top of page

Hasil pencarian

9602 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Sumber Hidup Orang Melayu

    LAUT sahabat orang Melayu. Berkat budaya laut, orang Melayu berdiaspora ke wilayah pesisir pulau-pulau di Indonesia. Mereka banyak menempati wilayah pesisir Sumatra, kepulauan sekitar Selat Malaka, pesisir Kalimantan, pesisir Sulawesi, pesisir Kepulauan Maluku, dan Pesisir Jawa. “Sampai Jawa? Sampai Jawa berkat hubungan dagang,” ucap Lily Tjahjandari, wakil direktur Lembaga Kajian Indonesia, dalam Seminar Nasional Memori Kolektif dalam Kebudayaan Melayu, di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (30/11). Pada perkembangannya orang Melayu yang sampai di pesisir berbaur dengan suku lain. Mereka melahirkan keanekaragaman tradisi Melayu pesisir yang dilestarikan oleh masyarakat pesisir Indonesia. Wilayah pesisir memungkinkan berbagai pertemuan antarbudaya. Meski begitu, masih tetap terlihat kekhasan budaya pesisir yang mirip satu sama lain. Misalnya, Lily menyebut permainan perahu layar “jong” di wilayah Riau. Permainan ini merupakan ikon masyarakat Melayu pesisir. Biasanya dimainkan tak hanya oleh anak-anak tapi juga dewasa. Bukti persebaran budaya Melayu juga terlihat dari beberapa kesamaan tradisi di berbagai wilayah di Indonesia saat ini. Ada kemiripan antara ornamen pengantin Betawi mirip dengan ornamen perempuan Riau. “Untaian yang menutup itu kena dua pengaruh, Melayu dan Cina. Hanya warnanya beda, Riau juga untaiannya lebih jarang, kalau Betawi padat,” ujar Lily. Dalam budaya Melayu juga mengenal tradisi ritus laut sebagai bentuk persembahan masyarakat pesisir pada Sang Pencipta. Biasanya dengan cara menghanyutkan berbagai bentuk persembahan di laut, baik makanan, pakaian, dan buah-buahan. Ritual laut ini masih dilakukan di wilayah pesisir Jawa, Sulawesi, dan Sumatra. Di Jawa, ritual ini bisa dijumpai di Banten dan Cirebon. Kedekatan budaya Melayu dengan laut diwujudkan dengan lahirnya UU laut dalam UU Malaka pada sekira abad 14-15 M. Di dalamnya ada pasal-pasal yang mengatur soal kapal karam. Disebutkan, apabila karam, anak buah kapal yang karam harus menjadi hamba kapten kapal yang menolong mereka. “Mereka harus taat pada nakhoda kapal penyelamat,” kata Lily. Dalam undang-undang itu pula nakhoda kapal diwajibkan untuk memperhatikan anak buahnya. Dia tak boleh berlaku semena-mena. “Ada ancaman juga, jika masuk wilayah Malaka tanpa maksud baik, akan ada sanksi dari sultan,” jelasnya. UU itu, kata Lily, tak pernah disiarkan dengan bebas. Namun, aturannya dilakukan sebagai tindakan yang berpola. Karenanya, meski naskah tidak berpindah, pelakunya terus menerus mengamalkan aturan UU Malaka. “Sehingga menjadi sebuah sistem dan berlaku tidak selalu di wilayah Malaka,” ujar Lily. Bagaimanapun, baik laut maupun sungai, keduanya merupakan sumber kehidupan orang Melayu. Mereka memandangnya bagai sebuah semesta. Mereka pun menerapkan pantangan-pantangan untuk memberikan penghormatan terhadap sungai dan laut. “Laut adalah jiwa mereka. Sebagian besar mereka tinggal di dekatnya. Mereka melakukan ritus di dekat-dekat situ. Di situ pula sumber mereka mencari nafkah,” kata Welli Aprian, wakil ketua Yayasan Alam Melayu Sriwijaya.

  • Raja Diraja Pengawal Mistar Dunia

    SETELAH logo dan maskot, FIFA meresmikan poster resmi Piala Dunia 2018. Poster itu dibuat oleh seniman Rusia Igor Gurovich dengan inspirasi dari pergerakan konstruktivisme Rusia di akhir 1920-an. Dalam poster itu digambarkan seorang kiper berseragam serba hitam tengah “terbang” menangkap bola. Bola yang ditangkap bermotif lampau berpadu peta daratan Rusia yang mengeluarkan enam sinar berwarna oranye. Yang jadi sorotan dalam poster itu adalah gambaran sang kiper. Siapa lagi kalau bukan gambaran sosok Lev Ivanovich Yashin, penjaga gawang legendaris Uni Soviet. Menurut Sekjen FIFA Fatma Samoura, poster itu merupakan cerminan warisan sepakbola Rusia. Poster itu, kata Ketua Panitia Piala Dunia 2018 Vitaly Mutko, diharapkan akan jadi salah satu simbol Piala Dunia paling dikenang. “Penting bagi kami menggambarkan Rusia sebagai tuan rumah di poster resmi. Itu alasannya kami pilih Lev Yashin sebagai simbol sepakbola Rusia sebagai figur utama. Saya yakin para fans dan partisipan Piala Dunia juga sepakat,” cetus Mutko sebagaimana dikutip FIFA dalam situs resminya. Rekam jejak kiper berjuluk “The Black Spider” dan “Black Panther” itu dalam gelanggang sepakbola tak perlu diragukan. Bisa dibilang Yashin raja dirajanya kiper. Hingga zaman now , belum ada satu kiper pun yang bisa menyamainya dalam merebut trofi Ballon d’Or. Dino Zoff, kiper sekaligus kapten Italia ketika menjuarai Piala Dunia 1982, dan “Gigi” Buffon, portiere Italia saat menjuarai Piala Dunia 2006, hanya mampu jadi runner up Ballon d’Or. Yashin merupakan pionir dalam inovasi passing kaki dan lemparan bola dari kiper kepada rekan-rekannya agar bisa memulai serangan balik cepat. Dia juga yang memperkenalkan teknik meninju bola untuk menggantikan menangkap bola umpan silang lawan. Meski sepele, teknik itu acap vital mencegah dirinya dicederai lawan. Terkadang, Yashin menghalau bola lambung menggunakan kepalanya alias disundul. “Dia sering membuka topinya saat umpan lambung datang dan menyundul bola keluar dari sarangnya, kemudian dia memakai topinya lagi,” kenang istri Yashin, Valentina Yashina, saat diwawancara majalah asal Inggris The Blizzard pada 2013. Yashin juga dikenal sebagai sosok yang mempopulerkan peran kiper yang sering keluar sarang untuk memotong bola serangan lawan. Meski kiper Hungaria Gyula Grosics dan kiper Argentina Amadeo Carrizo sudah lebih dulu memainkan peran keluar sarang, Yashin melengkapinya dengan membaca serangan lawan dan memberi instruksi khusus kepada barisan belakang tim. Rekor statistik Yashin juga patut diacungi jempol. Selain punya catatan 270 pertandingan tanpa kebobolan, Yashin punya rekor 150 kali penyelamatan penalti. “Kebahagiaan melihat Yuri Gagarin terbang ke angkasa hanya tergantikan oleh kebahagiaan menyelamatkan penalti,” cetus Yashin, sebagaimana dikutip Adrian Adams di buku We Love Football . Di luar prestasi perorangan itu, Yashin mampu mengantarkan klubnya Dynamo Moskva lima kali menjadi juara Liga Soviet. Bersama Yashin, Dynamo juga tiga kali menjuarai Piala Soviet. Uni Soviet tak kalah beruntung dari Dynamo dengan memiliki Yashin. Ketika gawangnya dijaga Yashin, tim “Beruang Merah” berhasil menjuarai Piala Eropa pada 1960. Empat tahun sebelumnya, “Beruang Merah” berhasil merebut medali emas Olimpiade Melbourne 1956. Olimpiade Melbourne itu tak hanya dikenang rakyat Soviet tapi juga Indonesia. Dalam olimpiade itu, Indonesia sempat bertemu Soviet di perempat final. “Saya di gawang sini, dia (Yashin – red .) di gawang sana,” kenang Maulwi Saelan, kiper Indonesia dalam pertandingan itu, kepada Historia beberapa tahun lalu. Dalam pertandingan yang berlangsung di Olympic Park Stadium, 29 November 1956, itu Indonesia menahan imbang Soviet tanpa gol. Namun, Indonesia harus mengakui keunggulan Yashin cs. dalam pertandingan ulang dua hari berikutnya. Dalam pertandingan di stadion yang sama itu, Indonesia kalah 0-4. Soviet kemudian merebut emas setelah di final menang 1-0 atas Yugoslavia. Sayang, Yashin hanya mampu membawa Soviet empat kali berpartisipasi dalam Piala Dunia. Tak sekali pun trofi Piala Dunia pernah dia bawa ke negerinya. Tapi, FIFA tetap memasukkan Yashin ke dalam daftar tim terbaik abad ke-20. “Yashin kiper kelas satu, seorang kiper super. Dia menjadi model untuk kiper dalam kurun waktu 10-15 tahun berikutnya. Saya pribadi sering belajar darinya,” kata kiper legendaris Inggris Gordon Banks sebagaimana dilansir BBC , 21 Mei 2012. Di luar sepakbola, Yashin juga berprestasi dalam hoki es. Bersama tim hoki Dynamo Moskva, Yashin pernah menjuarai Soviet Champions Cup pada 1953. “Di waktu senggangnya dari sepakbola, dia mengasah skill bermainnya di tim hoki es Dynamo (Moskva). Refleksnya kian tajam dan rasa percaya dirinya makin kuat. Dia kembali (ke lapangan hijau) sebagai sosok yang berbeda,” tulis David Squires dalam The Illustrated History of Football: Hall of Fame . Pasca-pensiun pada 1970, Yashin “dikaryakan” dalam kepengurusan klub Dynamo Moskva. Seiring usianya yang menua, Yashin mulai dihantui beragam penyakit. Pada 1986, salah satu kakinya harus diamputasi karena mengalami penggumpalan darah beku. Empat tahun berselang, Yashin menghembuskan nafas terakhirnya akibat kanker perut. Jimmy Greaves dalam Football’s Great Heroes and Entertainers menuliskan, Yashin dimakamkan pada 20 Maret 1990 dengan upacara pemakaman kenegaraan sebagai tokoh kehormatan olahraga Soviet. Yashin meninggalkan seorang istri, Valentina Yashina, dan dua putri, Irina dan Elena. Jejak Yashin kini diteruskan cucunya, Vasili Frolov yang menjadi kiper di klub lama Yashin, Dynamo Moskva.

