top of page

Hasil pencarian

9584 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Kisah Satu Sisi

    DENGAN sepatu botnya ia melangkah di tanah yang dirembesi air laut. Sambil berbincang, sesaat ia menunjuk pelataran luas yang dijejali ratusan nisan kayu berbentuk salib, lalu menyentuh pundak kawan bicaranya yang telah lewat paruh baya. Ia, Peter Steenmeijer ( Oorlogsgraven-Stichting , Jakarta), bercerita tentang ratusan orang yang mati, sebagian besar disembelih, semasa pendudukan Jepang di Indonesia. “Prajurit Australia, Inggris, dan Belanda terkubur di sini,” ujarnya. Ratusan nisan di Ancol itulah kubur mereka, pengingat kisah-kisah pedih yang telah lewat puluhan tahun.

  • 17 Agustus vs 1 Oktober

    SAYA datang ke Indonesia pertama kali 1969 dan sudah berkali-kali kembali ke Indonesia. Sebagai seorang yang memulai perjalanan kehidupan intelektual sebagai mahasiswa jurusan studi Indonesia, sejak semula saya bergairah untuk belajar sejarah Indonesia –apalagi bila dibandingkan dengan sejarah Australia. Meskipun sejarah Australia juga penuh dengan kisah perjuangan rakyatnya (biasanya melawan elit kaya, baik kolonial maupun modern), ini tak bisa dibandingkan dengan Indonesia. Indonesia mengalami revolusi; rakyat Indonesia menjalankan sebuah revolusi; negeri Republik Indonesia, yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 dan berhasil mengusir kekuatan politik kolonial tahun 1949, tercipta oleh sebuah revolusi nasional yang prosesnya sudah berlangsung 30-40 tahun sebelumnya.

  • Sejarah Asinnya Garam

    Jangan sepelekan garam. Ia kelihatannya sepele tapi sejak dulu hampir tak pernah absen dari keseharian hidup manusia. Fungsi garam tidaklah sesederhana yang kita kenal. “Angka yang sering dikutip industri garam modern adalah 14.000, termasuk untuk pembuatan obat-obatan, mencairnya es dari jalanan ketika musim dingin, menyuburkan lahan pertanian, pembuatan sabun, melarutkan air, dan pewarnaan tekstil,” tulis Mark Kurlansky dalam Salt: A World History . Garam merupakan salah satu zat dasar terpenting bagi organisme. Bagi manusia, garam, “bukan hanya merangsang selera, tetapi juga kebutuhan biologis. Ketika manusia berkeringat, dia kehilangan beberapa garam alami di tubuhnya dan ini harus diganti dari makanan yang dia makan,” tulis Reay Tannahill dalam  Food in History .

  • Untuk Apa Gapura Tujuhbelasan

    SEBUAH gapura tembok bercat merah-putih, yang mengelupas dan kotor di sana-sini, berdiri kokoh di bilangan Cipondoh, Kota Tangerang. Di atasnya melengkung dua batang besi dan di tengahnya tertulis nama sebuah gang. Tiga bendera merah-putih sudah tak berbentuk lagi. Di kanan-kiri tembok tertulis dengan warna merah:17-8-45 dan 17-8-09. “Biasanya seminggu sebelum tujuhbelasan, ketua RT menggerakkan warga untuk memperbaiki gapura dengan mengecat ulang dan menyesuaikan tahunnya. Biayanya diambil dari hasil iuran warga,” kata Hamdani, warga setempat, kepada Historia.

  • Pendekar Pena dari Betawi

    NAMA Zahid bin Mahmud sebagai tukang  cerite , sebutan bagi pendongeng di Betawi, demikian tersohor di Jakarta pada era 1960-1970-an. Saking populernya lelaki Tanah Abang itu sampai-sampai muncul istilah ngejaid  untuk menyebut kegiatan mendongeng. Dongeng Zahid sangat digemari lantaran ia berkisah dengan menyenangkan dan kerap membumbuinya dengan  humor. Tradisi tukang cerite  memang telah lama ada di kalangan masyarakat Betawi. Hikayat Nyai Dasima  karya G. Francis tahun 1896 sudah menyebut perihal tukang cerite . Kisah Nyai Dasima sendiri dipercaya sebagai kejadian faktual di era 1820-an. Sejak masa tersebut hingga era Zahid, Betawi tak pernah kehabisan tukang cerite  dengan gayanya masing-masing.

  • Al-Qur'an Cetakan Jepang

    KEBUTUHAN mushaf Al-Qur'an di Indonesia masih belum terpenuhi. Apalagi pada bulan Ramadan, permintaan meningkat 20 persen dari sekira 570 ribu Al-Qur'an yang dicetak per bulan. Umat Islam yakin bahwa Ramadan dianggap sebagai waktu yang tepat untuk berbuat baik dan bersedakah, salah satunya dengan membagikan Al-Qur'an. Menurut data Kementerian Agama, saat ini jumlah umat Islam di Indonesia sekira 180 juta jiwa. Dengan asumsi setiap kepala keluarga minimal satu Al-Qur'an, dibutuhkan sedikitnya 36 juta eksemplar per tahun. Sementara produksi Al-Qur'an oleh seratus penerbit yang tergabung dalam Asosiasi Penerbit Mushaf Al-Qur'an Indonesia (APQI) hanya mampu memenuhi 20 juta eksemplar per tahun. Begitu pula Lembaga Percetakan Al-Qur'an Kementerian Agama, hanya berkapasitas 1,5 juta eksemplar per tahun.

