top of page

Hasil pencarian

9591 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Imlek Bersama Presiden Jokowi

    Presiden Joko Widodo menjadi magnet dalam perayaan Imlek Nasional 2020 di ICE BSD Tangerang Selatan, Kamis, 30 Januari 2020. Dalam perayaan tahun baru Tionghoa itu, Jokowi menyampaikan pentingnya menjaga keberagaman dan pluralisme. Ia juga sempat berkelakar soal kerja keras. "Selamat memasuki tahun tikus logam. Shio saya kerbau. Katanya tahun ini saya harus kerja keras. Padahal tahun kemarin saya sudah super kerja keras," seloroh Jokowi dalam sambutannya. Presiden ketujuh itu juga menarik perhatian hadirin karena mengenakan baju tradisional Tiongkok, changshan berwarna merah. Baju yang dipakai itu merupakan baju yang dirancang oleh desainer Anne Avantie. "Saya senang sekali hari ini bisa pakai baju ini ( changshan )," kata Jokowi disambut tepuk tangan hadirin. Presiden bersama Susi Susanti dan seorang hadirin ketika hendak membagikan sepeda. (Fernando Randy/Historia). Dalam acara tersebut tampak hadir mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dan istri mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid. Serta hadir pula Menteri Agama Fachrul Razi dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, serta perwakilan dari kerajaan-kerajaan yang masih ada di Indonesia. Darma Ismayanto dalam tulisannya di historia.id , Kala Musim Semi Tiba ,  menyebut Imlek atau Tahun Baru Cina di negeri asalnya merupakan perayaan menyambut musim semi. Tradisi ini berkaitan dengan sistem penanggalan kalender Tionghoa yang berpatokan pada peredaran bulan berpadu peredaran matahari. Sistem penghitungan ini dikenal sebagai kalender Lunisolar, di mana awal tahun bertepatan dengan masuknya musim semi. Karena itu, di Tiongkok, Tahun Baru Imlek lebih dikenal dengan sebutan Chunjie (perayaan musim semi). Aksi paduan suara di acara Imlek Nasional 2020. ( Foto : Fernando Randy/Historia) Sementara Novi Basuki, mahasiswa doktoral di Sun Yat-sen University, Cina, menyebut perayaan tahun baru Imlek merupakan hari rayanya kaum tani. Kitab Shang Shu dan dan kitab Li Ji telah menyebut adanya perayaan ini pada masa Kaisar Shun berkuasa sekitar 2184 SM. Hal ini juga berkaitan dengan Tiongkok sebagai negara agraris sejak ribuan tahun sebelum kelahiran Khonghucu. "Dengan demikian barangkali bisa dibilang, hari raya Imlek bukanlah monopoli pemeluk agama Khonghucu semata, melainkan seluruh masyarakat Cina, terlepas apa pun agama yang kini diimani atau tidak diimani mereka,” tulis Basuki dalam artikelnya di historia.id : Benarkah Khonghucu Memerintahkan Perayaan Tahun Baru Imlek? Di Indonesia, perayaan Imlek diperkirakan sudah ada sejak orang-orang Tionghoa bermigrasi ke kepulauan Nusantara dan membentuk komunitas-komunitas Tionghoa. Pada masa penjajahan, pemerintah melarang adanya perayaan Imlek. Kemudian pada masa pedudukan Jepang, berdasarkan keputusan Osamu Seiri No. 26 tanggal 1 Agustus 1942 hari raya Imlek menjadi hari libur resmi. Salah satu penyanyi saat menghibur di acara Imlek Nasional 2020. ( Foto : Fernando Randy/Historia) Ini merupakan kali pertama perayaan Imlek di Hindia Belanda diakui secara resmi dan dijadikan hari libur. Hal ini ternyata merupakan cara pemerintah Jepang "membersihkan" masyarakat Tionghoa dari pengaruh budaya Barat. Pada masa pemerintahan Sukarno, Imlek tetap dirayakan. Kala itu, Sukarno mengeluarkan Penetapan Pemerintah 1946 No.2/Um tentang “Aturan tentang Hari Raya” di mana pada Pasal 4 menyebut Hari Raya Tiong Hwa meliputi Tahun Baru, Wafat N. Kong Hu Cu, Tsing Bing dan Hari Lahir N. Khong Hu Cu. Kemudian pada Pasal 5 disebutkan bahwa, "pada hari Raya Tiong Hwa, maka semua kantor pemerintah dibuka setengah hari, kecuali kantor-kantor pejabatan penting yang menurut pendapatan kepalanya harus dibuka sehari, sedangkan pegawai bangsa Tiong Hwa diwajibkan masuk kantor." Barongsai dalam perayaan Imlek Nasional 2020. (Fernando Randy/Historia). Setelah Sukarno lengser dan kekuasaan diambil alih Soeharto, terjadi pelarangan terhadap Imlek. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1967, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk perayaan Imlek. Pada masa ini, perayaan Imlek digelar secara tertutup dan diam-diam. Sejak 2000, Imlek kembali dapat dirayakan secara terbuka oleh masayarakat Tionghoa di Indonesia. Keran bagi ekspresi kebudayaan masyarakat Tionghoa kembali dibuka oleh Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur setelah mencabut Inpres Nomor 14 tahun 1967. Kemudian pada 2002, Presiden Megawati Soekarnoputri menjadikan Imlek sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 19 tahun 2002. Sejak itu, Imlek kembali digelar dengan semarak.

