top of page

Sejarah Indonesia

Hikayat Pelabuhan Di Selatan Jawa

Hikayat Pelabuhan di Selatan Jawa

Demi efisiensi waktu dalam berniaga, pemerintah Hindia Belanda membangun Cilacap sebagai salah satu pelabuhan terpenting di pulau Jawa.

27 Mei 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kegiatan bongkar muat di pelabuhan Cilacap. (Wikimedia Commons).

WILAYAH pantai utara telah sejak lama digunakan sebagai gerbang kegiatan dagang kerajaan-kerajaan di Jawa. Hampir sebagian besar jalur perdagangan laut di Nusantara melewati wilayah utara Jawa. Misal Cirebon, Pekalongan, Tegal, Batavia, Semarang, dan Surabaya. Maka tidak heran jika terjadi perkembangan yang amat pesat di wilayah tersebut.


Keadaan itu sangat terbalik dengan wilayah pantai selatan Jawa. Di wilayah tersebut cukup kesulitan membangun sebuah kota pelabuhan. Salah satu faktor penghambatnya adalah ombak ganas Samudera Hindia yang membuat kapal-kapal sulit untuk berlabuh.


Namun hambatan itu tidak berlaku bagi CIlacap. Kota pelabuhan yang masuk dalam wilayah Karesidenan Banyumas itu dilindungi oleh pulau Nusakambangan. Dengan lebar 6 kilometer dan panjang 40 kilometer, pulau tersebut melindungi pelabuhan dari terjangan ombak Samudera Hindia.


“Ditambah dengan kedalamannya perairan di sekitar dermaga, Cilacap dikenal sebagai pelabuhan alam yang baik bagi perahu dan kapal besar berlabuh,” tulis Susanto Zuhdi dalam Cilacap 1830-1942: Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa.


Selain Cilacap, aktivitas dagang di selatan Jawa dilakukan di pelabuhan Prigi, Panggul, Pacitan, Cilaut Eureun dan Pelabuhan Ratu (Wijnkoopsbaai). Tetapi kegiatan pelayaran di sana tidak seramai di pantai utara. Bahkan jenis komoditas yang diperjualbelikan pun tidak dalam jumlah besar.


Kegiatan yang umum dilakukan di pelabuhan pantai selatan adalah perdagangan ikan asin, garam, dan terasi. Para pedagang yang datang pun berasal dari pulau-pulau sekitar. Sehingga sangat jarang ditemukan kapal-kapal besar bersandar di dermaga.


Menurut Susanto, di antara pelabuhan-pelabuhan di selatan, Cilacap menjadi satu-satunya yang mendapat perhatian paling besar dari pemerintah kolonial. Posisinya yang dianggap paling strategis, membuat pemerintah melakukan pembangunan besar-besaran di sana.


Membangun Potensi

Setelah  berhasil menancapkan pengaruhnya di Banyumas pada 1831, pemerintah Hindia Belanda segera mengalihkan perhatiannya pada pembangunan pantai selatan Jawa. Mereka melihat potensi yang besar di pelabuhan Cilacap untuk kegiatan pelayaran.


Pemerintah Hindia Belanda lebih memilih membangun selatan Jawa dibandingkan utara Jawa karena persoalan waktu. Banyak produk dari pedalaman yang lebih cepat didistribusikan melalui pantai selatan. Dan Cilacap dianggap memiliki kondisi alam yang paling sesuai.


Dalam tesisnya Transportasi dan Ekonomi di Karesidenan Banyumas tahun 1830-1940, Purnawan Basundoro menjelaskan bahwa kekuatan terbesar Cilacap sebagai pelabuhan dagang berada pada transportasi sungainya. Dengan memanfaatkan aliran sungai Serayu dan Kaliyasa, pemerintah mendistribusikan langsung komoditi dagangnya ke pelabuhan Cilacap.


“Serayu merupakan sungai terpanjang yang dapat dilayari ke pedalaman. Dari ibukota Banyumas ke utara sungai dapat dilayari sepanjang 24 kilometer, sedangkan ke selatan sepanjang 40 kilometer sampai ke laut,” tulis Susanto.


Walau belum resmi, kegiatan ekspor di pelabuhan Cilacap telah terlihat sejak 1832, menyusul diberlakukannya cultuurstelsel (sistem tanam paksa) oleh pemerintah Hindia Belanda. Kopi dan tembakau menjadi komoditi utama ekspor di pelabuhan Cilacap. Sementara kegiatan bongkar muat dari Eropa masih terbatas pada barang-barang tekstil, seperti kain beludru, dan wol.

