top of page

Hasil pencarian

9598 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Muasal Logo Dolar

    PANDEMI corona atau Covid-19 mengakibatkan perekonomian dunia kacau. Kebijakan lockdown  yang diambil banyak negara dan pemerintahan di bawahnya untuk memutus penyebaran wabah corona mengakibatkan aktivitas ekonomi berjalan amat lambat. “Covid-19 adalah ujian terbesar bagi kita sejak pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ini adalah kombinasi antara penyakit yang menebar ancaman dan dampak ekonomi yang menyebabkan resesi dalam skala yang tidak bisa dibandingkan dengan sebelumnya,” ujar Sekjen PBB Antonio Guterres sebagaimana diberitakan cnbcindonesia . com , 2 April 2020. Dampak pandemi bagi perekonomian juga amat kentara dalam perekonomian Indonesia. “Resesi yang semakin pasti, bahkan mungkin sudah terjadi, membuat investor menerapkan ‘ social distancing ’ dari aset-aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Seretnya arus modal ke pasar keuangan Tanah Air membuat Rupiah melemah,” sambungnya. Lemahnya Rupiah terlihat dari nilai tukarnya yang anjlok terhadap Dolar AS. “Kemungkinan terburuknya Rupiah bisa mencapai 20.000 per Dolar AS,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dikutip liputan6.com , 1 April 2020. Dolar AS merupakan mata uang standar dalam keuangan internasional. Posisi itu didapatkan Dolar AS setelah  Perjanjian Bretton Woods ditandatangani oleh 44 negara Sekutu pada 1944. Pernjanjian tersebut menetapkan mata uang berlogo huruf S dengan garis vertikal di tengahnya (Dolar AS) itu sebagai mata uang cadangan dunia, yang didukung oleh cadangan emas terbesar di dunia. Logo Dolar AS ($) merupakan evolusi dari logo Peso atau Dolar Spanyol –mata uang paling populer di Benua Amerika dan negara-negara baru di seluruh dunia dari abad ke-16 hingga abad ke-18– yang secara tidak sadar dibuat oleh konglomerat Oliver Pollock. “Logo dollar berasal dari penyalinan simpelnya terhadap logo Spanyol untuk menggambarkan mata uang Spanyol versus mata uang yang lain,” tulis sejarawan Thomas E. Chavez dalam Spain and the Independence of the United States: An Intrinsic Gift . Pollock merupakan imigran asal Irlandia utara kelahiran tahun 1736 yang –mengadu nasib ke daratan Amerika pada 1762 – menjadi penyokong dana Revolusi AS saat berupaya melepaskan diri dari penjajahan Inggris. Bantuannya yang bernilai fantastis berperan penting antara lain dalam Kampanye Barat-Laut yang dilancarkan Jenderal George Rogers Clark. Kesuksesan kampanye tersebut dengan perebutan Illinois membuka wilayah barat laut bagi pasukan Amerika. “Itu adalah satu-satunya kampanye Amerika di barat Alleghenies dan $91.000 yang dikeluarkan Pollock untuk membiayai kampanye itu amat bernilai setiap sennya. Karena itu, pada perjanjian damai setelah perang, AS mengklaim batas baratnya melampaui Alleghenies hingga ke Mississippi, dan termasuk tanah di utara Sungai Ohio,” tulis jurnalis Walter G. Cowan dalam New Orleans Yesterday and Today . Berkat lobi Pollock ke Gubernur Louisiana Kolonel Bernardo de Galvez pula Spanyol akhirnya melibatkan diri dalam Perang Revolusi Amerika dan mendukung Amerika dalam melawan Inggris –lawan Spanyol dalam Perang Tujuh Tahun. Pollock memberikan pinjaman dana ketika Spanyol berencana melancarkan kampanye militer di selatan dan barat untuk membuka jalur pasokan bagi pasukan Amerika dan mencegah pengepungan militer Inggris terhadap pasukan Amerika. Meski itu menguras hartanya, sokongan dana Pollock membuahkan keberhasilan pasukan Kolonel Galvez merebut benteng-benteng Inggris di Alabama, Florida, Louisiana, dan Mississippi. Saking antusiasnya dalam membantu perjuangan Amerika, Pollock akhirnya bangkrut bahkan sampai dipenjara di Havana –pusat strategis Spanyol di Karibia – karena tak mampu membayar pinjamannya kepada para kreditor di sana. Kebangkrutan Pollock sampai membuat Kongress Kontinental (kini Kongres AS) mengeluarkan resolusi kepada Departemen Keuangan dan pemerintah Virginia agar membayar dana yang dipinjamkan Pollock minimal 20 ribu dolar. Namun dana pinjaman pinjaman Pollock tetap tak dapat dibayarkan karena kedua otoritas tak memiliki dana sebanyak itu. Selepas bebas dari penahanannya pada 1785, Pollock ke Philadelphia dan bertemu Robert Morris, mantan rekan bisnis Pollock yang juga jadi penyokong dana Revolusi AS dan saat itu menjabat sebagai Pengawas Keuangan dalam kabinet George Washington. Selain membantunya dengan memberi penundaan waktu pembayaran utang Pollock kepada para krediturnya, Morris membantu Pollock dengan memasukkan kasus piutangnya ke dalam agenda Kongres. Hal itulah yang membuat Pollock mengirim ke Kongres buku besar catatan keuangan yang dipinjamkannya kepada pemerintah AS. Penulisan buku besar itu tanpa disadarinya membuat namanya kemudian diabadikan dalam sejarah Amerika. Pasalnya, Pollock menuliskan logo Peso atau populer disebut Dolar Spanyol –mata uang yang digunakan di AS dan menjadi acuan saat AS membuat mata uang sendiri– dalam buku besar itu dengan singkatan “ps” yang letak huruf “s”-nya di atas huruf “p” sehingga berbentuk ps . Penulisannya yang menggunakan huruf sambung membuat bentuknya menyerupai logo Dolar modern. “P dan S sering dihubungkan, dalam hal ini menunjukkan bahwa keduanya ditulis dalam satu gerakan pena yang tidak terputus. Rupanya itu adalah perubahan yang diperkenalkan secara tidak sadar, dalam upaya untuk menyederhanakan gerakan rumit pena dalam menuliskan ps  florescent (model lampu neon),” tulis Florian Cajori, profesor sejarah-matematika dari Amerika, dalam artikelnya yang dimuat di Popular Science  edisi Desember 1912, “The Evolution of the Dollar Mark”. Dari ketidaksengajaan yang dilakukan secara konsisten itulah Pollock menciptakan logo Dolar modern. “Dalam di manuskrip-manuskrip abad ke delapan belas (penggunaannya, red .) tidak lebih dari 15 atau 20 kali. Tak satu pun darinya yang mendahului yang ada dalam surat Oliver Pollock tahun 1778. Tidak ada manuskrip mengenai hal ini yang semenarik dan meyakinkan dari dua salinan surat sezaman itu, dibuat oleh tangan yang sama, dari sebuah surat yang ditulis pada 1778 oleh Oliver Pollock, yang saat itu merupakan ‘agen komersial Amerika Serikat di New Orleans’. Surat Pollock ditujukan kepada George Roger Clark, yang saat itu sedang memimpin ekspedisi untuk merebut Negara Illinois. Kedua salinan surat itu menunjukkan $  di badan surat itu, sedangkan dalam ringkasan catatan, pada penutup, $  dan ps  florescent keduanya digunakan. Dokumen-dokumen ini benar-benar menunjukkan ‘logo dolar modern dalam proses pembuatan’,” sambungnya. Namun, sebelum tahun 1800-an logo “ciptaan” Pollock masih jarang digunakan orang. Penulisan nilai transaksi saat itu masih didominasi oleh penulisan kata “Dollar” atau singkatannya “Dol.”, “Doll”, atau “Ds.” di depan deretan angka. Lambat-laun orang yang menggunakan logo Dolar “ciptaan” Pollock terus bertambah. Pejabat tinggi AS pertama yang menggunakan logo tersebut adalah Morris “si penolong Pollock", yakni tahun 1792. Setelah 1800-an, penggunaan logo Dolar Pollock meluas baik dalam bentuk tulisan maupun cetakan. Setelah penggunaannya meluas hingga ke Meksiko (1830-an) dan Hawaii (1845), pemerintah AS lalu mengadopsinya untuk melambangkan mata uang Dolar-nya. “Jadi asal-usul Dolar adalah kesederhanaan itu sendiri. Ini adalah evolusi dari ps . di mana p  dibuat dari satu goresan panjang saja. Transisi dari ps  ke logo Dolar modern kita tidak dibuat oleh orang Spanyol; itu dibuat oleh orang Inggris yang melakukan kontak dengan orang-orang Spanyol. Tanggal paling awal $  dicetak bisa ditelusuri kembali ke tahun 1797,” tulis Cajori.*

