Hasil pencarian
9587 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Tak ada Roti Bir pun Jadi
TUANGKAN ke dalam gelas, dan lihat sensasinya. Buih-buih busa menebal dan naik ke permukaan, sementara gelembung-gelembung kecil di antara cairan berwarna kekuningan berebut naik. Ketika menyesapnya, rasanya agak pahit di lidah dan kehangatannya menelusuri tenggorokan. Penemuan bir berkaitan erat peralihan dari tradisi hidup berpindah-pindah (nomaden) ke hidup menetap yang dikenal dengan sebutan Revolusi Neolithik. Saat itu, selain beternak, manusia mulai bercocok-tanam barley (sejenis tumbuhan semacam gandum), beras, dan gandum. Selain diolah jadi makanan, biji-bijian itu juga dipakai untuk membuat minuman sejenis bir. Epos Gilgamesh, puisi epos dari Babilonia yang ditulis pada 3.000 SM, menyebutnya sebagai evolusi dari manusia primitif ke “manusia berbudaya” lewat kisah Enkidu yang “meminum tujuh cangkir bir dan hatinya melambung. Dalam kondisi ini ia mencuci dirinya sendiri dan menjadi manusia.”
- Djojobojo Menentang Jepang
RAMALAN Jayabaya telah lama hidup di tengah masyarakat Jawa. Mereka yakin pemerintah kolonial Belanda akan berakhir karena ramalan Jayabaya menyebutkan, “ayam jantan berbulu kekuning-kuningan, yang datang dari sebelah timur laut akan mengusir kerbau bule bermata biru.” Masyarakat Jawa yakin, tulis Slamet Muljana dalam Kesadaran Nasional I, yang dimaksud ayam jantan berbulu kekuning-kuningan yang datang dari timur laut adalah Jepang. Tak heran jika kedatangan Jepang disambut dengan suka-cita oleh rakyat. Dan untuk menarik dukungan rakyat demi kepentingan perang, “Jepang juga ternyata menyebarkan selebaran dengan pesawat-pesawat udara yang dengan pandai mempergunakan ramalan Djojobojo untuk memberi janji kepada rakyat Indonesia,” tulis Sidik Kertapati dalam Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Selebaran itu berbunyi: “Raja Djojobojo di Kediri pernah berkata bahwa bangsa kulit kuning akan datang menolong bangsa Jawa dan sekarang kamilah yang datang menolong...”
- Jejak Tionghoa di Pondok Cina
PAGI di hari Imlek, jalan utama penghubung dua provinsi Jawa Barat dan Jakarta lengang. Belum banyak warga berlalu-lalang, sehingga kendaraan bermotor dapat melaju kencang. Di kedua sisi jalan itu terdapat dua mall besar: Margo City dan Depok Town Square. Gapura merah menghiasi pintu masuk Depok Town Square. Di seberangnya, lampion-lampion tergantung di halaman Margo City. Ketika memasuki halamannya, orang akan menemukan sebuah rumah. Ia dulu sering disebut dengan nama “rumah tua Pondok Cina”. Rumah itu menjadi saksi bisu sejarah Pondok Cina yang tak bisa dilepaskan dari perkembangan kota Depok sejak masa Hindia Timur.
- Kala Musim Semi Tiba
ALKISAH, di negeri Tiongkok, hiduplah seekor raksasa Nian. Ia muncul dari pegunungan –ada juga yang menyebutkan dari dasar laut– setiap kali musim dingin berakhir dan melahap apa saja yang djumpainya. Hasil panen, hewan ternak, hingga manusia ludes. Agar selamat, setiap kali musim semi tiba, penduduk menaruh sesaji di depan pintu rumah untuk Nian. Prosesi itu tak berlanjut setelah penduduk menjumpai Nian lari ketakutan saat bertemu seorang bocah berpakaian merah. Penduduk berkesimpulan, Nian takut warna merah. Maka, menjelang musim semi, mulailah mereka menghias rumah dengan pernak-pernik berwarna merah, dari lentera hingga gulungan kertas. Mereka juga mengenakan Cheongsam –pakaian tradisional bernuansa merah.
- Koh Memulangkan Pram
AGUSTUS 1980, novel berjudul Bumi Manusia terbit di Jakarta. Novel ini mengisahkan seorang pribumi bernama Minke yang bertekad melepaskan diri dari keterjajahan kuasa kolonial dan feodalisme bangsanya sendiri. Penulisnya mengambil latar waktu awal abad ke-20 ketika Hindia Belanda baru saja melewati pergantian abad. Sebagai anak bupati, sejak kecil Minke akrab dengan budaya Jawa. Namun pendidikannya di HBS menumbuhkan benih-benih kritis dalam dirinya. Rasionalitasnya berkembang. Kegetirannya menebal. Dia yakin ada yang salah dengan kondisi pribumi dan kebudayaan Jawa. Sejak lulus HBS, dia coba berjuang mengubahnya bersama Nyai Ontosoroh, ibu Annelies, perempuan yang dicintainya.
- Lembutnya Sejarah Bedak
BAGI perempuan karier seperti Ira Surjaman, berusia 33 tahun, bedak bukan hanya untuk kecantikan tapi juga kesehatan. “Karena bedak bisa melindungi kulit dari debu dan sinar matahari,” ujar karyawati swasta yang berkantor di bilangan Jalan Sudirman, Jakarta, kepada Historia . Bedak menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang di berbagai bangsa selama berabad-abad. Awalnya, orang menggunakan bedak bukan untuk tujuan keindahan tapi lebih karena alasan spiritual. Membalur tubuh dengan bedak dianggap bisa menjauhkan diri dari roh-roh halus. Orang-orang Timur Jauh menggunakannya khusus untuk acara pernikahan atau pertemuan lainnya. Baru setelah Ratu Cleopatra menggunakannya sebagai lapisan dasar kosmetik, fungsi estetis bedak lebih menonjol.
