top of page

Hasil pencarian

9590 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Paul Tibbets, Pilot Pembawa Bom Atom

    PADA 6 dan 9 Agustus 1945, bom atom meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang. Bom atom itu dibawa oleh pesawat B-29. " B-san  alias Tuan-B, begitulah orang Jepang menyebut sekaligus menghargai dengan terpaksa pesawat pengebom B-29 yang terkenal saat itu," tulis John Hersey dalam Hiroshima, Ketika Bom Dijatuhkan.  Dan pilot yang menjatuhan bom atom “Little Boy” di Hiroshima dari B-29 Enola Gay –nama ibunya– adalah Paul Tibbets.

  • Seni Lukis Kaligrafi

    SENI kaligrafi, yang mendapatkan popularitas dan tempatnya tersendiri dalam kesenian Islam, karena tujuan awalnya untuk memperindah lafal Allah dan didukung oleh ayat Alquran (QS 68: 1 dan 96: 4), muncul pada abad kedua dan ketiga Hijriyah, serta langsung mejadi primadona kesenian Islam.   “Kaligrafi lebih ditekankan pada al-khat al-jamilah , atau aksara yang sudah dipoles dengan keindahan, bukan tulisan biasa. Kata kaligrafi sendiri berakar dari bahasa Yunani: kalios  (indah) dan graphos  (tulisan),” ujar D Sirojuddin AR dalam diskusi seni kaligrafi Islam di Galeri Cipta II TIM, Jakarta, 4 Agustus 2012.

  • Budaya Ukir Kamoro

    BAGI Mama Ida, penamaan sebagai orang Kamoro atau “orang Hidup” merasa ditiadakan, tanpa ciri dan karakter budaya. Orang Kamoro merupakan idiom yang digunakan bagi mereka yang telah mati untuk menunjuk manusia yang masih ada di bumi. Maka, nama yang benar untuk suku mereka adalah orang Mumuika (Mumuika we), yaitu orang yang berasal dari kali yang sedang banjir. Sesuai dengan folklore  yang mereka meyakini bahwa mereka turun bersamaan dengan air berbuih yang diakibatkan oleh banjir dan menetap di Delta Kokonao dan meneruskan keturunan. Seiring berjalan waktu, seorang pendatang menanyakan, “Siapa kalian?” “Kami Mumuika we (kami orang Mumuika,” jawab penduduk setempat. Lelaki itu masih tak percaya, “Kalian ini apa?” “Kami Kamoro we (kami orang Kamoro), kami orang-orang yang hidup,” jawab penduduk. Jadi, Mumuika digunakan untuk mengidentifikasi diri mereka, dan Kamoro sebagai identifikasi diri dalam konteks pertemuan dengan dunia luar.

  • Kereta Tanpa Kuda

    Raja Kadiri Jayabaya telah meramalkan bahwa kelak kereta akan berjalan tanpa kuda. Tujuh abad kemudian, pada 1885 di Mannheim, Jerman, Karl Friedrich Benz menciptakan mobil beroda tiga, menggunakan penggerak mesin empat langkah, satu silinder, dan berbahan bakar bensin –saat itu bernama ligroin. Mesin empat langkah yang diciptakan oleh Nikolaus August Otto pada 1876 itu, digerakan oleh piston, yakni mengisap, menekan, membakar, dan membuang. Mobil ini dipatenkan pada 29 Januari 1886 oleh Imperial Patent Office, Berlin. Karl Benz tak sendirian. Pada 1886, di Cannstatt, Stuttgart, ahli mesin Gottlieb Wilhelm Daimler, memasang mesin empat langkah dan satu silinder buatannya sebagai penggerak untuk menggantikan peran kuda. Meski demikian, mobil buatan Karl Benz yang dianggap sebagai mobil pertama di dunia karena sejak awal didesain sebagai mobil, dan bukan sekadar kereta kuda yang dipasangi mesin.

  • Jinarwa Raden Ngabehi Ranggawarsita

    SHAKESPEARE pernah bilang: “Apalah arti sebuah nama? Mawar, jika diganti dengan nama lain, pasti akan sama harumnya.” Bagi Ki Herman Sinung Janutama, pekerja budaya dan pemerhati persoalan filsafat, tentu saja nama sangat berarti. Bahkan, dia membedah peran pujangga besar Raden Ngabehi Ranggawarsita (1802-1873) dari namanya. Menurut Ki Herman membaca makna nama Raden Ngabehi Ranggawarsita dengan cara landa  (Belanda) atau barat, akan mendapati simpulan yang tidak proporsional atau ala barat . Karena itu, dia menggunakan kajian budaya Jawa dari tradisi paramasastra  atau jinarwa Jawi , yang telah dicontohkan oleh para leluhur Jawa yang tersebar dalam berbagai teks kejawen.

