedung yang letaknya tepat di bawah lindungan Jembatan Ampera itu. Jauh sebelumnya gedung tersebut ditempati oleh seorang putri dari Keraton Kesultanan Palembang dan sudah ada sejak 1600-an. “Terakhir keturunan Mayor Tjoa Kie Tjuan yang menjadi kapiten dan bertempat tinggal di sini adalah Kapiten Tjoa Ham Ling sampai sekitar tahun 1920-an,” ujar lelaki yang akrab di sapa warga Dermaga Tujuh Ulu sebagai Pak Kohar. Sejak dicanangkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah daerah setempat pada 2017, Gedung Kapiten praktis diurus oleh Mulyadi alias Tjoa Tiong Gie, generasi ke-13 dari Mayor Tjoa Kie Tjuan. Dia juga tak lain putra dari Tjoa Hok Lim. Mulyadi berkisah bahwa begitu pentingnya posisi para kapiten itu di masa lalu sehingga pemerintah Hindia Belanda memperlakukan mereka secara istimewa. Itu wajar jika melihat tugas mereka sebagai pemunggut pajak dari para pengusaha Tionghoa di Palembang. “Semua perizinan usaha dan kegiatan yang terkait dengan etnis Tionghoa di Palembang diurus oleh para leluhur saya,” ungkap Mulyadi. Keturunan she (marga) Tjoa sendiri hingga kini sudah sampai pada 14 generasi. Mereka menyebar ke berbagai tempat di Indonesia, dan sebagian besar bermukim di Pulau Jawa. “Di sini, yang tersisa hanya kami inilah,”ujar Tjoa Hok Lim. Apa yang membuat mereka bertahan di gedung lawas itu? Menurut Mulyadi, secara emosional mereka merasa terikat dan berkewajiban untuk mengurus peninggalan moyangnya tersebut. Selain sudah diamanahkan oleh keluarga besarnya, Mulyadi juga sangat sadar jika gedung itu memiliki sejarah yang tidak ternilai. “Pernah ada yang menawar dengan harga lumayan mahal, tapi kami tidak kasih. Ayah saya bilang berapa pun harganya yang mereka tawarkan, rumah ini tak akan pernah dijual,”ujar Mulyadi. Kalaupun rumah itu sekarang sudah menjadi cagar budaya, namun status tersebut belumlah cukup untuk menjadikannya tidak terlupakan oleh sejarah. Diperlukan aksi nyata oleh pemerintah setempat (seperti renovasi dan revitalisasi) supaya generasi hari ini dan mendatang bisa menjadikan Gedung Kapiten sebagai obyek pembelajaran sejarah dan kepentingan wisata yang menarik para turis untuk mengunjunginya.
- Bergulat dengan Sejarah Sumo
PANDANGAN Donald Trump fokus tertuju pada tengah arena. Sesekali Presiden Amerika Serikat (AS) itu menangkap penjelasan koleganya Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe tentang apa yang ditatapnya dari kursi kehormatan Stadion Ryogoku Kokugikan, Tokyo, Minggu (26/5/2019). Trump begitu antusias memelototi laga sumo, olahraga nasional negeri sakura, di hari terakhir turnamen akbar sumo itu. Eksisnya “orang bule” di arena sumo terbilang langka. Apalagi di akhir pertandingan ia diberi kehormatan menyerahkan trofi pemenang kepada Asanoyama yang memenangi laga tadi. “Malam yang hebat dalam turnamen sumo. Kami membawakan trofi yang indah dan semoga bisa Anda miliki selama ratusan tahun. Untuk menghormati pencapaian luar biasa Anda, saya anugerahkan Trofi Presiden Amerika Serikat ini,” kata Trump kepada Asanoyama, dikutip The New York Times , Minggu (26/5/2019). Trump memang bukan pembesar dari negeri Paman Sam pertama yang berkenalan dengan sumo. Di akhir masa Sakoku atau kebijakan isolasi Jepang pada 1853, Komodor Matthew Calbraith Perry selaku utusan AS mendapat suguhan pertandingan sumo. Olahraga itu dianggapnya sekadar permainan bangsa yang belum beradab alias barbar. “Olahraga adu banteng ketimbang olahraga kontak fisik manusia. Dan tampaknya permainan yang sangat bodoh,” kata Perry mendeskripsikan sumo yang ditontonnya dalam The Japan Expedition 1852-1854: The Personal Journal of Commodore Matthew C. Perry. Asal-Usul Sumo Sampai detik ini, belum ada arkeolog maupun sejarawan yang mampu menetapkan kapan sumo pertamakali dipraktikkan di Jepang. Penjelasan yang paling dipercaya masih sekadar legenda atau cerita dari mulut ke mulut secara turun-temurun. Sumo diyakini pertamakali eksis dua ribu tahun yang telah lewat, persisnya di masa Kaisar Suinin memerintah Jepang pada tahun ke-23 sebelum Masehi (SM). Harold Bolitho dalam catatannya, “Sumo and Populer Culture: The Tokugawa Period” yang terangkum dalam Sport: The Development of Sport, menguraikan pertandingan sumo kali pertama dilakoni seorang jago beladiri Nomi No Sukune. Disebutkan ia merupakan salah satu titisan Dewa Amaterasu. Ia lantas diminta Kaisar Suinin untuk meladeni Taima No Kehaya, jago beladiri lain yang mengklaim sebagai manusia terkuat di kolong langit. “Keduanya berhadapan di Izumo, pesisir Pulau Honshu. Kedua petarung saling mengangkat kakinya dan saling menendang. Dalam pertarungan itu Nomi No Sukune mematahkan tulang rusuk dan tulang pinggang Taima No Kehaya hingga tewas,” sebut Bolitho mengutip serat Nihon Shoki. Nomi No Sukune pun tidak hanya dihadiahi tanah kekuasaan mendiang Taima No Kehaya di Desa Koshioreda namun ia juga dijuluki “dewa” sumo. Seiring zaman, sumo lantas dikaitkan dengan sejumlah ritual agama Shinto, seperti di Periode Nara (tahun 710-794 M) di mana pertandingan sumo acap digelar dalam rangka perayaan pesta panen. Penggambaran olahraga tradisi sumo di abad ke-18 oleh pelukis Katsukawa Sunsho Dalam setiap pertandingan, sumo selalu diawali ritual menyebar garam dan menepuk kedua tangan sebelum masuk dohyo atau arena berbentuk bulat. Sebelum terlibat kontak, para rikishi (pesumo) menghentakkan kaki beberapa kali. Ritual itu berasal dari mitos agama Shinto bahwa Dewa Amaterasu melakoninya sebelum menghadapi adiknya sendiri, Susanoo. Para pesumo pun diharuskan tanpa pakaian dan hanya menggunakan mawashi yang menutupi kemaluan. Wasitnya seringkali merupakan pendeta kuil Shinto setempat. Pertandingannya dilakukan dengan tangan kosong dan hanya bisa menang dengan mengenyahkan lawan ke luar garis batas dohyo baik dengan bantingan, lemparan maupun dorongan. Pada periode Morumachi, abad ke-14, sumo dijadikan olahraga yang lebih bersifat profesional meski tetap butuh dua abad ke depan untuk menyebarluaskan sumo sebagai olahraga di segala penjuru Jepang. Pada Periode Edo, abad ke-19, sumo makin marak lantaran selain menawarkan kehormatan, juga mulai melibatkan uang dan memberi penghasilan besar. Di periode Edo pula turnamen akbar sumo se-Jepang mulai digelar. Sumo pun perlahan jadi olahraga nasional. Di awal abad ke-20 bahkan sampai muncul dua asosiasi sumo, yakni di Tokyo dan Osaka. Pada 28 Desember 1925, keduanya dilebur menjadi Dai-Nihon Sumo Kyokai alias Asosiasi Sumo Jepang, yang bernaung di bawah Kementerian Pendidikan, Budaya, Olahraga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Di era itulah di Jepang mulai kebanjiran pesumo