- Historia
- 6 Jun
- 1 menit membaca
MENGENAKAN congsan (baju kebesaran Tionghoa) warna merah menyala dengan motif kuning, Abdurrachman Wahid alias Gus Dur bak orang Tionghoa beneran. Peristiwa itu terjadi sembilan tahun silam di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, kawasan pecinan Semarang. Saat itu, oleh komunitas Tionghoa Semarang, Gus Dur dinobarkan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia.
Penganugerahan itu memang layak. Ketika menjabat presiden, Gus Dur mengambil langkah berani dengan menghapus larangan agama, budaya, dan adat-istiadat Tionghoa yang diterapkan di awal Orde Baru. Sejak itulah ke-bhinneka-tunggal-ika-an tak semata sebuah semboyan.
Selama ratusan tahun, gelombang kedatangan orang Tionghoa tak pernah surut. Mereka datang, menetap, dan berbaur dengan penduduk Nusantara. Namun, beragam kebijakan dari masa VOC hingga Orde Baru meminggirkan dan mendiskriminasikan mereka. Padahal, mereka sudah lama menyatu dan menjadi bagian dari negeri ini.*
Berikut ini laporan khusus sejarah Tionghoa di Nusantara:
Comments