  • Haji "Mahiwal" Hasan Mustapa

    HAJI Hasan Mustapa kerap disebut sebagai haji mahiwal  atau kontroversial. Dia dianggap sebagai penganut ajaran wahdatul wujud  lantaran karya-karyanya yang terkenal berkaitan dengan hubungan menyatunya manusia ( kawula ) dengan Tuhan ( Gusti ) .  Sebagai ulama, dia menggunakan dangding  atau guguritan  untuk mengekspresikan pemikiran dan renungan tentang ajaran Islam, tasawuf, kebudayaan Sunda, dan kejadian yang dialami sehari-hari. Hasan Mustapa lahir pada 3 Juni 1852 di Cikajang, Garut, Jawa Barat. Ketika berusia sembilan tahun dia bersama ayahnya, Mas Sastramanggala, pergi ke Tanah Suci menunaikan ibadah haji. Hingga dewasa dia menghabiskan hari-harinya di pesantren di Tatar Sunda, Jawa, ataupun Madura. Hasan Mustapa kembali lagi ke Tanah Suci dan sekira delapan tahun belajar dan mengajar di sana. Ketika terjadi perselisihan paham antarulama di Garut, Hasan Mustapa dipanggil pulang untuk menyelesaikan persoalan.

  • R.A. Kosasih Bapak Komik Indonesia

    PADA 1953, penerbit Melodi Bandung melalui iklan kecil merekrut RA (Raden Ahmad) Kosasih, yang saat itu masih menjadi pegawai di Kebun Raya Bogor sebagai tukang gambar binatang dan tanaman. Penerbit itu meminta Kosasih membuat komik superhero,  karena komik tersebut sedang populer di Amerika. Kosasih memenuhinya dengan membuat komik petualangan perempuan super, Sri Asih , terbit 1954. Komik pertama dalam bentuk buku itu dicetak sebanyak 3000 eksemplar. Menurut Marcel Bonneff dalam Komik Indonesia, komik Sri Asih  dapat dijadikan patokan bagi awal pertumbuhan komik Indonesia. “Adapun komikusnya, Kosasih, dianggap –dan memang sepatutnya– sebagai Bapak Komik Indonesia. Komikus muda sangat menghormatinya,” tulis Bonneff.

  • Masalah Lampau Jakarta

    MENJELANG pilkada, spanduk, baliho, dan poster-poster calon gubernur (cagub) memenuhi Jakarta. Selain wajah para cagub, termaktub pula program dan janji mereka untuk perbaikan kota berusia 485 tahun ini. Tiap hari, beragam masalah seperti penyuapan, kriminalitas, dan konflik sosial menyesaki Jakarta. “Beberapa masalah yang ada di Jakarta sekarang bahkan dapat ditarik ke rentang masa lampau kota ini,” kata Bondan Kanumoyoso, sejarawan Universitas Indonesia, dalam diskusi dan peluncuran buku Batavia Masyarakat Kolonial Abad XVII   karya Hendrik E. Niemeijer, 30 Juni 2012. Sebermula hanya sejengkal wilayah berlumpur dan berawa di pinggir pantai, Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC) lalu mengubah Jakarta menjadi kota sejak 1619. Mulai dari mengganti nama, Jaccatra jadi Batavia, VOC juga membangun tembok kota, benteng, kastil, kantor, dan permukiman. Penduduk mereka datangkan dari banyak wilayah seperti Banten, Maluku, Bali, Bugis, Makassar, bahkan India.

  • Masa Lampau Anak-anak

    JALANAN macet. Hotel-hotel penuh. Beberapa objek wisata dipadati pengunjung. Bersama orangtua, di sanalah anak-anak masa kini menghabiskan masa liburan sekolah. Aktivitas yang karuan berbeda dari anak-anak di masa lampau. Tak banyak catatan sejarah perihal kehidupan anak-anak di masa lampau, termasuk gambaran fisiknya. Kisah mereka termaktub dalam beberapa prasasti, arca, dan relief candi di Jawa, serta tersua dalam beberapa naskah kuno Nusantara. Berbekal peninggalan itu, sejumlah arkeolog Universitas Indonesia berusaha merekonstruksi gambaran anak-anak di masa lampau.

  • Sukarno dan Seni

    SUKARNO sangat mencintai seni. Itu fakta sejarah. Dalam kalimat pembuka otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia , dia mengakui bahwa untuk menggambarkan dirinya, cara termudah ialah dengan menyebutnya ‘mahapencinta’. Selain mencintai negerinya, Sukarno mencintai rakyatnya, mencintai perempuan, mencintai seni, dan seterusnya. “Aku bersyukur kepada Yang Maha Kuasa, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni.” Sukarno bukan anak kemarin sore dalam urusan seni. “Secara genetik, Sukarno ini berdekatan dengan seni bukan secara kebetulan,” ujar kritikus seni Merwan Yusuf dalam diskusi “Bung Karno dan Seni”. Darah Bali ibunya, dalam pandangan Merwan, mengalirkan darah seni pada Sukarno. “Orang Bali itu dan agamanya sudah sebuah seni,” ujarnya.

  • Soebandrio, the Diplomat Who Fought for West Irian

    IN the courtroom of the Extraordinary Military Court (Mahmilub) at the Bappenas Building, Central Jakarta, on October 17, 1966, during the 14th session of the trial, Dr. Soebandrio stood up from his seat. As the defendant, he was about to read his defense before the presiding judge, Lieutenant Colonel CKH Ali Said.

  • Yang Santai di KAA

    DUA hari jelang KAA dibuka, para delegasi negara undangan sudah tiba di Indonesia. Para delegasi ini dari negaranya masing-masing tiba di Jakarta, lalu melanjutkan perjalanan melalui darat ke Bandung. Kota Bandung sudah dipenuhi dengan poster-poster tentang penyelenggaraan KAA.

bottom of page