lantaran sumo merupakan satu-satunya wadah “pengungsian” para samurai . Pada era Meiji, akhir abad 19, status samurai dihapuskan. Sejumlah tradisinya pun dilenyapkan. Salah satunya terkait kehormatan jambul khas samurai. Hanya dalam olahraga sumo-lah para bekas samurai itu bisa mempertahankan kehormatan jambul mereka. Wanita di Arena Sumo Bergulirnya zaman membuat sumo mulai dikenal dunia luar. Tapi bagaimana dengan wanita? Pasalnya, kehadiran wanita sempat ditabukan karena dianggap akan menodai kesucian dohyo . Pun begitu, serat Nihon Shoki pernah menyebutkan adanya pesumo wanita. Serat yang berasal dari tahun 720 M itu menguraikan bahwa pertamakali wanita berlaga dalam sumo tahun 469 di masa Kaisar Yuryaku. Kala itu kaisar memerintahkan dua wanita bertarung sumo tanpa sehelai pun pakaian. Perintah itu bertujuan untuk membungkam kearoganan seorang tukang kayu yang mengklaim tak pernah melakukan kesalahan. Laga sumo wanita bugil dilakoni untuk mengalihkan konsentrasi si tukang kayu. Ketika akhirnya si tukang kayu bikin kesalahan lantaran fokusnya terganggu, ia pun dieksekusi sang kaisar. Namun seiring waktu, disebutkan wanita dilarang terlibat dalam sumo. Larangan itu baru dicabut pada 1873 (periode Edo). Para pesumo wanita Jepang di era 1900. (Miyapedia) Setelah Restorasi Meiji (1868-1889), wanita kembali dilarang ikut sumo lantaran dianggap tidak pantas untuk budaya baru Jepang. “Tapi sumo wanita profesional berkembang di Jepang pada 1948 dan meluas lagi pada 1955,” sebut Joseph Svinth dalam Martial Arts of the World: An Encyclopedia of History and Innovation volume I. Meski sumo wanita tetap eksis hingga kini, diskriminasi tetap bergulir. Contoh kontroversialnya adalah saat Gubernur Osaka Fusae Ohta acap dilarang masuk ke arena untuk menyerahkan trofi pada pemenang dalam turnamen sumo tahunan di Osaka. Pada April 2018, seorang paramedis wanita yang hendak menolong salah satu pesumo yang cedera juga diusir ke luar arena meski pada akhirnya petinggi asosiasi sumo meminta maaf.
- Muasal Fiber Optik, “Biang Kerok” Komunikasi Kilat
Mengirim email, menelepon, atau mencari informasi di internet kini bisa dilakukan dengan begitu mudah dan cepat. Lalu lintas informasi yang padat dan berkapasitas tak sedikit ini bisa berjalan lancar berkat penemuan fiber optik (FO). FO mampu menjadi media pengirim data dengan kapasitas dan kecepatan tinggi. Sebelum teknologi FO ditemukan, arus informasi dikirim melalui kabel tembaga. Kendati cost production -nya lebih murah, kapasitas kabel tembaga lebih rendah. Penggunaan kabel tembaga mulanya dipakai untuk saluran televisi dan pesawat telepon. Karena tembaga punya nilai untuk dijual kembali, pencurian kabel telepon banyak terjadi. Dirut Telkomsel pertama Koesmarihati, yang pernah menangani jaringan telepon, mengaku pernah menemukan pencurian kabel telepon di depan Hotel Borobudur dan Rumah Sakit Jakarta. Pencurinya benar-benar niat, mereka sampai masuk ke bak bawah tanah tempat sambungan kabel ( manhole ). Kabel, kertas peyambung, dan selongsong timah pun jadi sasaran pencurian. “Kabelnya dikupas, tembaganya diambil,” kata Koesmarihati pada Historia. Di tengah maraknya pencurian itu, teknologi FO mulai digunakan di Amerika pada 1977. Prinsip kerja kabel FO ialah pengiriman data menggunakan cahaya yang disalurkan lewat medium transparan. Sistemnya sederhana, mengikuti penemuan fisikawan Inggris John Tyndall pada 1854 bahwa cahaya dapat dibelokkan. Tyndall melakukan eksperimennya dengan meneliti gerakan cahaya pada air melengkung. Model ini diterapkan pada FO. Data ditransmisikan lewat cahaya, lalu ditembakkan dari pangkal kabel. Secepat kilat cahaya ini tersalur ke ujung kabel. Itulah sebabnya informasi terkirim dengan cepat dan padat. Ide pengiriman informasi melalui sistem optik pertamakali dicetukasn John Logie Baird dan Clarence W. Hansell pada 1920-an. Ide ini terus dilengkapi oleh para ilmuwan telekomunikasi di Eropa dan Amerika, seperti Abraham Van Heel dan Harold H. Hopkins. Hopkins melaporkan pencitraan pada material serat yang tidak berkarat, sedangkan Van Heel membuat laporan tentang selubung berlapis dengan material transparan agar gelombang cahayanya jauh lebih stabil. Pada 1964, Charles K. Kao menghitung kemungkinan pengiriman informasi jarak jauh melalui cahaya. Masalahnya, pada beberapa material jumlah cahaya yang ditembakkan memudar. Padahal, untuk kebutuhan komunikasi, kekuatan cahaya tidak boleh berkurang lebih dari 10 desibel per kilometer. Ia pun mengusulkan penggunaan kaca murni untuk mengurangi kehilangan cahaya. Teori Kao diuji di laboratorium pada 1970 menggunakan silika murni yang dilebur dengan titik leleh tinggi. Eksperimen ini berhasil. Robert Maurer, Donald Keck, dan Peter Schultz mematenkan penemuan serat optik silica yang diperkuat dengan sedikit campuran titanium ini. Serat optik buatan Maurer dkk. ini mampu membawa informasi 65.000 kali lebih banyak daripada kawat tembaga. Dua tahun berselang, mereka memperbarui temuannya dengan memperkenalkan serat multimode germanium-doped yang lebih kuat dibanding serat yang didoping titanium. Bahasan tentang FO sedang jadi topik menarik bagi dunia telekomunikasi pada dekade 1970-an. Olsontech.com menyebut pada 1973, John MacChesney memodifikasi proses pengendapan uap kimia untuk pembuatan serat di Bell Labs, Amerika. Proses ini kemudian digunakan dalam pembuatan serat optik untuk komersil. Serangkaian ujicoba oleh para ahli itu berbuah manis. Serat optik akhirnya diujicoba pertama kali di Long Beach, California oleh perusahaan General Telephone and Electronics pada April 1977. Kualitas pengiriman datanya jauh lebih baik dari kabel tembaga, mencapai 6 Mbps. Perusahaan Bells kemudian mengikutinya pada bulan Mei dengan memasang sistem komunikasi telepon optik di Chicago sepanjang 2,4 kilometer. Setiap FO membawa sekira 672 saluran suara. Di Indonesia, penanaman kabel FO mulai dilakukan pada 1985. Sebelumnya, sebuah tim dikirim ke Belanda untuk mempelajari teknik penanaman dan perawatan kabel teknologi baru itu. Buah dari pembelajaran tim yang dikepalai Koesmarihati itu adalah pemasangan kabel FO pertama yang ditanam di sepanjang Jetinegara-Gambir. Kendati awalnya penggunaan FO untuk menggantikan kabel tembaga ditentang lantaran dikhawatirkan bakal mematikan industri kabel dalam negeri, kekhawatiran itu hilang karena industri serat optik justru bertumbuh. “Tahun 1993 sebagain masih pakai tembaga, pelan-pelan diganti FO. Kalau kabel tembaga, satu kabel cuma menyambungkan satu saluran. Sedangkan FO lewat cahaya dengan gelombang tinggi, jadi bisa membawa informasi lebih banyak,” kata Koesmarihati.