  • Hakim Garis Azerbaijan Pujaan Publik Inggris

    KETIKA berkunjung ke Baku, Azerbaijan untuk menyaksikan tim pujaannya menjalani laga kualifikasi Piala Dunia 2006 melawan tim tuan rumah, para suporter Inggris menyempatkan diri berziarah ke sebuah makam. Makam itu bukanlah makam tokoh besar, negarawan, politisi hebat, bintang lapangan hijau, pelatih, petinggi AFFA (Federasi Sepakbola Azerbaijan), atau pahlawan Inggris yang gugur di negeri seberang. Para suporter Inggris juga menyempatkan diri bertemu Bahram Bahramov, anak dari orang yang makamnya mereka ziarahi itu. Dalam momen itu, para suporter mengenakan t - shirt merah bertuliskan “Bahramov” dengan nomor punggung 66 –mengingatkan “jasa” Bahramov untuk Inggris pada Piala Dunia 1966. Para fans Inggris itu lalu menghadiahi Bahram t-shirt bertuliskan “ Cox Sag Ulun ” atau “terima kasih” dalam bahasa Azerbaijan. “Saya sangat senang melihat fans Inggris dan Azeri berada dalam atmosfer yang bersahabat. Sekarang Azerbaijan sudah merdeka dan waktunya sangat tepat untuk menghormatinya sebagai bagian dari bangsa Azeri. Figur seperti Tofiq Bahramov hanya lahir seratus tahun sekali,” ujar putranya, sebagaimana dikutip Football First, 17 Oktober 2004. Siapa Tofiq Bahramov? Dia hanya mantan seorang ofisial pertandingan alias wasit. Tapi pemerintah maupun rakyat Azerbaijan amat mengormatinya. Dua tahun setelah merdeka dari Uni Soviet pada 1991, pemerintah tak hanya membuatkan patung Bahramov di dekat sebuah stadion berkapasitas 31 ribu penonton tapi juga menamakan stadion itu Tofiq Bahramov adina Respublika Stadion. Sebelumnya, stadion yang dibangun para tahanan perang Nazi-Jerman pada 1951 itu bernama Stadion Joseph Stalin (1951-1956) dan Stadion Vladimir Lenin (1956-1993). Publik Inggris menghormati Bahramov karena momen “Wembley Goal” atau “Wembley-Tor” bagi publik Jerman. Peran kecil Bahramov amat berharga bagi gelar Piala Dunia 1966 yang diraih Inggris –satu-satunya gelar Piala Dunia yang dimiliki Inggris hingga kini. Dalam pertandingan final Piala Dunia 1966 yang dimainkan di Stadion Wembley, 30 Juli, Bahramov bertindak sebagai hakim garis bagi wasit utama Gottfried Dienst asal Swiss. Pertandingan antara Inggris kontra Jerman Barat (Jerbar) itu terpaksa berlanjut ke babak perpanjangan lantaran skor 2-2 bertahan hingga peluit akhir babak kedua. Peran penting Bahramov bagi Inggris terjadi tak lama setelah sebuah “gol hantu” terjadi pada menit ke-11 babak tambahan. Pada menit itu, striker Inggris Geoff Hurst menembak bola ke sisi dalam gawang Jerbar yang dikawal Hans Tilkowski. Bola itu lalu memantul ke tanah tepat di garis gawang dan terlontar kembali ke luar gawang gawang. Papan skor berubah 3-2. Para pemain Inggris bersorak merayakan gol sementara para pemain Jerbar terpaku dengan wajah datar lantaran merasa itu bukan gol. Para pemain Jerbar langsung mengerubungi wasit Dienst. “Awalnya wasit Dienst juga ragu. Oleh karenanya, dia mencoba berdiskusi dengan Bahramov sebagai hakim garis,” tulis The Glasgow Herald , 1 Agustus 1966. “Pada akhirnya, wasit dan hakim garis menunjuk titik tengah lapangan (pertanda gol),” tulis Max Palme dalam The Heroes of World Cup 1966 . Meski ada protes keras dari Franz Beckenbauer dan kawan-kawan, wasit Dienst melanjutkan laga. Hurst menambah golnya menjadi hattrick beberapa saat sebelum wasit Dienst meniup peluit akhir. Inggris akhirnya menekuk Jerbar 4-2 dan untuk pertamakalinya jadi juara Piala Dunia. Para pemain Jerman kembali mengerumuni wasit Dienst dan Bahramov dengan protes yang sama. Mereka merasa dirugikan oleh “gol hantu” Hurst. Mereka mengaku melihat kapur garis gawang berterbangan, pertanda bola hanya memantul tepat di garis gawang dan belum melewatinya. “Para pemain Jerman terus mengikuti Dienst ke tengah lapangan. Beckenbauer terus memprotesnya. Dengan mengabaikan para pemain Jerman, Dienst dan Bahramov saling bersalaman. Di dekat mereka, Siggi Held (pemain Jerman) memberi aplaus yang sarkastik,” ungkap Jonathan Mayo dalam The 1966 World Cup Final: Minute by Minute. Dalam memoarnya, Bahramov meyakini bahwa tendangan Hurst itu gol murni. Bukan “gol hantu” sebagaimana diprotes para pemain Jerman. Bahramov tak ragu menyebut bahwa bola bisa memantul keluar gawang karena sebelumnya mengenai jaring gawang. Selain para pemain, publik Inggris juga memuja Bahramov. Walau lahir di Azerbaijan, sang hakim garis kadung dikenal dengan sebutan “ Russian Linesman ” alias hakim garis Rusia, julukan yang bermula dari komentar pelatih Inggris Alf Ramsey terhadap Bahramov. Bahramov sendiri kian tersohor. Pada 1971 dia pernah menjadi wasit utama dalam laga final Piala UEFA antara Wolverhampton Wanderers kontra Tottenham Hotspur. Selepas pensiun dari wasit, Bahramov sempat menjabat Sekjen AFFA. Dia menghembuskan nafas terakhirnya pada 1993. Peristiwa getir di final Piala Dunia 1966 itu seolah menjadi titik nol “permusuhan” Jerman-Inggris di lapangan hijau. Meseki pada Piala Eropa 1996 Jerman sukses mempermalukan Inggris, perhitungan sebenarnya baru bisa mereka tunaikan di Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Di perdelapan final, 27 Juni 2010, Inggris merasakan tulah “gol hantu” itu saat tendangan Frank Lampard di menit ke-38 membentur mistar dan memantul ke tanah. Dari tayangan ulang, bola memantul melewati garis gawang dan mestinya disahkan sebagai gol. Namun, saat itu goal-line technology belum digunakan . Ditambah, reaksi kiper Jerman Manuel Neuer langsung menangkap bola pantulan itu agar bisa senatural mungkin melanjutkan pertandingan. Keputusan wasit Jorge Larrionda asal Uruguay lantas tak menetapkan kejadian itu sebagai gol. Inggris kerugian dan di akhir laga, mereka keok 1-3. “Saya berusaha untuk tidak bereaksi di hadapan wasit. Saya sadar bahwa bola itu sudah melewati garis gawang dan cara saya menanggapinya dengan cepat, seolah menipu wasit agar berpikiran bahwa itu bukan gol,” cetus Neuer, dilansir Goal , 29 Juni 2010.

