top of page

Sejarah Indonesia

Darah Dan Air Mata

Darah dan Air Mata Palestina

Lebih dari 100 warga Palestina dihabisi Israel dalam enam pekan terakhir. Deretan derita warga Palestina sejak 70 tahun lalu bertambah.

17 Mei 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ribuan warga Palestina yang melancarkan aksi di berbagai titik perbatasan Gaza-Israel, ditembaki serdadu Israel (Foto: idf.il)

SEOLAH tak mempedulikan nyawa manusia, militer Israel meladeni demonstrasi “Great March Return” rakyat Palestina dengan tembakan. Akibatnya, lebih dari 100 orang tewas dan 1000 lainnya terluka.


Israel mengklaim para serdadunya menjaga kedaulatan. Insiden berdarah itu menambah panjang deretan insiden berdarah yang sejak lama terjadi. Suasana makin dikeruhkan oleh peresmian Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Yerussalem pada Selasa (15/5/2018).


Meski banyak pemimpin dunia mengutuk dan mengecam keputusan itu, Presiden Donald Trump bergeming. AS bahkan mematahkan sejumlah resolusi yang dikeluarkan Dewan Kemanan (DK) PBB. “Apapun resolusinya akan di-veto AS. Mereka kan pegang hak veto,” ujar Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana kepada Historia.


Eksodus Penduduk Palestina


Great March Return dihelat untuk memperingati eksodus besar-besaran orang Palestina. Dalam Perang Palestina 1948, sekira 700 ribu warga Palestina mengungsi dari tempat tinggal mereka akibat pendudukan Israel. Menurut Benny Morris dalam The Birth of Palestinian Refugee Problem Revisited, hingga kini para penyintas dan keturunan mereka tersebar di Yordania (dua juta), Lebanon (428 ribu), Suriah (478 ribu), Tepi Barat (788 ribu), dan Jalur Gaza (satu juta).



Hari pengungsian itu dikenal sebagai Nakba atau Yawm an-Nakba, yang berarti Hari Bencana. Pada 1950-an, Liga Arab menyebutnya sebagai Hari Palestina. Oleh Yasser Arafat Hari Nakba ditetapkan secara resmi pada 1998. “Orang-orang Arab di Israel-lah yang awalnya mengajarkan para penduduk di wilayah Israel untuk memperingati Hari Nakba,” cetus mantan Wakil Walikota Yerusalem Meron Benvenisti dalam Son of Cypresses.


Mempertanyakan Legalitas Kedubes Amerika


Dalam peringatan 70 tahun Hari Nakba yang jatuh tahun ini, rakyat Palestina menggelar Gerakan 40 ribu warga Palestina di berbagai wilayah Gaza. Berbarengan dengan gerakan itu, AS meresmikan perpindahan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Keputusan itu ibarat menyiram bensin ke bara api hubungan Palestina-Israel. “Besar dugaan, motifnya Trump ingin mewujudkan janji kampanyenya,” ujar Hikmahanto.


Trump berpijak pada undang-undang (UU) bernama Jerusalem Embassy Act (JEA) yang RUU-nya dicetuskan kali pertama oleh Senator Bob Dole di Komite Senat Bidang Luar Negeri dan Komite Kongres Bidang Hubungan Internasional Senat, 13 Oktober 1995. Setelah diluluskan Senat dan Kongres pada 24 Oktober 1995, JEA resmi jadi UU pada 8 November 1995.


JEA berangkat dari prinsip AS bahwa Yerusalem berdasarkan sejarahnya merupakan bagian dari pemerintahan di bawah Inggris (Mandatory Palestine). Untuk memperkuat prinsip itu, AS menggunakan UU Yerusalem Israel yang –mengklaim Yerusalem sebagai ibukota Israel– diterbitkan Knesset (badan legislatif Israel) pada 30 Juli 1980.


Kebijakan Trump meruntuhkan fondasi toleransi yang dibangun para pendahulunya. Meski ayat 3 JEA menyatakan bahwa Kedubes AS harus sudah dipindah dari Tel Aviv pada 31 Mei 1999, pemerintahan Clinton hingga Barack Obama senantiasa menunda pelaksanaannya. Mereka berpijak pada ayat 7, di mana presiden berhak menunda proses pemindahan kedubes selama enam bulan.


Trump sebetulnya sempat mengikuti para pendahulunya, namun pada Desember 2017 dia mengakui Yerusalem adalah ibukota Israel meski kembali menandatangani penundaan pemindahan kedubes. Pada 15 Mei 2018, berbarengan dengan 70 tahun deklarasi kemerdekaan Israel, Trump meresmikan pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem yang kemudian diikuti Guatemala.



Keputusan Trump yang menggugurkan sejumlah resolusi DK PBB itu menuai kecaman keras dari berbagai pihak. Keputusan itu melanggar banyak hukum internasional sekaligus mencederai legitimasi AS sebagai penengah konflik Israel-Palestina.


“Dunia harus terus menunjukkan penentangannya. Termasuk mengingatkan Trump, rakyat AS, dan kepentingan AS di luar negeri bisa jadi korban kebijakannya. Ditambah, dunia juga mesti mendorong Rusia atau negara-negara pemilik hak veto lainnya di DK PBB untuk melakukan tindakan unilateral yang bisa membuat Trump berpikir ulang,” lanjut Hikmahanto.


Tindakan unilateral mesti diambil mengingat jika persoalan itu dibawa ke DK PBB, hasil resolusinya bisa kembali di-veto AS. “Atau masyarakat dunia hendaknya merangkul warga AS dengan harapan bisa dihentikan (atau dibatalkan) melalui lembaga peradilan di AS, atau bahkan mendorong agar Presiden Trump di-impeach (dimakzulkan),” tutup Hikmahanto.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page