- (R)evolusi ATM
Automated Teller Machine atau ATM akan punah. Apa yang membuat kita yakin mesin ATM tak mengalami nasib yang sama seperti dinosaurus? Jawabannya: inovasi. Sejak kali pertama diperkenalkan hingga sekarang, fungsi ATM mengalami evolusi, mengikuti kebutuhan konsumen dan perkembangan teknologi informasi. Penemu ATM Siapa penemu ATM masih jadi perdebatan. Umumnya orang menyebut ATM pertama dibuat Luther George Simjian, ilmuwan kelahiran Turki dan besar di Amerika Serikat. Mesin itu, bernama Bankograph, dapat menerima uang tunai atau memeriksa setoran kapan saja. Mulanya banyak orang meragukan temuannya. Tapi, pada 1960, dia berhasil membujuk City Bank of New York –kini Citibank– untuk mencoba mesin pintarnya selama enam bulan. “Orang yang berminat menggunakan mesin ini adalah segelintir pelacur dan penjudi yang tidak mau berurusan langsung dengan teller bank,” ujar Simjian, dikutip History.com . Gagasan membuat mesin ATM lalu datang dari John Shepherd-Barron, direktur percetakan dokumen-dokumen keuangan De La Rue di Inggris. Gagasan ini muncul karena pengalaman buruknya dengan bank tahun 1965. Seperti dikutip telegraph.co.uk , Shepherd-Barron mendapatkan ide brilian: jika mesin penjual otomatis dapat mengeluarkan cokelat, mengapa ia tak bisa mengeluarkan uang tunai? Barclays Bank suka dengan gagasan Shepherd-Barron. Mesin ATM pertama bikinan Shepherd-Barron kemudian dipasang di Enfield, sebuah kawasan di utara London, Inggris. Setelah itu, tahun 1968, seorang ahli dari Docutel Corp Texas, Don Wetzel, mengembangkan ATM berjaringan pertama, yang dikenal sebagai Docuteller. Karyanya dipakai Chemical Bank of New York pada 1969. Bentuk dan cara kerja ATM yang masih sederhana itu kemudian terus dikembangkan. Yang diakui sebagai ATM modern pertama adalah IBM 2984. ATM meraih popularitas ketika pada 1977 Citibank meluncurkan ATM pertama di Queens, New York. Slogan “Citi Never Sleep” mengiringi peluncuran itu. Menyusul kemudian cabang-cabang Citibank di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Di Indonesia, bank-bank terkemuka masih berpikir seribu kali untuk memasang ATM. Investasi untuk ATM dianggap sebagai pemborosan. Menariknya, yang memperkenalkan ATM bukan bank-bank besar di ibukota tapi justru bank kecil di Denpasar, yakni Bank Dagang Bali (BDB), pada 1984/1985. BDB menjalin kerjasama dengan Chase Manhattan Bank. Untuk bisa mendapatkan layanan ATM ini, nasabah BDB harus memiliki kartu khusus yang disebut cash point card . I Gusti Made Oka, pendiri sekaligus direktur utama BDB, mengatakan tak sekadar ingin pamer melainkan demi meningkatkan pelayanan. Selain karyawannya belum mampu memberikan pelayanan cepat, dtulis majalah Tempo , 1986, Made merasa kasihan dengan nasabahnya yang harus antre lama di depan kasir. Setelah BDB, Citibank Indonesia mulai memasang ATM dan disusul Bank Niaga pada 1986. Bank Central Asia (BCA) baru memberikan layanan ATM pada 1988. Meski bukan bank pertama di Indonesia yang menggunakan ATM, sejarah kemudian mencatat BCA sebagai bank paling inovatif dalam mengembangkan layanan produk perbankan melalui mesin ATM. Pertama Kali BCA Menyediakan Layanan ATM BCA didirikan pada 21 Februari 1957. Dari bank perdagangan, yang lebih banyak melayani nasabah pedagang, BCA menyasar consumer banking . Setelah sukses dengan Tahapan BCA, tahun 1988 BCA meluncurkan layanan mesin ATM. Bagi BCA perlu waktu sangat lama untuk mengubah pikiran konsumen untuk beralih dari cara tradisional (mengantri di loket) ke cara modern (menggunakan ATM). Untuk itulah BCA melakukan edukasi terus-menerus. Menurut pakar marketing Hermawan Kartajaya dalam Kompas 100 Corporate Marketing Cases , meski bukan yang pertama menawarkan layanan ATM di Indonesia, BCA adalah bank pertama yang melakukan proses edukasi sistematis. Proses edukasi tersebut diimbangi dengan penambahan keberadaan ATM dan fasilitas layanan ATM. Pada mulanya jumlah ATM BCA setidaknya baru 50 unit ATM terpasang di penjuru Jakarta pada 1991. Dengan pertumbuhan nasabah yang pesat, ATM pun terus ditambah dari waktu ke waktu. Dari sisi kenyamanan bertransaksi juga menjadi perhatian. Pada 1995, BCA melakukan pembenahan ATM, baik dari sisi sistem dan aplikasi, infrastruktur, serta menerapkan perangkat penunjang lainnya untuk menjaga kenyamanan dan keamanan bertransaksi di mesin ATM. Software aplikasi di Server untuk memproses transaksi dari semua mesin ATM diganti. Lalu di setiap lokasi ATM dipasang antena very small aperture terminal (VSAT) fasilitas telekomunikasi menggunakan teknologi satelit, lengkap dengan kamera pengawas (CCTV). Investasi besar ini dirasakan dampaknya di kemudian hari. Terbentuk persepsi publik bahwa ATM BCA ada di mana-mana dengan layanan transaksi yang on line 24 jam, 7 hari seminggu. Citra ini mendongkrak jumlah nasabah. BCA juga mengedukasi masyarakat untuk kebutuhan uang tunai tidak harus lagi antri di cabang dan tidak perlu banyak memegang uang tunai karena tersedianya kemudahan tarik tunai di mesin ATM. BCA Memperkenalkan Layanan “Pembayaran” di ATM Pada masanya BCA menjadi bank yang memiliki mesin ATM terbanyak. Ketika bank lain mulai mengikuti untuk menerapkan strategi memperbanyak memasang mesin ATM, BCA sudah melangkah lebih maju lagi. Pengembangan jaringan dan fitur ATM dilakukan secara intensif. Pada 1996, ketika nasabah telah terbiasa melakukan transaksi penarikan tunai dan cek saldo melalui ATM, mulailah BCA mengembangkan layanan-layanan yang lebih inovatif. “ BCA adalah bank pertama yang memperkenalkan layanan pembayaran tagihan lewat ATM,” tulis majalah Swa , 2005. Setelah sukses menjalin kerjasama dengan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), menyusul kemudian Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan perusahaan-perusahaan lainnya. Gebrakan lainnya, BCA menawarkan kerja sama dengan Citibank berupa pembayaran tagihan kartu kredit