- Celana Superpendek yang Menggoda
CATHERINE Bach, dengan kaki jenjang dan pinggul indahnya, tampil menggoda dalam serial televisi Amerika, The Duke′s of Hazzard , yang tenar pada 1970-an. Catherine berperan sebagai Daisy Mae Duke. Salah satu yang diingat banyak orang masa itu: tampilan seksi nan menggoda Catherine yang selalu hadir dalam balutan hotpants alias celana superpendek. Hotpants memungkingkan seorang perempuan tampil seksi. Ia mengekspos bagian-bagian tubuh yang cukup sensitif, terutama kaki dan paha, bahkan pantat. Hotpants berbeda dari short pants . Bila short pants hanya sebatas lutut, hotpants lebih pendek lagi yaitu sebatas pangkal paha. Hotpants pun lebih ketat ketimbang short pants .
- Katakan Cinta dengan Sirih
SEBELUM akad nikah Edhie Baskoro Yudhoyono dengan Siti Rubi Aliya Rajasa dimulai, dilakukanlah prosesi Buka Kandang Adat. Setelah berbalas pantun, masing-masing utusan mempelai saling bertukar dan mencicipi sirih, tanda saling menerima. Prosesi ini disebut Cicip Sirih dan Tukar Tepak Sirih. Bagaimana sirih bisa menjadi tanda cinta dan mempersatuan dua insan manusia? Tanaman sirih asli Indonesia. Orang Portugis menyebutnya betel . Orang Melayu ada yang menyebutnya sirih atau sireh. Ia bisa hidup dan tumbuh menjalar di tiap wilayah Indonesia. Bahkan melingkupi hingga wilayah Asia Tenggara. Meski penelitian kesehatan belakangan ini menyatakan ada bahaya setelah mengunyahnya, sirih telah lama dikonsumsi masyarakat Nusantara. Tidak hanya untuk dikunyah, tapi juga jadi pelengkap ritual dan mahar pernikahan.
- Teror Mahasiswa Kiri
PERANG DINGIN menimbulkan gelombang kegelisahan dan kekecewaan di kalangan generasi muda Republik Federasi Jerman, atau lebih dikenal dengan nama Jerman Barat. Mereka kecewa dan marah atas dukungan negaranya terhadap setiap langkah dan manuver Amerika Serikat di berbagai belahan dunia, seperti di Vietnam dan Timur Tengah. Terlebih ketika Jerman Barat bergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dengan konsekuensi adanya pangkalan dan personel militer Amerika Serikat. Mereka menuduh pemerintahnya dan pemerintah AS menjalankan agenda politik yang bercorak imperialistis, khususnya terhadap rakyat dan negara-negara di Dunia Ketiga. Pada saat bersamaan, mereka curiga bahwa pemerintah, partai-partai politik, dan aparat penegak hukum di Jerman Barat didominasi eks simpatisan Nazi.
- Fesyen dan Krisis Ekonomi
Tahun lalu bukanlah yang terbaik bagi ekonomi Inggris. Namun, Anda tentu ingat, gambaran suram itu seolah sama sekali tak tercermin ketika seantero Inggris larut dalam kemeriahan perhelatan pernikahan Pangeran William dan Kate Middleton pada 29 April 2011. Lihat betapa mewah gaun yang dikenakan Kate Middleton. Dan ternyata, dalam sejarah Inggris, hal semacam ini sudah biasa. Lisa Jardine, profesor Studi Renaisans di Queen Mary, University of London, mengatakan bahwa sejarah Inggris cenderung memberikan perhatian besar pada momen-momen kemegahan semacam itu, meski kondisi ekonominya bertentangan dengan citra yang ditampilkan.
- DNA Tan Malaka Mendekati Kebenaran
Hasil penyelidikan DNA (deoxyribose nucleic acid) di sebuah laboratorium di Korea Selatan menunjukkan bahwa kerangka tulang yang digali di sebuah makam di Desa Selopanggung, Kediri, pada 12 November 2009, adalah Tan Malaka “mendekati kebenaran”. Saat ini pemeriksaan sisa sampel kerangka di Selopanggung sedang dalam proses pemeriksaan analisis LCN ( low number copy) sebuah metode baru ekstrasi sampel DNA. Menurut Tim Identifikasi Tan Malaka, dokter spesialis forensik Jaya Surya Atmadja dari Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, untuk mendapatkan hasil seratus persen bahwa DNA tersebut adalah Tan Malaka masih harus mengikuti perkembangan teknologi DNA yang semakin maju.
- DNA Tan Malaka Menghilang
Tan Malaka merupakan tokoh antikolonial yang mobilitasnya sangat tinggi. Selama 30 tahun dia melalang-buana, dari Pandan Gadang (Suliki) hingga Surabaya, dari Penang hingga Amsterdam. Dia selalu waspada karena bertahun-tahun jadi buronan intel. Polisi kolonial mengganjarnya dengan sebutan “jago menghilang”. “Rupanya setelah meninggal pun kemampuan menghilang Tan Malaka tak berkurang sehingga DNA-nya sulit dicari,” canda sejarawan Asvi Warman Adam dalam konferensi pers laporan hasil pemeriksaan DNA atas kerangka yang diduga Tan Malaka di Wisma Shalom, Jakarta Pusat (9/1). “Dia tokoh yang mempunyai reputasi internasional, sehingga tampaknya DNA-nya pun harus diperlakukan secara internasional.”





















