top of page

Hasil pencarian

9591 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Prajurit Keraton Ikut PKI

    WOENTOE dan Tombeng merupakan dua pemuda asal Minahasa yang menjadi tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL). Keduanya bertugas di Batalyon Infanteri ke-15 di Cimahi, Bandung. Pada pertengahan 1927, keduanya berada di Semarang entah karena sedang bertugas atau ada kegiatan lain non-tugas. Ketika di Semarang itu lah pada 13 Juli 1927 Woentoe dan Tombeng bertemu seorang Kopral Wakidi alias Prawirosoengoto dari Legiun Mangkunegara. Ketiganya lalu membicarakan politik.  Algemeen Dagblad  tanggal 26 Juli 1927 menyebut, selain membicarakan tentang Rusia dan Tiongkok yang bergolak, mereka bicara soal “pemerintahan asing dan kaum kapitalis.”     Kopral dari pasukan keraton Mangkunegara itu kemudian kembali ke Solo. Legiun Mangkunegara merupakan hulptroepen  (pasukan bantuan) bagi militer Belanda. Ketika itu yang berkuasa di keraton Mangkunegaran adalah Kanjeng Pangeran Aria Adipati Mangkunegoro VII (Raden Soerjo Soeparto).   Woentoe dan Tombeng kemudian juga pergi ke Solo naik mobil. Kedua orang Minahasa itu menuju tangsi tentara kavaleri di Solo guna mereka mencari prajurit kavaleri KNIL bernama Rangkap. Ternyata Rangkap baru saja dari Manado.   Rangkap amat senang bertemu Woentoe dan Tombeng. Suasana hangat menyelimuti pertemuan mereka bertiga. Rangkap lalu diajak ikut dalam sebuah pertemuan di rumah Atmodikromo, yang juga serdadu Mangkunegara, pada Jumat (15 Juli 1927) malam.   Atmodikromo alias Soekarmin berpangkat soldaat   schoenmaker  (prajurit pengurus sepatu) di Legiun Mangkunegara. Ia bawahan dari Wakidi. Di sana, Rangkap berkenalan dengan pria yang tampak hebat di matanya dengan lencana kopral di seragamnya. Wakidi lalu bercerita soal pangkatnya.   “Saya telah melakukan yang terbaik dan belum lama ini diangkat menjadi kopral juru tulis," terang Wakidi kepada Rangkap.   Usia Wakidi alias Prawirosoengoto ketika itu 44 tahun. Sedangkan Soekarmin masih 33 tahun.   Singkat kata, Rangkap tertarik ikut gerakan yang dihelat di rumah Soekarmin itu. gerakan yang dimaksud adalah gerakan politik. Orang Minahasa dalam KNIL punya catatan setidaknya tiga kali memberontak terhadap Belanda di abad ke-20. Rangkap lalu diberi uang 500 gulden dan diminta mengajak prajuarit-prajurit kavaleri lain di kesatuannya untuk mendukung gerakan rahasia mereka. Rangkap setidaknya hendak membujuk 36 prajurit kavaleri di Solo untuk ikut dalam gerekan. Pun Kopral Prawirosoengoto, juga terus mencari kawan di kesatuannya.   “Dalam bulan ini, akan ada pemberontakan komunis, dan saat itu kau tidak boleh menembak mereka,” terang Kopral Prawirosoengoto.    Di masa itu, prajurit yang terlibat dalam komplotan itu makan mie yang cukup enak dan tak lupa mengajak orang-orang yang mau ikut untuk makan enak pula. Rangkap juga suka berbagi uang kepada kawan-kawannya di kesatuannya yang orang Madura. Masing-masing 5 gulden.   Namun, tiada rahasia yang benar-benar aman di dalam kesatuan militer. Dua di antara kawannya itu lalu melapor kepada Kapten Gaerlings di garnisun Solo tentang adanya gerakan makar. Kerusuhan yang direncanakan terjadi pada 17 dan 18 Juli 1927 di Solo itu akhirnya mati sebelum lahir. Pembersihan dengan cepat dilakukan. Rangkap jelas diperiksa komandan kesatuannya, Letnan Dua Fockema. Kopral Prawirosoengoto dan Atmodikromo juga kena gulung.   Rencana pemberontakan militer itu kerap dikaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 13 November 1926, orang sipil banyak terlibat pemberontakan yang terkait dengan PKI pula. Seperti orang sipil yang terlibat pemberontakan PKI pada 13 November 1926 di Jawa, Atmodikromo dan Wakidi juga diberi hukuman yang sama. De Indische Courant tanggal 20 Juli 1928 memberitakan, Kopral Prawirosoenggoto alias Wakidi dan Prajurit Atmodikromo alias Soekarmin lalu dibuang ke Boven Digoel. Keduanya adalah propagandis Sarekat Rajat Baroe yang tinggal di Surakarta. Kedua bekas Legiun Mangkunegaran itu pun menjalani isolasi di tengah belantara Papua yang sunyi dan sulit untuk melarikan diri.*

  • Harrison Ford dan Kepedulian Lingkungan

    SUATU hari di sebuah supermarket di San Carlos, California, Amerika Serikat, Harrison Ford mengelilingi hampir setiap lorongnya didampingi Lefcadio Cortesi, aktivis lingkungan Rainforest Action Network. Dengan menenteng keranjang belanja, mereka mencermati banyak produk yang komposisinya mengandung minyak sawit.