Citibank melalui ATM BCA. Seiring waktu makin banyak layanan perbankan yang dapat dilakukan lewat ATM BCA. Mulai dari pembayaran tagihan telepon, listrik, PAM, ponsel, isi ulang pulsa, kartu kredit, cicilan kredit, pajak PBB, uang sekolah, beli tiket pesawat sampai beli saham. Payment system yang dikembangkan BCA menjadi obyek studi karena di luar negeri ATM adalah cash withdrawl dan balancing inquiry . Bahkan menurut Kristin Samah dalam Game Changing: Transformasi BCA 1990-2007 , “BCA menjadi bank pertama di dunia yang menyediakan jasa pelayanan pembayaran melalui mesin ATM.” Perkembangan ATM di Era “Paspor BCA” Pada akhir 1998, dalam situasi ekonomi krisis moneter dan ketersediaan uang tunai yang terbatas, BCA mengeluarkan fitur inovasi yaitu kartu ATM yang ditambahkan dengan fitur Debet, dikenal dengan kartu Paspor BCA. Paspor BCA merupakan cara baru dalam bertransaksi atau belanja di merchant-merchant tanpa harus terlebih dahulu menyiapkan uang tunai. Fitur Debet pertama kali dapat digunakan di Hero Supermarket. Setiap kasir dilengkapi dengan mesin electronic data capture (EDC). Tak berhenti di situ. Fitur Debet pada kartu Paspor BCA kemudian dilengkapi lagi dengan fitur penarikan uang tunai melalui merchant-merchant , serta pada 2002 untuk memudahkan transaksi tarik tunai BCA di merchant BCA menambahkan Electronic Cash Register (ECR) yang menghubungkan EDC ke cash register di toko-toko. Pada 2004, menurut hasil riset AC Nielsen, mayoritas pemegang kartu ATM memiliki kartu ATM BCA/Paspor BCA di dalam dompetnya. Praktis ATM BCA merupakan ATM yang memiliki banyak fasilitas. “Mau tidak mau ATM BCA sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian masyarakat yang sudah banking minded ,” tulis Swa . Tidak berhenti disitu saja, periode 2003 dan 2004 BCA mengeluarkan mesin ATM khusus digunakan untuk transaksi-transaksi non cash yang disebut ATM Non Tunai dan mesin ATM yang khusus digunakan untuk penyetoran uang tunai yang disebut ATM Setoran Tunai. Dengan demikian untuk kebutuhan penarikan uang tunai, penyetoran uang tunai atau menabung tidak perlu lagi harus datang ke cabang, semua sudah dapat dilayani oleh mesin ATM. ATM Setor Tarik Untuk semakin melengkapi ketersedian fasilitas transaksi perbankan kepada nasabah , pada 2014, BCA memperkenalkan ATM berbasis cash recycling machine yang dapat melayani beberapa transaksi dalam satu mesin ATM, yaitu ATM Setor Tarik . Dengan ATM Setor Tarik nasabah tidak perlu lagi repot-repot pindah mesin ATM untuk melakukan beberapa transaksi yang berbeda, penarikan tunai, penyetoran tunai, transaksi pembayaran dan transaksi pembelian dapat dilakukan di mesin ATM Setor Tarik. ATM memang hanya satu dari sekian banyak saluran transaksi yang dimiliki BCA. Masih ada saluran lainnya; dari BCA Mobile hingga uang elektronik ( e-money ). Namun, ATM masih menjadi saluran transaksi favorit masyarakat untuk bertransaksi. Bahkan kehadiran saluran-saluran lain memperkaya layanan yang diberikan ATM BCA. Misalnya, registrasi dan aktivasi BCA Mobile, baik KlikBCA (versi smarphone ) maupun m-BCA bisa dilakukan melalui ATM. Masing-masing saluran transaksi yang tersedia saling melengkapi, saling bersinergi sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dalam memberikan layanan dan manfaat kepada nasabah. Contoh sinergi yang saat ini sudah dirasakan manfaatnya oleh nasabah adalah dengan saluran BCA Mobile dapat melakukan penarikan tunai dan penyetoran tunai di ATM. Nasabah tidak perlu lagi kawatir ketika ketinggalan kartu Paspor BCA dirumah karena dengan fitur transaksi cardless (tanpa kartu) di BCA Mobile sekarang dapat melakukan transaksi penarikan tunai atau penyetoran tunai di ATM BCA. Era Cardless Transaction, di ATM BCA Bisa “Setor/Tarik Tunai Tanpa Kartu” Hanya dalam 15 hari setelah diluncurkan pada 12 Oktober 2011, aplikasi BCA mobile telah diunduh sekitar 17 ribu pengguna. Melalui layanan BCA mobile, nasabah bisa melakukan transaksi perbankan, baik finansial maupun nonfinansial, lewat smartphone. Dan saat ini BCA mobile sudah digunakan oleh 9,4 juta pengguna. Sejak diluncurkan sekira 8 tahun silam, aplikasi BCA mobile terus memperkaya fitur-fiturnya. Fitur paling gres dari aplikasi BCA mobile adalah fitur Buka Rekening di BCA mobile, fitur Setor / Tarik Tunai Tanpa Kartu, fitur BCA Keyboard, dan fitur QRku. Sejalan dengan perkembangan BCA mobile tersebut, ATM BCA pun mengikuti perkembangan zaman. Memasuki era cardless transaction , dimana BCA mobile memperkenalkan fitur layanan setor/tarik tunai tanpa kartu di ATM, maka ATM BCA pun menyediakan mesin dengan pilihan menu “Transaksi tanpa Kartu”. Per bulan April 2019, BCA telah memiliki 5.925 buah “ATM Setor Tarik”, yaitu ATM yang bisa melakukan setoran atau tarikan tunai. Fitur Setor/Tarik Tunai Tanpa Kartu ini merupakan inovasi dari BCA, dalam memanjakan nasabah yang kesehariannya sangat sering berinteraksi menggunakan smartphone. Langkah-langkah setor/tarik tunai tanpa kartu dapat dilihat di sini: bca.co.id . Fitur tersebut berguna sekali untuk nasabah yang jarang membawa dompet saat bepergian, terlebih lagi untuk nasabah yang baru saja melakukan buka rekening secara online via BCA mobile.Nasabah dapat dengan mudah membuka rekening baru tanpa harus datang ke cabang. Namun perlu diingat, ketika membuka rekening baru, nomor handphone-nya harus nomor yang belum terdaftar mobile-BCA. Fitur buka tabungan di BCA mobile memiliki tiga keuntungan yaitu: Nasabah tak perlu datang ke kantor cabang BCA; Nasabah mendapat fasilitas BCA mobile (m-BCA) dan Internet Banking (KlikBCA); Nasabah bisa lebih mudah melakukan setoran awal melalui menu Transaksi Tanpa Kartu di ATM. Bagi para nasabah, buka tabungan di BCA mobile caranya mudah sekali, cek di sini: bca.co.id . Dunia bergerak cepat. Teknologi dan inovasi berkembang seturut dengan kompleksnya kebutuhan. Pada titik ini, BCA sudah menjawabnya.