  • Menelusuri Riset Virus Korona dan Kelelawar

    TELEPON Shi Zhengli, virologis yang dijuluki bat woman, berdering. Dari seberang telepon atasannya meminta Shi segera meriset dua sampel pasien yang baru tiba di Wuhan Institute of Virology. Shi yang pada 30 Desember 2019 sedang menghadiri konferensi di Beijing pun langsung kembali ke Wuhan menggunakan kereta. Sebelumnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Wuhan telah mendeteksi keberadaan novel coronavirus pada dua pasien dengan gejala pneumonia. Sampel dua pasien itulah yang kemudian dikirim ke kantor Shi untuk diteliti. Begitu mendengar hal ini, Shi sempat khawatir bila sumber virus datang dari labnya. Setelah seminggu berkutat di dalam lab, pada 7 Januari 2020 Shi dan timnya menetapkan bahwa virus korona dari sampel di Wuhan memang menjadi penyebab kesakitan pada pasien. Kesimpulan ini diambil dari hasil analisis reaksi berantai polimerase, sekuensing genom, tes antibodi lewat sampel darah, dan meneliti kemampuan virus menginfeksi sel paru-paru manusia di cawan petri. Virus baru ini kemudian disebut SARS-CoV-2 karena terkait dengan patogen SARS. Para peneliti menemukan 96 persen genomicsequence virus ini mirip dengan virus corona yang pernah diidentifikasi pada kelelawar tapalkuda di Yunnan. Lebih lagi, strain virus di antara para pasien sangat identik, mengindikasikan bahwa virus berasal dari sumber yang sama dan memungkinkan penularan antar-manusia. “Temuan ini benar-benar membebani pikiran saya. Aku tidak tidur selama beberapa hari," kata Shi pada Scientific American. Shi yang sudah 16 tahun meneliti virus pada kelelawar sempat dituduh sebagai penyebab wabah korona. Para penuduh ini mengira wabah di Wuhan disebabkan kebocoran virus dari laboratorium Shi di Wuhan. Shi kemudian mencari tahu dengan membaca kembali arsip-arsip penelitiannya. Ia mengecek laporan penanganan dan prosedur pembuangan sampel pada penelitiannya beberapa tahun terakhir. Ia bisa bernafas lega ketika mendapati sequence sampel tidak cocok dengan seluruh penelitian Shi sebelumnya. Berdasarkan studi Shi selama ini, kelelawar jadi inang banyak virus yang bisa menular dari hewan ke manusia. Wilayah selatan China dengan iklim subtropis seperti Guangdong, Guangxi, dan Yunnan, memiliki risiko paling besar terjadinya infeksi virus korona. Nama korona diambil karena virus ini memiliki partikel seperti mahkota. Virus ini dapat menyebabkan penyakit pada berbagai hewan (mamalia dan burung) serta manusia. Pada 2002 misalnya, virus serupa pernah menyebabkan pandemi SARS. Penyebaran virus SARS-Cov bermula di China kemudian menyebar ke bagian lain dunia menginfeksi sekira 8000 orang dengan mortalitas keseluruhan 10% selama pandemi 2002-2003. Sementara MERS-Cov muncul pada 2012 di Timur Tengah lantas menyebar ke 27 negara. Data yang dikemukakan Yi Fan dkk. dalam artikel medisnya “Bat Coronaviruses in China” menyebutkan, hingga September 2018 ditemukan 2249 kasus infeksi MERS yang dikonfirmasi laboratorium dengan angka kematian rata-rata 35,5%. Selain kedua virus ini, Human Corona Virus (HKU1)  juga dapat menyebabkan penyakit pernapasan pada manusia. Dalam risetnya, Yi Fan menemukan SADS-CoV sebagai agen etiologi yang bertanggung jawab atas wabah besar pada babi di China. Wabah ini mengakibatkan lebih dari 20.000 kematian anak babi. Lebih jauh, virus yang berinang dalam tubuh kelelawar tak terbatas pada jenis korona virus saja. Dalam sejarah, rabies tercatat sebagai virus awal yang ditemukan dalam kelelawar. Dalam Bats and Viruses: A New Frontier of Emerging Infectious Diseases karya Lin-fa Wang and Christopher Cowled, disebutkan bahwa pada 1911 Antonio Carini, dokter Italia yang menjadi profesor bakteriologi dan direktur Institut Pasteur di Sao Paulo, Brazil, menemukan bahwa rabies yang menginfeksi hewan herbivora dapat ditularkan oleh kelelawar. Sementara, catatan tentang rabies yang menginfeksi hewan karnivora sudah ditemukan jauh sebelumnya. Rabies acapkali dikaitkan dengan serigala atau anjing. Menurut George Baer dalam The Natural History of Rabies, pada 2300 SM setiap pemilik anjing di kota Babilon Eshnunna akan didenda berat jika anjingnya menggigit orang hingga menyebabkan kematian. Pada 500 SM, filsuf Yunani Democritus menulis tentang rabies anjing dalam kisah Dewi Lyssa, dewi kemarahan, amuk, dan rabies Yunani. Lyssa dikisahkan membuat anjing-anjing pemburu milik Acteon menjadi gila hingga membunuh majikannya sendiri. Pada 400 SM, Aristoteles menulis bahwa anjing yang menderita kegilaan akan menjadi sangat agresif dan semua hewan yang mereka gigit menjadi sakit. Kasus rabies pernah dicatat seorang imam Katolik di Mexico pada 1703. Hampir lima dekade kemudian (1750), kasus rabies pada anjing dan babi ditemukan di Barbados. Pada 1804, ilmuwan Jerman Georg Gottfried Zinke menemukan bahwa rabies dapat ditularkan melalui air liur dari anjing-anjing gila. Meski terhitung penyakit tua, obat rabies baru ditemukan pada 1881 oleh Louis Pasteur dan Emile Roux. Penyakit rabies pada anjing atau srigala diperkirakan merupakan penyakit menular manusia tertua yang diketahui. Namun rabies herbivora yang ditularkan lewat kelelawar baru ditemukan pada awal abad ke-20 lewat penelitian Carini. Temuan Carini diperkuat oleh periset lain yang menarik kesimpulan serupa, seperti Queiroz Lima di Brasil pada 1934 dan Pawan di Trinidad pada 1936. Riset tentang keterkaitan kelelawar dan virus juga dilakukan oleh dokter Harald Johnson. Pada 1954 Johnson meneliti virus rabies pada koloni kelelawar di California. Johnson menjaring kelelawar jenis Tadarida brasiliensis mexicana . Dari situlah ia meneliti “virus kelenjar ludah kelelawar” (demikian Johnson menyebutnya) namun kemudian lebih dikenal sebagai virus Rio Bravo, nama sekolah tempat kelelawar itu dikurung. Virus Rio Bravo termasuk jenis Flavivirus (familia Flaviviridae, genus Flavivirus) yang bisa menyebabkan demam, demam kuning, dan penyakit zika. Temuan Johnson ini jadi virus non-rabies pertama yang diakui berasal dari kelelawar. Johnson menemukan jenis virus ini terdapat pada kelelawar di California, Texas, New Mexico, Negara Bagian Sonora Meksiko, dan Trinidad. Di India, riset virus pada kelelawar dilakukan peneliti Rajagopalan pada dekade 1960-an. Ia dan rekannya mengisolasi virus penyakit Hutan Kyasanur atau demam uang yang berasal dari kelelawar pemakan serangga. Rajagopalan dan timnya juga mengisolasi virus West Nile dari kelelawar buah. Pada tahun 1970, subtipe Venezuelan Equine Encephalitis Viruses (VEEV) diisolasi dari kelelawar vampir yang ditangkap di Meksiko selatan. Virologis Yale University Gregory H. Tignor dan timnya menemukan bahwa virus Duvenhage dan virus lyssa disebarkan oleh kelelawar pemakan serangga di Afrika Selatan. Studi keterkaitan kelelawar sebagai inang virus terus berjalan. Pada 1981, virus Sindbis diisolasi dari kumpulan kelelawar daun bundar di Zimbabwe. Dari hasil penelitian itu dideteksi adanya kemungkinan virus chikungunya dari kelelawar di China. Kenapa Kelelawar? Sebagian besar keluarga virus korona dapat ditemukan pada kelelawar. Bahkan koeksistensi lebih dari dua virus dalam satu kelelawar cukup umum ditemukan. Analisis komprehensif dari hubungan virus dengan mamalia sebagai inang menunjukkan bahwa kelelawar memiliki proporsi virus zoonosis jauh lebih tinggi daripada hewan lain. Spesies virus korona, misalnya, banyak ditemukan pada kelelawar dengan genetik virus yang beragam. SARS -CoV dan SADS-CoV misalnya, meski diketahui ditularkan dari kelelawar ke manusia atau babi, detil rute penularannya tidak diketahui. Kelelawar dapat mempertahankan CoV jangka panjang tanpa menunjukkan gejala penyakit. Kemampuan terbang mereka meningkatkan kemungkinan hidup berdampingan dengan virus. Sementara kemampuan migrasi kelelawar memiliki relevansi khusus dalam konteks penularan penyakit. Model imunitas kelelawar yang unik dan interferon kelelawar yang dapat melindungi dari infeksi, memungkinkan kelelawar memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap penyakit virus. Para peneliti menduga, kelelawar barangkali inkubator ulung berkat sistem kekebalan tubuh yang sangat efektif dan kuat. Sistem itu pula yang tampaknya melatih strain virus untuk beradaptasi dan berevolusi menjadi menjadi lebih ganas dan semenular mungkin. Seperti dikabarkan Science Alert , mekanisme bertahan hidup kelelawar dari virus tentu bagus untuk spesies hewan itu sendiri, tapi tidak untuk spesies lain. Pasalnya, ketika virus berhasil melompat dari kelelawar ke jenis binatang lain, termasuk manusia, respons kekebalan si penerima tidak sanggup melawan kelincahan patogen yang sangat mudah menular. Namun tak selamanya kelelawar kebal virus. Dalam sebuah eksperimen, virus Tacaribe terbukti menyebabkan infeksi fatal pada kelelawar buah Jamaika. Percobaan ini menunjukkan bahwa kelelawar buah Jamaika bukan inang reservoir alami dari virus Tacaribe. “Sementara kita mulai mengungkap misteri imunitas kelelawar yang unik, masih ada jalan panjang sebelum kita dapat sepenuhnya memahami hubungan antara kelelawar dan virus korona,” tulis Yi Fan.