  • Perjalanan Hidup Ip Man

    MENGENAKAN kacamata hitam untuk menutupi air matanya, Bruce Lee (diperankan Danny Chan) berusaha berjalan tegap. Beberapa langkah di hadapannya tampak foto mendiang guru paling dihormatinya, Ip Man, yang wafat pada 2 Desember 1972. Perjalanan Ip Man juga ditampikan dalam beberapa cuplikan di akhir bagian film Ip Man 4: The Finale,  seri layar lebar paripurna Ip Man yang diperankan Donnie Yen .   Dari empat seri Ip Man yang diperankan Donnie Yen, diakui Sifu  Martin Kusuma, pendiri Tradisional Ip Man Wing Chun (TIMWC) Indonesia, bahwa sebagian besar kisah-kisahnya didramatisir. “Kisah aslinya Ip Man enggak seperti itu. Memang banyak sekali dramatisasinya. Kalau diurutin dari seri yang pertama, enggak ada yang benar sebetulnya,” ujar Martin kepada Historia . Sifu Martin Kusuma pendiri Tradisional Ip Man Wing Chun Indonesia yang belajar langsung dari Ip Ching, putra kedua Ip Man (Foto: Fernando Randy/HISTORIA) Keluarga Tuan Tanah Dalam biografi yang dituliskan putra keduanya, Ip Ching, bersama Ron Heimberger, Ip Man: Portrait of a Kung Fu Master , disebutkan Ip Man lahir di Foshan, Provinsi Guangdong, China selatan pada 1 Oktober 1893 dari keluarga kaya raya. Nama lahirnya Ip Kai-man. Ia anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ip Oip-dor dan Ng Shui. Ip Oi-dor merupakan hartawan pemilik banyak bisnis dan investasi tanah. Kerajaan bisnisnya membentang dari jalan-jalan utama kota Foshan sampai Hong Kong. Dari salah seorang penyewa lahan ayahnyalah Ip Man mengenal wing chun. “Ip Man pertamakali mengenal wing chun dari Chan Wah-shun. Dia orang yang menyewa lahan di belakang rumahnya Ip Man,” sambung Martin. Ip Man kecil tumbuh sebagai anak yang pintar selama belajar pendidikan Khonghucu. Namun sejak Chan Wah-shun membuka kelas wing chun di belakang rumahnya yang disewa dari Ip Oi-dor pada 1905, Ip Man yang baru berusia 12 tahun mulai sering telat pulang. Usai sekolah, biasanya Ip Man lebih dulu menonton guru wing chun itu mengajar beberapa muridnya, di antaranya putranya sendiri Chan Yiu-min dan Ng Chung-so. Di kemudian hari, keduanya jadi guru Ip Man. “Segera ia minta untuk menjadi murid Chan Wah-shun dan permintaan itu membuat Chan berada di posisi sulit. Ia cemas karena kondisi Ip Man yang sering sakit-sakitan, namun di sisi lain ia anak tuan tanah yang tempatnya dia sewa. Chan mencoba melunturkan semangatnya dengan mengatakan bahwa lazimnya anak berpendidikan dan kaya takkan bisa jadi murid beladiri yang baik,” ungkap Benjamin Judkins dan Jon Nielson dalam The Creation of Wing Chun: A Social History of the Southern Chinese Martial Arts. Kolase sosok asli Ip Man di usia senja (Foto: londonwingchun.net/kwokwingchum.com ) Upaya Chan gagal lantaran Ip Man bersikeras ingin belajar wing chun sebagai murid ke-16 alias murid terakhir Chan. Sang guru akhirnya memberi syarat Ip Man membayar uang latihan dengan 20 ons perak murni jika ingin menjadi muridnya. Jumlah itu lebih mahal dari bayaran 15 murid lain yang hanya membayar 20 tael. “Harga 20 ons perak murni di masa itu bisa untuk beli sebuah rumah, membiayai sebuah pernikahan, atau memulai bisnis kecil-kecilan. Keesokan harinya Chan syok melihat Ip Man datang dengan syarat yang diminta. Setelah Chan membicarakannya dengan Ip Oi-dor, Chan insyaf bahwa memang keinginan keluarga untuk Ip Man belajar beladiri dan Chan menerima Ip Man sebagai murid ke-16 dan terakhir,” lanjut Judkins dan Nielson. Ip Man hanya tiga tahun dilatih Chan lantaran kesehatan sang guru menurun dan akhirnya pensiun. Namun, Ip Man tetap bisa terus belajar lantaran Chan mewasiatkan pada Ng Chung-so untuk meneruskan melatih Ip Man hingga usia 15 tahun. Kala itu usia 15 dianggap sudah usia dewasa. Di usia itu pula Ip Man kemudian dikirim orangtuanya ke Hong Kong untuk meneruskan pendidikan. Lewat bantuan kerabatnya, Leung Fut-ting, Ip Man masuk sekolah berbahasa Inggris terbaik di Hong Kong, St. Stephen’s College. Tanpa guru di Hong Kong, Ip Man hanya bisa berlatih wing chun sendiri bermodal ajaran-ajaran teknik chi sao (teknik tempel tangan), dan mok yan jong (boneka kayu). Ip Man berkembang menjadi arogan lantaran tiada satupun teman-temannya yang bisa mengalahkannya. Arogansi itu membuatnya kemudian harus bertarung menghadapi pria paruh baya bernama Leung Bik. Pertarungan itu berawal dari ulah Lai Yip-chi, teman Ip Man. Lai memberi tahu bahwa seorang teman ayahnya yang usianya sudah 50-an merupakan praktisi kungfu. Lai menantang Ip Man untuk menghadapinya. Tantangan itupun diterima Ip Man dengan senang hati. Meski Bik sudah paruh baya, gerakannya lebih cepat dari Ip Man. Gerakan-gerakannya bikin Ip Man tak berdaya. Kiri ke kanan: Chan Wah-shun guru pertama Ip Man, Leung Bik guru ketiga Ip Man, Dr Leung Jan yang merupakan ayah Leung Bik dan guru dari Chan Wah-shun (Foto: dragonwingchun.com ) Ip Man mengaku kalah dan tak berani tarung ulang. “Saya merasa terlalu malu untuk bertemu dia lagi. Saya bukan tandingannya sama sekali,” cetus Ip Man, dikutip Samuel Kwok, salah satu murid Ip Man, dalam The Weapons of Wing Chun . Ip Man baru tahu di kemudian hari bahwa Bik adalah anak dari Dr. Leung Jan, guru Chan Wah-shun si guru wing chun pertama Ip Man. Ip Man lalu minta diri untuk jadi murid Bik dan sang guru menerima Ip Man dengan senang hati. Titik Balik Ip Man baru pulang ke Foshan tahun 1917 atau enam tahun pasca-keruntuhan Dinasti Qing. Namun sepeninggal sang ayah, Ip Man yang mewarisi hartanya, menjual sejumlah aset bisnis di Hong Kong. Ip Man memilih hidup dari hasil penjualan aset-aset bisnis itu ketimbang melanjutkannya. Dengan begitu ia merasa lebih bebas memperdalam wing chun pada Ng Chung-so sekaligus menata reputasi bagi jago-jago kungfu manapun yang menantangnya. Ia juga menikahi anak tuan tanah lain, Cheung Wing-sing, pada 1923. Putra pertamanya, Ip Chun, lahir setahun berselang. “Ip Man itu anaknya ada empat. Selain Ip Chun, ada Ip Ching dan dua lagi perempuan (Ip Nga-sum dan Ip Siu-wah, red. ). Kalau di film Ip Man pertama (2008), Ip Chun yang ditonjolkan. Kalau di Ip Man 4 ini Ip Ching. Tapi di film-filmnya enggak pernah ditonjolkan dua anak perempuannya, mungkin karena memang enggak belajar beladiri,” sambung Martin. Kolase sosok Ip Man yang diperankan Donnie Yen (Foto: Mandarin Films) Sial baginya. Ketika tengah menikmati hidup tenang dengan membuka sekolah wing chun dan melanjutkan beberapa bisnis yang masih berjalan, situasi geopolitik berubah. China diinvasi Jepang pada Juli 1937. Itu jadi awal titik balik kehidupan Ip Man. Rumah mewah dan beberapa bisnisnya diambil paksa tentara pendudukan Jepang. “Orang Jepang tahu Ip Man merupakan ahli kungfu. Selama pendudukan Jepang, Ip Man menerima banyak undangan untuk melatih tentara Jepang. Tetapi ia menolak dan malah memilih mengungsi ke rumah Kwok Fu (salah satu murid Ip Man, red. ) di pedesaan luar kota Foshan,” ujar Robert Hill dalam World of Martial Arts! Selepas Perang Dunia II, yang membuat Jepang angkat kaki dari China, Ip Man tak bisa hidup seperti sediakala. Jaringan bisnis tekstilnya hancur. Harta Ip Man di rumah mewahnya habis sudah banyak dijarah Jepang. Ia hanya bisa mengandalkan reputasinya sebagai guru kungfu untuk menjadi kepala polisi Kuomintang di Foshan. Kondisinya lebih nahas menimpa Ip Man ketika pada 1949 Partai Komunis China (PKC) digdaya di Perang Saudara (1946-1949). Ketika PKC mendirikan Republik Rakyat China, Ip Man yang seorang perwira polisi Nasionalis tak punya pilihan untuk bertahan. Seiring tanah-tanah miliknya direbut kaum Komunis atas nama reforma agraria, Ip Man mengungsi ke Hong Kong via Taiwan dan Makau. Potret Ip Man dan Bruce Lee, salah satu muridnya yang paling populer lintas benua (Foto: kwokwingchun.com ) Kehidupannya tambah menyedihkan lantaran harus berpisah dengan putri dan istrinya. Upaya istri dan anaknya menyusulnya pada 1951 gagal lantaran China menutup perbatasannya dengan Hong Kong. “Fakta itu yang kemudian juga salah di film-filmnya. Padahal istrinya enggak bisa ikut ke Hong Kong, tapi di film ada. Juga terkait Ip Ching, guru saya. Di film (Ip Man 2) disebutkan dia lahir di Hong Kong, padahal dia sudah lahir duluan di Foshan,” tutur Martin lagi. Ip Man tak punya skill lain selain wing chun lantaran ia pilih menganggur setelah lulus dari St. Stephen’s College. Dengan sepicis-dua picis modal yang dia punya, Ip Man pun membuka sekolah wing chun di Castle Peak Road, Distrik Sham Shui Po, dan kemudian pindah ke Lee Tat Street di Distrik Yau Ma Tei. Dari Hong Kong itulah wing chun dipopulerkan oleh beberapa muridnya, seperti Duncan Leung dan Lee Jung Fang alias Bruce Lee, ke seluruh dunia. “Memang yang paling menonjol menyebarkan wing chun itu Ip Man. Katakanlah 90 persen yang ada di dunia itu wing chun-nya Ip Man. Karena sejak 1949 Komunis itu menang, mereka ada Revolusi Budaya. Semua unsur agama dan budaya dibubarkan, termasuk kungfu. Jadi para guru kungfu itu menyebar keluar China. Dan yang beraliran wing chun hanya sedikit dan kurang berkembang selain Ip Man,” tandas Martin.