- Hikayat Pelabuhan di Selatan Jawa
WILAYAH pantai utara telah sejak lama digunakan sebagai gerbang kegiatan dagang kerajaan-kerajaan di Jawa. Hampir sebagian besar jalur perdagangan laut di Nusantara melewati wilayah utara Jawa. Misal Cirebon, Pekalongan, Tegal, Batavia, Semarang, dan Surabaya. Maka tidak heran jika terjadi perkembangan yang amat pesat di wilayah tersebut. Keadaan itu sangat terbalik dengan wilayah pantai selatan Jawa. Di wilayah tersebut cukup kesulitan membangun sebuah kota pelabuhan. Salah satu faktor penghambatnya adalah ombak ganas Samudera Hindia yang membuat kapal-kapal sulit untuk berlabuh. Namun hambatan itu tidak berlaku bagi CIlacap. Kota pelabuhan yang masuk dalam wilayah Karesidenan Banyumas itu dilindungi oleh pulau Nusakambangan. Dengan lebar 6 kilometer dan panjang 40 kilometer, pulau tersebut melindungi pelabuhan dari terjangan ombak Samudera Hindia. “Ditambah dengan kedalamannya perairan di sekitar dermaga, Cilacap dikenal sebagai pelabuhan alam yang baik bagi perahu dan kapal besar berlabuh,” tulis Susanto Zuhdi dalam Cilacap 1830-1942: Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa. Selain Cilacap, aktivitas dagang di selatan Jawa dilakukan di pelabuhan Prigi, Panggul, Pacitan, Cilaut Eureun dan Pelabuhan Ratu ( Wijnkoopsbaai ). Tetapi kegiatan pelayaran di sana tidak seramai di pantai utara. Bahkan jenis komoditas yang diperjualbelikan pun tidak dalam jumlah besar. Kegiatan yang umum dilakukan di pelabuhan pantai selatan adalah perdagangan ikan asin, garam, dan terasi. Para pedagang yang datang pun berasal dari pulau-pulau sekitar. Sehingga sangat jarang ditemukan kapal-kapal besar bersandar di dermaga. Menurut Susanto, di antara pelabuhan-pelabuhan di selatan, Cilacap menjadi satu-satunya yang mendapat perhatian paling besar dari pemerintah kolonial. Posisinya yang dianggap paling strategis, membuat pemerintah melakukan pembangunan besar-besaran di sana. Membangun Potensi Setelah berhasil menancapkan pengaruhnya di Banyumas pada 1831, pemerintah Hindia Belanda segera mengalihkan perhatiannya pada pembangunan pantai selatan Jawa. Mereka melihat potensi yang besar di pelabuhan Cilacap untuk kegiatan pelayaran. Pemerintah Hindia Belanda lebih memilih membangun selatan Jawa dibandingkan utara Jawa karena persoalan waktu. Banyak produk dari pedalaman yang lebih cepat didistribusikan melalui pantai selatan. Dan Cilacap dianggap memiliki kondisi alam yang paling sesuai. Dalam tesisnya Transportasi dan Ekonomi di Karesidenan Banyumas tahun 1830-1940 , Purnawan Basundoro menjelaskan bahwa kekuatan terbesar Cilacap sebagai pelabuhan dagang berada pada transportasi sungainya. Dengan memanfaatkan aliran sungai Serayu dan Kaliyasa, pemerintah mendistribusikan langsung komoditi dagangnya ke pelabuhan Cilacap. “Serayu merupakan sungai terpanjang yang dapat dilayari ke pedalaman. Dari ibukota Banyumas ke utara sungai dapat dilayari sepanjang 24 kilometer, sedangkan ke selatan sepanjang 40 kilometer sampai ke laut,” tulis Susanto. Walau belum resmi, kegiatan ekspor di pelabuhan Cilacap telah terlihat sejak 1832, menyusul diberlakukannya c ultuurstelsel (sistem tanam paksa) oleh pemerintah Hindia Belanda. Kopi dan tembakau menjadi komoditi utama ekspor di pelabuhan Cilacap. Sementara kegiatan bongkar muat dari Eropa masih terbatas pada barang-barang tekstil, seperti kain beludru, dan wol. Bukti perhatian pemerintah Hindia Belanda terhadap kemajuan pelabuhan Cilacap adalah dengan dibangunnya kanal. Hal itu dilakukan untuk memperlancar pendistribusian barang dari sungai Serayu ke pelabuhan akibat jalurnya yang terlalu kecil. Namun pembangunan kanal itu mengalami banyak kendala. Teknologi yang masih sederhana, ditambah tidak adanya keterlibatan arsitek Eropa membuat mereka kesulitan membangunnya. Kendala yang sering terjadi adalah air tidak mengalir dan permukaan air yang tiba-tiba turun. Menjadi Kuat Melalui besluit (Surat Keputusan) No.1 tahun 1847, pemerintah secara resmi membuka pelabuhan Cilacap. Namun komoditi perdagangan di sana masih terbatas pada barang-barang yang dibutuhkan oleh pemerintah saja. Aktivitasnya pun belum terlalu banyak berubah dari sebelum diresmikan, yakni lebih banyak pada kegiatan ekspor. Pemerintah Hindia Belanda terus meningkatkan pembangunan wilayah pantai selatan Jawa. Mereka bertekad untuk membuka gerbang perdagangan yang besar di sana. “Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk meningkatkan status Cilacap menjadi onder afdeling bersamaan dengan ditingkatkannya pembangunan pelabuhan Cilacap” kata Sukarto Kartoatmojo dalam Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap. Selama kurun waktu 12 tahun, terhitung sejak pembukaan resminya, pemerintah berkomitmen untuk membuka pelabuhan Cilacap sebagai jalur perdagangan besar dan pelayaran bebas. Artinya, jenis barang dan aktivitas ekonomi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga pihak swasta. Keinginan kuat pemerintah itu diperlihatkan dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie no.56 tahun 1858 dan Staatsblad van Nederlandsch-Indie no.7 tahun 1859. Di sana mereka menulis rencana pembangunan 16 pelabuhan di sepanjang Jawa dan pantai barat Sumatera. Tetapi bukan perkara mudah mewujudkannya. Susanto menyebut rencana itu mendapat banyak pertentangan dari dewan pusat di Belanda. Akhirnya melalui sidang afdeling ketiga di Eerste Kamer, pemerintah pusat memutuskan hanya membuka 3 pelabuhan (Cilacap, Cirebon, dan Pasuruan) sebagai pelabuhan besar untuk kegiatan ekspor-impor. Sedangkan 13 pelabuhan lainnya hanya menerima aktivitas ekspor saja. Peningkatan aktivitas ekonomi di pelabuhan Cilacap nyatanya telah membawa kemakmuran bagi daerah sekitarnya. Pembangunan berkelanjutan terus dilakukan oleh pemerintah. Banyak sarana dan prasarana di sekitar pelabuhan yang dibuat. “Bagi penduduk sendiri hal itu mendorong kegiatan pembukaan areal tanah subur yang belum digarap,” kata Susanto.*