  • Uang Kuno Bukan Sembarang Uang

    Hobi mengoleksi uang kuno marak setidaknya dua dekade ini. Penghobinya akan berburu ke berbagai tempat untuk menambah koleksinya. Tak sedikit pula yang menjajakannya, entah asli atau palsu, di pinggiran jalan hingga situs-situs internet. Uang dibeli dengan uang, dengan nilai yang tinggi. Sejak kelahirannya uang selalu menjadi alat tukar yang penting. Keberadaannya tak bisa dilepaskan dengan lalu-lintas perdagangan di Nusantara. Tak heran jika uang yang digunakan pun beragam, baik bahan pembuatan, bentuk, ukuran, maupun penandanya.

  • Makam Firaun di Indonesia?

    SEKELOMPOK orang yang tergabung dalam Yayasan Turangga Seta mengklaim menemukan ratusan piramida yang tersembunyi di bawah bukit dan tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Dua di antaranya di Gunung Lalakon, Bandung; dan di Gunung Sadahurip, Garut, Jawa Barat. Menurut mereka, hasil uji geolistrik –pengujian untuk mengukur resistivitas suatu batuan– menangkap keberadaan sebuah struktur batuan tak alami yang mirip dengan bangunan piramida. Dalam struktur bangunan itu ada bentuk mirip lorong atau pintu. Penemuan tersebut dianggap sebagai bukti arkeologis bahwa Atlantis terletak di Indonesia.

  • Cincang Masa Perang

    PERANG selalu menista kemanusiaan. Atas nama dendam, kemenangan, dan bertahan hidup; orang yang terlibat dalam perang melakukan pembunuhan, pembantaian, bahkan pencincangan –untuk menyebut kanibalisme. Cerita ini selalu ada dalam setiap perang, di mana pun. Selama revolusi, badan-badan perjuangan di Jakarta bukan hanya menentang pendudukan Sekutu (Inggris dan Belanda), tapi juga mencegah pulihnya kehidupan sipil Belanda. Caranya dengan melakukan serangkaian teror. Segala cara ditempuh untuk menakut-nakuti orang Belanda. Ada yang membuat coretan-coretan di dinding dengan nada mengancam. Ada juga yang sengaja berperilaku aneh di dekat tempat orang-orang Belanda untuk memberi kesan mereka sudah “ditandai” atau berarti ajal mereka sudah dekat.

  • Sukarno di Simpang Jalan Revolusi

    Pada 1958 Presiden Sukarno pernah menyampaikan beberapa kuliah tentang Pancasila di Istana Negara. Antara lain ada kuliah tentang masing-masing sila, termasuk peri-kemanusiaan. Di dalam kuliah tersebut Sukarno sempat menguraikan perbandingannya antara Joseph Stalin dan Leon Trotsky, dua pemimpin revolusi Rusia. Dalam membaca dan merenungkan komentar Sukarno ini tentu saja kita harus catat waktu dan konteks yang berlaku pada saat itu. Pidato Sukarno pada 1958 itu dilakukan dua tahun setelah Nikita Kruschev, sebagai Sekretaris Pertama Partai Komunis Uni Soviet, membongkar kejahatan-kejahatan politik Stalin melalui pidato di kongres partainya. Pada waktu itu Kruschev mengatakan:

  • Menjelajahi Batas Dukacita

    DUKACITA adalah sebuah rangkaian gelombang emosi dan mental, yang membawa setiap individu menuju kerapuhan diri dalam menjalani rutinitas. Untuk penyair Emily Dickinson (1830-1886), kerapuhan universal ini menyeruak sejak awal masa berkabung. Seperti tergambar dalam kalimat pertama sekaligus judul puisinya After great pain, a formal feeling comes; ketika duka mendalam berlalu, sebentuk perasaan formal muncul. Momen-momen kesedihan akibat kematian orang yang dikasihi, dalam interpretasi Dickinson, kerap disusul dengan perasaan datar, membuat individu yang berduka terlihat “normal” menjalani perkabungan. Namun yang sebenarnya terjadi justru sebaliknya.

  • Sukarno yang (Di)Kalah(kan) Total

    TIDAK bisa disangkal lagi bahwa Sukarno, bersama seluruh generasinya, berhasil menang dalam perjuangan merebut kemerdekaan dan mendirikan Republik Indonesia. Dan kemenangan itu bukan kemenangan kecil. Negeri Belanda pada tahun 1945-1949 masih bisa mengerakkan banyak modal, manusia dan senjata. Sementara itu pihak Republik masih serba kekurangan. Satu-sautnya modal perjuangan adalah kesadaran politik massa yang sudah dibangun selama 35 tahun sebelumnya. Dalam semua proses itu Sukarno mengambil peran sangat menentukan. Dia memimpin sebuah gerakan yang menang.

bottom of page