  • Lagu Buat Alex Kawilarang

    KETIKA masih berpangkat mayor (1946), demi suatu kepentingan Alex Evert Kawilarang ada di Jakarta. Berpenampilan sebagai orang sipil, ia menumpang sebuah becak untuk sampai ke tujuan. Tak dinyana, di depan Centraal Burger Ziekenhuis (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), becak yang ditumpanginya disalip sebuah jip militer berisi 4 serdadu KNIL. Jip tersebut kemudian berhenti beberapa meter di depan becak yang ditumpangi Kawilarang. Para serdadu KNIL itu dalam gerakan kilat berloncatan dari kendaraan itu dan salah seorang dari mereka berdiri menghadang perjalanan Kawilarang. “Saya kenal orang itu. Dia perwira KNIL Sam de Jong, teman sekelas saya semasa di KMA (Akademi Militer Kerajaan),” ungkap Kawilarang seperti tertulis dalam otobiografinya, Untuk Sang Merah Putih  (disusun oleh Ramadhan K.H.) Kawilarang berpikir Sam pasti belum tahu dirinya sudah bergabung dengan TKR. Setelah keluar dari becak, dia kemudian mengulurkan tangannya kepada Sam sambil berbicara dalam bahasa Belanda. “Halo Sam. Kok ada di sini? Aduh saya tidak berseragam KNIL karena masih sakit akibat ditangkap Kenpeitai,” ujar Kawilarang. Selintas muncul bisikan di pikirannya untuk tidak memberi kesempatan kepada Sam untuk bicara. “Sam kau tinggal di mana? Nanti sore saya ke sana…” “Ya, ya…” jawabnya sambl matanya terus mengawasi Kawilarang. “Aduh Sam, saya belum bisa mendapat pekerjaan setelah disiksa oleh Jepang. Saya masih nganggur,” Kawilarang terus nyerocos. Seperti tidak paham apa yang harus dilakukan, Sam de Jonge hanya bisa menganguk-anggukan kepalanya seraya bertolak pinggang. Kendati tidak terlihat memiliki niat jahat namun nampak sekali sikapnya pun agak kurang ramah terhadap Kawilarang. Sebelum kawan lamanya itu berubah pikiran, Kawilarang lantas cepat pamit. Maka selamatlah dia dari incaran kawan lamanya tersebut. 32 tahun kemudian, soal pertemuan itu dibahas oleh Kawilarang dan Sam pada saat keduanya bertemu dalam reuni peringatan berdirinya KMA yang ke-150 di Breda, Belanda. Di luar perkiraan Kawilarang, ternyata Sam sebenarnya sudah tahu bahwa kawannya itu telah bergabung dengan tentara Republik. “Kenapa kau tidak menangkap saya?” tanya Kawilarang “Bagaimana bisa kawan menangkap sesama kawan di luar pertempuran?” jawab Sam. Ternyata solidaritas korps di KMA tetap terjaga kendati dalam kondisi mereka harus saling berhadapan sebagai musuh. Penghargaan atas persahabatan satu korps juga diperlihatkan para perwira KNIL (yang pernah satu angkatan dengan Kawilarang) di medan pertempuran. Dalam otobiografinya, Kawilarang berkisah saat bergerilya di pelosok selatan Cianjur dia kerap mendapat kiriman lagu via Radio Angkatan Bersenjata Belanda. “Maka di bulan Maret, 1947 saya dengar penyiar radio itu bicara dalam bahasa Belanda: Dan sekarang untuk Letnan Kolonel Alex Kawilarang dari TNI, dari kawan-kawan lamanya, inilah (lagu) ‘Lay that pistol down’…” tutur Alex Kawilarang. Sejak itulah, sang overste hampir tiap dua minggu sekali rutin mendapat kiriman lagu-lagu yang sedang populer. Belakangan Alex mendengar bahwa permintaan tersebut berasal dari teman-teman sekelasnya di KMA sebelum perang. Kendati menjadi musuh, kawan-kawan Alex Kawilarang sangat memahami dan menghormati pilihan lelaki asal Minahasa itu untuk bergabung dengan TNI. Dalam memoarnya, Ed Mahler menulis kesan pribadi mengenai pilihan kawan seangkatannya di KMA tersebut. “Lex Kawilarang tentunya memiliki alasan tersendiri untuk memilih pihak Indonesia. Memang pada saat itu saya sempat tidak bisa memahami bahwa di tahun 1946 kami telah saling berperang dengan sengit dan penuh keyakinan,” ujar Mahler seperti dikutip Gert Oostindie dalam Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950: Kesaksian Perang pada Sisi Sejarah yang Salah.

  • Prasasti Kutukan Sriwijaya di Wilayah Taklukkan

    Prasasti kutukan terlengkap ditemukan Kota Sriwijaya, Palembang. Penguasa Sriwijaya juga menempatkan prasasti kutukan di luar pusat kota, yaitu daerah-daerah yang mereka taklukkan. Dua prasasti kutukan yang ditempatkan di Palembang, yaitu Prasasti Bom Baru dan Prasasti Telaga Batu. Selain itu, ada Prasasti Baturaja yang ditemukan di Baturaja. Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka. Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi. Sementara Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Jabung ditemukan di Lampung. Bambang Budi Utomo, arkeolog senior Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, menjelaskan Palembang telah dihuni manusia paling tidak sejak abad ke-7, tepatnya pada 682. Ini sesuai dengan pertanggalan Prasasti Kedukan Bukit yang memberitakan keberhasilan perjalanan Dapunta Hiyang, seorang penguasa dari Kedatuan Sriwijaya.   Sebelum abad ke-7 pun mungkin Palembang sudah berpenghuni. Pasalnya, jauh di pedalaman Musi dan anak-anak sungainya sudah berkembang kebudayaan yang lebih awal. Misalnya di daerah dataran tinggi Pasemah, di sekitar kota Pagaralam, dan Lahat. “Melalui Sungai Musi dan anak-anaknya, manusia dari daerah pedalaman datang ke Palembang,” kata Bambang kepada historia.id . Palembang juga merupakan tempat bertemunya Sungai Ogan, Sungai Komering, Sungai Kramasan dengan Sungai Musi. Akibatnya, ia menjadi tempat bertemunya manusia dari daerah hulu sungai-sungai yang bermuara di tempat itu. Dari situ terbentuklah pasar. Di Palembang lalu tumbuh suatu peradaban dengan institusi dalam bentuk kedatuan. Ini kemudian dikenal dengan nama Kedatuan Sriwijaya. “Saya berpegangan pada anggapan bahwa pusat Sriwijaya pada awalnya ada di Palembang,” ujar Bambang. Di kota Sriwijaya itu tinggalah para pejabat mulai dari putra mahkota hingga tukang cuci. Karenanya, menurut Bambang, di tempat itu ditanamkan prasasti persumpahan terlengkap, Telaga Batu. Pada bagian atas prasasti itu terdapat ukiran tujuh kepala ekor naga. Bagian yang ditulis ada di bawah hiasan kepala naga. Di bagian bawah bidang tulis ada saluran air yang membentuk cerat di tengahnya. Mungkin, dulu air suci disiramkan pada prasasti. Air itu mengalir ke bawah menuju ke bagian cerat. “Air ditampung pada mangkuk untuk diminumkan pada para pejabat baru yang mengangkat sumpah setia,” ujar Bambang. Prasasti Telaga Batu. Prasasti kutukan itu, kata Bambang, diletakkan di Kota Sriwijaya, yang kini menjadi wilayah Pelambang, supaya seluruh penduduk kota tak berkhianat. “Mulai dari putra mahkota hingga tukang cuci disumpah. Merekalah orang-orang paling dekat dengan raja,” kata Bambang. Jika Palembang diyakini sebagai pusat pemerintahan Sriwijaya, di luar pusat pemerintahan juga ditemukan prasasti-prasasti kutukan. Seperti prasasti yang ditemukan Karangberahi di Jambi, Kota Kapur di Bangka, Palas Pasemah dan Jabung di Lampung. Bedanya dalam prasasti persumpahan yang ini tak ditemukan nama-nama jabatan dalam lingkup kedatuan. Menurut Bambang, prasasti-prasasti dibuat bukan karena ada masalah di masing-masing lokasi itu. Namun, prasasti-prasasti itu ditempatkan setelah lokasinya ditaklukkan oleh penguasa Sriwijaya. Sebelumnya pada masing-masing lokasi itu sudah terdapat permukiman. Untuk mengantisipasi agar permukiman-permukiman yang sudah ditaklukkan itu tidak memberontak, maka ditempatkanlah prasasti kutukan. “Ini sifatnya umum. Berbeda dengan yang ditemukan di Telaga Batu yang sifatnya khusus karena ditempatkan di Kota Sriwijaya,tempat para pejabat tinggal,” kata Bambang. Wilayah Malayu yang pertama kali diduduki oleh penguasa Sriwijaya pada awal masa perkembangannya. Malayu penting dikendalikan karena menguasai beberapa pelabuhan di sekitar Selat Malaka. “Salah satu tempat yang ideal di sekitar Selat Malaka adalah pelabuhan Malayu,” kata Bambang. Menurutnya, soal kedudukan Malayu yang menjadi bagian dari Sriwijaya didukung oleh catatan biksu Tiongkok, I-Tsing. Ketika kembali dari India pada 685 , dia mencatat Mo-lo-yeu , yang diartikan sebagai Malayu, sekarang sudah menjadi bagian dari Fo-shih atau Sriwijaya. Pun terbukti pula dengan adanya prasasti kutukan Karangberahi. Kemudian ada Prasasti Kota Kapur (686)yang merupakan petunjuk bahwa daerah tersebut termasuk dalam wilayah kekuasaan Sriwijaya. Dalam bukunya, Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatra, Bambang menulisbahwa Kota Kapur perlu ditaklukkan karena kalau tidak akan menjadi penghalang pintu masuk ke pusat Sriwijaya di Palembang.Pelabuhan di Kota Kapur berada di jalur yang menghubungkan Sriwijaya dan Jawa. Jauh sebelum ditaklukkan oleh Sriwijaya, Kota Kapur telah dihuni kelompok masyarakat yang menganut ajaran Hindu. “Sriwijaya menaklukan Kota Kapur karena telah ada permukiman Waisnawa yang mungkin menguasai sumberdaya alam tambang timah,” kata Bambang. Mungkin karena tempat tersebut dipandang strategis, yaitu di tepi Selat Bangka, Sriwijaya pun menaklukannya terlebih dahulu sebelum menaklukan tempat lain. Soal menaklukan tempat lain ini tersirat dalam Prasasti Kota Kapur. “Pemahatannya berlangsung ketika balatentara Sriwijaya baru berangkat untuk menyerang bhumi Jawa yang tidak takluk kepada Sriwijaya,” catat prasasti itu. Hal yang sama dilakukan juga ke daerah lain, misalnya ke Palas Pasemah dan Jabung di Lampung. Dengan menduduki daerah-daerah itu, Sriwijaya tidak perlu memindahkan ibukotanya yang ada di Palembang. Lalu ditempatkan prasasti persumpahan agar penduduk dan penguasa di sana tak melakukan pembe­ron­takan. “ Kala itu sumpah sangat populer dan dipercaya betul ,” ujar Bambang.