- Asal Usul Nama Kampung Bali
Sebuah video viral memperlihatkan sejumlah anggota Brigadir Mobil (Brimob) mengeroyok seorang lelaki di samping Masjid Al-Huda, Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada 22 Mei 2019. Judul video menyebut lelaki itu berusia belasan tahun dan kemudian tewas. Tetapi kepolisian menyatakan lelaki tersebut pria dewasa dan masih hidup. Lelaki itu salah satu tersangka kerusuhan 21-22 Mei di kawasan Tanah Abang. Dia lari masuk ke Kampung Bali ketika polisi berusaha membubarkan perusuh. Kampung Bali termasuk salah satu kelurahan di Tanah Abang. Kelurahan ini memiliki banyak nama gang serupa: Kampung Bali. Pembedanya berdasarkan nomor. Dari nomor satu sampai tiga puluhan. Asal usul nama Kampung Bali di kawasan Tanah Abang mempunyai dua versi. Versi pertama menyebut nama Kampung Bali berasal dari identitas penduduk sebermula di wilayah itu. “Adapun nama Kampung Bali disebut demikian karena dahulunya banyak orang-orang Bali yang tinggal di sana,” catat buku Kampung Tua di Jakarta terbitan Dinas Museum dan Sejarah Provinsi DKI Jakarta. Terdapat di Tiga Tempat Keberadaan orang Bali di sini bermula dari kebijakan Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC (Kongsi Dagang Hindia Timur), mendatangkan orang-orang baru ke kota Batavia pada paruh pertama abad ke-17. Coen melakukannya setelah menghancurkan Jayakarta, nama lama Batavia. “Penghuninya melarikan diri meninggalkan wilayah ini,” tulis Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia. Orang-orang baru di Batavia berasal dari Bali, Ambon, Banda, Ternate, Jawa, Makassar, Mandar, Sumbawa, dan Tionghoa dari Banten. Coen menempatkan mereka di luar tembok kota atau kastil Batavia. Sebab wilayah di dalam tembok kota hanya untuk penduduk Eropa. Di luar tembok kota, Coen menempatkan kelompok anak negeri berdasarkan asal wilayahnya. “Sebab itu hingga kini bisa ditemukan sejumlah kawasan tempat tinggal yang mengacu pada nama kelompok-kelompok etnis seperti Kampung Ambon, Makassar, Bandan, Bali, Pekojan, Manggarai, dan Melayu,” tulis Siswantari dalam Kedudukan dan Peran Bek dalam Pemerintahan Serta Masyarakat Jakarta , tesis pada Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia. Adolf Heuken dalam Historical Sites of Jakarta mengungkap status sosial orang Bali di Batavia. “Sebagian mereka dijual sebagai budak oleh raja-raja di sana, sebilangan lainnya merupakan serdadu bayaran yang memiliki tombak dan ditakuti di India dan Persia,” tulis Heuken. Jumlah orang Bali di Batavia cukup banyak. “Dari sebab itu nama Kampung Bali terdapat di pelbagai tempat,” tulis Soekanto dalam Dari Djakarta ke Djakarta: Sedjarah Ibu-kota Kita . Mereka mendiami tiga wilayah berbeda di Batavia. Sekarang wilayah itu berada di Angke (Jakarta Barat), Jatinegara (Jakarta Timur), dan Tanah Abang (Jakarta Pusat). Tapi versi pertama asal usul nama Kampung Bali dari identitas penduduknya dibantah oleh Mathar Kamal, penggiat sejarah dan budaya Tanah Abang. “Tidak ada kaitannya sama sekali,” kata Mathar. Menurutnya, toponim suatu tempat harus dicari lebih dulu dalam alam flora. “Jika ini tak ditemui, kita bisa melihat unsur geometri dan kontur tanah. Jika tak ada juga, maka harus lebih dulu mencari makna tempat tersebut dalam bahasa Kawi, Melayu, Polinesia Purba, Mesir, dan Ibrani,” kata Mathar. Dia meyakini bahasa-bahasa tersebut mempunyai alas dalam peradaban Jakarta dan pada gilirannya membentuk pula bahasa Betawi. Geometri Kampung Berdasarkan rumus tersebut, Mathar mengajukan versi kedua asal usul nama Kampung Bali. Dia mengikuti pendapat Ridwan Saidi tentang asal usul nama Kampung Bali. Menurut mereka, nama Kampung Bali muncul dari geometri wilayah tersebut. “Pandanglah Kampung Bali dari titik Tenabang Bukit, akan terlihat geometri kampung itu yang melingkar-lingkar,” tulis Ridwan Saidi dalam Jakarta dari Majakatera hingga VOC . Ridwan juga menambahkan bahwa kata Bali berasal dari bahasa Mesir, artinya memutar atau melingkar. Terlepas dari dua versi berbeda tersebut, Kampung Bali di tiga tempat berbeda di Jakarta nyaris tidak meninggalkan sama sekali keturunan orang Bali. Mereka juga berkembang nyaris serupa. Mereka tidak lagi berbentuk kampung, melainkan telah menjadi wilayah kota. Kampung itu berdempetan dengan pusat bisnis, jasa, perkantoran, pasar, dan keramaian lalu lintas. Tapi sebuah cap khusus pernah menimpa Kampung Bali di Tanah Abang. Kampung ini sempat terkenal sebagai wilayah peredaran narkoba selama hampir satu dekade pada 1995-2005. Melalui beragam kampanye dan aksi melawan narkoba, Kampung Bali di Tanah Abang mulai lepas dari cap lembah hitam narkoba. Sekarang Kampung Bali menjadi salah satu wilayah padat dan beragam penduduk di Tanah Abang.