  • Dari Ho Chi Minh hingga Kennedy

    MEGAWATI Sukarnoputri heran. Suatu hari, ayahnya meminta dia dan kakaknya, Guntur, berpakaian rapi dan bersepatu untuk menyambut seorang tamu agung istana. Namun, sang tamu yang dipanggil dengan sapaan Bak (Paman) Ho justru datang hanya mengenakan sandal. Mega langsung bertanya kepada ayahnya. “Kenapa Bak Ho pakai sandal?” tanya Mega. “Jangan keras-keras ngomongnya!” jawab sang ayah, Presiden Sukarno, sambil membungkuk dan berbisik ke anaknya. “Apa nggak punya sepatu ya?” “Ya, nanti diterangkan.” “Bapak belikan sepatu dong!” Sukarno langsung menceritakan kebingungan putrinya itu kepada sang tamu Ho Chi Minh, bapak pejuang kemerdekaan Vietnam. Alih-alih marah, Bak Ho langsung mendatangi Mega dan memeluknya sambil tersenyum. “Nanti kalau Vietnam sudah menang kamu kirim sepatu buat saya,” kata Bak Ho sebagaimana ditirukan Mega dalam sambutannya di acara peluncuran buku Seri Historia di Museum Nasional, Jakarta, Kamis, 30 November 2017. Sepenggal kenangan itulah yang Mega ingat tentang sahabat ayahnya dari Vietnam. Selain cinta anak-anak, Mega mengenang sosok Ho Chi Minh sebagai seorang penyabar yang sangat idealis. “Beliau tidak menikah. Dalam sumpah perjuangannya, tidak akan menikah sampai Vietnam menang,” kata Mega. Kesamaan pandangan tentang kemerdekaan bangsa itulah yang membuat relasi Sukarno dan Ho Chi Minh menjadi karib. Menurut sejarawan Yosef Djakababa, ada banyak kesamaan pandangan antara kedua founding fathers yang sama-sama berhasil mengalahkan kolonialis di negara masing-masing itu. “Keduanya mendedikasikan diri untuk memerdekakan bangsa. Itu karena pengalaman mereka sendiri melihat perlakuan penjajah kepada penduduknya untuk negara metropol kolonial. Ada ketimpangan antara negara jajahan dan metropol,” kata Yosef. Ho dan Sukarno, sambung Yosef, juga datang dari kalangan terdidik. Mereka bersentuhan dengan ide-ide besar di zamannnya seperti kolonialisme, komunisme, dan kapitalisme. Bukan hanya Ho, Daniel Dhakidae menjelaskan, Sukarno juga bersahabat dengan beberapa pemimpin dunia waktu itu seperti Gamal Abdul Naseer, negarawan Mesir; Norodom Sihanouk, raja Kamboja; dan Jenderal Aung San, pejuang nasionalis Burma sekaligus ayah Aung San Suu Kyi. Hubungan itu bukan tanpa sebab, kata Daniel. Tahun 1960-an adalah masa yang menentukan nasib negara-negara yang baru merdeka. Itu membuat ikatan antarpemimpin bangsa menjadi sangat kuat untuk memerdekakan negara-negara di Asia dan Afrika. Para pemimpin negara terjajah ini berkumpul dalam satu zaman penuh kolonialisme. “Bagi Sukarno, kolonialisme bukan hanya Belanda menjajah Indonesia, tapi menjadi permasalahan kolonialisme tiga benua. Dia bisa meng-universal-kan permasalahan kolonialisme menjadi masalah tiga benua. Sukarno menginspirasi para pemimpin nagara-negara terjajah,” ujarnya. Tapi bukan hanya pemimpin negara berkembang yang bersahabat dengan Sukarno, dia juga menjalin hubungan baik dengan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy. Dalam ingatan Mega, ketika berkunjung ke White House bersama ayahnya dia terkesan dengan Kennedy yang hangat dan tampan. Dalam kunjungan itu, Mega dibawa berkeliling White House sementara ayahnya masuk ke kamar pribadi Kennedy untuk berdiskusi. “Ayah berharap karena rasanya Kennedy bisa mengerti apa saja hal-hal yang diinginkan negara-negara baru merdeka dan berkembang,” ujar Mega. Sebagai penghormatan, Sukarno mengundang Kennedy ke Indonesia dan membuatkan sebuah wisma di belakang istana untuk tempat tinggal Kennedy selama di Jakarta. Namun, wisma itu tak pernah terpakai karena Kennedy keburu tewas sebelum bisa menginjakkan kakinya ke Jakarta. “Ayah saya sedih sekali karena sudah berharap suatu saat beliau (Kennedy) akan datang ke Indonesia,” kata Mega. Persahabatan Sukarno dengan kedua tokoh tadi masing-masing termuat dalam buku Ho Chi Minh & Sukarno dan Kennedy & Sukarno . Buku lain dalam serial yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas dan majalah Historia itu berjudul Mengincar Bung Besar .*