  • Akhir Tragis Mantan Analis OSS

    SETELAH lulus Yale College tahun 1928, Raymond Kennedy memulai kariernya sebagai pengajar di Brent School di Filipina. Namun hanya setahun. Dia kemudian bekerja sebagai perwakilan lapangan General Motors Corporation di Hindia Belanda. Selama tiga tahun, dia menjual mobil Amerika di Jawa dan Sumatra. Dia pun terpesona pada Indonesia.

  • Salon Kitty, Tempat Prostitusi dan Sumber Informasi Nazi

    Penemuan mayat perempuan di Kelurahan Dulomo Selatan, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo pada Rabu, 2 Oktober 2019 menghebohkan warga setempat. Perempuan yang bersimbah darah tak bernyawa itu ditemukan tergeletak di pinggir Jalan Brigjen Piola Isa.   Polres Gorontalo kemudian menyebutkan identitas korban bernama Rosita Hulalata. Selang beberapa jam kemudian, polisi berhasil menangkap pembunuhnya, Oyong Tongkono, yang tak lain merupakan suami korban. Menurut Kapolres Gorontalo Kota AKBP Robin Lumban Raja, Oyong membunuh Rosita lantaran marah karena istrinya kembali bekerja di sebuah salon plus-plus. “Pelaku ini pernah memperingatkan korban agar jangan kembali kerja di salon itu karena menilai pekerjaannya tidak layak. Pelaku mengindikasikan pekerjaan di salon itu memberi pelayanan lebih ke para pelanggannya,” ujar Robin sebagaimana diberitakan okezone.com , 3 Oktober 2019. Salon plus-plus –salon yang memberikan layanan salon plus seksual kepada para pelanggannya– menjamur di berbagai kota tanah air sejak beberapa tahun silam. Ia merupakan bentuk prostitusi dengan selubung salon. Keberadaannya sering meresahkan warga sekitar lantaran berada di lingkungan masyarakat, dan merepotkan aparat kepolisian yang berupaya menindaknya. Kendati popularitasnya di Indonesia belum lama, eksistensi salon plus-plus di berbagai belahan dunia telah lama ada. Jerman-Nazi semasa Perang Dunia II bahkan sempat menggunakan sebuah salon plus-plus untuk mengorek informasi. Salon plus-plus itu bernama Salon Kitty. Salon Kitty yang terletak di Giebachstreasse 11 Charlottenburg, Berlin itu awalnya merupakan rumah bordil kelas atas. Didirikan dan dijalankan oleh Katharina Zammit, populer sebagai Kitty Schmidt, pada awal 1932 –versi lain menyebut 1936, para pelanggan salon berasal dari kelas atas beragam latar belakang profesi, mulai pebisnis terkemuka, diplomat asing, petinggi militer, pejabat pemerintahan, hingga anggota senior Partai Nazi. Ketika Nazi berkuasa di Jerman pada 1933, banyak orang Yahudi memilih keluar Jerman. Madame Kitty rutin mentransfer uang ke bank-bank Inggris untuk teman-teman Yahudinya yang mengungsi itu. Aktivitas amalnya itu akhirnya diketahui penguasa ketika pada 1939 dia ditangkap agen Sicherheits Dienst (SD), dinas intelijen Nazi, saat hendak menyeberang ke Belanda. Setelah tertangkap, Kitty dibawa ke markas Gestapo. Di tempat itulah ia terlihat oleh Walter Schellenberg, orang kepercayaan Jenderal SS Reinhard Heydrich, kepala SD. Heydrich merupakan veteran Angkatan Laut Jerman di Perang Dunia I yang lalu mengabdi di sayap militer Nazi Schutzstaffel (SS) pimpinan Heinrich Himmler. Kinerjanya yang mengesankan membuat Heydrich ditunjuk Himmler mengepalai SD dan ditugaskan untuk menyempurnakan dinas intelijen SS. Penyempurnaan itu terkait erat dengan ketatnya persaingan antara dinas intelijen SS dengan Abwehr, dinas intelijen militer Jerman. Abwehr didirikan pada 1921 dan sejak 1935 dipimpin Laksamana Wilhelm Canaris. “Sejak awal harus selalu diingat bahwa Canaris dan mayoritas organisasinya –terutama Abwehr II, Hans Oster– dipastikan anti-Nazi,” tulis Terry Crowdy dalam The Enemy Within: Spies, Spymasters, and Espionage . Canaris pernah merepotkan Heydrich dengan pernyataannya bahwa ras Arya Heydrich tak murni karena leluhurnya Yahudi. Pernyataan itu membuat Heydrich harus menjalani tiga kali sidang antara 1935-1937 untuk menyangkal tuduhan itu dan terpaksa mengganti nisan makam ibunya untuk menghilangkan jejak. “Hubungan Canaris dan Heydrich tampak dingin. Tidak ada yang bisa saling percaya. Keduanya saling menjaga dokumen,” tulis John Craig dalam Peculiar Liaisons in War, Espionage, and Terrorism in the Twentieth Century . Persaingan itu membuat Heydrich terus berupaya menyempurnakan organisasi intelijen SS. Salah satu terobosan terpentingnya adalah pendirian Salon Kitty menggunakan rumah bordil Kitty Schmidt. “Misinya: Gunakan alkohol dan perempuan untuk merayu orang asing agar menumpahkan rahasia yang bisa membantu Nazi dan merayu orang Jerman agar mengungkapkan pendapat mereka yang sebenarnya tentang rezim Nazi,” tulis Kara Goldfarb dalam “Inside Salon Kitty – The Brothel Taken Over by Nazis and Used for Espionage” yang dimuat www.allthatsinteresting.com . Heydrich menugaskan Schellenberg, yang berhasil menemui Kitty di markas Gestapo setelah penangkapan Kitty di perbatasan Belanda, untuk mendirikan Salon Kitty. Dengan ultimatum “kerjasama dengan Nazi atau dikirim ke kamp konsentrasi”, Schellenberg berhasil menggaet Kitty. Kitty diperintahkan membuka salonnya seperti biasa, dengan dagangan berupa layanan, minuman, dan makanan kelas atas. Sebelum salon itu dibuka kembali, Schellenberg terlebih dahulu mempersiapkan semua hal untuk mendukung misi sang bos. “Di setiap ruangan (yang berjumlah 9, red. ), para teknisi membuat dinding palsu di belakang tempat mikrofon dipasang. Melalui alat perekam otomatis, setiap kata yang diucapkan di rumah itu direkam dan dinilai untuk kemungkinan penggunaan pemerasan,” sambung Crowdy. Schellenberg tak mau menyediakan perempuan penghibur di Salon Kitty lantaran menganggap agen-agen perempuannya terlalu berharga untuk dilacurkan. Urusan itu ditangani langsung Heydrich dengan menugaskan Kepala Kripo –Kriminal Polizei/Polisi Kriminal– Artur Nobe. Sebanyak 20 perempuan –yang kebanyakan tertipu karena mengira tugas yang akan dijalankan berupa pengabdian pada negeri– lalu terpilih untuk menjadi penghibur di Salon Kitty. Sebelum dipekerjakan, mereka terlebih dulu dilatih teknik dasar intelijen dan etiket pergaulan kelas atas. “Salon Kitty digunakan untuk memata-matai diplomat asing pro-Jerman dan juga para perwira Jerman sendiri,” tulis Richard Symanski dalam The Immoral Landscape: Female Prostitution in Western Societies . Orang penting yang acap mengunjungi Salon Kitty antara lain Menteri Propaganda Joseph Goebbels. “Goebbels, misalnya, menikmati pertunjukan lesbian di Salon Kitty yang terkenal di Berlin,” tulis Jill Stephenson dalam Women in Nazi German . Dari kalangan militer, selain Jenderal Sepp Dietrich, yang sering mendatangi Salon Kitty adalah Heydrich sendiri. “Schellenberg menemukan Heydrich hanya memiliki satu kelemahan: ‘Nafsu seksualnya tak terkendali. Untuk urusan ini dia akan menyerahkan diri tanpa hambatan atau kehati-hatian’,” tulis Craig. Heydrich biasanya memerintahkan petugas mematikan semua alat perekam di Salon Kitty saat berkunjung. Kasus paling terkenal orang asing yang menjadi korban di Salon Kitty adalah Galeazzo Ciano, menantu Mussolini sekaligus menteri luar negeri Italia. Dari kunjungannya ke salon itulah Nazi mengetahui dia anti-Nazi dan menentang aliansi Italia dengan Jerman. “Dia ditangkap Nazi, diadili karena pengkhianatan, dan dieksekusi pada Januari 1944,” tulis Craig. Salon Kitty berhenti operasi pada Juli 1942 karena bombardir udara Sekutu. SD mengembalikannya pada Kitty Schmidt dengan pesan agar tutup mulut bila tak ingin merasakan pembalasan. Keberadaan Salon Kitty baru diketahui publik setelah Schellenberg menuliskannya dalam memoar berjudul The Labyrinthe , yang dibuatnya pasca-interogasi oleh personil intelijen Inggris usai perang. Pada 1976, Tinto Brass mengangkat kisah salon itu ke layar lebar lewat Salon Kitty .