- Islamisasi ala Sunan Gunung Jati
SETIAP malam Jumat Kliwon aktivitas tidak biasa kerap terlihat di Gunung Sembung, Cirebon Utara: warga berbondong-bondong datang ke Kompleks Makam Astana Gunung Jati untuk berziarah sambil berzikir di masjid Sang Saka Ratu. Tidak sedikit dari mereka yang memanfaatkan waktu tersebut untuk mengambil air dari tujuh sumur yang tersebar di sekitar kompleks. Namun ada pula yang memilih berdiam di area makam para tokoh pendiri Cirebon yang dimakamkan di sana, salah satunya Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati, atau dikenal juga sebagai Syarif Hidayatullah adalah tokoh penegak Islam pertama di Tatar Sunda. Ia dibesarkan dan dididik di tanah Arab. Mengenal Islam dari tokoh-tokoh besar di Mekah dan Baghdad, membuat pengetahuan Islam Syarif Hidayatullah sangat mumpuni untuk disebarkan kepada masyarakat. “Setelah kembali ke Mesir, Syarif Hidayatullah memutuskan untuk menyebarkan Islam di Pulau Jawa yang masih Hindu,” tulis Bambang Setia Budi dalam Masjid Kuno Cirebon . Diceritakan dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari , Syarif Hidayatullah tiba di Cirebon pada 1475, setelah sebelumnya singgah di Samudera Pasai, Banten, dan Jawa Timur. Ia datang bersama para pedagang Arab yang singgah di pelabuhan Muara Jati. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya ke Desa Pasambangan. Di tempat itu Syarif Hidayatullah mulai mengajarkan agama Islam. Ia dengan cepat diterima oleh masyarakat, walau pada saat itu masih dianggap orang asing (Arab). Setelah beberapa tahun tinggal di sana, Syarif Hidayatullah berhasil mengislamkan penduduk yang mayoritas beragama Hindu. Kedudukan Syarif Hidayatullah dalam menyebarkan Islam semakin kuat setelah menikahi gadis-gadis lokal. Dalam Ensiklopedi Sunda: Alam, Manusia, dan Budaya , Ajip Rosidi menulis bahwa Syarif Hidayatullah menikah sebanyak 6 kali, yakni: (1) Nyai Pakungwati, putri Pangeran Cakrabuwana; (2) Nyai Babadan, putri Ki Gedeng Babadan; (3) Nyai Kawung Anten, adik bupati Banten; (4) Syarifah Baghdadi, adik Pangeran Panjunan; (5) Ong Tien Nio, putri keturunan Cina; dan (6) Nyai Tepasari, putri Ki Gedeng Tepasari dari Majapahit. “Setelah beberapa lama bergaul dengan masyarakat, ia mendapat sebutan Syekh Maulana Jati,” kata Bambang. Pada 1479, sepulang berdakwah di Banten, Pangeran Cakrabuwana menyerahkan takhta kekuasaan Cirebon kepada Syarif Hidayatullah. Ia mendapat gelar Tumenggung Syarif Hidayatullah bin Maulana Sultan Muhammad Syarif Abdullah . Pangeran Sulaeman Sulendraningrat dalam Babad Tanah Sunda: Babad Cirebon menyebut para wali di Jawa menetapkan Syarif Hidayatullah sebagai Panetep Panatagama Rasul di tanah Sunda. Sebutan lainnya Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Jati Purba Panetep Panatagama Awlya Allah Kutubid Jaman Khalifatur Rasulullah SAW . Setelah memangku jabatan penguasa Cirebon, Syarif Hidayatullah segera memutuskan untuk melepaskan diri dari Kerajaan Sunda. Ia menolak memberikan kewajiban upeti, berupa garam dan terasi, kepada Sri Baduga Maharaja. Mengetahui hal itu, raja Sunda murka. Ia kemudian mengirim Tumenggung Jagabaya dan bala tentaranya untuk mendesak Cirebon. “Setelah tiba di Cirebon, Tumenggung Jagabaya beserta pasukannya justru beralih agama menjadi Islam. Mereka menetap di Cirebon dan mengabdi kepada Syarif Hidayatullah,” tulis A. Sobana Hardjasaputra dalam Cirebon dalam Lima Zaman: Abad ke-15 hingga Pertengahan Abad ke-20. Peristiwa pengkhianatan pasukannya membuat Sri Baduga Maharaja berencana menyerang habis-habisan Cirebon. Tetapi berhasil dicegah oleh purohita (pendeta tertinggi keraton). Sobana menyebut Syarif Hidyatullah, sebagai Wali Sanga, telah berulangkali meminta raja Sunda untuk memeluk Islam. Namun selalu gagal. Sejak berhenti memberikan upeti itulah Cirebon menjadi kerajaan Islam yang merdeka dan otonom. Penetapan berdirinya kesultanan pun tercatat pada tanggal 12 Sukla Cetramasa 1404 Saka atau 1482 Masehi. Sebagai kepala negara sekaligus kepala agama (wali), Syarif Hidayatullah berperan penting dalam perluasan kekuasaan politik dan agama Islam di wilayah Cirebon. Salah satu jalan dakwah yang menjadi prioritasnya adalah pembangunan sarana ibadah di seluruh wilayah kekuasaannya. Syarif Hidayatullah mempelopori pembangunan masjid agung Sang Cipta Rasa (1489) sebagai pusat dakwah. Letak masjid berada di samping kiri keraton dan sebelah barat alun-alun. Dalam Babad Cirebon disebutkan pembangunan masjid melibatkan Raden Sepat, mantan arsitek Majapahit. Ia juga dibantu oleh Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Selama masa awal pemerintahannya, Syarif Hidayatullah membangun banyak sarana dan prasarana kerajaan. Seperti sarana transportasi penunjang pelabuhan dan sungai, serta memperluas area jalan di beberapa tempat. Hal itu dilakukan untuk mempermudah penyebaran agama Islam di wilayahnya. “Salah satu kearifan Sunan Gunung Jati adalah dalam pemberlakuan pajak. Jumlah, jenis, dan besarnya disederhanakan sehingga tidak memberatkan rakyat serta digunakan dengan semestinya,” tulis Sobana. Syarif Hidayatullah memprioritaskan pengembangan Islam dengan mendirikan masjid-masjid di seluruh wilayah Cirebon. Setelah itu, ia melanjutkannya dengan pembangunan spiritual masyarakat. Sejalan dengan hal itu, wilayah kekuasaan Cirebon pun semakin luas dengan diperkenalkannya ajaran-ajaran Syarif Hidayatullah oleh para muridnya. Kegiatan dakwah Syarif Hidayatullah di luar Cirebon mencakup daerah Sumedanglarang, daerah Ukur Cibaliung di Kabupaten Bandung, Batulayang, daerah Pasir Luhur, hingga Garut. Syarif Hidayatullah menggunakan pendekatan sosial budaya dalam proses dakwahnya, sehingga ajarannya dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. "Dalam berdakwah, Sunan Gunung Jati juga memanfaatkan pengetahuan masyarakat tentang unsur-unsur legenda dan mitos," tulis Sobana. Pada 1568, Syarif Hidayatullah meninggal dunia. Ia dimakamkan di Astana Gunung Sembung. Syarif Hidayatullah tampil sebagai kepala pemerintahan Cirebon selama kurang lebih 89 tahun, dan berhasil mengislamkan hampir seluruh wilayah kekuasaannya.