  • Tarik-Ulur Karet KB

    SELEPAS meraih gelar doktor antropologi dari Australian National University (ANU), Masri Singarimbun memutuskan menetap di Australia. Dia bekerja sebagai pembantu Atase Militer KBRI di Canberra sekaligus research fellow di ANU.

  • Siasat Bakker di Maluku

    SEORANG calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuat kehebohan di Maluku. Surat ajakan untuk memilih partainya beredar luas dan mengundang protes dari guru-guru Gereja Protestan Maluku dan pegawai-pegawai yang berasal dari Ambon. Dianggap mengandung kebencian, penghinaan, dan fitnah terhadap suku-suku Ambon.

  • Sekolah Islam ala Hamka

    LEPAS Ashar pada pertengahan 1952, Gazali dan Salim dari Yayasan Pesantren Islam (YPI) berkunjung ke rumah Hamka di Gang Toa Hong II. Mereka meminta saran Hamka tentang rencana YPI membangun masjid dan gedung kuliah di wilayah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Masalahnya dana YPI hanya cukup untuk membangun salah satunya. Mereka bertanya, “Manakah yang harus didahulukan?”

  • Riwayat Bola Sodok

    RICKY Yang Han Tjong memulai break  di babak ketujuh. Badannya membungkuk, matanya membidik sasaran. Stik di genggamannya bergerak maju-mundur mengunci tikaman. Dan… prakkk! Kumpulan bola bercerai membentuk skema. Satu per satu bola diantarkannya ke lubang, tanpa memberi seterunya, pebiliar tuan rumah, Jeffry De Luna mencicipi tikaman.

  • Pecah Kongsi Perkawinan S.K. Trimurti dan Sayuti Melik

    KEDUA remaja ini kerap bertukar pikiran dan perdebatan. Yang dibahas bukan soal sepele; teori, strategi, dan siasat perjuangan. Kadang sengit. Masing-masing mempertahankan pendapatnya. Tak mau kalah atau mengalah. Tapi masing-masing menghargai pendapat lawan. “Saya senang sekali bertukar pikiran dengannya, dan terus terang, tak pernah terpikir bahwa dialah yang akan menjadi suami saya di kemudian hari,” tulis S.K. Trimurti.

  • Meraih Makna Perintah Tuhan

    SETIAP selesai salat subuh dilanjutkan wirid dan doa, jemaah laki-laki dan perempuan di mesjid, yang kemudian bernama Mesjid Agung Al-Azhar, membentuk halakah atau melingkar. Kepada mereka, Hamka memberikan pengajian tafsir Al-Qur’an, sejak tahun 1958. Para jemaah terkadang payah mengingat kembali tafsir-tafsir itu sehingga perlu untuk mengumpulkannya. Tafsir itu kemudian direkam dengan tape recorder .

  • Liku Langkah Menuju Takhta

    BERTIE, nama panggilan Raja Edward VII di Inggris, menulis dalam buku hariannya pada Rabu, 4 Mei 1910: Raja bersantap malam sendiri .

  • Kue Bika Bernama Majelis Ulama

    TELEPON di rumah Hamka berdering. Hamka beranjak menyongsong telepon, meninggalkan tayangan tinju Muhammad Ali vs Joe Bugner di televisi pada akhir Juni 1975.

  • Kontroversi Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto

    KADER partai Golongan Karya sepakat akan terus berusaha agar pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden Soeharto. Kesepakatan itu diputuskan dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar di Nusa Dua, Bali bulan Mei 2016.

  • Kala Pasukan TNI Kelaparan di Kebun Rakyat

    MENDIANG Mayor (Purn.) Sumbat Sembiring berkisah tentang perjuangannya sewaktu ikut Perang Kemerdekaan. Dia angkat senjata sejak 1945, di usia 15 tahun, di kampungnya di Pancur Batu, sekira 20 km dari Medan. Semula Sumbat menjadi anggota Laskar Napindo pimpinan Selamat Ginting. Saat itu, Kota Medan sudah dikuasai tentara Belanda. Kelompok laskar berpencar-pencar melancarkan gerilya.

bottom of page