  • Roh Gunung dan Wabah Penyakit

    PADA suatu pagi, setelah seminggu terus-menerus hidup seperti dirundung malang, raja Lombok memanggil semua pejabat, pendeta dan pangeran yang ada di Mataram. Raja mengatakan, selama beberapa hari hatinya sangat sakit tanpa tahu penyebabnya. “Aku telah bermimpi semalam Roh Gunong Agong, muncul di hadapanku dan berkata agar aku pergi ke puncak gunung,” kata raja. Para hadirin di hadapannya diperbolehkan untuk ikut mengiringi kepergiannya hingga mendekati puncak. Namun ia harus melanjutkan pendakian seorang diri agar Roh Gunung Agung yang bersemayam di puncak gunung mau muncul di hadapannya. “Ia akan mengatakan sesuatu yang penting bagiku,” ujar raja. Persiapan pun dilakukan. Rombongan kerajaan berangkat pagi-pagi. Empat hari berlalu sampai raja harus mulai mendaki gunung dengan hanya diikuti rombongan kecil pendeta dan pangeran serta pembantu. Begitu mendekati puncak, raja memerintahkan para pengikutnya berhenti. Ia akan meneruskan perjalanannya dengan ditemani dua bocah pembawa kotak sirih. Puncak gunung berada di tengah bebatuan dan di pinggir kawah yang berasap. Sampai di sana, raja meminta kotak sirihnya dan menyuruh dua bocah tadi duduk diam sambil melihat ke bawah gunung. Raja pun menemui sang Roh Gunung Agung seorang diri. Tiga hari kemudian raja memanggil para pendeta, pangeran, dan para pembesar di Mataram. “Roh Agung telah berseru kepadaku,” kata raja. “’O Raja! Banyak wabah penyakit dan bencana akan melanda bumi, melanda manusia, melanda kuda dan ternak. Tetapi karena kau dan rakyatmu mematuhiku serta talah datang mendaki gunungku yang agung, aku akan memberitahukan cara menghindarinya’.” Raja pun berkata, Roh Gunung Agung memerintahkan mereka untuk membuat 12 keris keramat. Bahannya dari jarum yang jumlahnya mewakili jumlah penduduk di tiap desa. Satu jarum mewakili satu penduduk. Bila suatu penyakit yang berbahaya muncul di suatu desa, maka salah satu keris akan dikirim ke desa itu. “Jika jumlah jarum yang dikirim tak sesuai dengan jumlah penduduk, keris yang dikirim tidak akan berkhasiat apa-apa,” jelas raja. Dengan segera semua kepala desa mengumpulkan jarum. Setelah semua desa mengumpulkan, raja membagi kumpulan jarum itu ke dalam 12 bagian yang sama banyaknya. Lalu ia perintahkan pandai besi terbaik di Mataram untuk menjadikannya keris. Tiap keris dibungkus dengan kain sutra. Semuanya disimpan sampai pada saat nanti dibutuhkan. Naturalis Inggris Alfred Russel Wallace menceritakan kisah itu dalam bukunya The Malay Archipelago . Wallace melakukan perjalanan ke Lombok pada 1856 di tengah ekspedisinya berkeliling Nusantara. Ada maksud tersembunyi di balik pembuatan keris itu. Raja Lombok sebenarnya ingin juga mendapatkan data jumlah penduduk untuk disesuaikan dengan perolehan upeti yang seharusnya ia terima. Kendati begitu, “sabda” Roh Gunung Agung tetap saja dipercayai. Kehadiran 12 keris keramat membawa arti besar. Bila wabah penyakit muncul di suatu daerah, salah satu keris dikirimkan. Bila wabah mereda, keris dikembalikan dengan upacara penghormatan. Kepala desa lalu akan bercerita kepada raja tentang tuah keris itu. Sembari mereka mengucapkan terima kasih. Bila penyakit tak hilang, semua orang yakin ada kesalahan dalam jumlah jarum yang diserahkan oleh kampung itu. Karena kesalahan itu, keris keramat tak mampu melawan penyakit yang melanda kampung. Maka harus dikembalikan kepala desa dengan berat hati. “Walaupun demikian rasa hormat terhadap keris itu tidak berkurang karena mereka yakin kegagalan itu disebabkan oleh kesalahan mereka sendiri,” catat Wallace. Dari penuturan Wallace, peran Roh Agung Gunung begitu besar dalam menentukan sikap masyarakat Lombok menghalau wabah penyakit. Kendati dalam kisah itu tak jelas wabah penyakit apa yang menjangkit, rupanya orang Sasak masih memberikan penghormatan yang sama pada sang penguasa gunung. Mereka mengenal tradisi menjamu dewi penguasa Gunung Rinjani untuk menjinakkan penyakit, khususnya cacar. Tolak Bala Suku Sasak Lalu Wacana, dkk. dalam Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Nusa Tenggara Barat menjelaskan, secara umum orang Sasak di Lombok mengenal upacara tolak bala untuk mengusir wabah penyakit. Ritualnya disebut metulak.   Metulak , kata dalam bahasa Sasak, yang artinya: tulak  (kembali) dan metulak (mengembalikan). “Arti kiasannya menolak bala, yang dalam bahasa Sasak bahla ,” jelas Lalu. Dalam sebutan lain tolak bala disebut tulak bahla. Bahla artinya wabah. “Maksud upacara metulak  ini adalah untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar dijauhi dari segala marabahaya dan wabah yang dapat menimpa tanaman padi dan manusia,” tulisnya. Upacara ini biasanya dipimpin oleh orang yang dituakan. Baik itu karena umur, ilmu dan pengalamannya. Mereka harus memahami betul tata upacara metulak.   Tak diketahui pasti sejak kapan dimulainya upacara metulak dilakukan. “Dari beberapa orang informan hanya menerangkan bahwa tradisi ini telah berkembang sejak nenek moyang mereka,” jelas Lalu. Yang jelas, setidaknya ada enam peristiwa dalam hidup orang Sasak yang akan diiringi dengan prosesi metulak . Yaitu saat seseorang atau anggota keluarga tertimpa sakit, pendirian dan penempatan rumah baru, potong rambut bayi, menjelang keberangkatan haji, wabah penyakit cacar ( ngayah ) menyerang, dan padi mulai berisi. Dalam bentuk yang lebih sempit, dikenal pula upacara Besentulak. Ini pun upacara tolak bala. Tapi kalau besentulak terbatas untuk suatu keluarga yang mengadakan upacara itu saja. “Diadakan pula pada waktu wabah cacar sedang berjangkit. Wabah cacar dalam bahasa Sasak disebut ngayah,” jelas Lalu. Dalam Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat yang disusun Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, disebutkan kalau pada masa kolonial kesejahteraan rakyat kurang diperhatikan, terutama kesehatan. Dalam periode-periode tertentu penyakit epidemi selalu berulang, seperti cacar. Dewi Anjani Sang Penguasa Cacar Masyarakat Sasak punya perhatian khusus terhadap penyakit cacar. Mungkin karena wabah ini pernah menjadi yang paling ditakuti di wilayah Asia Tenggara. Ia menyebar termasuk sampai ke Nusantara. Hal itu banyak diungkap dalam catatan dari masa setelah abad ke-16. Sejarawan Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1: Tanah di Bawah Angin menyebutkan, misalnya cerita dari abad ke-17 tentang didirikannya Ayutthaya pada abad ke-14. Kisah itu menyebutkan adanya janji bahwa kota itu bebas dari cacar. Lalu ada lagi Undang Undang Hukum Melaka yang disusun Kesultanan Malaka pada abad ke-15-16. Disebutkan bahwa penyakit kulit yang akut dibolehkan menjadi alasan perceraian atau penolakan pembelian seorang hamba sahaya. Bukti dari abad ke-16 dan ke-17 lebih banyak tersedia. Misalnya dalam catatan orang Portugis dan Spanyol yang menyebutkan penyakit cacar sebagai pembunuh penduduk di Maluku, Filipina, dan Ternate (1558), Ambon (1564), Balayan, Filipina (1592), dan Pegu (Birma Bawah) pada abad ke-17. Menurut Reid, di berbagai pusat penduduk dan perdagangan yang besar, cacar mungkin sudah menjadi endemik, terutama pada abad ke-16. Yang menjadi korban terutama anak-anak yang belum memiliki kekebalan. Penyakit itu bangkit setiap tujuh hingga sepuluh tahun. Sebaliknya, kata Reid, pada penduduk yang lebih terpencil, seperti di Borneo dan Filipina, cacar menjadi tamu yang tak begitu sering berkunjung. Namun tetap ditakuti. Penyakit ini menelan sebagian besar penduduk yang belum pernah kena. “Roh cacar banyak berperan dalam mitos rakyat, terutama di Borneo,” katanya. Di Lombok, kata Lalu, orang Sasak menganggap cacar sebagai rahmat Tuhan yang bersifat menguji iman dan ketakwaan umat manusia. Karenanya wabah ini tak dimusuhi, tetapi justru dijinakkan dengan jalan dijamu. Mereka mengenal upacara tolak bala yang disebut nemoe  artinya menjamu tamu. Ini berbeda dengan arti tolak bala yang berarti mengusir jenis penyakit lain selain cacar. Yang dijamu adalah Dewi Anjani. Ia adalah ratu, makhluk gaib terpenting yang bersemayam di Puncak Gunung Rinjani. “Menurut kepercayaan suku bangsa Sasak, dewi ini menguasai wabah penyakit cacar sebagai piaraannya,” kata Lalu.*