  • T.B. Simatupang, Jenderal Jenius yang Religius

    Ketika Jenderal Sudirman mangkat pada 29 Januari 1950, pucuk pimpinan TNI diembankan kepada wakilnya, Jenderal Mayor Tahi Bonar Simatupang. Kala itu, Simatupang  baru sehari menginjak usia ke-30.  Sejak itulah, Sim – panggilan akrabnya – diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) yang membawahi tiap matra. “Pak Sim buat saya merupakan seorang intelektual yang konsekuen dan berani. Kepemimpinannya dalam TNI kurang bersifat teknis, tapi lebih bersifat mental,” ujar Letjen (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo, mantan Wakasad (1973--1974) kepada Historia . Bintang Simatupang memang sudah benderang sejak menjadi taruna militer. Sim merupakan jebolan Akademi Militer Kerajaan Belanda (KMA) Bandung angkatan 1941. Bersama Sim, Alex Evert Kawilarang dan Abdul Haris Nasution adalah kawan seangkatan di KMA. Bila Kawilarang mengambil jurusan infanteri, maka Sim memilih jurusan zeni, bidang militer yang berkaitan dengan persenjatan dan perlengkapan. “Karena dia jurusan zeni, bukan infanteri seperti Pak Nas dan Pak Alex Kawilarang, pandangan teknis taktis kurang jadi perhatiannya. Lebih berat ke strategi dan politik. Tapi karena dia di tingkat KSAP, ya bukan masalah,” ujar Sayidiman. Perwira Mahkota Perak Di KMA, tidak sembarang orang diterima di bagian zeni. Seorang taruna zeni harus memiliki nilai yang mumpuni dalam mata pelajaran eksakta. Menurut Sim, perwira zeni mempunyai pengetahuan yang menyerupai pengetahuan insinyur. Dalam benak Sim, ilmu zeni akan menjadi modal berharga andai dirinya terpaksa keluar dari dinas militer Belanda dan kembali menyandang status sebagai orang sipil. Semasa taruna, Nasution mengenang sosok Sim sebagai siswa pribumi yang menonjol. Nasution punya penilaian tersendiri sehubungan dengan pilihan Sim mengambil jurusan zeni. Sebagai prajurit, Sim tidak memilih infanteri sebagai “ratu pertempuran”, melainkan zeni, yang terkenal sebagai cabang bagi orang-orang pintar atau dalam eksesnya dijuluki tempat “untuk jadi kaya”. Pada saat pemilihan senat, Simatupang mencalonkan diri sebagai kandidat. “Harus ada calon dari Indonesia,” kata Sim kepada Nasution sebagaimana dituturkan Nasution dalam “Rekan Simatupang 70 Tahun” termuat di kumpulan tulisan  Saya Adalah Orang yang Berhutang: 70 Tahun Dr. T.B. Simatupang. Kesan senada juga dikenang sejawat yang lainnya, Alex Kawilarang. Saat pelantikan perwira muda, pada seragam militer Simatupang tersemat tanda mahkota (krown) perak. Tanda itu hanya dimiliki oleh taruna yang memiliki nilai yang baik. “Seandainya Simatupang orang Belanda, dia pasti akan mendapat mahkota emas,” tutur Alex Kawilarang, kepada Ramadhan K.H. dalam AE Kawilarang: Untuk Sang Merah Putih . Hengkang dari Ketentaraan Di masa perang kemerdekaan, Sim ikut bergerilya. Kepala Staf TNI Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo menempatkannya sebagai Kepala Organisasi Staf Umum Markas Besar Tentara (MBT). Pos tugas Sim ini dikenal sebagai “sarang” COAM (Corps Opsir Aliran Muda); markas kelompok intelektual tentara di Yogya. Sim menjadi satu-satunya perwira TNI yang terlibat perundingan dengan Belanda sejak 1946 hingga tentara kolonial angkat kaki dari Indonesia pada akhir 1949. Simatupang memulai karier militernya dengan gemilang. Masalahnya, Sim kurang begitu akur dengan Presiden Sukarno. Bermula dari keputusan Sukarno untuk tetap bertahan di Yogya ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Padahal, sebelumnya Sukarno selalu mengatakan akan ikut gerilya bersama rakyat dan TNI. Untuk itu, Sim telah menyiapkan satu batalyon Corps Polisi Militer (CPM) yang siap mengawal Sukarno dalam gerilya. Namun yang terjadi, Sukarno memilih ditangkap Belanda untuk meningkatkan bobot diplomasi sedangkan tentara bergerilya di hutan-hutan. Sim adalah orang yang menyarankan Presiden Sukarno agar tidak perlu mengenakan seragam militer. Menurut Sim, sebagai orang sipil Sukarno dapat memberikan teladan dengan mengenakan pakaian sipil pada upacara-upacara militer. Dengan demikian jelas bahwa Sukarno memperoleh penghormatan tertinggi bukan karena uniform nya melainkan karena dia adalah Presiden Negara. Dengan kata lain, tanpa menyerupai militer, Presiden RI punya wewenang penuh atas TNI. Sebaliknya, dengan berpakain militer Sukarno seperti mengurangi kekuasaannya. Namun sepertinya anjuran Sim bagai angin lalu saja bagi Si Bung Besar. Dalam berbagai hajatan negara, Sukarno selalu tampil begitu percaya diri dengan seragam militer lengkap dengan tongkat komandonya. Perseteruan Sim dengan Sukarno semakin terbuka karena keduanya tidak sejalan dalam visi membangun angkatan perang. Pada Juli 1952, Sukarno memberikan dukungannya kepada Kolonel Bambang Supeno untuk menggantikan Nasution dari kedudukan Kepala Staf Angkatan Darat. Mufakat itu terjadi tanpa sepengetahuan Simatupang selaku KSAP. Dalam suatu pertemuan dengan Sukarno, Sim menggebrak pintu di depan Sukarno lantaran kecewa atas sikapnya yang ikut campur urusan internal TNI. Hal ini tentu saja bikin Sukarno marah dan terhina. Dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia , tidak sekalipun Sukarno menyebut nama Simatupang.    Konflik dalam tubuh TNI kemudian berujung pada Peristiwa 17 Oktober 1952. Buntutnya, Simatupang dicopot dari kedudukan KSAP. Sim dibiarkan bekerja tanpa jabatan dan hanya berkedudukan sebagai penasihat Menteri Pertahanan hingga dipensiunkan secara dini tahun 1959. Semua itu menimbulkan kepedihan di hati Simatupang. Kiranya rasa pahit itu diungkapkan Sim ketika putra sulungnya lahir, ia namai dalam bahasa Batak: Marsinta Hatigoran. Artinya, bercita-cita keadilan. “Nama itu mengungkapkan perasaan saya pada waktu itu, bahwa saya diperlakukan tidak adil. Terbukti bahwa diperlukan 7 tahun diantara 1952—1959 untuk mengeluarkan saya dari dinas tentara,” kata Simatupang dalam Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos.   Di antara rekan sejawatnya, Sim dikenang dengan cara yang berbeda. Jika Nasution kelak dikenal sebagai jenderal besar; konseptor perang gerilya dan dwifungsi ABRI. Sementara Alex Kawilarang menjadi pencetus pasukan elite TNI (Kopassus). Simatupang berkhidmat di jalan agama. Dalam keyakinanya, Sim percaya panggilan pelayanannya dalam gereja dapat menjadi jalan berkontribusi bagi masyarakat. Selepas pensiun dari dinas tentara, Sim mulai aktif dalam kegiatan-kegiatan gereja. Adalah Profesor Sutan Gunung Mulia, seorang teolog pendiri Dewan Gereja Indonesia (DGI) yang mengajak Sim bergabung dalam DGI. Sejak itu Sim menemukan dunia baru. Dia berkhotbah dan menjadi penulis beberapa buku teologi. Sim juga aktif menulis dalam tajuk rencana harian Kristen Sinar Harapan  yang kemudian berganti menjadi Suara Pembaruan . Sampai akhir hayatnya, Sim tercatat memimpin beberapa lembaga Kristen, diantaranya Persekutuan Gereja Indonesia, Dewan Gereja-Gereja Asia, Dewan Gereja-Gereja Dunia, dan Universitas Kristen Indonesia.    “Keberaniannya menyatakan sikap dan pendiriannya, juga terhadap pihak yang berkuasa seperti Presiden Sukarno, merupakan tauladan yang kuat dari seorang perwira yang jujur,” kata Sayidiman.

