Hasil pencarian
9584 hasil ditemukan dengan pencarian kosong
- Rosihan Anwar Jatuh Bangun Koran Kiblik
Sebuah kabar menyenangkan datang dari Soemanang Soerjowinoto, pemimpin redaksi harian Pemandangan , pada 1948. Soemanang memberitahukan Rosihan Anwar bahwa R.H.O. Djuanedi, penerbit Pemandangan , memiliki dana dan ingin menerbitkan koran yang membawa suara kaum kiblik. Sebelum Perang Dunia II, Djunaedi sudah menerbitkan harian Pemandangan dengan Soemanang sebagai pemimpin redaksinya. Djunaedi ingin memanfaatkan percetakan Pemandangan di Senen Raya 107 untuk menerbitkan sebuah koran lagi. Syaratnya sederhana. Nama depan koran harus dengan huruf “P”, sama dengan nama depan Pemandangan.
- Salad, Lezaaat…
SAMA-sama hobi makan salad, sekelompok orang mendirikan komunitas di dunia maya. Namanya saladjakarta.groupsite.com . Forum ini, sebagaimana terpampang di situswebnya, “adalah komunitas ( beta community ) penggemar makanan salad untuk daerah Jakarta dan sekitarnya.” Sejak ribuan tahun silam hidangan ini menjadi menu makanan orang di banyak tempat. “Salad mungkin sudah diciptakan ketika manusia pertama makan beberapa jenis tumbuhan –rumput liar dan biji-bijian, bunga, kulit kayu, dan apa saja yang tersedia,” tulis Patty Inglish, penulis dan peneliti asal Central Ohio, di http://hubpages.com .
- Menghapus Rabies
KETIKA tigabelas penduduk desa mereka digigit anjing dalam jangka waktu sepuluh hari di awal Agustus 2009, penduduk dan pemuka adat Ngis di Tabanan, Bali, segera berembug mengatasi kemungkinan terburuk: wabah rabies memasuki desa mereka. Masyarakat desa Ngis sepakat menandatangani enam butir perarem (aturan atau kesepakatan adat) terkait perawatan, kewajiban vaksinasi anjing, serta tidak membawa anjing peliharaan keluar dari desa, seperti diberitakan The Jakarta Post 2 Oktober 2009. Bali sebelumnya merupakan daerah bebas rabies. Pada November 2008, peningkatan kasus rabies pada manusia melanda Bali. Hingga awal Maret 2011, tercatat sekitar 124 korban manusia meninggal akibat gigitan anjing rabies.
- Ada Apa dengan Bendera
Dalam rubrik Konsultasi Ulama di tabloid Suara Islam edisi 109 (18 Maret-1 April 2011), Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat KH A. Cholil Ridwan mengharamkan umat Islam untuk memberi hormat kapada bendera dan lagu kebangsaan. Landasannya fatwa ulama Saudi Arabia pada 26 Desember 2003. Pernyataan pribadi Cholil mendapat dukungan dari Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Baasyir. Sementara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengharamkan jika niatnya untuk menyucikan bendera; tapi tak masalah jika hanya seremonial. MUI sendiri bilang tak pernah mengeluarkan fatwa haram.
- Kelezatan Bakteri
SEJAK ratusan atau ribuan tahun lalu yogurt diyakini sebagai nutrisi kesehatan. Banyak orang mengkonsumsinya secara rutin. Selain meningkatkan daya tahan tubuh, yogurt berkhasiat menurunkan kadar kolesterol jahat dan menyembuhkan radang sendi. Tak ada yang tahu pasti kapan dan bagaimana yogurt ditemukan. Neil R. Gazel dalam Beatrice: From Buildup Through Breakup mencatat apa yang sekarang dikenal sebagai yogurt mungkin sudah dikenal sejak zaman batu. Ia sudah disebutkan dalam Iliad karya Homerus dan Injil. Sementara Don Tribby dalam “Yogurt”, dimuat dalam buku The Sensory Evaluation of Dairy Products karya Stephanie Clark, Michael Costello, Floyd W. Bodyfelt, dan Maryanne Drake menyebut yogurt sudah ada sejak zaman Mesopotamia sekira tahun 5000 SM, tanpa kesengajaan.
- Wilders Kejepit Hitler dan Wagner
PERUPA Belanda Jasper de Beijer, 37 tahun, bikin kejutan. Dia membuat lukisan Geert Wilders muda dalam tampang aslinya. Tampang asli? Iya, karena ketika masih muda, pada usia awal 20-an, Wilders belum berambut pirang seperti sekarang. Politikus anti Islam pemblonda rambut itu masih berambut warna kelam, sesuai latar belakang indisch- nya. Wilders, seperti kita tahu, memang punya nenek moyang yang berasal dari Hindia Belanda, cikal bakal Indonesia.