  • Nasib Nahas Lukisan Vincent van Gogh

    BUKAN hanya warga Belanda yang menjadi korban pandemi virus corona  (SARS-COV-2) dengan di- lockdown , sebuah lukisan berharga karya pelukis Vincent van Gogh pun turut jadi “korban”. Lukisan yang dipajang di Museum Singer Laren itu hilang dicuri pada Senin (30/3/2020) dini hari waktu setempat atau tepat di peringatan ke-167 kelahiran sang seniman. “Saya merasa marah dan sedih. Utamanya di masa-masa sulit seperti ini, saya merasa bahwa benda seni bisa jadi penenang untuk menginspirasi dan menyembuhkan kami,” tutur Direktur Museum Jan Rudolph de Lorm kepada The New York Times , Senin (30/3/2020). Lukisan karya Van Gogh yang dicuri itu bertajuk De pastorie in Nuenen in het voorjaar  atau Taman Pendeta di Musim Semi. Lukisan berdimensi 25 cm x 57 cm itu tengah dipinjam Museum Singer Laren sejak 14 Januari dalam rangka pameran “Mirror of the Soul” yang mestinya bergulir hingga 10 Mei 2020. Pameran dan museum itu terpaksa ditutup menyusul kebijakan lockdown  dikeluarkan pemerintah Belanda sejak 13 Maret 2020. Lukisan The Parsonage Garden at Neunen in Spring itu dipinjam Museum Singer Laren dalam rangka pameran dari Museum Groninger sebagai pemiliknya sejak 1962. Lukisan itu dikembalikan pada 2023 dalam sebuah tas terpal IKEA. Lukisan di Awal Kiprah Van Gogh The Parsonage Garden at Neunen in Spring  yang dibuat dengan pena dan cat minyak di atas kertas pada papan kayu itu dikerjakan pada medio Mei 1884. Saat itu merupakan masa awal karya Van Gogh dikenal publik sejak ia menekuni seni rupa tiga tahun sebelumnya. “Lukisannya berasal dari masa-masa awal, sebelum ia berperjalanan ke Arles dan Paris. Jadi lukisannya memang lebih gelap dan belum terlalu dikenal sebagai salah satu mahakarya Van Gogh,” sambung Direktur Museum Groninger, Andreas Blühm, dikutip The New York Times. Van Gogh membuat The Parsonage Garden at Neunen in Spring  setelah pindah dari Den Haag, Sien Hoornik, Drenthe, dan tinggal bersama orangtuanya di Neunen, dekat Hervormde Kerk (Gereja Reformasi) tak jauh dari kota Eindhoven pada Desember 1883. Usianya baru 30 tahun ketika Van Gogh pindah. Ayahnya merupakan pendeta di gereja tersebut. Sejak tinggal di Neunen, Van Gogh banyak menciptakan lukisan bertema taman. Salah satunya,  The Parsonage Garden at Neunen in Spring  yang ia buat sekira Mei 1884 atau enam bulan sejak pindah ke Neunen. Van Gogh merupakan sosok penyuka taman dan hobi berkebun. “Dia sangat menyukai taman pendeta di tempat ayahnya dan ketika ia hanyut dalam pengaruh impresionisme, dia menuliskan dalam catatannya betapa banyaknya taman yang dia kunjungi selama 10 tahun masa-masa produktifnya. Termasuk juga taman rumahsakit Arles, taman pertanian Provençal dekat Arles, Taman Puisi di Arles, taman rumahsakit jiwa Saint-Paul, taman bunga milik Dr. Paul Gachet di Auvers, dan taman mawar milik seniman Charles Daubigny di Auvers,” tulis Derek Fell dalam Van Gogh’s Gardens. Vincent Willem van Gogh di usia antara 17-19 tahun (Foto: Van Gogh Museum) Lukisan  The Parsonage Garden at Neunen in Spring  hanya satu dari sedikitnya empat lukisan bertema taman dekat gereja tempat ayahnya menjadi pendeta di Neunen yang ia buat. Pasalnya Van Gogh melukiskan taman itu di masing-masing musim sepanjang tahun. “Salah satunya menggambarkan taman yang tertutup salju, menegaskan garis perspektif yang diciptakan oleh dinding yang membatasi taman dan lingkungan sekitarnya. Latar belakangnya terdapat menara gereja berwarna gelap yang menyembul dari lanskap yang datar di bawah langit berwarna gradasi biru dan kuning terang,” lanjut Fell menerangkan karya Van Gogh bertajuk The Parsonage Garden at Neunen in the Snow  (1885). Dalam The Parsonage Garden at Neunen in Spring, Van Gogh mendeskripsikan seorang wanita berpakaian gelap di tengah taman yang di belakangnya terdapat sisa bangunan menara gereja tua. Van Gogh melukiskannya dengan palet hijau dan coklat gelap, serta sedikit sentuhan gradasi warna merah, sebagai indikasi bahwa musim semi telah tiba menggantikan musim dingin. Selama dua tahun tinggal di Neunen, Van Gogh menciptakan delapan lukisan bertema taman gereja itu, termasuk The Parsonage Garden at Neunen in Spring  yang jadi karya ketiga sejak pindah pada Desember 1883. Di masa itu, ia mendapat tekanan emosional lantaran dalam kurun dua tahun itu, sering tercipta tensi tinggi antara dirinya dengan sang ayah dan sang adik, Theo, yang tinggal di Paris. “Sejak 1884 ia sering bersurat kepada Theo, bahwa dia akan mengirimkan lukisan-lukisannya untuk menebus pinjaman uang sebelumnya. Dia berharap Theo mau menjualkan lukisan-lukisannya di Paris dan hasilnya untuk membayar pinjaman uang, serta berharap ada keuntungan lebih yang juga bisa didapat Van Gogh,” tulis Susie Hodge dalam The Great Artists: Vincent van Gogh. Nahas, lukisan-lukisan Van Gogh itu tak laku. Para pedagang barang seni enggan membelinya lantaran belum terlalu mengenal nama Van Gogh. Sayangnya riwayat lukisan The Parsonage Garden at Neunen in Spring  di kemudian hari tak begitu terang. Hanya disebutkan pada 1927, lukisan tersebut dimiliki seorang kolektor J.A. Fruin dan dipajang di Galeri Seni Oldenzeel, Rotterdam, sebelum dibeli Museum Groninger pada 1962. Lukisan yang nilainya berkisar 1-6 juta euro (Rp18-108 miliar) itu kemudian dicuri orang atau kelompok tak dikenal tepat di peringatan ulang tahun ke-167 Van Gogh. Itu bukan kali pertama terjadi pencurian terhadap lukisan Van Gogh. Pada 1991, Museum Van Gogh di Amsterdam dibobol maling yang membawa kabur 20 lukisan sang seniman. Total kerugiannya mencapai sekira USD500 juta (Rp8,3 triliun). Hingga kini, kabarnya masih gelap. Lalu pada 2002, museum yang sama kecolongan lagi dua lukisan, namun kemudian ditemukan di Napoli setelah kepolisian Italia menggerebek sarang pengedar narkoba.

  • Sudharnoto, Seniman Lekra Pencipta Lagu Garuda Pancasila

    Hampir semua anak sekolah pasti mengenal lagu Garuda Pancasila . Lagu bertempo mars itu juga tak pernah absen dari daftar lagu pada buku lagu wajib nasional. Namun, penciptanya, Sudharnoto, justru hampir dilupakan. Padahal, sepak terjangnya cukup panjang dalam sejarah musik dan kebudayaan Indonesia. Sudharnoto lahir di Kendal, Jawa Tengah, pada 24 Oktober 1925. Meski lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, ia justru berkarier di dunia musik. Pasalnya, ibunya pandai main akordeon sedangkan ayahnya gemar main gitar, seruling, dan biola meskipun juga seorang dokter pribadi Mangku Negara VII di Surakarta. Menurut Hersri Setiawan dalam Kamus Gestok ,   Sudharnoto belajar piano, not balok dan aransemen pada Jos Cleber, penggubah lagu anak-anak Daldjono alias Pak Dal, dan Maladi (pendiri RRI  dan mantan menteri). Ia juga belajar pada dua pemimpin orkes, yakni Soetedjo (Orkes ALRI) dan R.A.J. Soedjasmin (Orkes Angkatan Kepolisian RI). Karier musiknya bermula dari mengisi siaran musik RRI  bersama Orkes Hawaiian Indonesia Muda pimpinan Maladi. Kemudian sejak 1952 ia diangkat menjadi Kepala Seksi Musik RRI  Jakarta. Ia juga menjadi pengisi acara khusus bertajuk “Hammond Organ Sudharnoto”. Lagu Mars Pancasila  atau kemudian menjadi Garuda Pancasila  diciptakan pada 1956 bersama seorang rekan bernama Prahar. Selain Garuda Pancasila  beberapa lagu Sudharnoto yang populer pada masanya antara lain Madju Sukarelawan , Asia Afrika Bersatu , dan Bangkit Wartawan AA . Uniknya, Sudharnoto pernah memakai nama Damayanti untuk mengikuti sayembara penulisan lagu Mars Dharma Wanita dan ternyata menang. Sementara itu, lagunya Dari Barat Sampai ke Timur  pernah diduga menjiplak Marsaillaise , lagu kebangsaan Perancis. “Memang ada miripnya dengan Marsaillaise , lagu kebangsaan Prancis. Tapi apakah jiplakan dari Barat, apakah terpengaruh oleh Barat, itu tidak usah dipersoalkan. Lagu Dari Barat Sampai ke Timur  nyata-nyata dapat membangkitkan semangat perjuangan, nyata-nyata dapat membangkitkan gairah revolusi. Itu yang penting,” ucap Sudharnoto dalam majalah Minggu Pagi , 3 Januari 1965. Selain mencipta lagu, Sudharnoto juga melakukan penelitian musik ke berbagai daerah, antara lain Aceh, Sumatra Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Daerah yang sangat ingin ia kunjungi namun terhalang biaya adalah Papua. Karier Sudharnoto kemudian merambah sebagai penata musik film. Djuara Sepatu Roda (1958) adalah film pertama yang ia tangani. Hingga 1965, ia menangani tata musik 13 film. Sambil bermusik, Sudharnoto juga aktif dalam organisasi kebudayaan. Ia tercatat sebagai anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Bahkan, ia menjabat sebagai Ketua Lembaga Musik Indonesia (LMI). Menurut Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan dalam Lekra Tak Membakar Buku , Sudhanoto termasuk salah satu anggota awal sekaligus pengurus Lekra bersama A.S. Dharta, M.S. Ashar, Njoto, Henk Ngantung, Herman Arjuno, dan Joebaar Ajoeb. Sudharnoto juga termasuk di antara para seniman yang memperkuat redaksi majalah kebudayaan Zaman Baru pimpinan Rivai Apin. Pada Desember 1959, bersama sejumlah seniman Lekra, Sudharnoto juga turut mengirim petisi pencabutan larangan terbit Harian Rakjat  ke Istana Merdeka. Salah satu kerja monumentalnya adalah mendirikan Ansambel Gembira. Ansambel tertua di Indonesia ini dibentuk pada 3 Februari 1952 oleh Sudharnoto bersama Titi Subronto dan Bintang Suradi. Ansambel Gembira cukup terkenal pada masanya. Grup ini seringkali mengisi resepsi-resepsi penting hingga acara di Istana Negara. Bahkan, mereka juga tampil di berbagai acara di luar negeri, seperti Tiongkok, Vietnam, Korea, dan negara-negara di Eropa Timur. Kiprah terakhir Sudharnoto di Lekra diketahui ketika LMI menggelar Konferensi Nasional I di Jakarta pada 31 Oktober–5 November 1964. Ia terpilih sebagai ketua presidium. “Sudharnoto menyatakan dengan tegas agar dengan irama Djarek, Resopim, dengan melodi Takem dan Gesuri, dengan harmoni Manipol yang diperkuat gubahan megah Tavip, seniman musik progresif mengganyang kebudayaan imperialisme Amerika Serikat, mengganyang Manikebu dan membina musik yang berkepribadian nasional,” tulis Rhoma dan Muhidin. Kiprah Sudharnoto di Lekra terhenti pada 1965. Hersri menyebut pasca tragedi berdarah itu, ia dipecat dari RRI  dan menjadi tahanan politik di Rumah Tahanan Chusus (RTC) Salemba. Setelah keluar dari tahanan, ia menjadi penyalur es di Pabrik Es Petojo Jakarta dan menjadi sopir taksi. Beberapa tahun kemudian, Sudharnoto bisa membangun kembali karier musiknya. Menurut data filmindonesia.or.id , pada 1972 ia menjadi penata musik pada film Dalam Sinar Matanya . Sejak itu, ia menggarap tata musik 26 film. Bahkan, Sudharnoto meraih Piala Citra untuk tata musik terbaik pada 1980 lewat film Kabut Sutra Ungu . Tahun berikutnya, ia menyabet penghargaan yang sama untuk film Dr. Siti Pertiwi Kembali ke Desa . Kemudian pada 1983, ia kembali meraih penghargaan tersebut melalui film R.A. Kartini . Film Amrin Membolos  (1996) menjadi film terakhir yang ia garap tata musiknya. Sudharnoto meninggal dunia pada 11 Januari 2000 di Jakarta. Kini lagu Garuda Pancasila ciptaannya terus dinyanyikan sebagai lagu wajib nasional.