  • Darah dan Air Mata Long March Siliwangi

    MINGGU pagi, 19 Desember 1948. Langit Yogyakarta dipenuhi pesawat-pesawat tempur Angkatan Perang Kerajaan Belanda. Mereka menembaki Lapangan Udara Maguwo dan menerjunkan pasukan elitenya,  Korps Speciale Troepen  (KST). Setelah berhasil mendaratkan pasukannya di Lapangan Terbang Maguwo, secara kilat mereka langsung melakukan serangan ke jantung Yogyakarta. “Tujuh jam kemudian, lewat aksi militer yang mereka namakan sebagai Operatie Kraai  (Operasi Gagak), tentara Belanda berhasil menguasai Yogyakarta, ibu kota Republik Indonesia saat itu…” tulis Himawan Soetanto dalam Yogyakarta 19 Desember 1948. Operatie Kraai  dengan sendirinya menghancurkan Perjanjian Renville yang ditetapkan oleh Belanda-Indonesia, setahun sebelumnya. Situasi itu juga memaksa para pejuang Siliwangi harus menghadapi jalan ujung yang pernah disiapkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam Perintah Siasat No.1 pada Mei 1948: harus kembali bergerak ke Jawa Barat dan membangun kembali perlawanan total di sana.  Perjalanan panjang ( long march ) para maung kembali ke kampung halamannya harus ditempuh dengan banyak pengorbanan. Bukan hanya kehilangan harta dan benda, darah dan air mata pun harus mereka keluarkan. Sepanjang jarak 600 km, para peserta long march  harus berkawan akrab dengan kelaparan, penyakit hingga serangan militer Belanda dan teror pasukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Letnan Dua (Purn) JC. Princen, serdadu Belanda yang membelot ke Siliwangi, melukiskan proses long march  itu sebagai perjalanan panjang yang menyiksa hati nuraninya sebagai manusia. Di tengah perjalanan tak jarang, ia harus menyaksikan anak-anak dan perempuan tewas terbunuh  oleh bom pesawat-pesawat yang dikendalikan teman sabangsanya. “Ratusan Multatuli tak akan dapat menggambarkan penderitaan ribuan Saija dan Adinda dalam perjalanan ini…” kenang anggota Batalyon Kala Hitam Divisi Siliwangi itu. Pengalaman yang hampir sama juga dialami oleh Prajurit Alleh (92). Masih segar dalam ingatannya, menjelang keberangkatan mereka kembali ke Jawa Barat, pimpinan Markas Besar Tentara (MBT) membagikan sarung baru kepada seluruh pasukan. Sarung itu ternyata sangat berguna bagi mereka, bukan saja sebagai selimut penghangat tidur namun juga bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat darurat. Misalnya saat mereka harus menyeberang Sungai Serayu. Dengan sambungan sarung yang beruntai mereka bisa menyeberangi sungai yang berarus deras tersebut. Namun, proses penyeberangan itu tetap meminta korban, terutama anak-anak dan perempuan yang hanyut oleh hantaman arus sungai yang deras. Dengan hati hancur, mereka harus menyaksikan beberapa bocah dan perempuan yang ikut dalam rombongan hanyut ditelan derasnya air sungai. “Ayah dan suami-suami mereka hanya bisa berteriak dan menangis putus asa…” kenang Alleh. Tidak cukup itu, Alleh pun menjadi saksi bagaimana para ibu yang baru melahirkan “anak-anak maung” di tengah perjalanan harus rela memberikan bayi-bayi itu kepada penduduk desa yang dilewati. “Ya, daripada bayi-bayi itu menderita dan menjadi ‘beban’ selama perjalanan, lebih baik diselamatkan oleh para penduduk…” kata mantan prajurit Siliwangi dari Batalyon ke-29 pimpinan Kapten Hoesinsjah tersebut. Lain lagi dengan pengalaman Kopral Soehanda dari Batalyon ke-27. Bersama lima kawannya, ia terpisah dari rombongan batalyon sejak awal rombongan bergerak dari Salatiga. Tak ada sebutir pun nasi yang masuk dalam perut mereka selama perjalanan ke kawasan Jawa Barat. Paling bagus, kata Soehanda, mereka menemukan daun singkong atau jamur kayu untuk dimakan. “Baru setelah 40 hari lebih berjalan, akhirnya kami dapat menemukan nasi di daerah Ciamis,” kenangnya. Peristiwa unik dan misterius sempat dialami oleh Asikin Rachman (95), eks anggota Batalyon ke-29. Suatu hari, seksi yang dipimpinnya sampai di wilayah sekitar Banyumas dan harus menyeberangi sebuah sungai bernama Kali Putih. Persoalan muncul kala mereka menyaksikan  sungai itu dipenuhi ratusan buaya. Saat mereka tengah dilanda kebingunan, tiba-tiba seorang tua berpakaian sederhana datang kepadanya. Dengan lembut, ia minta izin kepada Asikin untuk coba menolong mereka menyeberang Kali Putih. Asikin pun mengiyakan. Begitu mendapat izin, orang tua itu menaiki pohon kelapa yang ada di sekitar tempat tersebut. Setelah mendapat dua butir kelapa muda berwarna hijau, ia merapal mantera-mantera lalu menyiramkan air kelapa muda itu ke permukaan Kali Putih. Usai ritual itu, ia menyilahkan anak buah Asikin untuk menyeberangi sungai tersebut tanpa ragu-ragu. Dan ajaib, kendati buaya-buaya itu terkumpul di sekitar sungai, mereka seolah tertidur dan hanya diam saja saat para petarung Siliwangi itu satu-persatu menyeberangi Kali Putih dengan cara berenang. “Kami berhasil sampai di seberang sungai dengan selamat. Inilah keajaiban dalam perang. Jika tak menyaksikan sendiri kejadian itu, tentunya kami juga tak akan percaya,” kenangnya. Kurang lebih 40 hari lamanya, para maung itu menyusuri ratusan kilometer untuk kembali lagi ke sarangnya. Mereka dengan tabah menghadapi apapun yang coba merintangi jalan-jalan mereka, dengan satu tujuan: kembali ke kampung halaman. Persis, seperti isi bait-bait yang pernah mereka buat dan gubah dari lagunya Lily Marlene: “Oh beginilah nasibnya soldadu/Diosol-osol dan diadu-adu/Tapi biar tidak apa/Asal untuk negeri kita/Naik dan turun gunung/Hijrah pun tak bingung/

  • Selamat Jalan Kobe Bryant!

