top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Berlatih Ala Bruce Lee

Terobsesi pada Bruce Lee, Lius Pongoh mengadopsi gerakan-gerakannya ke dalam latihan. Sial, berdampak buruk.

9 Jan 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Lius Pongoh semasa muda punya kebiasaan berlatih aka aktor laga Bruce Lee (Foto: badmintonindonesia.org)

BULUTANGKIS bukanlah olahraga yang digemari Lius Pongoh, pebulutangkis era 1980-an, ketika kanak-kanak. Lius kecil yang bercita-cita menjadi tentara, justru menggemari kungfu, karate, hingga taekwondo.


“Tapi enggak kesampaian. Jadinya paling hanya bisa nonton film (kungfu) saja. Saya paling senang film-filmnya Bruce Lee dan Chen Lung (Jackie Chan),” ujarnya kepada Historia.


Sayang, ayahnya, Darius Pongoh, kurang mendukung cita-cita Lius menjadi atlet olahraga beladiri. Darius kekeuh ingin menyalurkan energi masa muda Lius di olahraga tepok bulu. Lius pun masuk PB Tangkas sejak usia delapan tahun hingga akhirnya masuk Pelatnas PBSI pada 1979.


Postur Lius yang tak terlalu tinggi untuk ukuran pemain bulutangkis membuatnya berlatih lebih keras dari para kompatriotnya. Namun, kegemarannya pada Bruce Lee dan Chen Lung menginspirasi Lius untuk mengadaptasi gerakan-gerakan kungfu Lee dan Lung ke ke dalam latihan-latihannya saban hari.



“Sering saya ikuti. Kalau pinggangnya mau kuat, sit up-nya digantung di pohon nangka. Itu saya masih ingat betul. Situp digantung di pohon dengan tambahan beban kantong berisi pasir yang dibikinkan papa saya,” kenang Lius.


Untuk urusan penguatan bagian kaki, Lius menggenjot fisiknya dengan membantu ibunya, Kartin Pongoh, berdagang di pasar. “Saya kan anak lelaki, harus bisa bantuin bawa ember yang lebih besar dari badan saya. Harus bisa saya angkat biar kuat kaki saya,” sambungnya.


Dampak Meniru Bruce Lee


Sial bagi Lius, latihan-latihan ala Bruce Lee ternyata lebih banyak negatifnya ketimbang manfaatnya. “Jadi rontok pinggang dan lutut saya,” kata Lius.


Akibatnya, Lius terpaksa absen dua tahun dari Pelatnas PBSI lantaran terkena cedera pinggang. “Ya karena itu. Latihan saya kurang pintar, modalnya hard (latihan keras), harusnya kan smart (latihan cerdas).”


Cedera itu membuat Lius mencoba beragam pengobatan, medis hingga pengobatan alternatif seperti akupunktur atau urut Cimande. Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) juga membantu dengan mengirim Lius memeriksakan cederanya ke Jerman.


“Sampai dua minggu saya diobservasi di Jerman, lalu dikasih dua pilihan. Mau operasi dengan dipakaikan metal di pinggang saya tapi dampaknya jadi pergerakan tidak lentur. Atau tidak operasi dan pengobatan biasa. Tapi konsekuensinya sewaktu-waktu bisa kambuh,” lanjutnya.


Lius pilih opsi kedua. Ketika sudah sedikit pulih, dia mulai latihan pelan-pelan dengan ayahnya. Lius comeback ke Pelatnas pada 1984. Meski mengurangi porsi latihan keras sebagaimana sebelumnya, Lius tetap mampu tampil ciamik di Indonesia Open 1984.


Cedera pinggang dan lutut memaksa Lius Pongoh gantung raket pada 1988 (Foto: Randy Wirayudha/Historia)
Cedera pinggang dan lutut memaksa Lius Pongoh gantung raket pada 1988 (Foto: Randy Wirayudha/Historia)

Lius juara setelah di final mengalahkan rival yang dikenal tak kalah ulet darinya – Hastomo Arbi. “Suatu kebanggaan juga mengalahkan dia, salah satu pahlawan Thomas Cup 1984. Hastomo juga pemain yang gigih. Punya footwork yang enteng. Pukulan yang bagus,” tutur Lius.


Sejatinya bukan hanya Hastomo yang tersingkir gara-gara keuletan Lius. Selain Liem Swie King di perempatfinal, jagoan Denmark Morten Frost Hansen juga disisihkannya di semifinal.


Keuletan Lius di turnamen itu membuatnya dijuluki “Si Bola Karet”. “Julukan yang menggambarkan bagaimana ringan langkah kaki Lius yang terus bergerak layaknya bola yang melenting ke sana kemari. Bola-bola yang di mata orang lain akan sulit dikembalikan, di tangan Lius, sesulit apapun ternyata biasa diatasi,” tulis Broto Happy Wondimisnowo dalam Baktiku Bagi Indonesia.


Namun, Lius akhirnya harus mengaku kalah pada cedera lutut. Meski mengaku masih bisa bermain, ayahnya menganjurkannya untuk pensiun. Lius gantung raket pada 1988.


“Ya ayah saya juga bilang bahwa kasih saja kesempatan orang lain di Pelatnas. Sampai sekarang cedera di pinggang juga tidak sembuh. Berdiri kelamaan tidak enak, duduk kelamaan juga tidak enak. Ya konsekuensi jadi atlet,” tutupnya.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
bottom of page