  • Kejenakaan Haji Agus Salim

    DIKENAL sebagai seorang intelektual dan diplomat handal, tidak menjadikan Haji Agus Salim melulu berurusan dengan hal-hal serius. Bahkan bisa dikatakan keseharian mantan menteri luar negeri Republik Indonesia itu sejak mudanya memang selalu dipenuhi kisah-kisah jenaka. Almarhumah Bibsy Soenharjo (Siti Asia), salah satu putri Haji Agus Salim, mengakui kebiasaan melucu dari sang ayah. Selain itu hal yang disenangi Bibsy dari Haji Agus Salim adalah kebiasaanya untuk memberikan kebebasan berkespresi kepada anak-anaknya. Kendati sebagian besar putra dan putri Haji Agus Salim tidak pernah mengeyam bangku sekolah formal, namun  itu tidak menjadikan mereka kuper. Bahkan sebaliknya, di bawah didikan langsung sang ayah mereka justru tumbuh menjadi anak-anak yang cerdas dan berpengetahuan terutama dalam penguasaan bahasa asing.  “ Patjee  (panggilan akrab keluarga untuk Haji Agus Salim) tak pernah memerintahkan atau memaksa kami untuk belajar. Kalaupun ia ingin memberitahu sesuatu, pasti dilakukannya dalam suasana santai dan penuh jenaka,” ujar perempuan sepuh yang menguasai secara baik beberapa bahasa Inggris, Belanda dan Jepang tersebut. Mantan diplomat sekaligus tokoh Masyumi Mohamad Roem, mengakui asyiknya belajar dari Haji Agus Salim. Berbeda dengan guru-guru pada umumnya, Haji Agus Salim selain jenaka juga selalu tak menampilkan dirinya sebagai seorang yang paling tahu. Materi pengajaran pun akan mengalir begitu saja laiknya momen obrolan biasa. “Dia selalu tanamkan kemauan untuk mencari sendiri pengetahuan lebih lanjut,” ungkap Roem dalam Manusia dalam Kemelut Sejarah . Ada kejadian lucu yang selalu dikenang oleh Roem dari Haji Agus Salim. Ketika tinggal di Tanah Tinggi, Jakarta, jalan menuju rumah Haji Agus Salim selalu becek jika turun hujan. Situasi tersebut tak jarang  menjadikan para pemuda pergerakan yang kerap mengunjungi rumah Haji Agus Salim harus turun dari sepeda dan mengangkatnya ke atas guna menghindari lumpur yang memenuhi ban sepeda. Kondisi itu kadang menjadi bahan ejekan Haji Agus Salim jika para pemuda itu datang dalam kondisi sangat payah dan kotor karena harus menangani sepedanya. Dalam suatu pertemuan dengan Mohamad Roem dan kawan-kawan, Haji Agus Salim sempat melontarkan leluconnya tentang itu: “Hari ini anda datang secara biasa. Kemarin peranan sepeda dan manusia terbalik: manusia justru yang ditunggangi sepeda.” Bukan hanya orang Indonesia saja yang merasakan hal tersebut. Jeff Last, salah satu tokoh sosialis Belanda, termasuk manusia yang sangat mengagumi Haji Agus Salim. Jeff mengakui dari Haji Agus Salim bahwa ia mendapatkan penjelasan yang mengesankan tentang Islam. “Dalam kebijaksanaannya yang riang, beliau telah berhasil menghilangkan prasangka-prasangka yang bukan-bukan mengenai Islam yang saya peroleh ketika menjadi murid HBS Kristen,” tulis Jeff Last dalam buku  Seratus Tahun Haji Agus Salim . Begitu kagumnya Jeff kepada Haji Agus Salim hingga seusai orang tua tersebut menyampaikan ceramahnya di depan anak-anak muda marxis Belanda di Kijkduin pada 1929, ia nekat mengajak Haji Agus Salim untuk mengunjungi rumahnya di Jalan Baarsjes. Tanpa diduga Haji Agus Salim menyambut baik ajakan Jeff itu. Hanya dalam waktu semalam saja, Haji Agus Salim telah berhasil menarik hati seluruh keluarga Jeff. Haji Agus Salim dengan gayanya yang santai berbicara akrab dengan seluruh anggota keluarga Jeff dan bercanda dalam cerita-cerita jenaka dengan anak-anaknya Jeff. “Dalam waktu satu jam, ia telah berhasil menarik hati anak-anak saya,” kenang Jeff. Femke, salah satu putri Jeff sangat menyukai Haji Agus Salim. Begitu berkesannya Femke kepada Haji Agus Salim sampai dalam suatu kesempatan ia bertanya kepada ayahnya apakah Haji Agus Salim merupakan sinterklaas dari Indonesia? Kedekatan jiwa Haji Agus Salim dengan anak-anak menjadikan ia mudah sekali mengajarkan apapun kepada putra-putrinya. Ketika Jeff mengungkapkan rasa herannya atas kefasihan Islam (nama salah satu putra Haji Agus Salim) dalam berbahasa Inggris, ia bertanya kepada Haji Agus Salim: “Bagaimana mungkin anak itu menguasai bahasa Inggris begitu bagus tanpa bersekolah?” Menjawab pertanyaan itu, dalam nada santai seperti biasa, Haji Agus Salim menyatakan kepada Jeff: “Apakah kamu pernah dengar tentang sebuah sekolah di mana kuda diajari meringkik? Kuda-kuda tua meringkik sebelum kami, dan anak-anak kuda tentunya akan ikut meringkik. Begitu pun saya meringkik dalam bahasa Inggris dan otomatis si Islam pun ikut meringkik juga dalam bahasa Inggris.” Haji Agus Salim memang selalu istimewa di mata siapa pun. Uniknya, kendati dia seorang diplomat, sesepuh bangsa dan tentunya seorang yang sangat cerdas, tidak menjadikannya silau terhadap materi.  Sampai akhir hayatnya, mantan jurnalis itu tetap memilih kesederhanaan sebagai jalan hidupnya.*

  • “Raja Hutan” Bob Hasan Pulang ke Haribaan Tuhan

    MOHAMMAD ‘Bob’ Hasan berpulang ke haribaan Illahi pada Selasa (31/3/2020) di usia 89 tahun. Taipan kayu yang intim dengan Soeharto sang penguasa Orde Baru   itu   meninggal di RSPAD Gatot Subroto setelah lama menderita kanker paru-paru. Siapa tak kenal Bob Hasan? Ia salah satu pengusaha dan kroni Soeharto paling berpengaruh sepanjang Orde Baru. Kedekatan itu membuat ia leluasa berbuat, termasuk memberi perhatian terhadap olahraga atletik di Indonesia.   Terlebih, setelah ia menjabat ketua   PB PASI sejak 1978. Pada cabang-cabang lain, ia   juga bersumbangsih di Percasi, PB PABBSI, dan PB Persani. Bob Hasan lahir di Semarang pada 24 Februari 1931 dengan nama The Kian Seng. Identitas orangtuanya tak jelas. Banyak sumber menyebutkan Bob menjadi mualaf dan berganti nama menjadi Mohammad ‘Bob’ Hasan setelah diangkat anak oleh Gatot Soebroto, perwira TNI yang dihormati banyak perwira muda   macam Ahmad Yani dan Soeharto semasa revolusi fisik hingga Orde Lama. Namun,   Raden Eddy Soeroto Koesoemonoto dan Muhammad Salim Jamaleng dalam studi tentang analisa logika Gerakan 1 Oktober 1965 yang dibukukan bertajuk Jaringan Zionis Van der Plas Jatuhkan Bung Karno, menyebut Bob Hasan bukan anak angkat   Gatot. “Ternyata Bob Hasan adalah anak kandung Gatot Soebroto dengan wanita keturunan Cina, nama kecilnya The Kian Seng, lahir di Semarang dan ikut ibunya. Setelah umur 10 tahun baru ikut Gatot Soebroto, diakui anak angkat,” sebut Raden Eddy Soeroto dan Jamaleng. Masa depan gemilangnya bermula dari perkenalannya dengan Soeharto ketika Gatot masih menjabat komandan TT IV/Jawa Tengah (kini Kodam IV Diponegoro). Hubungan Bob Hasan dan Soeharto kian erat saat Soeharto naik menjadi komandan TT IV/Jawa Tengah menggantikan Kolonel Moch. Bachrum   pada 1956. Bob Hasan (tengah) wafat di usia 89 tahun karena kanker paru-paru (Foto: Fernando Randy/HISTORIA) Bob Hasanlah yang dilibatkan Soeharto dalam sejumlah aktivitas perdagangan. Dalam Asian Godfathers: Menguak Tabir Perselingkuhan Pengusaha dan Penguasa,   Joe Studwell menyebut, selama Soeharto menjabat komandan kodam, Bob Hasan “diberi” keleluasaan menggulirkan aktivitas perdagangan monopoli bersama kolega Tionghoanya, Liem Sioe Liong. “Soeharto menghadapi ancaman pengadilan karena penyelundupan pada 1959, namun berkat dukungan ayah angkat Bob Hasan, Jenderal Gatot Soebroto, ia hanya dipindahkan ke Sekolah Staf Angkatan Darat di Bandung,” ungkap Studwell. Penyelundupan yang   melibatkan Bob Hasan dan Liem Sioe Liong itu adalah penyelundupan dan korupsi gula dan beras. Kasusnya ditangani tim inspeksi TNI AD   pada 18 Juli 1959 yang berbuntut pada pencopotan Soeharto dari jabatan pangdam. Soeharto berkilah bahwa ia sengaja melakukan penyelundupan beras dari Singapura itu demi kebutuhan beras di Jawa Tengah yang kala itu tengah gagal panen. “Sebagai Penguasa Perang, saya merasa ada wewenang mengambil keputusan darurat untuk kepentingan rakyat, ialah dengan barter gula dengan beras. Saya tugasi Bob Hasan melaksanakan barter ke Singapura, dengan catatan beras harus datang lebih dahulu ke Semarang,” ujar Soeharto dalam otobiografinya yang ditulis Ramadhan KH Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya . Dewi Soekarno dan Raja Hutan Di masa transisi   dari Orde Lama ke Orde Baru, nama Bob Hasan disebut-sebut berinisiatif ingin meredakan ketegangan antara Sukarno dan Soeharto. Menurut Probosutedjo, adik tiri Soeharto, dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Memoar Romantika Probosutedjo: Saya dan Mas Harto , cara yang digunakan Bob Hasan adalah mengundang Naoko Nemoto alias Ratna Sari Dewi Sukarno, istri resmi keenam Sukarno, untuk bermain golf di Rawamangun. “Nah pada saat yang sama ia juga mengundang Mas Harto bermain golf di lokasi yang sama. Niat Bob Hasan baik, barangkali melalui lobi pada Dewi, hubungan Mas Harto dan Bung Karno bisa lumer kembali,” ungkap Probo. Namun apa lacur, Ibu Tien yang lantas mengetahuinya malah murka. Kemarahan Ibu Tien berdampak pada   Soeharto yang didiamkan berhari-hari. “Kasihan sekali Mas Harto. Melihat ini saya jadi prihatin. Saya datangi Bob Hasan dan saya tegur. ‘Aduh, buat apa sih dipertemukan segala. Itu Bu Harto jadi marah.’   Bob minta maaf karena ia tidak mengira akan terjadi konflik antara Mas Harto dan Mbakyu  Harto,” lanjutnya. “Di rumah, saya segera temui Mbakyu Harto dan menjelaskan maksud baik Bob Hasan mempertemukan Mas Harto dan Dewi. Mbakyu Harto akhirnya bisa mengerti dan mau bicara lagi dengan suaminya,” sambung Probo. Kisah tersebut kemudian dibantah Bob Hasan lewat memoarnya yang terbit pada 2010.   “ Ndak  ada itu (main) golf dengan Dewi Sukarno. Dewi tidak pernah main golf. Dia orang night club , bar girl  di Tokyo. Waktu itu saya juga masih muda, ndak  ada soal golf dengan Pak Harto,” kata Bob Hasan, dikutip   detik.com , 8 Juni 2018. Bob Hasan jadi salah satu kroni paling setia rezim Soeharto (Foto: antikorupsi.org ) Semenjak Soeharto resmi menjadi presiden Indonesia kedua pada 1968, geliat Bob Hasan dalam bisnis kian menggurita. Bob memulainya dengan mendorong Soeharto menengok bisnis kehutanan di dua pulau terbesar di barat Indonesia: Sumatera dan Kalimantan. “Pada 1971 Bob Hasan diberi kepercayaan Soeharto untuk menjadi agen tunggal bagi perusahaan-perusahaan asing yang mau menanam modalnya di bidang kehutanan di Kalimantan dan tempat-tempat lain. Dalam kesempatan itu Bob menjadi mitra patungan perusahaan Amerika Serikat Georgia Pacific; Bob pun menjadi perantara mempertemukan perusahaan-perusahaan asing dengan mitra patungannya di Indonesia,” tulis Sri Bintang Pamungkas dalam Ganti Rezim Ganti Sistim: Pergulatan Menguasai Nusantara . Namun ketika pemerintah mulai melarang ekspor kayu gelondongan pada 1981, Georgia Pacific terpaksa dijual dan dibeli Bob Hasan dengan perusahaannya, Kalimanis Group. Sejak saat itu Bob yang memimpin Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) sekaligus APHI (Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia), dijuluki “raja hutan” karena menguasai pemasokan dan pasar kayu lapis terbesar di dunia dengan memegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) seluas dua juta hektar. Karena itulah maka   Majalah Forbes  edisi 28 Juli 1997   mendaulatnya sebagai salah satu dari 500 orang paling tajir di dunia dengan kekayaan USD3 miliar. Setahun berikutnya, konglomerat yang juga melebarkan sayap bisnisnya ke bidang media (pendiri Majalah Gatra ), asuransi, otomotif dan keuangan itu diangkat Soeharto menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan di Kabinet Pembangunan VII. Jabatan yang jadi “kado” ultah Bob Hasan dari Soeharto itu diberikan pada Maret 1998 atau beberapa hari setelah beranjak usia ke-67. Namun seiring jatuhnya Soeharto, mulai rontok pula hegemoni Bob Hasan sebagai salah satu kroni paling setia. Ia tak lagi kebal hukum. Pada Februari, Bob Hasan 2001 sebagai direktur utama PT Mapindo Pratama diseret ke meja hijau atas korupsi pemetaan hutan senilai Rp2,4 triliun.   Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonisnya hukuman dua tahun penjara dipotong masa tahanan, ditambah denda Rp15 juta, dan mewajibkan melakukan ganti rugi Rp14 miliar. Menganggap vonis itu terlalu lembek, jaksa menuntut lagi kasusnya ke Pengadilan Tinggi, yang kemudian   menelurkan keputusan baru berupa vonis penjara delapan tahun.   Tapi Bob kemudian bebas bersyarat pada Februari 2004   setelah menjalani masa tahanan berpindah-pindah dari LP Salemba, Cipinang, Batu, dan Nusakambangan.