  • Menghidupkan Ingatan Kolektif Budaya Melayu

    PENGARUH budaya Melayu meluas di Nusantara. Jejak budayanya masih bisa dilihat bukan cuma dari kesusastraan, tetapi juga bangunan istana di Sumatra, Sulawesi, dan Semenanjung Malaya. "Tapi kini seperti kayu yang tenggelam di sungai. Lama-lama menjadi keras," kata Chaidir, pembina Himpunan Melayu Riau, dalam Seminar Nasional Memori Kolektif dalam Kebudayaan Melayu, di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI), Depok, Jawa Barat, Kamis (30/11). Mantan ketua DPRD Riau dua periode 1999-2008 itu mengatakan, karakter khas orang Melayu adalah saling menghormati, menjunjung tinggi nilai kekeluargaan, memegang kesantunan dalam bertutur, mengedepankan sikap persaudaraan dan gotong royong. Dalam nilai budaya Melayu juga, rakyat tak boleh mendurhakai pemimpin. Sebaliknya, pemimpin tak boleh pula mengkhianati rakyatnya. "Nah ini bermasalah dalam masyarakat kita," tegasnya. Mengapa bermasalah? Chaidir berkata, dalam perspektif adat Melayu, mungkin ada pantangan yang dilanggar. "Mungkin seorang raja telah mengubah janji. Mungkin anak cucu mendurhaka pemimpin," katanya. Kepatuhan kepada pemimpin masih bisa disaksikan dalam ritus-ritus Melayu. Seorang pawang dalam suatu ritus Melayu di Palembang, memiliki peran penting karena paling paham bagaimana, kapan, dan di mana melalukan ritus. Dia bertanggung jawab membaca mantra dan memimpin jalannya ritus. "Ini kearifan lokal soal kepatuhan kepada pemimpin. Semua sepakat untuk patuh pada pawang. Tanpa ada yang nyeleneh ," jelas Welli Aprian, wakil ketua Yayasan Alam Melayu Sriwijaya. Dalam ritus-ritus Melayu juga tercermin sikap gotong royong. Menurut Welli, tak ada pelaksanaan ritus yang dilakukan seorang diri. "20 kapal kami kerahkan dalam ritus gerhana matahari. Makin banyak orang makin bagus. Ini syiar," lanjutnya. Syahrial, dosen Departemen Susastra FIB UI menambahkan, ingatan kolektif budaya Melayu juga tercermin dalam seni bertopeng di Lampung. Ketika seorang kepala marga menikahkan anaknya, dalam iring-iringan pengantin biasanya didahului oleh 12 orang yang mengenakan topeng atau tuping. Keduabelas tuping itu mewakili 12 pengawal spiritual yang membantu perjuangan Radin Inten, pahlawan Lampung, dalam melawan Belanda. "Dampaknya buat masyarakat, dengan adanya tuping dalam upacara pernikahan orang diingatkan pada perjuangan Radin Inten dalam perjuangan melawan Belanda," kata Syahrial. Nilai lainnya adalah hubungan mistis antara keseharian masyarakat dengan tempat di sekitar mereka. Masyarakat diingatkan, leluhur mereka punya hubungan akrab dengan lingkungan sekitar. Pun heroisme leluhurnya melawan ketidakbenaran. Sayang, hal itu masih kurang dimaknai masyarakat dengan baik. Filosofi arak-arakan pengantin ini tak dilihat dari sudut pandang memunculkan kesejarahan ingatan kolektif. "Masyarakat tidak menganggap kegiatan ini penting. Perlahan nilai mistis dalam tuping pudar. Mulai ada yang menjadikannya sebagai usaha kerajinan yang memiliki nilai ekonomis," ujar Syahrial. Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi nilai budaya Melayu. Sementara itu, Lily Tjahjandari mengatakan bahwa Melayu bukan cuma sebagai suku. Ia adalah tren. "Zaman sekarang trennya Korea-Koreaan, dulu kita bergaya Melayu-Melayuan," ucap wakil direktur Lembaga Kajian Indonesia (LKI) itu. Maka tak heran, kata Lily, jika hingga kini Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang dipakai di seluruh Indonesia. Pada masa lalu, Bahasa Melayu menjadi bahasa penghubung ( lingua franca ) antarpulau di Nusantara khususnya dalam perdagangan. "Memori kolektif melayu itu tulang punggung bangsa ini. Kita semua berbagi identitas melayu," ujar dosen Departemen Susastra FIB UI itu.

  • Sejarah di Mata Generasi Z

    Dari masa ke masa, sosok Sukarno dan pemikiran-pemikirannya selalu diingat. Rasanya tidak sempurna, jika membahas sejarah Indonesia tidak menyebut nama Sukarno. Puluhan studi dan buku tentang Sukarno dalam beragam aspek pun telah jamak ditulis. Tetapi, tetap saja ada ruang yang bisa dieksplorasi darinya. Itulah yang kemudian melatari Penerbit Buku Kompas bekerjasama dengan majalah sejarah populer Historia menerbitkan seri buku Sukarno. Tiga seri buku yang diterbitkan adalah Mengincar Bung Besar , Ho Chi Minh & Sukarno , serta Kennedy & Sukarno . Buku pertama membahas tentang tujuh upaya pembunuhan terhadap Sukarno semasa aktif sebagai presiden. Dua lainnya membahas hubungan Sukarno dengan dua tokoh besar dunia, Ho Chi Minh dan John. F. Kennedy. “Karena itulah penerbitan buku-buku ini penting agar generasi muda mengetahui sejarah Bung Karno yang akurat. Kini generasi milenial punya perpustakaan terbuka bernama google, tetapi kita tidak pernah tahu kadar akurasinya,” ujar Budiman Tanuredjo dari Penerbit Buku Kompas. Buku seri Sukarno ini memang ditujukan untuk pembaca muda yang awam soal Sukarno. Namanya barangkali tetap diingat sebagai nama pahlawan yang memerdekakan Indonesia, tetapi sosok dan perannya belum tentu diketahui benar. Setidaknya itu terkonfirmasi oleh pengalaman dosen komunikasi Universitas Atma Jaya Andina Dwifatma. Suatu kali ia melontarkan pertanyaan "Apa yg terlintas di benak kalian tentang Sukarno?” kepada mahasiswanya melalui aplikasi pesan Line . Seorang mahasiswanya menjawab proklamasi. Seorang lainnya menjawab jasmerah. Lainnya menjawab politik berdikari. Ada juga yang mengutip kalimat tekenal Sukarno, "Beri aku sepuluh pemuda, akan kuguncang dunia." “Salah satu yang menarik ada yang menjawab airport , merujuk pada Bandara Sukarno-Hatta tentunya,” ujar Andina dalam acara peluncuran buku seri Sukarno di Museum Nasional, Jakarta, (30/11/2017). Menurutnya itulah sebagian kecil gambaran generasi Z (gen Z) tentang presiden pertama Indonesia. Gen Z adalah mereka yg lahir pada kisaran 1996 hingga 2010. Mereka disebut pula digital native karena sejak dini telah akrab dengan gawai dan internet. Gen Z umumnya memperoleh dan mencerna informasi dari internet. Mereka bisa memperoleh informasi apapun dari sana hampir tanpa batas. Tetapi, internet punya kendala besar, apa lagi terkait sejarah, yaitu akurasi. Celah inilah yang mesti ditambal oleh para sejarawan. “Dari pengalaman saya mengajar gen Z, berkaitan dengan Sukarno dan pemikirannya, saya sampai pada kesimpulan bahwa yang paling urgen dilakukan adalah membuat mereka gandrung pada Pancasila,” ujar Andina. Banyak riset yang menyimpulkan bahwa generasi muda Indonesia terbelah antara mereka yang apatis dan radikal. Mereka yang apatis umumnya tidak peka terhadap kondisi sosial di lingkungannya dan cenderung individualis. Di sisi lain, mereka yang radikal berusaha merongrong ideologi Pancasila. Menurut Andina, keduanya sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Untuk menekan keduanya, Andina berpendapat Pancasila adalah solusi terbaik yang mesti dikuatkan kembali. “Tetapi, tidak dengan cara-cara lama seperti penataran P4. Gen Z yang punya karakteristik terbuka pada informasi, karena itu mereka akan menolak segala macam indoktrinasi,” tuturnya. Karena itulah, Andina mengapresiasi penerbitan seri buku Sukarno yang disusun berdasarkan liputan awak majalah Historia . Cara paling efektif untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada gen Z adalah melalui story telling sebagaimana yang diusung oleh Historia dalam seri buku Sukarno. "Kisah-kisah sejarah kecil dan berdimensi humanis akan lebih mudah dicerna oleh gen Z," tutur Andina. Untuk bisa mendapat perhatian gen Z, sejarah mesti direlasikan dengan hal-hal yang dekat dengan mereka. Sudah menjadi sifat alami manusia untuk menyukai sesuatu yang berhubungan dengan pribadinya. Jadi, untuk mendekatkan gen Z dengan sejarah, narasinya harus didekatkan dengan kehidupan mereka. Salah satunya dengan cara mengisahkan sejarah dalam bentuk media baru seperti film. "Saya pikir kisah-kisah percobaan pembunuhan terhadap Sukarno dalam buku Mengincar Bung Besar bisa menjadi serial film. Akan sangat menarik menikmati sejarah yang berbau thriller seperti ini dalam bentuk film," ungkapnya.