- Putri Sunda Penyebab Perang Bubat
Prabu Maharaja sudah tujuh tahun menjadi raja. Dia terkena muslihat, mendapat bencana akibat putrinya yang bernama Tohaan akan menikah. Terlalu besar kemauan sang anak. Dalam rangka pernikahannya, banyak orang yang berangkat mengantarkan ke Jawa. Sebabnya, sang putri tak mau punya suami orang Sunda. Maka terjadilah perang di Majapahit. Demikianlah penyebab Perang Bubat dalam Carita Parahyangan, sumber tertulis dari masa Sunda Kuno. Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar dalam Gajah Mada, Biografi Politik , kisah dalam naskah itu merujuk kepada peristiwa di Bubat, yang menurut Pararaton terjadi pada 1279 Saka atau 1357 M. Ceritanya tak dituturkan secara rinci. “Bagi masyarakat Sunda Kuno Perang Bubat pastinya merupakan peristiwa yang menyedihkan,” kata Agus. Menariknya, Carita Parahyangan punya sudut pandang yang berbeda dari sumber lainnya. Naskah itu justru menyalahkan Putri Sunda yang dijuluki Tohaan atau “yang dihormati”. Sang putri dikisahkan memiliki keinginan terlalu besar karena tak mau menikah dengan orang Sunda. Dia lebih memilih menikah dengan raja besar Majapahit, Hayam Wuruk. “Dia pun disebut menta gede pameulina , atau terlalu besar keinginannya. Akibatnya, ayahandanya rela mengantarnya hingga ke Majapahit,” kata Agus. Kendati berbeda nama, Agus meyakini Tohaan yang dimaksud dalam kisah itu pastilah Putri Sunda. Dia bunuh diri di Bubat setelah kematian ayahnya. Dibandingkan kisah itu, sumber lain yang lebih banyak diacu, seperti Pararaton, Kidung Sundayana, dan Kidung Sunda , menyatakan tragedi di Bubat disebabkan ambisi Gajah Mada yang ingin menaklukkan Sunda di bawah panji Majapahit. Kebetulan, orang nomor satu dari Kerajaan Sunda telah hadir ke wilayah Majapahit. Maka tinggal ditekan agar mau mengikuti keinginan sang patih. Namun, recananya tak berjalan. Orang-orang Sunda menolaknya mentah-mentah. Mereka tak mau membawa putri ke hadapan Hayam Wuruk. “Kedatangan mereka bukan untuk menyerahkan putri sebagai tanda takluk, namun mengantarkan putri untuk menikah dengan Hayam Wuruk,” kata Agus. Suasana bertambah tegang. Puncaknya pertempuran berdarah di Lapangan Bubat. Permaisuri, para istri pejabat, juga sang putri yang akan dinikahkan dengan Hayam Wuruk, memilih bunuh diri. Dalam Pararaton , penuturannya dapat ditafsirkan Raja Sunda hendak menuruti keinginan Gajah Mada untuk menyerahkan putrinya langsung ke istana Majapahit. “Mungkin ini dikarenakan keinginan sang putri yang menurut Carita Parahyangan terlalu besar keinginannya,” kata Agus. Namun, para bangsawan dan ksatria Sunda yang mengiringi kepergian keluarga raja ke Majapahit menolak tegas. Mereka gugur di Bubat demi mempertahankan kehormatan Sunda yang memang tak layak mempersembahkan putri sebagai tanda takluk. “Dalam hal ini, Gajah Mada memanfaatkan emosi Raja Sunda,” kata Agus. Lalu apakah peristiwa di Bubat ini benar-benar terjadi atau hanya sekadar sisipan dari penyalin Pararaton, atau malahan tambahan orang Belanda pertama yang meneliti kitab itu atau alasan-alasan lainnya? Agus menjawab, banyak ahli sejarah yang menolak terjadinya Peristiwa Bubat. Padahal peristiwa ini diuraikan dengan gamblang dalam Pararaton. Peristiwa Bubat menjadi satu segmen di Kitab Pararaton . Kitab ini juga yang memerikan kehidupan Ken Angrok dan para raja Singhasari dan Majapahit. Uraiannya telah diamini oleh para ahli sejarah kuno. Sebaliknya, banyak pula yang berpendapat kalau kejadian ini tak perlu diingkari. “Jika hendak mempercayai berita Pararaton, mestinya semua bagiannya ikut pula dipercayai, jangan sepotong-sepotong. Kisah Ken Angrok yang penuh mistis dipercaya, sedangkan Pasundan-Bubat tidak, maka ini mengherankan,” kata Agus.
- FPI Ditarget Sniper
Pada 19 Februari 2006, massa Front Pembela Islam(FPI)berdemonstrasi di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Mereka memprotes visualisasi Nabi Muhammad Saw. di gedung Mahkamah Agung AS. Menurut selebaran yang dibagikan pendemo, patung buatan tahun 1835 itu sudah sering diprotes kaum muslim di seluruh dunia. Selain patung Nabi Muhammad, juga ada visualisasi Nabi Muda dan Confusius. Tempo.co melaporkan demonstrasi yang berlangsung sekitar satu jam itu diwarnai perusakan kaca dan pagar kedutaan. Mereka juga melempari gedung kedutaan dengan batu dan telur busuk. Kerusakan meliputi pagar pembatas antrean, kaca jendela ruang tempat menerima tahu pecah, dan meja yang biasa digunakan satpam untuk menerima tamu digulingkan. Massa juga membakar bendera dan gambar Presiden AS George W. Bush. Mereka beraksi tanpa menyadari bahwa sniper marinir AS mengintai dari atas gedung siap menembak. Pihak Kedubes AS kemudian menghubungi Yahya Assegaf, agen Badan Intelijen Negara (BIN). Mereka menanyakan apakah FPI bagian dari Alqaeda Indonesia. “Mereka juga mengatakan kepada saya bahwa marinir Amerika Serikat yang bersiaga di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta siap menembak FPI jika akhirnya memaksa masuk ke gedung kedutaan,” kata Yahya Assegaf dalam John Sakava: Lika-Liku Perjalanan Mantan Staf Khusus Kepala BIN . John Sakava adalah nama alias Yahya Assegaf, agen intelijen keturunan Yaman-Jawa. Yahya menjawab pertanyaan dari pihak Kedubes AS itu: “saya bisa pastikan seratus persen bahwa organisasi itu sama sekali tidak punya afiliasi apa pun dengan Alqaeda, sebaliknya percayalah pada saya, FPI aman di tangan polisi karena mereka mitra polisi.” Dengan posisi FPI seperti itu, Yahya yakin mereka tidak mungkin sampai merusak atau mengancam Kedubes AS atau simbol dan aset AS di Indonesia. Kendati pada demonstrasi besar FPI di depan Kedubes AS di Jakarta, massa beringas dan seakan akan merangsek masuk ke gedung kedutaan, sampai-sampai marinir AS bersiap menembak di atap gedung kompleks Kedutaan AS. Anjing Penyerang Apa yang disampaikan Yahya kepada pihak Kedubes AS kemudian muncul dalam laporan intelijen yang dibocorkan WikiLeaks pada September 2011. Dalam laporan itu disebut FPI menerima aliran dana dari kepolisian. WikiLeaks juga menyebut Yahya sebagai sumber yang memberitahu Kedubes AS di Jakarta bahwa polisi memanfaatkan FPI sebagai “anjing penyerang”. FPI marah dan mengeluarkan selebaran yang menyebut Yahya pengkhianat negara sekaligus agen CIA yang menyusup ke BIN. Dia juga dituduh sebagai anggota BIN yang menjual informasi palsu ke AS. Sementara itu Polri juga membantah semua hal yang disebut WikiLeaks bahwa beberapa pejabatnya sengaja melindungi dan memelihara FPI. Seorang perwira Polri mengatakan bahwa apa yang dilakukan Polri sehingga dianggap publik dekat dengan FPI adalah demi meminimalisasi kasus-kasus kekerasan yang berhubungan dengan FPI. “Masyarakat sudah cerdas. FPI merupakan ormas yang berkembang di masyarakat. Polri institusi negara hubungannya sebagai mitra yang sifatnya positif untuk kepentingan bangsa,” katanya. Yahya mengakui telah memberikan jawaban atas pertanyaan pihak Kedubes AS apakah FPI ada kaitannya dengan Alqaeda. Menurutnya FPI tidak ada kaitannya dengan jaringan teroris manapun, termasuk Alqaeda. “Mengenai istilah ‘anjing penyerang’, itu sama sekali bukan dari mulut saya,” kata Yahya. “Saya memang tidak bersepakat dengan cara dan metode kerja FPI, namun saya tidak mungkin sebodoh itu mengucapkan kalimat itu.” Yahya yakin istilah itu adalah penafsiran orang Kedubes AS yang mendapatkan informasi tidak hanya darinya, namun juga dari orang lain. Perkataan Yahya yang ditafsirkan orang Kedubes AS mungkin bagian “FPI aman di tangan polisi karena mereka mitra polisi.” Dan “FPI mitra polisi” terlihat dalam aksi 22 Mei 2019. “Ini (massa) bukan dari Jakarta, bukan Petamburan. Kami juga tadi dibantu tokoh FPI dan ulama menghalau mereka,” kata Komisaris Besar Hengki Haryadi, Kapolres Metro Jakarta Barat, dikutip kompas.com . Massa itu yang diamankan berasal dari Tasikmalaya, Banten, bahkan Flores. Namun, masyarakat tetap banyak yang tak suka FPI karena aksi-aksinya meresahkan.





