  • Digulis Menanti Kapal Putih

    Di Boven Digul, salah satu hal yang bisa memecah kesunyian hutan belantara ialah bunyi sebuah suling kapal. Kapal itu begitu dinantikan oleh semua orang di Digul baik kaum buangan mapun aparat militer dan sipil pemerintah kolonial. Kapal putih sang pembawa peradaban. Kapal ini sebenarnya bernama Fomalhout. Disebut kapal putih karena memang berwarna putih. Kapal ini satu-satunya penghubung Boven Digul dengan dunia luar. Selain itu, kapal ini juga membawa tahanan baru dan membawa keluar tahanan yang dibebaskan dari Digul. Kapal putih datang ke Digul kira-kita delapan sampai 12 kali dalam satu tahun. Menurut Chalid Salim dalam Lima Belas Tahun Digul , jauh sebelum kapal putih tiba, kedatangannya sudah bisa diterka oleh mereka yang memiliki pendengaran tajam. “Mereka mendengar desah air sepanjang tepi sungai yang menuju ke utara. Apabila kemudian di kejauhan terdengar bunyi suling kapal, maka melonjaklah kami karena kegirangan!” ungkap Chalid Salim, adik Haji Agus Salim. Sekitar tiga hari, kapal putih akan bersandar di dermaga Tanah Merah. Jika kapal datang di malam hari, orang-orang berdiri di tepi sungai untuk menikmati terang-benderangnya lampu-lampu kapal. “Kami terpesona juga melihat keramaian di kapal, karena ia berlainan sekali dari eksistensi kami yang serba lamban di pos ini,” kata Chalid. Tak lama setelah kapal putih berlabuh, setiap orang akan menanti kiriman surat-surat dari keluarga. Selain orang buangan, orang-orang Papua juga tertarik dengan kapal putih. Mereka merasa senang apabila dizinkan melihat kapal itu dari dalam. Dari sinilah orang buangan dengan orang Papua bersosialisasi. Sementara itu, para opsir kapal juga merasa gembira dapat turun ke darat. Biasanya mereka akan main sepakbola, tenis, berburu, memancing, dan pesta-pesta. Selain surat, koran-koran yang memberi tahu kabar dari luar juga sangat dinantikan orang-orang buangan. Uniknya, koran-koran dibaca menurut urutan waktu yang terbalik. Mereka membaca koran terbaru kemudian koran hari-hari sebelumnya. Dan untuk mengetahui berita selanjutnya, mereka harus menunggu kapal putih berikutnya yang datang satu bulan hingga satu setengah bulan kemudian. Seorang letnan muda di Tanah Merah punya cara sendiri untuk menyiasati masalah koran ini. Semua koran yang diterimanya dari kapal putih diatur menurut urutan waktu yang sesungguhnya kemudian disimpan. Setiap petang, sambil menikmati teh ia menyuruh orang untuk berseru “Pos!” Selembar koran kemudian diberikan padanya seolah-olah itu koran hari itu juga. Kapal putih Fomalhaut. (Perpusnas RI). Lain cerita dari Mohammad Hatta yang juga menunggu-nunggu kapal putih pertama sejak ia diasingkan ke Digul. Ia memanfaatkan kapal putih agar dapat mengirimkan tulisannya ke surat kabar di Jawa. “Dengan kapal putih yang pertama yang kembali dari Digul kukirimkan sebuah karangan tentang Sokrates untuk surat kabar Pemandangan , menurut perjanjian dengan Saeroen, redaktur kepalanya,” kenang Hatta dalam Mohammad Hatta: Memoir. Sementara itu, menurut Rosihan Anwar dalam Mengenang Sjahrir , Sutan Sjahrir yang juga dibuang ke Digul bersama Hatta memanfaatkan kapal putih untuk berkorespondensi dengan istrinya di Belanda. Beberapa Digulis juga memanfaatkan kapal putih untuk menyelundupkan surat yang isinya dilarang pemerintah. Surat ini biasanya dikirim untuk kawan-kawan politik dan partai-partai politik dengan bantuan kelasi-kelasi kapal. Namun, pada 1933 hubungan pos gelap mereka diketahui oleh aparat kolonial akibat pengkhianatan oleh sesama kaum buangan. Kepala pamong praja di Tanah Merah menghubungi kapal putih yang baru saja berangkat dari Tanah Merah lalu dilakukan penggeledahan. Pasca kejadian ini, penjagaan di dermaga ketika kapal putih bersandar diperketat. Kaum buangan juga tidak boleh lagi mendekat ke dermaga. Lampu-lampu juga diperbanyak sehingga segala tindakan sembunyi-sembunyi mudah ketahuan. Meski demikian, beberapa bulan setelah itu mereka berhasil menjalin hubungan lagi. Lewat nelayan-nelayan yang pada malam hari mendekat ke kapal pada bagian yang gelap, surat-surat diserahkan kepada para kelasi. Pesan-pesan rahasia dan bebas sensor akhirnya bisa keluar dari Digul lagi melalui kapal putih yang selalu dinanti.