    DARI Lionel Messi sampai Diego Maradona, mulai Tiger Woods hingga Lewis Hamilton. Bukan hanya mereka yang berkecimpung di dunia basket, para atlet hingga legenda hidup dari beragam cabang olahraga terguncang oleh kabar getir meninggalnya Kobe Bryant. Kobe dan Gianna Maria Onore (13), putri keduanya, turut jadi korban dalam kecelakaan helikopter yang menewaskan sembilan orang di Cabalasas, California, Amerika Serikat, Minggu (26/1/2020) waktu setempat. Sebagai bentuk penghormatan, sejumlah tim NBA melakukan pelanggaran possession ball  selama delapan dan 24 detik di masing-masing laga mereka. Jumlah tersebut merujuk pada dua nomor yang pernah dipakai Kobe selama berkiprah di LA Lakers. Sepanjang hidupnya, Kobe dikenal sebagai sosok rendah hati dan nyaris tak pernah neko-neko . Dalam kariernya, ia hanya fokus di arena demi menyamai, bahkan melampaui sejumlah rekor salah satu idolanya, Michael Jordan. Lewat situs resminya , 5 Januari 2007, NBA menetapkan Michael Jordan sebagai bintang NBA terbaik sepanjang sejarah. Tak hanya petinggi NBA, legenda NBA lain macam Earvin “Magic” Johnson pun mengakuinya. “Dalam basket ada Michael Jordan dan kemudian ada pemain lainnya seperti kita,” kata Magic. Saking mengidolakan Jordan, Kobe sejak pertamakali bermain pun sudah memilih posisi yang sama dengan legenda Chicago Bulls itu: shooting guard.   Namun sepanjang kariernya dari 1996-2016, Kobe bisa membuktikan bahwa ia mampu mencetak capaian lebih tinggi dari Jordan di beberapa rekor. Antara lain, rekor pemain guard  pertama yang tampil di 20 musim (Jordan 15 musim) sebagai one-club man . Kobe juga berhasil masuk tim NBA All-Star 18 kali (Jordan 14 kali), dan mengoleksi 33.643 poin (Jordan 32.292 poin). Soal prestasi untuk negeri, Kobe menyamai Jordan menorehkan dua emas olimpiade (Beijing 2008 dan London 2012). Dua legenda yang sering dicitrakan sebagai rival itu, nyatanya berhubungan baik. Jordan menganggap Kobe sudah seperti adik. “Kata-kata tak bisa menjelaskan sakitnya perasaan saya. Saya mencintai Kobe, dia sudah seperti adik buat saya. Saya akan merindukan perbincangan kami. Dia pesaing yang tangguh, salah satu yang terhebat dan paling kreatif dalam arena basket,” ungka Jordan, dikutip Anchorage Daily News , Senin (27/1/2020). Darah Basket Kobe Bean Bryant lahir di Philadelphia pada 23 Agustus 1978 sebagai bungsu dari tiga bersaudara dan satu-satunya anak laki-laki dari rahim Pamela Cox dan ber-ayah-kan Joseph Washington Bryant. Nama depannya, Kobe, diambil orangtuanya dari nama daging sapi ternama Jepang (daging sapi Kobe). Sementara nama tengahnya, Bean, diambil dari julukan ayahnya, “Jellybean”. Basket bukan permainan asing buat Kobe. Ayahnya merupakan pebasket NBA yang pernah memperkuat delapan tim sepanjang kariernya dari 1975 hingga 1992. Joe Bryant seangkatan dengan Julius Earving, Doug Collins, George McGinnis, dan Kareem Abdul-Jabbar. Selain di NBA, Joe pernah bermain di tim Prancis FC Mulhouse Basket dan empat tim Italia: AMG Sebastiani Rieti, Standa Reggio Calabria, Olimpia Pistoia, dan Pallacanestro Reggiana. “Ketika Kobe berusia tiga tahun, dia sudah mulai menonton ayahnya bermain di tv. Kobe selalu menaruh mainan ring basketnya di samping tv dan ketika ayahnya melempar bola ke ring, Kobe akan melemparkan bola busanya ke ring, meniru ayahnya,” sebut Jeff Savage dalam biografi Kobe Bryant. Joe 'Jellybean' Bryant, ayah Kobe Bryant yang jadi panutan sang legenda mengikuti jejaknya di NBA (Foto: nba.com ) Usia Kobe baru enam tahun ketika ayahnya memutuskan menjajal peruntungan dalam kariernya ke Eropa. Keputusan itu diambil lantaran usianya sudah 30 tahun dan tiada satupun tim NBA yang merekrutnya lagi. Meski harus beradaptasi dengan lingkungan baru, Kobe mampu berbaur kendati terhalang soal bahasa. “Di kelas satu sekolah dasar, mulanya ia sama sekali tak mengerti bahasa gurunya. Kobe yang sejak usia tiga tahun diajari basket oleh ayahnya, sempat sulit berkawan karena teman-teman sekolahnya lebih senang main sepakbola yang lebih populer di Italia,” ungkap Marty Gitlin dalam Kobe Bryant: NBA Champion . Lambat-laun, Kobe pun mulai menyenangi sepakbola. Kecintaannya itu bertahan hingga saat dia sudah jadi bintang NBA bersama Lakers. Ia menyatakan sebagai fans  klub raksasa Serie A AC Milan. Kobe kembali ke Amerika untuk masuk SMA Lower Merion di Ardmore, Philadelphia. Di tim basket sekolahnyanya inilah Kobe meniti kebintangannya. Selain jadi yang pertama masuk tim basket sekolah sebagai anak baru dalam berpuluh-puluh tahun sejarah SMA-nya, Kobe mampu bermain di lima posisi berbeda. Kobe mulai menarik banyak pencari bakat NBA sejak menyabet penghargaan “Pennsylvania Player of the Year” pada 1995. Setahun berikutnya ia sudah memijakkan kaki di NBA. “Banyak kampus yang sebenarnya mengundang Kobe untuk bermain di tim basket mereka. Selain karena talentanya, nilai akademik Kobe juga bagus. Namun Kobe mengumumkan bahwa dia terbuka untuk masuk NBA Draft,” sambung Savage. Meski terpilih Charlotte Hornets dalam NBA Draft, Kobe Bryant menjalani debutnya di LA Lakers (Foto: nba.com ) NBA Draft ibarat bursa pemain di musim panas dalam sepakbola. Perbedaannya, NBA Draft menetapkan regulasi setiap tim hanya bisa memilih dua pemain baru yang menjanjikan secara bergantian. Para pemain yang tersedia di NBA Draft adalah talenta-talenta muda lulusan tim kampus. Namun tidak begitu buat Kobe. Di usia 17 tahun, ia menjadi pemain guard pertama sepanjang sejarah yang langsung masuk NBA dari jenjang SMA setelah namanya dipilih tim Charlotte Hornets. Namun debut Kobe tak dilakoninya dengan Hornets. Sebelum musim kompetisi 1996-1997 dimulai, Hornets menukarnya dengan center LA Lakers Vlade Divac. Sejak saat itu langkah kaki dan dribble bola dari waktu ke waktu bersama Lakers mengiringi karier emasnya. Kobe tak hanya populer di dalam arena. Ia diakui para tokoh lintas olahraga sebagai sosok jempolan NBA karena sikap rendah hatinya. Meski sempat terlibat kasus dugaan pelecehan seksual terhadap karyawati hotel pada 2003, Kobe akhirnya mempu melewatinya dengan penyelesaian secara kekeluargaan. Di Luar Arena Selain basket, Kobe sejak SMA getol pada musik rap dan hip hop. Mengutip biografi lain, Kobe Bryant, karya Shaina Indovino, Kobe sejak SMA bersama teman-temannya membentuk grup rap bernama CHEIZAW. “Grup itu populer sejak Kobe masuk NBA dan bahkan direkrut label Sony Entertainment.” Namun diketahui kemudian, Sony menarik grup itu hanya untuk membubarkannya. Sony sekadar memanfaatkan kepopuleran Kobe. Namun dalam kegiatannya bermusik itulah Kobe bertemu belahan jiwanya yang lantas dinikahinya, Vanessa Laine. Mereka bertemu saat Kobe tengah menggarap album pertamanya, Visions , sementara Vanessa tengah berlatih jadi penari latar untuk klip video “G’d Up” dari grup Tha Eastsidaz. Kobe tetap melangsungkan pernikahannya dengan Vanessa pada 18 April 2001 kendati orangtua Kobe tak merestui. Pam dan Joe Bryant ingin Kobe menikahi gadis sesama kulit hitam. Orangtua Kobe baru bersedia menerima Vanessa selepas melahirkan putri pertama mereka, Natalia, Januari 2003. Kobe Bryant beserta istri dan ketiga anaknya yang menemani kala meresmikan pensiun dari dunia basket pada 2016 (Foto: nba.com ) Di luar basket dan musik, Kobe juga berbisnis dengan membuat minuman energi dan mendirikan firma analisis data dan teknologi. Selain itu, Kobe mendarmabaktikan hidupnya di jalan kemanusiaan dengan terlibat sebagai duta LSM After-School All-Stars, hingga mendirikan Kobe Bryant China Fund. Keduanya bergerak dalam kegiatan di bidang edukasi dan kesehatan untuk anak-anak yang membutuhkan. Pada 2018, Kobe bersama Chad Faulkner mendirikan Mamba Sports Academy. Akademi yang berlokasi di Thousand Oaks, California itu didirikan sebagai wadah untuk anak-anak muda yang ingin menggali bakat di bidang basket, bola voli, sepakbola, lari, dan beladiri Jiu Jitsu. Nama “Mamba” diambil dari salah satu julukan Kobe, “Black Mamba”, lantaran ia kagum pada karakter ular mamba hitam sebagai pembunuh berdarah dingin. Kobe merepresentasikan dirinya serupa ular mamba hitam yang siap menerkam mangsa tanpa ampun jika sudah menginjakkan kaki di lapangan. Mendiang Gianna, putri Kobe yang juga meninggal dalam kecelakaan heli, sudah merintis langkah mengikuti ayahnya di Mamba Sports Academy. Ia punya impian berkiprah ke WNBA. Kecelakaan yang merenggut nyawa Gianna dan Kobe sedianya merupakan perjalanan dari kediamannya di Orange County menuju Mamba Sports Academy, di mana Kobe akan menemani Gianna yang ikut bertanding di Mamba Cup Series. Selamat Jalan, Kobe Bryant!

