top of page

Sejarah Indonesia

Semsar Siahaan Seniman Yang Dianiaya Orde Baru

Semsar Siahaan, Seniman yang Dianiaya Orde Baru

Semsar Siahaan melawan penguasa lewat karya dan suaranya. Tak gentar meski dihajar aparat penguasa.

9 Oktober 2018
bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Semsar Siahaan. (Wikimedia Commons).

RATNA Sarumpaet lagi-lagi bikin heboh sepekan belakangan. Selesai soal mobilnya yang parkir liar, kini ramai perihal pembohongan publik. Ratna mengaku dianiaya oleh tiga orang pria tak dikenal saat berada di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Desas-desus ini langsung menyebar cepat dan jadi isu politik yang panas.


Nyatanya, Ratna ketahuan berbohong setelah polisi melakukan pengusutan. Pengakuan mengejutkan terkuak saat konferensi pers: wajah Ratna yang bonyok akibat operasi plastik sedot lemak. Dia pun meminta maaf atas kegaduhan yang sempat timbul. Kabar terbaru menyebutkan Ratna telah menjadi tahanan Polda Metro Jaya dengan tuduhan menyebarkan berita palsu (hoaks).


Seniman Kritis

Berbeda dengan zaman sekarang, di era rezim Orde Baru berjaya, penganiayaan terhadap seniman jamak terjadi. Salah satunya menimpa Semsar Siahaan, pelukis dan perupa kelahiran Medan, 11 Juni 1952 jebolan Departemen Seni Rupa ITB.


Di bangku kuliah, Semsar memang termasuk mahasiswa bengal. Dia pernah membakar karya dosennya Soenaryo, patung keramat bertajuk “Citra Irian”. Akibat ulahnya ini, Semsar terkena sanksi dan gagal menyelesaikan studinya (drop out). Sebagai seniman profesional, Semsar mulai dikenal pada akhir 1970-an. Karyanya beraliran realis. Dia berusaha memindai realita kehidupan nyata masyarakat ke dalam guratan kanvas ataupun instalasi seninya.


“Dari karya-karyanya dapat dirasakan Semsar seorang yang melihat ketidakadilan sosial sebagai sesuatu yang tak diakui oleh kekuasaan, dan sebab itu harus diutarakan,” kenang Goenawan Mohammad dalam Catatan Pinggir 7.


Manubilis adalah karya Semsar paling ikonik. Lukisan yang dipublikasikan dalam pameran tunggalnya tahun 1988 itu menggambarkan sosok bertubuh manusia mengenakan jas, bernafsu binatang, dan licik seperti iblis. Manubilis sendiri merupakan kepanjangan manusia, binatang, dan iblis yang dikoversikan menjadi satu sosok dalam lukisan Semsar.


Sebagai kritik sosial, Manubilis menguak sisi gelap zaman Orde Baru. Ia merepresentasikan penjahat berkerah yang sekilas tampak terhormat tapi menerkam kaum lemah macam rakyat jelata, buruh, dan orang marjinal lainnya. Manubilis menjadi salah satu karya terbaik Semsar dan merupakan karya seni yang cukup kontroversial di era 1980-an.


Menurut Suhunan Situmorang, advokat cum sastrawan yang berkarib dengan Semsar, sedari muda, Semsar sudah memperlihatkan sikap kerasnya melawan rezim yang dibangun Soeharto. Dia juga menentang militerisme tanpa pernah merasa takut. Ironisnya, ayah Semsar, Ricardo Siahaan adalah seorang perwira tinggi AD berpangkat mayor jenderal.


Cacat Akibat Aparat 

Pada Juni 1994, Semsar menjadi seniman yang menjadi korban kebrutalan aparat rezim Orde Baru. Ketika pemerintah melalui tangan Departemen Penerangan membreidel majalah Tempo, Editor, dan Detik, Semsar termasuk aktivis yang garang berdemonstrasi. Sewaktu unjuk rasa di sepanjang Jalan Medan Merdeka Barat–Thamrin, Semsar dipukul dengan tongkat hingga tiga tulang keringnya patah.   


Menurut pengakuan Semsar yang dirilis Radio Nederland 2 Juli 1994, petugas militer dari satuan Kodam Jaya lah memukuli dirinya. Saat digebuki, justru pihak kepolisianlah yang berupaya melindungi Semsar. Asisten Intel Kodam Jaya kemudian menyatakan permintaan maaf atas tindakan anak buahnya kepada Semsar.


“Saya tidak menyangka, bahwa tentara akan memukuli saya dengan kejam. Saya tidak pernah takut pada tentara karena ayah saya TNI,” kata Semsar dilansir Radio Nederland yang termuat dalam buku Bredel di Udara: Rekaman Radio ABC, BBC, DW, Nederland, VoA. “Ayah sempat mengajari saya, sebagai anak tentara tidak boleh takut memperjuangkan nasib rakyat, dan (kata dia) kau harus berani mengatakan apa yang kamu anggap benar.” 


Namun, Semsar harus membayar mahal aksi perlawanannya atas pembereidelan majalah itu. Salah satu kakinya patah yang berujung cacat permanen. Sejak itulah, Semsar agak pincang bila melangkah.


“Lewat karya dan suaranya, Semsar adalah oposan abadi bagi rezim Orde Baru. Bahkan, sesudah Soeharto lengser pun, ia tetap diuber orang-orang misterius—membuat ia harus melarikan diri,” tulis Suhunan dalam catatan di blognya berjudul “Semsar Siahaan, Seniman aktivis yang Kesepian”. Berkat bantuan teman dan pengagum karyanya di luar negeri, Semsar bisa mendapatkan residensi di Kanada melalui jalur Singapura.


Pada 2004, Semsar kembali dari pengasingannya. Dia menetap di Bali dan sempat menggelar beberapa pameran. Dia tak lama berada di tanah air. Si pencipta Manubilis ini meninggal dunia di Bali tanggal 23 Februari 2005 karena serangan jantung. Jasadnya kini terkubur di pemakaman Menteng Pulo, Jakarta.

Comentarii

Evaluat(ă) cu 0 din 5 stele.
Încă nu există evaluări

Adaugă o evaluare
Benteng Pendem Van Den Bosch

Benteng Pendem Van Den Bosch

Penggagas tanam paksa, Johannes Graaf van den Bosch diabadikan namanya dalam sebuah benteng di Ngawi, Jawa Timur. Benteng ini dijadikan pusat pertahanan Belanda pada masa kolonial.
Pemain Hindia Belanda di Piala Dunia Tenggelam di Samudra Hindia

Pemain Hindia Belanda di Piala Dunia Tenggelam di Samudra Hindia

Penampilan Frans Meeng di Piala Dunia 1938 dipuji media Belanda. Perang membuat dia dan kakaknya yang bermain di klub yang sama harus menderita di Samudera Hindia dengan akhir berbeda.
Migas Riwayatmu Dulu dan Kini

Migas Riwayatmu Dulu dan Kini

Dari dulu hingga kini persoalannya tetap berpusar pada pertanyaan yang sama: kekayaan alam Indonesia untuk siapa?
Koperasi Indonesia

Koperasi Indonesia

Tanggal 12 Juli dijadikan Hari Koperasi Indonesia. Sejak awal kemerdekaan, koperasi menjadi andalan bagi ekonomi Indonesia.
Gua Sunyaragi Cirebon

Gua Sunyaragi Cirebon

Dibangun pada masa pemerintahan Pangeran Kararangen. Gua Sunyaragi berfungsi sebagai tempat menyepi para sultan Cirebon.
bottom of page