top of page

Sejarah Indonesia

Kebakaran Hutan Masa Majapahit

Kebakaran Hutan Masa Majapahit

Kebakaran hutan di musim kemarau juga terjadi pada masa Jawa Kuno. Penguasa memberikan anugerah kepada warga yang menjaga hutan.

20 September 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ilustrasi: Petugas berusaha memadamkan kebakaran hutan di wilayah Kalimantan Selatan. (Donny Sophandi/Shutterstock).

Kebakaran hutan di musim kemarau bukan hanya terjadi di masa kini. Tapi juga terjadi di masa Jawa Kuno. Ada beberapa petunjuk yang bisa menggambarkan kebakaran hutan pada masa lalu. Salah satunya Prasasti Katiden II atau Prasasti Lumpang. Prasasti tembaga itu ditemukan di Desa Katiden, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, pada lereng timur Gunung Arjuna.


Berdasarkan pembacaan ahli epigrafi Puslit Arkenas, Titi Surti Nastiti, prasasti itu berisi pengumuman resmi pengukuhan kembali perintah pejabat Majapahit yang meninggal di Krrtabhuwana. Dia adalah penguasa yang mengeluarkan Prasasti Katiden I (24 Maret/22 April 1392). Sementara penguasa yang mengukuhkan ulang tiga tahun kemudian adalah Sri Bhatara Parameswara. 


Pengumuman itu ditujukan kepada pancatanda yang berkuasa di Turen, dan pejabat lainnya seperti wedana, juru, dan buyut. Seruan juga ditujukan kepada penduduk di sebelah timur Gunung Kawi, baik yang berada di timur atau di barat sungai.


Pengumuman itu sehubungan dengan kedudukan warga Katiden yang meliputi sebelas desa. “Oleh karena mereka menjaga alang-alang (hangraksa halalang) di Gunung Lejar, mereka dibebaskan dari segala macam pajak, dibebebaskan dari jalang palawang, taker turun, demikian pula tahil dan segala macam titisara dibebaskan…,” sebut sisi bagian depan prasasti itu.


Sejarawan Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono, mengatakandari prasasti itu, penduduk di wilayah satuan desa (wisayapumpunan) Katiden mendapat anugerah berupapembebasan pajak, perburuan, pengkonsumsian tanaman, pemanfaatan kayu gaten dan telur penyu. Mereka diberikan hadiah itu lantaran berjasa menjaga ilalang. 


“Sangat boleh jadi untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan, yang kerap disebabkan terbakarnya ilalang kering pada puncak kemarau,” kata Dwi. 


Apalagi menurut pembacaan L.C. Damais, peneliti École française d'Extrême-Orient (EFEO), prasasti ini ditulis pada 17 Juli atau 15 Agustus 1395.“Tergambar bahwa kala itu adalah musim kemarau, ketika ilalang di Gunung Lejar dalam kondisi kering dan karenanya rentan terbakar,” kata Dwi.


Berdasarkan keterangan prasasti, wilayahKatidenberada di timur Gunung Kawi. Lokasi yang mungkin terbakar, ada di areal Gunung Lejar yang kini disebut Gunung Mujur, yaitu anak dari Gunung Arjuna.Toponimi Lejar masih ada pada nama Desa Nglajar di wilayah utara-timur Kota Batu. Hutan di Gunung Mujur memang termasuk area hutan yang rentan terbakar hingga kini. “Celakanya semenjak masa Majapahit lokasinya berada dekat dengan areal permukiman,” kata Dwi. 


Adapun warga Katiden kemungkinan masuk dalam kelompok wong kalang. Mereka bermukim di tepian gunung atau hutan yang hidup dengan memanfaatkan sumber daya hutan.


Peristiwa kebakaran hutan juga tergambar lewat relief Jataka di dinding Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Kebakaran digambarkan melanda hutan kecil di tepian kota. Kobaran api membuat binatang penghuni hutan, seperti kijang, burung, dan hewan lainnya berlarian menyelamatkan diri. Seekor anak burung puyuh terjebak dalam kobaran api.


“Dari relief itu bisa tergambar ketika terjadi bencana, seperti kebakaran hutan, hewanlah yang bereaksi paling awal,” kata Dwi.“Sehingga dapat dijadikan sebagai indikator atau peringatan dini bahwa tengah terjadi suatu bencana.”


Soal mitigasi, kata Dwi, pengalaman masa lalu itu bisa dijadikan pelajaran. Seperti digambarkan dalam prasasti, pemerintah secara khusus memberikan tugas kepada warga yang bermukim di tepi hutan sebagai penjaga. Penguasa memberikan anugerah kepada mereka karena berhasil mengemban tugasnya.


Warga dari desa-desa itu berada di garda depan, yang semestinya paling sigap terhadap bencana tahunan kebakaran hutan di sekitanya,” kata Dwi.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page