top of page

Hasil pencarian

9585 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Orde Teror

    SELAMA 32 tahun berkuasa, Orde Baru  ditopang kuat oleh hukum, propaganda, dan teror. Ketiganya tak bisa dipisahkan. Hukum bertegak karena teror  dan propaganda digunakan untuk mendukung teror. Salah satu titik pijaknya pembunuhan massal setelah Gerakan 30 September 1965 .

  • Liur yang Lezat

    LAURENT Manda, perempuan karier di Jakarta, masih ingat pengalaman kulinarinya di Ancol pada 1992. Bersama keluarganya, dia pergi ke Hailai Restaurant untuk sarapan. Menunya, sebuah hidangan istimewa, yang tak semua orang pernah merasakannya: sup sarang burung walet. Porsinya sedikit tapi harganya selangit.

  • Lingkungan dalam Kungkungan

    SUATU pagi di sela acara Konferensi Lingkungan Hidup yang diselenggarakan PBB di Stockholm, Swedia, Juni 1972, Emil Salim, ketua delegasi Indonesia, diundang sarapan oleh Perdana Menteri India Indira Gandhi.

  • Jejak Harimau di Dunia

    PEMANGSA manusia sejak lama disematkan pada harimau. Ketakutan terhadap kebuasan harimau menjadi sebuah justifikasi tradisi berburu harimau. India, yang pernah menjadi rumah bagi lebih dari 40.000 harimau Bengal ( Panthera tigris tigris ), lekat dengan tradisi berburu harimau; baik oleh para aristokrat India maupun pejabat pemerintah kolonial Inggris.

  • Hutan Tak Lagi Perawan

    TAK lama setelah Batavia berdiri, beberapa pekerja Kongsi Dagang Belanda (VOC) menyusuri sungai untuk mencari kayu. Mereka mendapati kawasan di luar tembok Batavia ( Ommelanden ) masih diselimuti hutan lebat.

  • Haus Berburu Paus

    INGAT cerita Pinokio yang tercebur ke laut dan kemudian “diselamatkan” ikan paus? Atau kisah persahabatan bocah laki-laki dengan ikan paus pembunuh ( Orcinus orca ) dalam film Freewilly ? Kedua kisah fiksi itu menceritakan betapa “harmonis” hubungan antara paus dan manusia. Bagaimana kisah di dunia nyata? Hubungan paus dan manusia ternyata diwarnai cerita perburuan yang miris dan menyedihkan.

  • Banten 1926: Dua Haluan, Satu Perahu

    TAK ada lagi sisa-sisa bengkel sepeda milik Djarkasih. Bangunannya digantikan oleh gedung ruko yang baru. Kecuali toko emas Laris, yang masih berdiri sampai sekarang, seluruh bangunan toko di Pasar Lama Serang sedikit saja menyisakan jejak dari masa lalu. Yang tertinggal dari bengkel sepeda bersejarah itu hanya sederet kalimat dalam catatan sejarah dan sejumput kisah masa lalu yang diselubungi banyak pertanyaan.

  • Niatnya Membuka Jalur Rempah, Pelaut Belanda Nyasar ke Pulau Paskah

    SEJAK pertamakali ditemukan oleh pelaut Belanda tiga abad silam, satu per satu misteri-misteri Pulau Paskah terkuak. Terbaru, para peneliti dari sebuah kampus negeri asal New York menyingkap bahwa ratusan patung raksasa moai yang terdapat pada pulau terpencil di selatan Samudera Pasifik di teritorial terluar Chile itu tidaklah dibuat oleh satu klan atau satu kerajaan saja.

  • Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

    DI rooftop kantor call center Palestine Red Crescent Society di Ramallah, Tepi Barat, siang, 29 Januari 2024, itu Omar Alqam (diperankan Motaz Malhees) diri bersenda-gurau dengan rekan-rekannya. Namun begitu kembali menerima panggilan di meja kerjanya seusai jam istirahat itu, perasaannya tak pernah lagi sama usai mendengar tangisan bocah 6 tahun, Hind Rajab. Dengan headset -nya, Omar mendengar dengan seksama suara permintaan tolong dari ujung telepon. Sebagai sukarelawan call center PRCS, Omar berusaha menenangkan si penelepon yang berada di utara Kota Gaza. Sejak Oktober 2023 di mana Israel menggempur Jalur Gaza secara membabi-buta dari darat dan udara, semua panggilan darurat warga Gaza dialihkan ke kantor pusat PRCS di Ramallah, sekitar 83,6 kilometer dari Jalur Gaza. “Aku takut. Mereka menembak. Aku mohon jemput aku, ” pinta Hind Rajab. “Siapa namamu?” tanya Omar. “Hind Rajab Hamada. Tolong jangan tinggalkan aku. Aku sendirian,” jawab si bocah. Ternyata situasinya amat gawat. Hind Rajab terjebak dalam kemelut. Serangan tank Israel menghancurkan mobil Kia Picanto hitam yang membawa Hind Rajab beserta sepasang paman dan bibi, serta ketiga sepupunya. Hanya Hind Rajab yang selamat dan terus bersembunyi di kursi belakang mobil sambil minta pertolongan via ponsel. Selugas itu sineas Kaouther Ben Hania mengisahkan awal tragedi Pembunuhan Hind Rajab dalam dokudrama bertajuk The Voice of Hind Rajab . Di antara tiga film di tahun ini – Close Your Eyes Hind dan Hind Under Siege – yang juga sempat diracik sineas-sineas lain tentang tragedi itu, The Voice of Hind Rajab mengangkat lagi kisahnya hanya dengan point of view sukarelawan PRCS yang menerima panggilan darurat Hind Rajab. Tidak hanya Omar yang berusaha menenangkan Hind Rajab. Saat ia harus melapor ke penyelianya, Mahdi Aljamal (Amer Hlehel), headseat -nya diserahkan kepada Rana Faqih (Saja Kilani) dan kadang kepada Nisreen Qawas (Clara Khoury) untuk terus berbicara dan menenangkan Hind Rajab. Dari pencarian data sinyal yang dilakukan Mahdi, diketahui posisi Hind Rajab ada di sebuah jalan dekat SPBU Fares di kawasan Tel al-Hawa, Kota Gaza, Jalur Gaza. Unit ambulans PRCS yang hanya berjarak 2,5 km atau 8 menit dari lokasi Hind Rajab (Willa) Tapi untuk menjemputnya menjadi problem tersendiri. Di Gaza Utara hanya tersisa satu ambulans dan tim first responder : Yusuf Zeino dan Ahmad Madhoun. Mahdi tak ingin gegabah mengirim keduanya meski hanya berjarak 8 menit dari Hind Rajab, sebab militer Israel tak pandang bulu menghantam ambulans manapun tanpa koordinasi keamanan. Koordinasi keamanan melalui setidaknya tiga perantara antara PRCS, Palang Merah Internasional, dan militer Israel. Prosesnya butuh berjam-jam, itupun jika diberi izin dan rute yang disetujui. Padahal, kondisi Hind Rajab sudah begitu gawat. Omar frustrasi. Dia tak berdaya menolong Hind Rajab. Lalu, dari ujung telepon terdengar semburan tembakan dan teriakan Hind Rajab. Hanya keheningan yang tersisa. Omar dan kawan-kawan tenggelam dalam keputusasaan. Apa yang terjadi pada Hind Rajab? Mengapa proses mendapatkan izin penyelamatannya begitu berbelit-belit dan memakan waktu berjam-jam? Baiknya Anda saksikan sendiri The Voice of Hind Rajab . Setelah world premier -nya tayang di Festival Film Venice pada 3 September 2025 dan menerima standing ovation selama 23 menit 50 detik. Film yang juga turut disokong para elite Hollywood sebagai produser eksekutifnya –seperti Brad Pitt, Joaquin Phoenix, Alfonso Cuarón dan Rooney Mara– itu kemudian diputar di berbagai negara, termasuk di beberapa bioskop di Indonesia mulai 26 November 2025. Melawan Lupa Hind Rajab dan Perjuangan Penanggap Pertama Sutradara Ben Hania dan tim produksi tak menghadirkan dokudrama ini muluk-muluk secara sinematografinya. Filmnya bahkan hanya di- shoot di satu lokasi: kantor call center PRCS Ramallah. “Saya sengaja membuatnya hanya di satu lokasi dan tak menyajikan kekejamannya (Israel) karena gambaran-gambaran itu sudah banyak ada di layar kita, di lini masa, di ponsel kita. Yang saya inginkan adalah fokus pada sesuatu yang tak kasat mata: menunggu, rasa cemas, keheningan yang tak tertahankan ketika pertolongan tak jua datang. Kadang apa yang tak bisa Anda lihat itu lebih menghancurkan dari apa yang bisa kita lihat,” dikutip Deadline , 22 Juli 2025. Tidak satu pun adegannya sepanjang durasi 89 menit diiringi music scoring. Toh rekaman asli suara Hind Rajab –yang totalnya berdurasi sekitar 70 menit– sudah cukup membuat penonton bisa menyesapi rasa marah, frustrasi, dan kepedihan dari percakapan Omar dkk. dengan Hind Rajab. Ditambah keheningan yang terasa setelah terdengar rentetan senjata dan jeritan Hind Rajab begitu memekakkan telinga. “Jantung dari film ini