  • Jalan Panjang Menghubungkan Sumatra

    Pulau Sumatra telah menjadi primadona sektor ekonomi sejak dulu kala. Beberapa wilayah di pulau itu merupakan sentra perkebunan tanaman keras, pertambangan, hingga destinasi wisata. Dengan sumber daya tersebut, Sumatra menjadi penghasil devisa negara terbesar setelah Jawa. Itulah sebabnya, pemerintah saat ini sedang menggencarkan pembangunan infrastruktur di Sumatra dengan mengembangkan Jalan Tol Trans Sumatra. Menurut proyeksinya , Jalan Tol Lintas Sumatra akan membentang dari Lampung sampai Aceh sepanjang 2700 km yang terdiri dari 24 ruas jalan. Untuk mengerjakannya, PT Hutama Karya – BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur – ditunjuk sebagai pelaksana proyek bernilai investasi 206 trilyun  ini. Dimulai pada 2014, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra diperkirakan akan rampung pada 2024 mendatang. “(Jalan Tol) Trans Sumatra penting sekali untuk menghubungkan wilayah Sumatra yang sebelumnya seperti kantung-kantung ekonomi yang berdiri sendiri,” kata Bondan Kanumoyoso. Menurut  sejarawan dari Universitas Indonesia itu, Jalan Tol Trans Sumatra merupakan kesinambungan sedari zaman kolonial. Masa Hindia Belanda Seturut dengan Bondan, sejarawan pakar Asia Tenggara Anthony Reid dalam Menuju Sejarah Sumatera: Antara Indonesia dan Dunia mencatat “jalan Trans Sumatra dibahas untuk pertama kali pada 1916, tetapi baru selesai pada 1938”. Pada masa itu, pemerintah kolonial hendak menghubungkan kota-kota penting di Sumatra: Medan, Padang, dan Palembang. Masing-masing dari ketiga kota besar ini merupakan pusat jaringan kereta dan jalan raya. Maka tidak heran bila roda perekonomian Sumatra pada awal abad ke-20 digerakkan dari trio kota tersebut. Kota Medan di utara merupakan pusat perdagangan yang hiruk pikuk. Warna Eropanya sangat kuat berkelindan dengan karakter orang Tionghoa: lekat dengan bisnis. Jaringan perdagangan Medan lebih erat interaksinya dengan Malaya Inggris ketimbang pusat-pusat dagang Belanda. Padang yang terletak di tengah adalah kota kolonial tertua tetapi paling terlelap dari antara kota-kota kolonial. Palembang menjadi kota tua dengan kekayaan baru berupa minyak bumi dan yang paling dekat ke Jawa. Pada 1917, pemerintah kolonial membangun jalan raya yang menghubungkan Kota Medan dan Pematang Siantar. Kemudian, dari Pematang Siantar disambung lagi ke Prapat, kawasan sejuk di pesisir Danau Toba. “Jalan itulah rintisan pertama dari jaringan yang belakangan disebut jalan Trans-Sumatra,” tulis budayawan Sitor Situmorang dalam Toba Na Sae: Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX . Dari Prapat, pemerintah meneruskan pembangunan jalan ke Tarutung dan menghubungkannya dengan Teluk Tapiannauli di Sibolga. Mulai 1920-an, jantung Tanah Batak yaitu daerah sekitar Danau Toba, telah terbuka untuk lalulintas modern dengan angkutan bus. Lalulintas perdagangan dan penggunanaan mata uang pun meningkat. Terbukanya Toba oleh jalan raya Trans Sumatra mempercepat modernisasi di kawasan itu. Danau Toba mulai ramai dikunjungi sebagai tempat tujuan wisata. Antara Prapat dan Tarutung tumbuh perkotaan berbentuk pasar menggantikan peranan onan (pasar tradisional Batak). Porsea, Balige, dan Tarutung muncul sebagai kota kecil yang sebelumnya tidak pernah ada. Selain itu, rakyat di desa-desa terpencil dapat mengakses pendidikan maupun layanan kesehatan yang dipelopori misi z ending . Jalan raya Trans Sumatra pun disambung dengan jalan-jalan yang mencapai berbagai pelosok Toba. Pola yang sama tadinya akan dikembangkan di kota-kota lain. Namun pada 1942, balatentara Jepang keburu datang mengobarkan Perang Asia Timur Raya. Pulau Sumatra menjadi basis bagi tentara ke-25 Angkatan Darat Jepang ( Rikugun ) dengan markasnya di Bukit Tinggi, Sumatra Barat. Pembangunan jalan Trans Sumatra pun terhenti untuk sementara waktu. Proyek Lanjutan Hingga dekade 1950-an, pembangunan jalan Trans Sumatra masih tersendat. Situasi keamanan dalam negeri tidak mendukung pemerintah oleh sebab pemberontakan di sejumlah daerah. Di Sumatra berdiri Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang menentang pemerintah pusat di Jawa. Akibatnya, proyek pembangunan jalan di Sumatra terkendala karena sepinya minat investor. Agenda untuk melanjutkan kembali pembangunan Trans Sumatra baru mendapat tempat memasuki awal 1960. Adalah Adnan Kapau Gani – anggota MPRS dan ketua Front Nasional Sumatra Selatan – yang mengusulkannya kepada Presiden Sukarno. Disebutkan dalam biografi Dr. A.K. Gani: Pejuang Berwawasan Sipil Militer yang disusun Ruben Nalenan dkk, Gani gigih memperjuangkan terlaksananya pembangunan jalan raya Poros Sumatra ( Central Trans Sumatra Highway ). Proyek ini kemudian masuk dalam cetak biru program Pembangunan Nasional Semesta berjangka delapan tahun. Pada 1964, Presiden Sukarno membentuk  penyelenggara pembangunan “Otorita Jalan Raya Lintas Sumatra”. Setahun kemudian dimulai pembangunan. Sumatra kawasan tengah dan selatan menjadi fokus perambahan jalan. Sementara Sumatra kawasan utara memasuki proses pengaspalan. Meski pada paruh kedua 1960 rezim Sukarno berakhir, program pembangunan Trans Sumatra tetap dilanjutkan oleh Presiden Soeharto. Di masa Orde Baru, proyek jalan Trans Sumatra telah masuk dalam rencana Pembangunan Lima Tahun (Pelita) 1 (1969—1974). Pembangunannya meliputi tiga jalur sekaligus: Jalur Tengah, Jalur Timur, dan Jalur Barat. Jalur Tengah lebih dahulu dieksekusi, melintasi Sumatra Barat dari Sungai Dareh ke Jambi dan Sumatra Selatan. Sejak jalan lintas itu beroperasi, sarana transportasi darat jadi pilihan para perantau.   “Dari Sumatra Barat orang lebih suka ke Jakarta naik bus karena sehari lebih cepat dibandingkan dengan angkutan kapal sehingga para pengusaha angkutan bus penumpang naik daun,” ujar Azawar Anas, Gubernur Sumatra Barat periode 1977—1987 dalam biografi Azwar Anas: Teladan dari Tanah Minang karya Abrar Yusra. Selama tiga dekade kekuasaan Orde Baru, setiap provinsi di Sumatra telah terhubung lewat jalan Trans Sumatra. Meski demikian, dalam perkembangannya muncul sejumlah tantangan di jalur lintas tersebut. Mulai dari tambal sulam jalan rusak, kemacetan kala masa mudik, hingga praktek pungutan liar. Belum lagi ancaman dari para penjarah “Bajing Loncat” yang kerap mengganggu pengemudi, terlebih rentan bagi sopir truk muatan. Sebagai solusi mengatasi masalah di jalur lintas Trans Sumatra, pemerintah pada 2012 mencanangkan Jalan Tol Trans Sumatra. Pada 17 September 2014, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 100 tentang “Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatra”. Peraturan tersebut kemudian direvisi oleh Presiden Joko Widodo lewat Perpres No 117/2015 dengan penambahan ruas Jalan Tol Trans Sumatra dari 4 menjadi 24.   “Hasilnya dalam jangka panjang adalah terintegrasinya ekonomi Sumatra sebagai satu kesatuan yang tentu akan menjadi kekuatan pendorong ekonomi Sumatra dan Indonesia secara keseluruhan,” pungkas Bondan.

  • Wasiat Bung Hatta

    Salinan wasiat Bung Hatta (Twitter @Gustika) “Apabila saya meninggal dunia, saya ingin dikuburkan di Jakarta, tempat diproklamasikan Indonesia Merdeka. Saya tidak ingin dikubur di Makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikuburkan di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya.” Paragraf tersebut merupakan penggalan surat wasiat yang ditinggalkan proklamator Mohammad Hatta. Salinan wasiat bertanggal 10 Februari 1975 itu disisipkan dalam cuitan Gustika Hatta, cucu Bung Hatta, di akun media sosial  Twitter  pribadinya (31/03/2020). “Bude dan Kakak baru menemukan Salinan surat wasiat Datuk, nih. Coba dipastikan keaslian tulis tangannya,” ujar Gustika. Terkait wasiat tersebut, Meutia Hatta (putri pertama Hatta) menceritakan bahwa ayahnya itu pernah meninggalkan dua wasiat sebelum berpulang: penegasan Sukarno sebagai tokoh yang melahirkan Pancasila dan keinginan dimakamkan di tengah pekuburan rakyat, bukan di Taman Makam Pahlawan (TMP). Mengenai wasiat pertama tentang Sukarno dan Pancasila, menurut Meutia, terjadi saat ada usaha-usaha dari penguasa yang ingin mengecilkan sosok Sukarno dalam peranannya sebagai orang yang melahirkan Pancasila. Ketika itu ayahnya didatangi putra pertama Sukarno (Guntur Soekarnoputra). Guntur mengutarakan kerisauan keluarga Sukarno akan adanya usaha menjatuhkan ayahnya tersebut. Maka Bung Hatta pun bereaksi. Ia segera menulis sebuah surat yang isinya menegaskan peran Sukarno dalam kelahiran Pancasila. Meutia Hatta. (Fernando Randy/Historia). Sedangkan wasiat kedua berisi mengenai tempat peristirahatan terakhir Bung Hatta. Meutia berkisah, ayahnya pernah mengutarakan keinginan dipusarakan di pekuburan rakyat biasa. Bung Hatta tidak bersedia dimakamkan di TMP. Ia ingin tetap berada di tengah rakyat yang nasibnya diperjuangkan hampir seumur hidupnya. “Jadi tidak ingin dimakamkan di taman pahlawan. Karena ya barangkali dalam situasi ketika itu Bung Hatta agak kecewa karena yang menurut beliau tidak patut menjadi pahlawan ada di situ juga,” ucap Meutia. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) itu juga menyebut penolakan ayahnya merupakan bentuk protes terhadap situasi politik saat itu. Bagi Bung Hatta pemberian gelar pahlawan, dan siapa yang berhak dimakamkan di TMP telah disisipi kepentingan politik. Maka penolakan dari Bung Hatta akhirnya muncul. Dalam surat yang ditulis tahun 1975 tersebut, Bung Hatta berwasiat agar dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet. Tetapi Presiden Soeharto menetapkan TPU Tanah Kusir sebagai tempat peristirahatan terakhir Bung Hatta. Pemerintah mempersiapkan segala kebutuhannya. Dibantu insinyur Siswono Yudo Husodo, Soeharto merancang sendiri desain makam Bung Hatta di pekuburan Tanah Kusir. Bentuknya seperti yang terlihat sekarang. Selain bagi Bung Hatta, rancangan makam itu juga diperuntukkan bagi istrinya, Rachmi Hatta. Soeharto memang merancang makam tersebut untuk dua orang. Posisinya tepat berada di samping Bung Hatta. Rachmi sempat menolak usulan tersebut. Kemudian Soeharto berkata: “Oh tidak permaisuri, satu-satunya istri, harus berdampingan dengan suami,” kata Soeharto sebagaimana diceritakan Meutia. Usulan itupun akhirnya diterima keluarga. “Prinsip Bung Hatta soal wasiat tidak memikirkan diri sendiri, kecuali di mana dia mau dikubur. Itu sebetulnya simbol dari sifat beliau bahwa hidupnya betul-betul berjuang untuk bangsa. Jadi (dimakamkanlah Bung Hatta) di tengah pekuburan rakyat,” ungkap Meutia.