  • Pabrik Pemusik

    SEKOLAH Perguruan Cikini tenar karena pernah dilanda tragedi penggranatan pada 1957. Tapi ada hal lain yang tak bisa diabaikan: sekolah ini melahirkan banyak musisi handal. Beberapa di antaranya ikut menentukan perjalanan sejarah musik dalam negeri. Nasution Bersaudara (Debby, Gauri, Keenan, Oding, dan Zulham) adalah salah satunya. Mereka murid sekolah Percik. Rumah orangtua Nasution Bersaudara di Jalan Pegangsaan Barat di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, menjadi tempat nongkrong teman-teman sekolah mereka yang hobi musik. Atas gagasan Debby Nasution, lahirlah Gank Pegangsaan. Selain itu, lahir pula kelompok musik Sabda Nada pada 1966 sebelum tiga tahun kemudian berubah nama jadi Gipsy. Chrisye, yang juga suka nongkrong di Pegangsaan, ikut bergabung di dalam Gipsy sebagai pemain bas. Chrisye kelak dikenal sebagai legenda musik pop Indonesia. Guntur, putra Presiden Sukarno, ikut mengharumkan nama Percik di bidang musik. Bersama Samsudin Hardjakusumah (yang kemudian mendirikan Bimbo), Guntur mendirikan grup Aneka Nada dan merilis album perdana di bawah label Loakananta, Solo. Bersama grup keduanya, Kwartet Bintang, Guntur kembali rekaman di Remaco. Jejak Guntur diikuti sang adik, Guruh. Setelah membentuk The Flower Poetman, Guruh mengajak sahabat-sahabatnya di Percik yang aktif di band Gipsy untuk membuat proyek bareng pada 1975. Chrisye mengisahkan awal pembuatan album tersebut dalam biografinya berjudul Chrisye . Dia dipanggil Keenan, yang mengatakan dia, Gauri, dan Guruh sudah bereksperimen menciptakan sejumlah lagu. “Sepanjang ia bercerita, saya hanya bisa menganga. Apa yang diceritakan Keenan adalah sebuah proyek yang sungguh tidak terbayangkan di zaman itu,” ujar Chrisye. “Guruh berniat membuat satu album idealis yang menggabungkan musik Barat dan tradisional Indonesia. Mendengar ini saja saya sudah bisa membayangkan bagaimana rumitnya. Bahkan, kata mereka, unsur art rock ada pula di dalamnya.” Dua tahun kemudian, kerjasama itu melahirkan sebuah album monumental Guruh Gipsy . Nama Guruh di blantika musik nasional terus melambung. Di genre rock, Eet Syahranie, putra Gubernur Kalimantan Timur Abdoel Wahab Sjachranie, mungkin jadi pelopor di Percik. Eet sekolah di Perguruan Cikini tahun 1978. Di sekolah, dia bergabung dengan band sekolah dengan nama Cikini Rock. Dalam ajang Festival Band Antar-SLTA se-Jakarta, Eet meraih predikat gitaris terbaik, sementara Cikini’s Band menduduki peringkat kedua. Eet kemudian dipercaya menggarap musik Operette Cikini di sekolah. Bersama Iwan Madjid dan Fariz RM, Eet membentuk grup band WOW. Ketika WOW merilis album Produk Hijau , Eet tengah mengikuti workshop Recording Sound Engineering di Amerika. Pulang ke tanah air, dia membantu kawan-kawannya sesama musisi yang rekaman dengan mengisi track gitar. Hingga akhirnya, bersama Ecky Lamoh, dia mendirikan grup band EdanE, singkatan dari nama keduanya. Bimbim Sidharta melanjutkan tradisi musisi Percik pada 1980-an. Dia merintis karier lewat Cikini Stones Complex, yang dibentuk bersama teman-temannya di SMA Perguruan Cikini. Karena bosan membawakan lagu-lagu Rolling Stones, Cikini Stones Complex dibubarkan. Bimbim kemudian mendirikan grup baru bernama Red Evil. Kalau manggung, untuk meramaikan suasana, “mereka kerap mengajak teman-teman di sekolahnya yang tak lain adalah anak-anak Perguruan Cikini dengan bayaran ... sebotol minuman,” tulis slank.com . Pada Desember 1983, nama Red Evil kemudian diubah jadi Slank. Dimulailah perjalanan salah satu band terbesar tanah air yang masih eksis hingga kini. Ketika orangtua Bimbim pindah ke Gang Potlot, Pasar Minggu, rumahnya menjadi tempat nongkrong teman-temannya. Seperti Gank Pegangsaan, Potlot jadi komunitas yang melahirkan banyak musisi, dari Andy Liani hingga Oppie Andaresta. Dalam “School of Rock: Perguruan Cikini”, dimuat rollingstone.co.id , 25 November 2013, penulis musik Denny Sakrie menyebut Percik secara tak sengaja menjadi tempat persemaian pemusik Indonesia. “Meskipun bukan sekolah musik, tapi tanpa sengaja ternyata Yayasan Perguruan Cikini bisa menjaga benang merah peta musik yang terbentang begitu panjang, dari era awal 60-an hingga saat sekarang ini,” tulis Denny Sakrie. Sadar bahwa banyak alumninya jadi musisi handal, Percik memunculkan atmosfir musik. Sejak 1989 Percik mendirikan Orkes Simfoni, yang hingga kini masih eksis. Lima tahun kemudian berdiri Lembaga Pendidikan Musik Percik, yang kini tersebar di beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya. Tak cukup di situ, pada 2005 Percik mendirikan Sekolah Menengah Musik (kini, SMK Musik), yang siap dan telah mencetak musisi-musisi tanah air seperti Wizzy Williana yang menghasilkan beberapa album single .*

  • Cerita Mega Tentang Upaya Pembunuhan Ayahnya

    SEBAGAI alumni Perguruan Cikini, Megawati Sukarnoputri tak pernah lupa momen ketika sekolahnya merayakan hari jadi ke-15 dengan menggelar malam amal dan bazar pada 30 November 1957. “Bersama kakak, saya mendapat tugas menjaga pameran, kakak saya jaga permainan,” kata Megawati ketika memberi kesaksian di acara peluncuran buku Seri Historia yang dihelat Penerbit Buku Kompas dan majalah Historia di Museum Nasional, Jakarta, 30 November 2017. Suasana meriah kala itu makin semarak dengan kehadiran Presiden Sukarno, yang datang bukan sebagai presiden tapi wali murid Mega dan Guntur. Banyak teman Mega dan murid-murid lain sekolah itu bercengkerama akrab dengan Sukarno. Namun, seketika suasana berubah pilu begitu Sukarno hendak menuju mobilnya untuk pulang. Enam granat dilemparkan pemuda-pemuda asal Bima, Nusa Tenggara Timur, ke arah Sukarno. Korban berjatuhan. “Tidak terlupa karena korbannya dari kawan saya ada 100-an orang, baik meninggal, luka parah, atau luka kecil. Ada beberapa yang cacat seumur hidup,” kata Mega. Sukarno sendiri selamat dari kejadian yang kemudian disebut Peristiwa Cikini itu. Selain kesigapan para personel Detasemen Kawal Pribadi (DKP), pasukan pengawal Sukarno yang dipimpin Komisaris Besar Mangil Martowidjojo, kata Mega, ayahnya bisa selamat karena ada granat yang meleset. Hal itu terjadi karena granat yang berpotensi tepat mengenai Sukarno telat beberapa detik dilemparkan. Keterlambatan itu terjadi karena si pelempar ragu. “Karena lihat Bung Karno begitu ceria tertawa bersama teman-teman sekolah saya, detik-detik itu terlewat. Jadi, korban banyak teman saya di Cikini,” sambung Mega. “Dalam pengadilan, mereka sangat menyesal. Mereka hanya diberitahu Bung Karno akan datang ke suatu tempat,” kata Mega, menjelaskan ketidaktahuan pelaku terhadap sosok Sukarno yang mereka kira jahat. Upaya pembunuhan terhadap Sukarno itu menewaskan 10 orang dan melukai 100-an lainnya. Peristiwa itu bukan satu-satunya upaya pembunuhan terhadap Sukarno. Peristiwa lain yang diingat Mega terjadi pada 9 Maret 1960. Daniel Maukar, pilot tempur AURI, memberondong Istana Negara menggunakan pesawat Mig-17. Peluru senapan mesin pesawatnya langsung menembus dinding istana dan mengenai ruang makan. “Kalau diteliti, ada satu peluru yang berbahaya. Satu peluru itu dinyatakan akan mengenai tepat kepala ayah bila sedang ada di ruang makan,” kata Mega. Sukarno selamat karena saat kejadian sedang rapat di Dewan Nasional yang juga berkantor di kompleks Istana Merdeka (kini kantor Dewan Nasional jadi kantor Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila). Selain dua upaya pembunuhan tersebut, ada lima upaya pembunuhan lain yang pernah dialami Sukarno. Ketujuh upaya pembunuhan itu diulas mendalam dalam buku Mengincar Bung Besar. Dua buku lainnya yaitu Kennedy & Sukarno dan Ho Chi Minh & Sukarno. Mega menyambut baik penerbitan buku Seri Historia itu. “Buku tentang kisah Bung Karno berguna bagi generasi muda dan para calon pemimpin bangsa. Kita jadikan sejarah sebagai cermin agar bisa memahami masa kini dan meneropong masa depan kita sebagai bangsa yang terhormat, serta bermartabat di antara bangsa-bangsa lain di dunia,” kata Mega.