- Siapa Peluk Istri Belanda alias Guling
SETIAP malam, sebagian dari kita terbiasa tidur dengan memeluk “istri Belanda” (Dutch wife) alias guling. Tanpanya tidur tak terasa nyaman. Tapi di masa lalu, tak semua orang bisa memilikinya. Hanya kalangan atas atau priyayi. Kisah dalam novel Jejak Langkah karya Pramoedya Ananta Toer, menyentil kebiasaan itu. Dalam sebuah percakapan sesama mahasiswa School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau Sekolah Pendidikan Dokter Pribumi, Wilam membicarakan lelucon-lelucon dari kehidupan tuan tanah bangsa Inggris kepada sahabat-sahabatnya, termasuk Minke. “Tahu kalian apa sebab di dalam asrama tidak boleh ada guling?”
- Pembuka Jalan Gerakan Perempuan
USIANYA 87 tahun. Tapi kesehatannya terbilang masih baik. Dia masih suka minum kopi. Bicaranya masih lancar. Hanya kaki kirinya saja lumpuh. Dia pun hanya bisa berbaring di ranjang, di sebuah kamar berukuran 3 x 4 meter, di rumah anak seorang teman di Jalan Tegalan, Matraman, Kampung Melayu, Jakarta Pusat. Awal Februari lalu, bersama beberapa teman, saya menjenguknya. Walau sakit, dengan bersemangat dia menjawab tentang gerakan perempuan saat itu. Bahkan dia sempat menantang begini, “Ayo mau tanya apa lagi?”
- Mengabadikan Cinta Melalui Surat Cinta
KATA-KATA tertulis membekukan momen-momen cinta; bergejolak penuh harap atau menyerah kalah. Ketika penyair Roma, Ovid, menjalani masa pembuangan di Tomis, Laut Hitam, karena dianggap membahayakan moral bangsa Roma, surat cintanya bagi istri ketiganya penuh nada penyesalan dan kerinduan: “Semoga Tuhan mengizinkanku kembali melihatmu. Jika itu terjadi, aku akan mencium kedua pipimu; dan memeluk tubuhmu yang menjadi kurus sambil berkata, “ini semua akibat kegelisahan, yang aku sebabkan,” serta menangis tersedu-sedu mengingat kembali semua kesedihanku langsung di hadapanmu…”
- Perempuan dan Sabuk Hijau
KENYA, musim dingin 1999. Seorang perempuan tua menanam pohon di hutan rakyat Karuna di Nairobi sebagai bentuk protes atas kerusakan hutan. Namun, tak lama kemudian, sejumlah orang yang bekerja pada pengembang real estate menebangnya. Petugas keamanan pengembang lalu menyerang perempuan itu dan kelompoknya. Kepalanya kena bacok. Beberapa orang terluka.
- Tokek… Tokek… Tokek…
POSTURNYA tinggi, dibalut stelan putih-putih. Dia tampak bugar di usianya yang sudah uzur. Bahasa Indonesianya lancar, meski hampir 30 tahun meninggalkan Indonesia. “Indonesia adalah rumah kedua saya,” kata Horst Henry Geerken, saat menghadiri sebuah acara bedah buku di Jakarta. Geerken pernah tinggal di Indonesia pada 1963. Seharusnya dia hanya tinggal 3-4 tahun, tapi akhirnya sampai 18 tahun (hingga 1981). Dari seringnya melakukan perjalanan dinas dan pribadi, Geerken belajar menghargai Indonesia dan masyarakatnya. Dia lalu menjalin pengalaman pribadinya selama masa kekacauan politik dan rekonstruksi ekonomi Indonesia dalam sebuah buku dengan judul unik: Der Ruf des Geckos atau Panggilan Tokek . Tapi, mengapa tokek?
- Boikot Film
FILM-film impor, Hollywood maupun non-Hollywood, tak tayang lagi di bioskop-bioskop di Indonesia. Ini bagian dari ptotes Motion Picture Association of America (MPAA) dan Ikatan Perusahaan Film Impor Indonesia (Ikapifi) terhadap kebijakan Direktorat Jenderal Bea Cukai yang menerapkan bea masuk atas hak distribusi film impor. Kebijakan pemerintah itu menuai polemik. Ada yang menganggap kualitas film Indonesia masih jauh dari harapan, dan adanya film impor justru bisa membuat para insan film nasional belajar dari segi ide maupun teknik. Sebagian menilai selama ini pajak film impor terlalu kecil; cuma Rp 2 juta per kopi. Sementara besar pajak produksi film nasional saat ini sekira 10% dari keseluruhan pagu anggaran produksi sebuah film. Misalnya, film berbiaya produksi Rp 5 milyar, kena pajak Rp 500 juta. Jadi, ada masalah ketidakadilan, yang sudah lama menghimpit perfilman nasional.





