  • Calon Arang Memuja Durga Sang Penguasa Penyakit

    Hampir tengah malam. Calon Arang berjalan menuju kuburan. Ia diiringi murid-muridnya: Voksirsa, Mahisawadana, Lende, Guyang, Larung, dan Gandi. Mereka akan berdoa dan menari, menghormat pada Bhatari Durga. Kepadanya, Calon Arang akan menyampaikan permohonan agar kesumatnya bisa dibalaskan. Calon Arang adalah perempuan sakti ahli sihir dari Desa Girah. Ia sudah pada puncaknya merasa terhina karena tak ada yang mau menikah dengan putrinya yang cantik, Ratna Manggali. Semua lelaki takut menjadi menantu seorang Calon Arang. Di kuburan itu mereka pun menari sambil membunyikan alat musik. Tak lama Sang Durga pun menampakkan diri bersama para pengiringnya. “Tuanku, putera tuanku ingin mohon kehancuran penduduk seluruh negeri, demikian tujuan hamba,” kata Calon Arang sambil menyembah di hadapan Bhatari. “Baik, saya setuju, tetapi jangan sampai terlalu besar kemarahanmu hingga ke pusat negeri,” jawab sang Bhatari Bhagavati. Calon Arang menurut. Setelah menari sekali lagi mereka pulang ke Desa Girah. Tak lama kemudian banyak orang di desa-desa sakit hingga jatuh korban jiwa. Karena menyebabkan kekacauan, tentara raja mencoba memusnahkan Calon Arang. Calon Arang makin marah dan kembali mengajak murid-muridnya ke kuburan. Ia membaca mantra diiringi murid-muridnya. Alat-alat musik dibunyikan. Mereka menari. Ia mengirim kekuatan tenung hingga ke ibu kota dari empat arah mata angin. Calon Arang berjalan ke tengah kuburan, mencari mayat yang meninggal pada hari Sabtu Kliwon. Mayat itu diikatkan ke pohon kepuh lalu dihidupkannya kembali. Baru juga hidup, sang penyihir langsung memotong leher si zombie hingga kepalanya melesat. Darah yang memancar ia pakai untuk keramas. Ususnya dipakai untuk selempang dan kalung. Badannya dimasak untuk persembahan bagi Bhuta  dan semua yang ada di kuburan itu, terutama Bhatari Bhagavati. Maka, keluarlah Sang Bhatari. “Saya mohon izin kepada paduka Bhatari untuk membinasakan orang seluruh negara sampai di ibu kota sekalian,” kata Calon Arang. Permohonan Calon Arang diizinkan. Wabah penyakit yang hebat di seluruh negara mengakibatkan banyak orang mati. Mayat-mayat membusuk di rumah dan menumpuk di kuburan, ladang, dan jalan. Desa menjadi sepi, orang-orang menyelamatkan diri ke desa-desa lain. Begitulah dahsyatnya kutukan Calon Arang ke seluruh negeri. Kisah ini ditemukan dalam naskah berjudul Calon Arang . Filolog R.Ng . Poerbatjaraka menerjemahkannya dari bahasa Jawa Kuno ke dalam bahasa Belanda pada 1926 dalam tulisannya,  De Calon Arang . Poerbatjaraka menduga naskah Calon Arang ini mungkin menggambarkan peristiwa pada masa Raja Airlangga. Ia menghubungkannya dengan Prasasti Sanguran ( Calcutta Stone ) dari 982 M. Di dalamnya tertulis seorang raja perempuan yang sangat sakti seperti raksasi. Sihirnya telah dibinasakan oleh Airlangga, raja yang masyhur. Gambaran ini mengisahkan perseteruan antara Airlangga dan Calon Arang. Namun, Hariani Santiko, arkeolog Universitas Indonesia, dalam disertasinya “Kedudukan Bhatari Durga di Jawa pada Abad X-XV Masehi”, berpendapat bahwa cerita Calon Arang lebih pas jika ditempatkan pada masa Singhasari akhir atau Majapahit. Alasannya, nama Mpu Barada baru muncul pada prasasti Arca Joko Dolog dari masa Kertanegara tahun 1289. Terlebih lagi bukti-bukti adanya praktik upacara Tantra seperti dalam cerita Calon Arang  masih sangat jarang dijumpai pada abad-abad sebelum pemerintahan Kertanegara. “Sangat diragukan bahwa Calon Arang pertama kali disusun pada masa Airlangga,” katanya.   Dari kisah Calon Arang itu, menurut Dwi Cahyono, arkeolog dan pengajar sejarah di Universitas Negeri Malang, yang menarik untuk dicermati bahwa akibat teluh seorang ahli sihir, penduduk Daha tertimpa wabah penyakit mematikan. Di luar persoalan teluh, kemungkinan wabah penyakit memang benar pernah terjadi. “Dalam kisah itu penyakit disebabkan karena teluh Calon Arang. Apakah ini simbolik gambaran tentang pagebluk yang terjadi?” ujar Dwi kepada Historia. Anthony Reid dalam Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I: Tanah di Bawah Angin, berpendapat bahwa kisah-kisah lokal semacam itu terlalu kabur. Terutama cerita yang berkembang beberapa abad sebelum orang benar-benar mulai terbiasa mencatat. “Karena peninggalan-peninggalan tertulis yang ada hanya sampai pada kurun niaga, tidaklah bijaksana untuk terlalu mempercayai bukti-bukti mengenai parahnya wabah pada waktu itu,” tulis Reid. Kendati begitu, kata Hariani Santiko, pada masa lalu praktik memuja Durga untuk mengusir wabah penyakit memang pernah dilakukan. Masyarakat kuno pernah mengenal beberapa dewi yang dipercaya sebagai penguasa penyakit. Mereka mudah marah dan harus dijaga kepuasannya agar wabah penyakit tak menyerang. Menenangkan Bumi Di India, beberapa dewi dianggap sebagai pelindung manusia dari penyakit. Terutama dua penyakit yang sangat ditakuti: cacar dan kolera. Kendati dianggap pelindung, mereka terkadang juga bertindak sebagai penyebar penyakit. Terutama jika sang dewi murka dan tak puas terhadap manusia. Hariani menjelaskan, di India Utara sang penguasa penyakit dikenal dengan nama Sitala Dewi. Sementara di India Selatan dikenal beberapa nama dewi yang bertugas sama. Mariamma atau Mari dianggap sebagai dewi penguasa penyakit yang sangat ditakuti. Lalu ada anak-anak Durga, berjumlah tujuh dewi. Mereka dianggap sebagai penguasa penyakit yang mengancam anak-anak kecil. Ada juga para Gramadewata, yang di antaranya dianggap sebagai penguasa penyakit. Gramadewata adalah pelindung desa atau permukiman penduduk yang juga dikenal di India Utara. Khususnya di India Selatan pemujaan kepada Gramadewata ini sangat populer dan jumlahnya ribuan. “Setiap permukiman memiliki satu Gramadewata,” ujar Hariani. Hariani menjelaskan, munculnya dewi-dewi pelindung ini berhubungan dengan kepercayaan penduduk bahwa alam semesta penuh dengan kekuatan gaib. Kekuatan ini setiap waktu dapat mencelakakan manusia. Dewi pelindung, Gramadewata, diharapkan dapat menjaga mereka dari ancaman itu. Ini adalah upaya agar penduduk terhindar dari penyakit menular, gangguan makhluk jahat, penyakit ternak yang merugikan, kegagalan panen, kebakaran, atau tidak mempunyai keturunan. Namun, Gramadewata menuntut imbalan dari manusia. Penduduk harus memberi mereka persembahan yang memuaskan. Kalau kurang, Gramadewata akan berbalik mencelakakan penduduk. Karenanya setiap permukiman biasanya memiliki kuil sederhana. Tempat suci ini dikhususkan untuk Gramadewata. Di sana akan ditempatkan arca atau benda yang menjadi lambang dewi-dewi itu. Menurut I Wayan Redig, arkeolog Universitas Udayana, pemujaan terhadap dewi beralasan karena secara makrokosmis, bumi ini adalah ibu. Di bumi, segalanya dihidupkan, dipelihara, dan mati. Karenanya, untuk urusan memelihara, menyiapkan sumber kehidupan Ibu Pertiwi, seperti juga Durga menjadi Dewi Ibu yang akan selalu dipuja di banyak tempat. “Dewi Durga menjadi Dewi Ibu yang dipuja sepanjang masa karena selama manusia perlu hidup dan kehidupan ia tidak bisa lepas dari pangkuan sang Ibu ilahi ini,” jelas Redig dalam makalah “Durga Mahisasuramardini (Pemujaan Dewi Ibu Sepanjang Masa)” yang disampaikan pada Rembug Sastra (21 Mei 2016) di Pura Jagatnata, Denpasar, Bali. Durga Sang Penguasa Penyakit Di India Utara dan Selatan, Durga sama-sama dipuja sebagai dewi pelindung dari penyakit. “Durga dan Kali adalah dewi penting yang menguasai segala segi kehidupan manusia,” kata Hariani. “Di beberapa tempat Durga berbaur dengan Gramadewata dan akan menyebarkan penyakit kepada manusia dan ternak jika marah.” Durga memiliki berbagai aspek. Tiga di antaranya sering dibicarakan dalam kitab-kitab Purana  dan Tantra , yaitu Durga sebagai pembinasa asura , Durga sebagai penguasa tanam-tanaman dan kesuburan, dan Durga sebagai penguasa penyakit menular. Durga sangat ditakuti karena bisa menyebarkan penyakit sekaligus melindungi manusia dari wabah penyakit. Dalam kitab-kitab Purana, Durga seringkali dihubungkan dengan tujuh dewi pelindung anak-anak dari penyakit, yakni Kaki, Halima, Malini, Vrnila, Arya, Palala, dan Vaimitra. “Pemujaan tujuh ibu ini sangat penting di India Selatan, dan mereka dianggap sebagai saudara perempuan Durga,” kata Hariani. Karenanya, Durga Puja pun dilakukan. Menurut Hariani, berdasarkan Kitab Kalika Purana  apabila menjalankan Durga Puja pada tanggal 8 paro terang bulan Caitra  akan bebas dari segala kesusahan dan penyakit. Di Nusantara, khususnya di Jawa sedikit berbeda. Durga dikenal dalam dua aspek saja. Ia sebagai pembinasa asura  dan penguasa penyakit. Sementara penguasa tanaman dan kesuburan lebih dikenal sebagai Dewi Sri. Aspek Durga sebagai penguasa penyakit menular dalam sumber tertulis hanya ditemukan dalam kitab Calon Arang. Lebih banyak yang membicarakannya sebagai pembinasa asura . Sebagai aspek ini, ia dikenal dengan nama Durga Mahisasuramardini. Hariani mengatakan upacara yang dilakukan oleh Calon Arang dan murid-muridnya adalah upacara Tantra dengan mempergunakan ilmu gaib destruktif atau ilmu hitam. “Di sini yang dipuja adalah aspek Durga sebagai penguasa penyakit menular,” jelas Hariani. Kisah wabah penyakit akibat dendam Calon Arang itu pun berakhir setelah Mpu Bharadah membunuh dan meruwat sang ahli sihir dan Desa Girah.

bottom of page