  • Kala Hantu Pindah ke Kota

    SEBUAH kuburan meletus. Bersamaan dengan keluarnya asap yang mengikutinya, sebuah pocong perlahan muncul dari dalam kuburan itu. Ia lalu melompat. Dua pocong lain sudah menunggu, satu di pohon, satu lagi berdiri dekat kuburan. Salim (diperankan Benyamin S.) dan warga desa yang sedang duduk di warung kopi bergidik ketakutan melihat kejadian itu. Mereka lari tunggang-langgang setelah pocong yang melompat-lompat mengejar mereka. Adegan dalam film Setan Kuburan (1975) itu memperkuat pandangan mengenai kuburan, pohon, dan tempat alami seperti telaga atau danau sebagai tempat favorit kemunculan hantu. Pandangan itu tak hanya terdapat dalam film. Lagu “Rintihan Kuntilanak” karya The Panas Dalam, misalnya, liriknya juga mengungkapkan pandangan serupa. “Malam sunyi kusendiri, duduk sepi di atas pohon,” demikian penggalan lirik lagu tersebut. “Film dulu (1980-an, red .) mencoba mengangkat sesuatu yang ada dalam masyarakat berdasarkan cerita rakyat, misalnya,” kata Suma Riella Rusdiarti, dosen sastra Prancis di Universitas Indonesia yang menulis disertasi tentang "Kaidah, Makna Das Unheimliche , dan Konstruksi Nilai Kajian Genre Atas Empat Film Horor Rumah Angker Indonesia." Ada kecenderungan film horor tahun 1970-an hingga 1980-an menjadikan pohon, danau, atau kuburan sebagai tempat kemunculan hantu meski ada juga yang menjadikan rumah angker sebagai seting lokasi seperti film CintaBerdarah (1989). Pemilihan lokasi kemunculan hantu tersebut jelas bukan tanpa sebab. Ia berangkat dari tradisi-budaya beragam etnis di Indonesia. Dalam kebudayaan Jawa, misalnya, ada tempat-tempat yang dianggap keramat dan dikuasai makhluk gaib. “Orang Jawa percaya Tuhan telah memberikan tempat pada mereka yang berbeda. Hutan, pohon besar, atau tempat-tempat wingit (sakral, red .)," kata Prapto Yuwono, dosen sastra Jawa Universitas Indonesia. Bagaimana kemunculan hantu di kuburan juga dikisahkan antara lain oleh Kidung Sidumala . Selain menyebut pemakaman Setra Ganda-mayu, kidung itu juga melukiskan para hantu bertengger di pohon kepuh dan randu. Namun, lokasi kemunculan hantu berubah seiring bergantinya zaman. Film-film horor yang diproduksi tahun 2000-an ke atas cenderung menampilkan hantu-hantu yang muncul di tempat-tempat publik. “Ada perpindahan lokasi hantu, dulu di pohon sekarang di apartemen, terowongan,” kata Riella. Pergantian tempat kemunculan hantu itu tak semata menyangkut perubahan tren, tapi berkait erat dengan faktor sosial-ekonomi masyarakat. Perubahan itu berawal dari pembangunan yang menggusur tempat-tempat yang semula dianggap angker, semisal penggusuran kuburan untuk dijadikan perumahan mewah. Pembangunan membuat tempat sepi menjadi jarang. “Kota menjadi semakin padat dengan urbanisasi, dan ruang-ruang yang tadinya untuk kuburan, danau, sekarang dijadikan ruang manusia sebagai rumah, mal, apartemen, sekolah,” kata Riella. Dari pembangunan itulah kemudian muncul legenda urban yang cenderung menceritakan hantu perkotaan. Legenda-legenda urban itu kemudian diangkat oleh sineas ke layar lebar. Terowongan Casablanca (2007), Kereta Hantu Manggarai (2008), Hantu Diskotik Kota (2014), dan Rumah Angker Pondok Indah (2013) merupakan beberapa di antara film horor itu. Namun, film horor produksi tahun 2000-an yang memilih kuburan, pohon, dan telaga sebagai tempat kemunculan hantu tetap masih ada. “Dalam film ada semacam perebutan kekuasaan ruang antara manusia dan hantu. Hantu dalam film itu kemudian seperti dianggap intruder (pengacau, red. ), mereka harus diusir. Padahal, kalau dulu kita percaya bahwa kita bisa hidup bersama,” ujar Riella.

