top of page

Sejarah Indonesia

Martir Dunia Kedokteran

Martir Dunia Kedokteran

Dokter Achmad Mochtar dituduh membunuh ratusan romusha. Dia kambing hitam dari eksperimen gagal dokter Jepang.

1 Desember 2013

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Eijkman, lembaga penelitian medis dan biologi di Batavia, 1939. Foto: KITLV.

Eijkman, lembaga penelitian medis dan biologi di Batavia, 1939. Foto: KITLV.


DOKTER-dokter di Indonesia mogok dan berunjukrasa sebagai bentuk solidaritas terhadap koleganya di Manado, Sulawesi Utara, yang ditahan dengan tuduhan malpraktik sampai menghilangkan nyawa pasiennya. Kasus ini masih bergulir, dan begitu mengguncang dunia kedokteran di dalam negeri.


Pada masa pendudukan Jepang, ada satu kasus yang menggemparkan dunia kedokteran. Pada Juli 1944, ratusan romusha (pekerja paksa) di Klender Jakarta dicurigai terkena wabah penyakit. Dokter-dokter Jepang setempat menyuntikkan vaksin tipes, kolera, dan disentri kepada mereka. Alih-alih sembuh, sekira 900 romusha malah tewas.


Pemerintah pendudukan Jepang langsung mencurigai dokter-dokter di Lembaga Eijkman, lembaga penelitian medis dan biologi di Jakarta. Polisi militer (Kenpetai) memeriksa mereka dengan tuduhan telah meracuni vaksin yang diberikan kepada para romusha.


Lembaga Eijkman dirintis tahun 1888. Namanya diambil dari nama penelitinya yang terkenal dan penerima Nobel: Christian Eijkman. Sejak itu, Lembaga Eijkman menjadi pusat riset medis dan biologi tersohor di Hindia Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, Lembaga Eijkman diberitakan sedang meneliti vaksin lain di bawah pimpinan dr Achmad Mochtar, bumiputera pertama yang menjadi direktur lembaga itu pada 1937.


Pemeriksaan Kenpetai berubah menjadi tragedi, ketika dokter-dokter ini kemudian ditangkap dan disiksa pada Oktober 1944. Ada yang dipukuli, disetrum, sampai dibakar hidup-hidup.


Karena tak mendapatkan bukti, pada Januari 1945 Jepang membebaskan staf-staf Eijkman dalam keadaan yang menyedihkan. Dua dokter, Marah Achmad Arif dan Soeleiman Siregar, meninggal dunia dalam tahanan akibat siksaan. Sedangkan Achmad Mochtar dijatuhi hukuman mati.


Menurut Moh. Ali Hanafiah, asisten dr Mochtar, dalam Drama Kedokteran Terbesar, dr Mochtar dipaksa mengaku mengotori vaksin yang menyebabkan kematian banyak orang itu. Dia dituduh memasukkan bakteri tetanus ke dalam vaksin tifus, kolera, dan disentri.


Pada Juli 1945, dr Mochtar dieksekusi tanpa pengadilan dengan cara dipancung. Jenazahnya dikebumikan di pemakaman massal Ancol.


Peristiwa ini menimbulkan tanda tanya besar dan merupakan tragedi yang memilukan dalam dunia kedokteran Indonesia dan bagi Lembaga Eijkman. “Peristiwa ini, dan perang berdarah untuk mempertahankan kemerdekaan dari Belanda yang mengikutinya, secara efektif menghancurkan institut ini sampai akhirnya ditutup pada tahun 1965,” tulis JK Baird, “Tropical Health and Sustainability,” termuat dalam Infectious Disease karya Phyllis Kanki dan Darrell Jay Grimes.


JK Baird, direktur Clinical Research Unit Oxford University, menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyelidiki pembunuhan dr Mochtar. Dia mengungkapkan, kematian romusha disebabkan eksperimen dokter Jepang yang membuat vaksin tetanus untuk kebutuhan tentara dan penerbang Jepang. Dan para romusha menjadi kelinci percobaannya. Untuk menutupi hal ini, Lembaga Eijkman difitnah. Dan Mochtar menjadi kambing hitam untuk menyelamatkan staf Eijkman dan koleganya.


“Achmad Mochtar bukan hanya pahlawan bagi Indonesia, tapi juga seorang pahlawan bagi sains dan kemanusiaan,” kata Baird, dikutip theguardian.com, 25 Juli 2010. “Kita biasanya menemukan heroisme seperti ini dalam diri seorang militer, bukan seorang intelektual. Tapi itu semua tidak benar, jika kita melihat kisah dari seorang Achmad Mochtar.”


Achmad Mochtar lahir dan besar di Sumatra Barat pada 1892. Dia kemudian merantau ke Jawa untuk melanjutkan studinya di sekolah dokter bumiputera (Stovia) sampai lulus pada 1916. Dia kemudian meraih gelar doktor dari Universitas Amsterdam. Kini namanya diabadikan sebagai nama rumah sakit di Bukittinggi, Sumatra Barat. Lembaga Eijkman yang pernah dipimpinnya aktif kembali sejak 1992.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page