sangatlah sederhana dan (tetapi) sangat sulit untuk diterima. Saya tidak bisa terima bahwa ada di dunia ini seorang anak meminta pertolongan dan tidak ada satupun yang datang. Rasanya seperti dunia sudah terbalik dan menghimpit saya. Luka itu, kegagalan itu, adalah tanggung jawab kita semua,” tambah sineas asal Tunisia tersebut. “Saya juga bicara dengan ibu kandung Hind, orang-orang yang berada di ujung telepon yang berusaha menolongnya. Saya mendengarkan mereka, saya menangis, saya menulis (naskahnya). Ini bukan sekadar cerita tentang Gaza. Ini adalah kedukaan universal yang berbicara dengan sendirinya. Dan saya percaya film jadi alat yang lebih kuat daripada breaking news yang gaduh atau rasa lupa dari scrolling (media sosial). Film bisa merawat ingatan. Film bisa melawan amnesia”. Hal lain yang juga ditonjolkan The Voice of Hind Rajab agar tak juga dilupakan publik adalah soal perjuangan para sukarelawan call center dan para penanggap pertama PRCS. Badan kemanusiaan dan pertolongan medis di bawah organisasi Bulan Sabit Merah dan Palang Merah Internasional yang juga berperan banyak menyelamatkan warga sipil Gaza sejak gempuran Israel medio Oktober 2023 hingga hari ini. Meski sudah disepakati gencatan senjata pada 10 Oktober, zionis Israel belum berhenti membantai warga sipil Gaza. Adegan Omar Alqam menunjukkan foto asli Hind Rajab (Mime Films) PRCS sendiri didirikan Dr. Fathi Arafat, adik bungsu pejuang Palestina, Yasser Arafat, pada 57 tahun silam, tepatnya 26 Desember 1968, di bawah naungan PLO atau Organisasi Pembebasan Palestina. Legalitasnya sebagai badan kesehatan dan keselamatan baru diresmikan pada 1 September 1969. PRCS mulai mendirikan klinik-kliniknya pasca-Perjanjian Kairo pada 2 November 1969. PRCS tidak hanya mendirikan kliniknya di kamp-kamp pengungsi di Mesir dan Yordania tapi juga di Lebanon. Inisiatif itu begitu cepat “menular” dan bahkan beberapa klinik secara spontan mengubah nama kliniknya dengan papan nama “Palestine Red Crescent Society”. Hal ini ditemukan sendiri oleh Dr. Fathi Arafat ketika mengunjungi Kamp Pengungsi Tall al-Za’atar di Beirut Timur, Lebanon pada akhir 1969. Ketika ia mendatangi kliniknya sudah ada papan nama PRCS. Dengan ditemani seorang perawat Palestina bernama Nidal, Fathi Arafat menengok keperluan-keperluan dan perlengkapan seadanya di klinik itu. “Kami mendengar bahwa kita sudah mendirikan Bulan Sabit Merah, jadi kami tak ingin menunggu lama. Kami ambil bangsal-bangsal ini dan kami tempatkan tempat tidur kecil, beberapa peralatan, wastafel, dan sebuah selimut putih besar, di mana seorang pelukis di kamp ini melukiskan sebuah (simbol) bulan sabit dan menuliskannya ‘Palestine Red Crescent Society’,” ucap Nidal kepada Fathi Arafat, dikutip Rex Brynen dalam Sanctuary and Survival: The PLO in Lebanon. Inisiatif itu lantas juga mendapat dukungan dari pemerintah Mesir, Lebanon, dan Suriah yang juga terlibat dalam Perjanjian Kairo. Sehingga kemudian PRCS tidak hanya memiliki sejumlah klinik tetapi juga beberapa rumah sakit. “Bulan Sabit Merah Palestina diresmikan pada 1969 (oleh PLO) dengan mengemban tanggung jawab menyediakan fasilitas-fasilitas medis bagi semua warga Palestina, baik sipil maupun para kombatan. Faslitas gratis yang ditawarkan PRCS bagi warga Palestina membutukan banyak keperluan dari (bantuan) negara-negara Arab. PRCS merespon dengan membuka pintu lebar-lebar bagi siapapun yang membutuhkan perawatan medis,” ungkap pernyataan PLO, dikutip Jillian Becker dalam The PLO: The Rise and Fall of the Palestine Liberation Organization. Mulai 1996, PRCS memiliki lebih dari 100 mobil ambulans yang dioperasikan di Tepi Barat dan Gaza. Satu dasawarsa berselang, PRCS – bersamaan dengan MDA atau Perisai David Merah dari Israel, diakui sebagai bagian dan anggota ICRC atau Komite Palang Merah Internasional. Hanya saja sejak Intifada Kedua sepanjang 2000-2008, ambulans-ambulans Bulan Sabit Merah Palestina mulai ikut jadi sasaran Israel. Militer zionis itu menuduh ambulans-ambulans itu dipergunakan para Pejuang Hamas sebagai transportasi pasukan dan persenjataan. Amnesty International dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membantahnya. “Tidak ada penggunaan ambulans-ambulans PRCS untuk mengangkut senjata atau amunisi dan tidak ada penyalahgunaan emblem oleh PRCS,” ungkap kesimpulan Dewan HAM PBB dalam laporannya, “Human Rights in Palestine and Other Occupied Arab Territories: Report of the United Nations Fact Finding Mission on the Gaza Conflict” yang disampaikan pada sesi ke-12 pertemuan Dewan HAM PBB, 15 September 2009. Tak ayal sejak saat itu koordinasi PRCS dengan Palang Merah Internasional beserta Israel acap dipersulit. Hal itu turut tergambarkan di beberapa adegan di film The Voice of Hind Rajab , di atas. Bahwa jika ingin