  • Kebangkitan Penghayat Kepercayaan

    LIMA rato (imam Marapu) mengadakan ritual untuk melepas Mikael Keraf ke Yogyakarta. Pastor yang mendalami dan membela hak-hak penganut Marapu di Sumba, Nusa Tenggara Timur itu akan membagi pengetahuannya soal Marapu dalam seminar agama-agama Nusantara di acara Borobudur Writers & Cultural Festival, 23-25 November 2017. Dalam proses itu, seekor ayam dibelah. Lewat usus dan darahnya, rato membaca apakah misi ini baik atau tidak. Ketika pertanda itu dibaca, burung-burung berterbangan di atap rumah. “Itu burung keila Marapu. Burung suci yang dilindungi itu ribut sekali di atas pertanda saya direstui. Senang sekali saya,” kata Mikael ketika ditemui Historia , di Hotel Manohara, Magelang, seusai acara. Mikael mengatakan masyarakat Marapu yang hanya dijumpai di Sumba memang akrab dengan tanda-tanda alam. Ada suku yang akrab dengan hujan. Ada pula yang akrab dengan halilintar. Itu karena inti ajaran mereka terpusat pada etika lingkungan, hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan leluhur dan Yang Maha Kuasa. “Mereka punya hubungan kekerabatan yang kuat sekali dengan kuasa kosmik,” ujarnya. Apa yang terlihat dari masyarakat Marapu merupakan khas dari agama-agama kuno di Nusantara. Arkeolog Agus Widiatmoko menjelaskan, agama yang telah ada sebelum agama-agama dominan masuk, memegang tiga prinsip: meyakini hubungan antara manusia dengan Yang Kuasa, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan tumbuhan, hewan, dan lingkungan. “Itulah prinsip dasar agama Nusantara sebelum pengaruh agama luar datang. Jadi, yang namanya agama asli Nusantara konsepnya sama,” ujar Agus. Keyakinan itu awalnya dibawa para penutur Austronesia yang bermigrasi sekira 4000 tahun lalu dari utara, yaitu Pulau Formosa, Taiwan ke Kepulauan Nusantara. “Tradisinya sama. Seperti makan sirih. Ini orang-orang asli kita,” jelasnya. Ketika Hindu-Buddha masuk, sebagian penganut budaya Austronesia masih memelihara keyakinannya. Bahkan, hingga kini masih bisa disaksikan di Toraja. Pun di masyarakat Dayak, Kalimantan. “Hindu Buddha ketika itu tidak mayoritas. Hanya di Jawa dan Bali. Di luar itu sedikit sekali. Di Pulau Nias, kebudayaan asli Nusantara masih ada ketika penjajah datang, termasuk di Toraja,” terangnya. Bahkan, di wilayah yang mayoritas beragama Hindu pun, ajaran sebelumnya masih muncul dan membaur. Buktinya, Hindu di Bali dan India sangat berbeda. “Makanya di Bali ada konsep tri hita karana. Di India tidak ada. Artinya ada asimilasi,” lanjut Agus. Tak Diakui Sayangnya, para penganut ajaran kuno itu seakan menjadi tamu di negeri sendiri. Mereka mendapat diskriminasi sampai ke tingkat regulasi. Sudarto, peneliti dari Setara Institute mengatakan, setelah Pemilu pertama tahun 1955, para penghayat kepercayaan jumlahnya meningkat hingga 350 kelompok. Mereka dikonsolidasi oleh mantan Wakil Perdana Menteri KRT Wongsonegoro. Sebelumnya, pada 1951, dia mengadakan kongres kebatinan di Solo. Dia memaknai apa yang dimaksud “kepercayaan” dalam Pasal 29 UUD 1945 adalah ajaran kebatinan. “Agama lokal menguat. Dalam kongres kedua dikuatkan lagi. Jadi, pasal 29 itu untuk mengakomodir kepercayaan ini,” jelas Sudarto. Namun, pengertian itu mendapat penentangan. Menurut Sudarto, mereka yang menentang mengartikan dimaksud “kepercayaan” dalam Pasal 29 adalah sekte-sekte dalam Islam, seperti Sunni dan Syiah. Menguatnya pengaruh kelompok penghayat kepercayaan membuat gelisah penganut agama mayoritas. Akhirnya, pada 1962 Kementerian Agama membuat definisi agama berdasarkan pendapat Menteri Agama Mukti Ali. “Agama itu harus punya Tuhan, harus punya kitab suci, harus dogmatis, harus punya nabi. Kepercayaan pun dianggap sempalan,” kata Sudarto. Efeknya, setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965, para penganut kepercayaan yang tak sesuai definisi agama dianggap tak punya agama. Mereka dianggap komunis. “Yang artinya PKI. Jadi kalau mau hidup harus memilih di antara agama yang diakui itu,” kata Sudarto. Pada tahun itu pula lahir UU PNPS No. 1/1965. Isinya tentang penodaan agama dan melindungi agama yang diakui pemerintah dari ajaran-ajaran penghayat kepercayaan. “Ini adalah awal dari tidak diakuinya agama para penghayat kepercayaan secara regulatif,” kata Sudarto. Penghayat kepercayaan pun memasuki masa kritis. Pada 1967, bahkan Kong Hu Cu pun tak disebut agama karena indentik dengan Tiongkok dan komunis. Ramai-ramai penganut Kong Hu Cu pindah agama. Jumlah penganut Katolik dan Kristen meningkat tajam dari 3 persen menjadi 6-7 persen. “Orang Kong Hu Cu tidak mau masuk Islam karena perbedaan kultur yang tajam. Maka mencuatlah isu Kristenisasi, resahlah orang Islam. Tahun itu terjadi pembakaran gereja pertama di Aceh, disusul Palembang dan Makassar,” kata Sudarto. Cara Bertahan Para penghayat kepercayaan sulit mendapat hak-hak sebagai warga negara seperti identitas keagamaan, pencatatan sipil atas pernikahan, akte kelahiran, hak pendidikan, termasuk menjadi Pegawai Negeri Sipil. Akhirnya banyak yang terpaksa beralih agama hanya agar mendapat hak-haknya. Hal itu disampaikan Mikael Keraf setelah 2,5 tahun mendampingi komunitas Marapu. Mereka baru bisa mengakses pendidikan, hak-hak sosial, tabungan di bank, hanya jika menulis kolom agama dengan agama yang diakui negara. “Ada kesadaran kalau komunitas ini termarjinalkan terutama dari agama mayor juga dari komunitas modern. Mereka susah mendapat hak politik, hak sosial, tak punya akses ke bank dan akses ke pendidikan tinggi,” jelas Mikael. Lebih ekstrim lagi, penganut Kaharingan di Kalimantan bahkan sampai menyusun kitab suci pada 1980-an agar dianggap beragama. Dalam usaha itu mereka dibantu antropolog Jerman dan Indonesia. “Menarik sekali, mana yang dimasukkan ke kitab, mana yang tidak. Ada perdebatan mengenai mana cerita yang dimasukkan,” ujar Marko Mahin, aktivis di Lembaga Studi Dayak-21. Pada 1980-an, mereka ramai-ramai datang ke Bali untuk menjadi penganut Hindu Kaharingan. Sebelumnya, kata Marko, masyarakat Kaharingan sempat mendatangi Islam dan Kristen. Namun, mereka diminta melepas kepercayaan Kaharingan mereka. “Islam tidak makan babi, mereka makan. Tanpa khotbah, tanpa ceramah, jumlah penganut Hindu meningkat jadi 300,” kata Marko. Sementara itu, masyarakat Parmalim yang menganut Agama Malim lebih memilih Kristen. Ferry Wira Padang, direktur Aliansi Sumut Bersatu (ABS) mengatakan usaha itu dilakukan supaya lebih mudah menerima pendidikan. Meskipun demikian, mereka tetap menjaga eksistensi ajaran Agama Malim salah satunya dengan cara memberikan kelas setiap Sabtu dan Minggu. “Tiap komunitas Parmalim ada guru yang bertugas mewariskan nilai-nilai itu,” ujar Ferry yang dalam empat tahun ini bekerja untuk inklusi sosial penghayat kepercayaan di Sumatra Utara. Jumlah penghayat kepercayaan mencapai puncaknya pada 1972 dengan 644 kelompok yang terdaftar di Sekretariat Kerjasama Kepercayaan. Namun, jumlahnya kemudian menurun. Pada 2003, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat tinggal 245 kelompok. Tiga tahun kemudian turun menjadi 214 kelompok. Sejak 2016 tinggal 186 kelompok. Kini, tercatat 12 juta jiwa yang terdaftar sebagai penganut aliran kepercayaan di bawah naungan Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia (MLKI). Mikael mencatat hanya tinggal 12 persen penduduk Sumba yang masih menganut Marapu. Mereka didominasi oleh generasi tua. Sisanya menganut agama-agama mayor seperti Katolik, Protestan, Islam, dan sedikit Hindu. Marko mencatat penganut Kaharingan hanya delapan persen dari total penduduk Kalimantan Tengah. Sedangkan jumlah Parmalim sekira 20.000 jiwa tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Respons Keputusan MK Melihat sejarahnya, kata Sudarto, ada dua masalah mengapa penghayat kepercayaan sulit diterima: kekhawatiran agama besar jumlah penganutnya berkurang dan masalah dalam memahami agama dan kepercayaan. “Jangankan rakyat, pejabat saja tidak bisa membedakan. Tuhan tidak pernah mendefinisikan agama itu apa. Agama dimasukkan dalam studi agamanya Barat. Ciri-cirinya punya Tuhan, nabi, kitab suci; kalau tidak punya, tidak dianggap agama,” kata Sudarto. Sudarto menduga, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan penghayat kepercayaan bisa masuk ke kolom agama di KTP, akan banyak orang yang kembali kepada kepercayaan awalnya. “Jangan-jangan yang 87,15 persen Islam bisa jadi tinggal 60 persen saja di Indonesia, yang kejawen juga mungkin akan menikmati ruang ini,” kata Sudarto. Meski ada yang menganggap sebagai momentum penguatan bagi penghayat kepercayaan, tetapi ada pula yang curiga. Seperti sebagian penganut Kaharingan. “Hasil keputusan MK ini dicurigai seperti teknik memancing macan turun dari gunung. Tinggal pukul-pukul kepalanya, selesai,” kata Marko. Kendati begitu, yang menyambut gembira lebih banyak. Mereka pun tak perlu lagi mencantumkan “Hindu” di kolom agama pada KTP mereka. “Tapi ada juga elite Kaharingan yang sudah terlanjur enak di Hindu, mereka menolak,” ujar Marko. Mikael pun yakin warga Marapu sangat ingin mencatumkan “Marapu” di kolom agama pada KTP mereka. Bahkan, mereka tengah mempersiapkan merayakan keputusan MK di Festival Waikumba ke-6 pada 1-3 Desember 2017. Acara itu jadi momentum untuk mensosialisasikan keputusan MK sekaligus deklarasi eksistensi Marapu di Sumba. Mikael optimistis semua yang diam karena dominasi Katolik dan Kristen akan kembali bangkit bersama agama yang telah terdiskriminasi sebelumnya. “Ternyata mereka tetap Marapu. Setelah ini akan banyak orang mengaku Marapu. Apa itu sinkretisme, bagi saya, kita tidak bisa lepas dari akar sejarahnya,” ujarnya.

