top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Putri Sunda Penyebab Perang Bubat

Satu versi dari sumber Sunda Kuno tentang penyebab Perang Bubat: Putri Sunda terlalu besar keinginannya.

25 Mei 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi adegan perang dalam relief di dinding Candi Panataran, Blitar.

Prabu Maharaja sudah tujuh tahun menjadi raja. Dia terkena muslihat, mendapat bencana akibat putrinya yang bernama Tohaan akan menikah. 


Terlalu besar kemauan sang anak. Dalam rangka pernikahannya, banyak orang yang berangkat mengantarkan ke Jawa. Sebabnya, sang putri tak mau punya suami orang Sunda. Maka terjadilah perang di Majapahit.


Demikianlah penyebab Perang Bubat dalam Carita Parahyangan, sumber tertulis dari masa Sunda Kuno.


Menurut arkeolog Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar dalam Gajah Mada, Biografi Politik, kisah dalam naskah itu merujuk kepada peristiwa di Bubat, yang menurut Pararaton terjadi pada 1279 Saka atau 1357 M. Ceritanya tak dituturkan secara rinci.


“Bagi masyarakat Sunda Kuno Perang Bubat pastinya merupakan peristiwa yang menyedihkan,” kata Agus.


Menariknya, Carita Parahyangan punya sudut pandang yang berbeda dari sumber lainnya. Naskah itu justru menyalahkan Putri Sunda yang dijuluki Tohaan atau “yang dihormati”.


Sang putri dikisahkan memiliki keinginan terlalu besar karena tak mau menikah dengan orang Sunda. Dia lebih memilih menikah dengan raja besar Majapahit, Hayam Wuruk.


“Dia pun disebut menta gede pameulina, atau terlalu besar keinginannya. Akibatnya, ayahandanya rela mengantarnya hingga ke Majapahit,” kata Agus.


Kendati berbeda nama, Agus meyakini Tohaan yang dimaksud dalam kisah itu pastilah Putri Sunda. Dia bunuh diri di Bubat setelah kematian ayahnya.


Dibandingkan kisah itu, sumber lain yang lebih banyak diacu, seperti Pararaton, Kidung Sundayana, dan Kidung Sunda, menyatakan tragedi di Bubat disebabkan ambisi Gajah Mada yang ingin menaklukkan Sunda di bawah panji Majapahit.


Kebetulan, orang nomor satu dari Kerajaan Sunda telah hadir ke wilayah Majapahit. Maka tinggal ditekan agar mau mengikuti keinginan sang patih. Namun, recananya tak berjalan. Orang-orang Sunda menolaknya mentah-mentah. Mereka tak mau membawa putri ke hadapan Hayam Wuruk.


“Kedatangan mereka bukan untuk menyerahkan putri sebagai tanda takluk, namun mengantarkan putri untuk menikah dengan Hayam Wuruk,” kata Agus.


Suasana bertambah tegang. Puncaknya pertempuran berdarah di Lapangan Bubat. Permaisuri, para istri pejabat, juga sang putri yang akan dinikahkan dengan Hayam Wuruk, memilih bunuh diri.


Dalam Pararaton, penuturannya dapat ditafsirkan Raja Sunda hendak menuruti keinginan Gajah Mada untuk menyerahkan putrinya langsung ke istana Majapahit. “Mungkin ini dikarenakan keinginan sang putri yang menurut Carita Parahyangan terlalu besar keinginannya,” kata Agus.


Namun, para bangsawan dan ksatria Sunda yang mengiringi kepergian keluarga raja ke Majapahit menolak tegas. Mereka gugur di Bubat demi mempertahankan kehormatan Sunda yang memang tak layak mempersembahkan putri sebagai tanda takluk.


“Dalam hal ini, Gajah Mada memanfaatkan emosi Raja Sunda,” kata Agus.


Lalu apakah peristiwa di Bubat ini benar-benar terjadi atau hanya sekadar sisipan dari penyalin Pararaton, atau malahan tambahan orang Belanda pertama yang meneliti kitab itu atau alasan-alasan lainnya?


Agus menjawab, banyak ahli sejarah yang menolak terjadinya Peristiwa Bubat. Padahal peristiwa ini diuraikan dengan gamblang dalam Pararaton. Peristiwa Bubat menjadi satu segmen di Kitab Pararaton. Kitab ini juga yang memerikan kehidupan Ken Angrok dan para raja Singhasari dan Majapahit. Uraiannya telah diamini oleh para ahli sejarah kuno.


Sebaliknya, banyak pula yang berpendapat kalau kejadian ini tak perlu diingkari. “Jika hendak mempercayai berita Pararaton, mestinya semua bagiannya ikut pula dipercayai, jangan sepotong-sepotong. Kisah Ken Angrok yang penuh mistis dipercaya, sedangkan Pasundan-Bubat tidak, maka ini mengherankan,” kata Agus.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page