mengirim ambulans ke suatu lokasi di Gaza, PRCS di Ramallah terlebih dulu mesti berkoordinasi dengan Palang Merah Internasional di Yerusalem. Lalu Palang Merah International akan mengkomunikasikannya lagi dengan COGAT atau Koordinator Aktivitas Pemerintah Israel di Wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza, baru ditembuskan ke komando militer lapangan di Gaza. Jika diberi lampu hijau, COGAT akan mengkomunikasikannya kembali kepada Palang Merah Internasional. Baru Palang Merah Internasional akan menginfokan ke PRCS lagi. Sisanya baru PRCS menggerakan ambulans dan para penanggap pertama mereka di Gaza untuk bergerak dengan rute-rute yang sudah ditentukan. Itu pun jika diberikan izin, sebagaimana di atas, akan perlu waktu berjam-jam. Bila ditolak, baik oleh COGAT atau militer di lapangan, PRCS harus mengulang proses melelahkan itu dari awal lagi. Dalam film di atas, ketika tengah frustrasi dengan penolakan COGAT dan militer Israel, pada akhirnya PRCS mencoba “jalan belakang” dengan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan Palestina. Hasilnya sempat menimbulkan harapan karena PRCS mendapat rute untuk ambulansnya guna mencapai lokasi Hind Rajab dan lampu hijau. Nahas, ambulans yang dikendarai duet penanggap pertama tadi: Zeino dan Madhoun, ikut ditembaki tank Israel, hanya sekitar 300 meter dari lokasi Hind Rajab. Baik Zeino, Madhoun, dan Hind Rajab pun jadi martir. Jasad ketiganya baru ditemukan pada 10 Februari 2024 ketika terjadi gencatan senjata sementara dan pasukan Israel mundur dari kawasan Tel al-Hawa. Tragedinya dan rekaman suara Hind Rajab sempat viral di media sosial dan kanal-kanal berita dunia meski begitu cepat pula tragedinya terlupakan, sebagaimana pembantaian anak-anak Gaza lain oleh zionis Israel. “Setelah banyak kejahatan yang dilakukan, pemerintah Israel selalu punya modus standar: menyangkal, mengalihkan, merekayasa, dan menunggu sampai perhatian dunia berganti ke tempat lain. Kebanyakan media massa ikut berkolaborasi dengan strategi ini yang membuat Israel bisa terus melanjutkan genosidanya. Dalam kasus (Hind Rajab) ini, Israel mengklaim tidak ada pasukan mereka di area itu,” tulis kolumnis Owen Jones di artikel The Guardian , 18 Agustus 2024, “Hind Rajab’s death has already been forgotten. That’s exactly what Israel wants”. Namun banyak masyarakat dunia tak begitu saja ikut arus “strategi” Israel itu. Para mahasiswa Universitas Columbia di New York yang pro-Palestina yang berunjuk rasa pada 29 April 2024, menduduki gedung kampus Hamilton Hall dan menamainya dengan “Hind’s Hall”. Rapper Macklemore merilis lagu protes bertajuk “Hind’s Hall” pula pada 6 Mei 2024 untuk mengenangnya. Sebuah organisasi non-profit Hind Rajab Foundation (HRF) pun didirikan di Brussels, Belgia, medio 2024. Pada 3 Mei 2025, HRF merilis laporan investigasinya dan menemukan klaim bahwa sosok yang paling bertanggungjawab atas pembantaian keluarga Hind Rajab dan kedua penanggap pertama PRCS adalah komandan Brigade Lapis Baja ke-401 Israel, Letkol Beni Aharon sehingga HRF mengajukan kasusnya ke ICC atau Pengadilan Kejahatan Internasional. Tak ketinggalan sebuah komisi PBB di bawah Dewan HAM PBB, Independent International Commission of Inquiry on the Occupied Palestinian Territory including East Jerusalem and Israel, pada 16 September 2025 lalu merilis laporannya terhadap genosida Israel terhadap Gaza bertajuk “Legal analysis of the conduct of Israel in Gaza pursuant to the Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide”. PBB menyertakan tragedi Hind Rajab sebagai salah satu tindakan Israel dalam melakukan genosida di Gaza. “Komisi (PBB) menyoroti pembunuhan lima anak dekat SPBU Faris di kawasan Tel al Hawa di Kota Gaza pada 29 Januari 2024. Pada insiden itu Bashar Hamada Hamouda dan Enaam Mohammad Hamada terbunuh oleh pasukan Israel ketika mengendarai mobil bersama lima anak (empat perempuan dan satu laki-laki) termasuk Layan Hamada yang berusia 15 tahun dan sepupunya, Hind Rajab, berusia 5 tahun. Komisi menemukan bahwa mobil mereka dibidik dan ditembaki beberapa tank, menewaskan orangtua Layan, Bashar dan Eenam, dan tiga saudarinya, membuat Layan dan Hind terluka...pasukan Israel juga menembakkan peluru-peluru tank ke ambulans yang datang ke lokasi untuk mencegahnya mendatangi korban. Hind masih hidup hingga pukul 19:00 hari itu dan kemudian meninggal,” tulis salah satu poin laporan tersebut. Deskripsi Film: J udul: The Voice of Hind Rajab | Sutradara: Kaouther Ben Hania | Produser: Nadim Cheikhrouha, Odessa Rae, James Wilson | Pemain: Motaz Malhees, Saja Kilani, Amer Hlehel, Clara Khoury, Nesbat Serhan | Produksi: Mime Films, Tanit Films, Film4, MBC Studios. Watermelon Pictures, Plan B Entertainment | Genre: Dokudrama | Durasi: 89 Menit | Rilis: 3 September 2025 .