  • Gempa Gagal Halangi Chile Jadi Tuan Rumah Piala Dunia

    RAKYAT Chile bahagia. Kongres FIFA di Lisbon, Portugal pada 10 Juni 1956 memutuskan Chile menjadi tuan rumah Piala Dunia 1962. Dalam kongres itu, banyak delegasi meragukan kemampuan Chile yang dipimpin Carlos Dittborn (petinggi induk organisasi sepakbola Chile) sebenarnya. Sebagai negara dunia ketiga, Chile tak hanya masih lamban dalam laju perekonomian tapi juga minim modal. “Faktanya, Chile masih miskin, belum berkembang, kekurangan teknologi komunikasi dan fasilitas olahraganya masih minim,” ungkap Fernando Fiore dalam The World Cup: The Ultimate Guide to the Greatest Sports Spectacle in the World. Dibandingkan Argentina sebagai pesaing kuat, infrastruktur olahraga Chile kalah jauh. Namun, Dittborn tetap optimis. “Karena kami tak memiliki apa-apa, kami akan melakukan segalanya,” ujar Dittborn kala meyakinkan para delegasi lain, sebagaimana dikutip David Goldblatt dalam The Ball is Round . Chile akhirnya menjadi pemenang dengan 32 suara mengalahkan Argentina yang kebagian 11 suara. Empat belas suara lainnya abstain . Berkah sekaligus tantangan besar itu disambut suka cita dan rasa tanggung jawab pemerintah dan rakyat Chile. Segala upaya mereka lakukan demi mewujudkan mimpi. Namun belum lagi hasil upaya itu terlihat bentuknya, gempa dahsyat menghantam negeri itu pada 22 Mei 1960. “Gran Terremoto de Valdivia”, sebutan rakyat Chile untuk gempa berkekuatan 9,6 Skala Richter itu, guncangannya menjangkau hingga Filipina yang terpisah Samudra Pasifik. Gempa itu juga memicu erupsi Gunung Puyehue-Cordon Caulle di Rio Bueno dan memicu tanah longsor di selatan Pegunungan Andes serta menimbulkan tsunami hingga ke Filipina. Di Chile, tsunami mencapai ketinggian 25 meter. Total korban tewas di berbagai negara nyaris mencapai 6000 orang, dua juta orang di Chile langsung menjadi tunawisma. Kerugian materil ditaksir mencapai enam milyar dolar Amerika. Terlepas dari kehancuran berbagai infrastruktur, empat dari delapan stadion yang dipersiapkan Chile sejak 1956 ikut luluh-lantak. “Sebagian besar wilayah Chile menjadi reruntuhan. Penetapan Chile (sebagai tuan rumah Piala Dunia 1962) terancam dibatalkan. Namun FIFA memutuskan Chile tetap jadi tuan rumah di tengah kehancuran,” tulis Clemente A Lisi dalam A History of World Cup: 1930-2014. Meski amat terpukul oleh bencana itu, rakyat Chile pantang menyerah. “Kami akan melakukan segalanya semampu kami untuk membangun kembali,” kata Dittborn kepada segenap elemen masyarakat. Pembangunan kembali sejumlah stadion berjalan siang-malam. Dananya datang dari berbagai pihak, termasuk swasta. Braden Copper Company, perusahaan tambang tembaga Amerika Serikat yang beroperasi di Chile sejak awal abad ke-20, bahkan mempersilakan stadionnya di Rancagua dijadikan salah satu venue Piala Dunia. Dari delapan stadion yang direncakan bakal dijadikan venue, hanya empat stadion yang akhirnya bisa digunakan: Estadio Nacional, Estado Sausalito, Estadio Rancagua, dan Estadio Arica. Publik Chile juga kembali dirundung musibah. “Pada April 1962, sebulan sebelum turnamen (Piala Dunia –red.) dimulai, Dittborn meninggal karena serangan jantung di usia 38 tahun. Segenap Chile berduka. Stadion di Arica dekat perbatasan Chile-Peru, (lalu) menggunakan namanya sebagai penghormatan,” tulis Lisi. Bak keajaiban, Chile mampu menyiapkan empat stadion dan beragam infrastruktur penunjang untuk Piala Dunia sebelum waktunya terlepas dari berbagai kekurangan di sana-sini. Namun, lagi-lagi rintangan menghampiri Chile. Dua wartawan Italia, Antonio Ghiredelli dan Corrado Pizzinelli, yang datang dua bulan jelang Piala Dunia membuat rakyat Chile meradang lewat tulisan-tulisan mereka. Ghirelli menulis bahwa FIFA salah memberi kepercayaan kepada Chile sebagai tuan rumah. Dalam artikel yang ditulis di Corriere della Sera itu Ghirelli juga menyertakan penggambaran keburukan fasilitas komunikasi hingga transportasi. Sedangkan Pizzinelli, lewat tulisannya di La Nazione , menyerang sisi sosial-ekonomi Chile dengan memasukkan masalah prostitusi, kekurangan gizi, dan kemiskinan di Chile. Artikel-artikel itu lantas diterjemahkan dan diterbitkan oleh suratkabar lokal El Mercurio dan Clarin de Santiago . Sontak, publik Chile berang. Gelombang anti-Italia pun muncul. Seorang wartawan Argentina kena getahnya ketika sedang di bar. Dia dipukuli gegara dikira orang Italia. Sementara, Ghirelli dan Pizzinelli buru-buru angkat kaki dari Chile. Saat Piala Dunia berjalan, para pemain timnas Chile melampiaskan kemarahan mereka dengan mengintimidasi pemain-pemain Italia. Kedua negara bertemu dalam pertandingan penyisihan Grup 2 pada 2 Juni 1962 di Estadio Nacional. Alih-alih menampilkan permainan cantik, pertandingan yang oleh publik Chile dijuluki sebagai “Battle of Santiago” itu justru lebih tepat disebut pertempuran. Pelanggaran kasar dan brutal para pemain Chile bertebaran. Hal itu menimbulkan perlawanan brutal dari para pemain Gli Azzuri (julukan timnas Italia). Alhasil, wasit Ken Aston asal Inggris mengkartumerah dua pemain Italia, Mario David dan Giorgio Ferrini. Namun, anehnya Aston tak mengeluarkan satu pun kartu kepada para pemain Chile. Keributan pun pecah, sampai petugas keamanan turun tangan membantu wasit melerai para pemain. “Saya bukan menjadi wasit pertandingan. Saya justru menjadi pengadil dalam manuver-manuver militer,” kenang Aston sebagaimana dikutip Johnny Morgan dalam For the Love of Football: A Companion. Meski menang 2-0, Chile akhirnya tak berhasil mencapai puncak turnamen itu. Brasil menjadi juara turnamen itu setelah mengalahkan Cekoslowakia 3-1 di final.

bottom of page