Bukti perhatian pemerintah Hindia Belanda terhadap kemajuan pelabuhan Cilacap adalah dengan dibangunnya kanal. Hal itu dilakukan untuk memperlancar pendistribusian barang dari sungai Serayu ke pelabuhan akibat jalurnya yang terlalu kecil.


Namun pembangunan kanal itu mengalami banyak kendala. Teknologi yang masih sederhana, ditambah tidak adanya keterlibatan arsitek Eropa membuat mereka kesulitan membangunnya. Kendala yang sering terjadi adalah air tidak mengalir dan permukaan air yang tiba-tiba turun.


Menjadi Kuat

Melalui besluit (Surat Keputusan) No.1 tahun 1847, pemerintah secara resmi membuka pelabuhan Cilacap. Namun komoditi perdagangan di sana masih terbatas pada barang-barang yang dibutuhkan oleh pemerintah saja. Aktivitasnya pun belum terlalu banyak berubah dari sebelum diresmikan, yakni lebih banyak pada kegiatan ekspor.


Pemerintah Hindia Belanda terus meningkatkan pembangunan wilayah pantai selatan Jawa. Mereka bertekad untuk membuka gerbang perdagangan yang besar di sana.


“Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk meningkatkan status Cilacap menjadi onder afdeling  bersamaan dengan ditingkatkannya pembangunan pelabuhan Cilacap” kata Sukarto Kartoatmojo dalam Hari Jadi Kabupaten Daerah Tingkat II Cilacap.


Selama kurun waktu 12 tahun, terhitung sejak pembukaan resminya, pemerintah berkomitmen untuk membuka pelabuhan Cilacap sebagai jalur perdagangan besar dan pelayaran bebas. Artinya, jenis barang dan aktivitas ekonomi tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, tetapi juga pihak swasta.


Keinginan kuat pemerintah itu diperlihatkan dalam Staatsbladvan Nederlandsch-Indie no.56 tahun 1858 dan Staatsbladvan Nederlandsch-Indie no.7 tahun 1859. Di sana mereka menulis rencana pembangunan 16 pelabuhan di sepanjang Jawa dan pantai barat Sumatera.


Tetapi bukan perkara mudah mewujudkannya. Susanto menyebut rencana itu mendapat banyak pertentangan dari dewan pusat di Belanda. Akhirnya melalui sidang afdeling ketiga di Eerste Kamer, pemerintah pusat memutuskan hanya membuka 3 pelabuhan (Cilacap, Cirebon, dan Pasuruan) sebagai pelabuhan besar untuk kegiatan ekspor-impor. Sedangkan 13 pelabuhan lainnya hanya menerima aktivitas ekspor saja.


Peningkatan aktivitas ekonomi di pelabuhan Cilacap nyatanya telah membawa kemakmuran bagi daerah sekitarnya. Pembangunan berkelanjutan terus dilakukan oleh pemerintah. Banyak sarana dan prasarana di sekitar pelabuhan yang dibuat.


“Bagi penduduk sendiri hal itu mendorong kegiatan pembukaan areal tanah subur yang belum digarap,” kata Susanto.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arloji Mewah Swiss, Dari Mana Mulanya?

Arloji Mewah Swiss, Dari Mana Mulanya?

Selain cokelat dan pisau saku multiguna, Swiss juga kondang dengan arloji mewahnya. Harga arloji-arlojinya selangit.
Ketika Air Seni, Janggut, dan Jendela Kena Pajak

Ketika Air Seni, Janggut, dan Jendela Kena Pajak

Sejumlah pajak tak lazim pernah diberlakukan oleh berbagai penguasa di masa silam.
Perpisahan Mar'ie Muhammad sebagai Menteri Keuangan

Perpisahan Mar'ie Muhammad sebagai Menteri Keuangan

Setelah purnatugas sebagai menteri, Mar'ie Muhammad aktif di sejumlah lembaga independen yang mengusung misi reformasi dan kemanusiaan. Dia juga sempat menjadi mentor Sri Mulyani, yang kemudian menjadi menteri keuangan di tiga era kepresidenan.
Pecah Kongsi Soeharto dan Menteri Mar'ie

Pecah Kongsi Soeharto dan Menteri Mar'ie

Menjelang kejatuhannya, Presiden Soeharto mulai mengambil sendiri kemudi kebijakan ekonomi. Termasuk bersimpang jalan dengan menteri keuangannya.
Kisah Menteri Keuangan Raja Louis XVI yang Diganyang Massa

Kisah Menteri Keuangan Raja Louis XVI yang Diganyang Massa

Menteri François Foullon hanya menjabat 10 hari di ambang revolusi. Dihakimi massa hingga kepalanya dipenggal dan diarak dengan mulut tersumpal jerami.
bottom of page