  • Kanker Masa Prasejarah

    Ketika melakukan penggalian pada sebuah gundukan kuburan Scythian –masyarakat nomaden prasejarah Iran– di daerah Tuva di Rusia sepuluh tahun lalu, tanpa diduga para arkeolog menemukan “harta karun”. Dua tengkorak manusia, laki-laki dan perempuan, berjongkok di lantai sebuah ruangan di dalam kuburan. Mereka dikelilingi perlengkapan mewah dari 27 abad lalu; mahkota-mahkota dan jubah yang berhiaskan gambar kuda emas, macan kumbang, dan hewan suci lainnya.

  • Jatuh Bangun Sejarah Skateboard

    SIAPA sangka jika permainan ini berawal dari keisengan belaka. Skateboard  kali pertama lahir di California, Amerika Serikat, sebagai alternatif selancar air atau surfing  –karenanya sering disebut sebagai “ sidewalk surfing ”. Bentuk pertamanya masih sederhana, terbuat dari sebilah papan kayu yang dipasangi roda di bawahnya dan tonggak kemudi di bagian depan –mirip otoped.

  • Kejahatan Komunis = Holocaust?

    KOMISI Eropa menolak seruan negara-negara Eropa Timur untuk memberlakukan apa yang disebut hukum genosida ganda yang akan mengkriminalisasi siapapun yang menyangkal kejahatan rezim komunis, seperti juga banyak negara Eropa melarang penyangkalan atas holocaust. Minggu lalu, enam negara Eropa Timur menulis kepada Viviane Reding, komisaris hukum Eropa, menghimbau agar Uni Eropa memberikan sanksi terhadap tindakan-tindakan “pemaafan publik, penyangkalan, serta pengecilan makna kejahatan (rezim) totalitarian.”

bottom of page