  • Perjalanan Johny Indo, Perampok Cerdik dan Licin

    Johny Indo, mantan narapidana kakap kasus perampokan kurun 1970—1980-an, meninggal dunia di Jakarta pada 26 Januari 2020. Dia sempat mendapat vonis hukuman penjara selama 14 tahun untuk menebus laku kriminalnya. Dia kesohor lantaran sepak terjangnya di dunia kriminal begitu licin, cerdik, dan berpegang pada kode etik buatannya sendiri. Kelar menjalani hukuman penjara, Johny menempuh laku agamis. Dia menjadi pendeta Serani, lalu beralih lakon sebagai pendakwah Islam. Jelang akhir hayat, dia kembali lagi sebagai penganut Serani. Untuk mencapai keputusan itu, dia telah mengalami hidup penuh pergulatan batin. Tegangan-tegangan antara menjadi perampok, bintang film, suami, dan ayah. Johny Indo terlahir dengan nama Johanes Hubertus Eijkenboom dari pasangan lelaki Belanda dan perempuan Indonesia. Ayah Johny bernama Mathias Eijkenboom, seorang serdadu Belanda. Dia datang ke Indonesia selama kurun Agresi Militer Belanda I, Juli—Agustus 1947. Mathias seharusnya bertugas meringkus perlawanan kaum Republiken, tetapi malah bersimpati kepada orang-orang itu, lalu jatuh cinta dengan Sophia, perempuan setempat. Mereka menikah. Kemudian Johny lahir di Garut pada 6 November 1948. Kelahiran Johny ikut memperkuat ikatan Mathias dengan Indonesia. Dia memilih berada di sisi kaum Republiken   Keputusan Mathias tidak mudah diterima oleh siapapun, baik dari tentara Belanda maupun dari kaum Republiken. Rekan-rekan Belandanya menganggap Mathias layaknya pengkhianat, sedangkan segelintir orang-orang Republik mencurigainya sebagai mata-mata. Mathias mesti kerja keras membuktikan kesungguhannya. Istrinya turut membantu agar orang-orang Republik percaya kesungguhan Mathias. "Orangtuanya yang berdarah Indonesia dan Belanda tidak mau begitu saja menyerah dengan keadaan," catat Aktuil , 14—28 Juni 1982,dalam "Johny Indo Mulai Dari Ransel, Thomson, Mouser, Sampai Nusa Kambangan". Belanda mengakui kedaulatan Indonesia pada 27 Desember 1949. Tentara Belanda berangsur pulang ke negeri asalnya. Mathias tetap tinggal dan diterima masuk ke Kesatuan Siliwangi dengan pangkat Letnan Satu Tituler. Dia bertugas di Garut dan Bandung, Jawa Barat, hingga mengundurkan diri pada 1960. Indo Minder Mathias sekeluarga pindah ke Mangga Dua, Jakarta, untuk memulai hidup baru. Usaha bengkel jadi tumpuan hidup keluarga kecil itu. Di lingkungan baru, Johny kecil bergaul dengan anak-anak sepantarannya. Salah satunya juga bernama Johny. Untuk membedakan keduanya, warga menyebut Johny anak Mathias sebagai Johny Indo. Bagi Johny anak Mathias, panggilan Indo tidak menyenangkan. Sebab orang-orang memanggilnya Indo untuk mengolok-ngolok fisiknya. "Ia lalu bertumbuh menjadi anak yang pemalu, minder karena mempunyai hidung yang mancung dan bermata biru," catat Willy A. Hangguman dalam Johny Indo Tobat dan Harapan . Kepercayaan diri Johny mulai tumbuh kala dia bertemu dengan Stella, teman sekelasnya di Sekolah Menengah Pertama. Rumah mereka pun bersebelahan. Saban kali Johny mencari tahu keberadaan Stella. Tiap hari pula dada Johny sesak oleh keinginan mengungkapkan perasaannya. Dia tak tahan lagi, lalu menyatakan cintanya pada Stella di tengah jalan. Tapi Stella menampik cintanya. Johny pulang ke rumah. Hatinya patah. Kepalanya serasa mau pecah. Dia enggan makan dan belajar. Hari-harinya habis di kamar. Mathias melihat gelagat ini. Anaknya lagi patah hati. Mathias mengatakan kepada Johny, "Anak lelaki tak boleh cengeng!" Singkat. Tapi membuat Johny bangkit hari demi hari. Lukanya memang masih terbuka, tapi sakitnya sudah hilang. Dia kembali mengejar Stella. Dan kali ini, Stella menerima cintanya. Johny dan Stella menikah pada usia muda, 16 tahun. Keduanya lekas memperoleh anak hingga empat. Johny menanggung lima orang. Dia bekerja dari pagi sampai malam sebagai montir di bengkel ayahnya, lalu lanjut sebagai sopir truk trailer. Di tengah-tengah kerja itu, Johny kadang menyesal. “Mengapa saya harus menikah muda? Sampai badan dan tulang rontok untuk cari uang.” Padahal teman-temannya masih bisa bermain atau melanjutkan sekolah. Kegalauan Johny bertambah kuat ketika dia menerima kabar ayahnya meninggal dunia pada 1973. Johny terpukul. Tapi sedih itu pribadi. Dia tak mau berbagi dengan siapapun. Dia ingat ucapan ayahnya, “Anak lelaki tak boleh cengeng!” Menjadi Kriminal Sepeninggal sang ayah, Johny harus menanggung ibu dan adik-adik angkatnya. Jauh hari sebelumnya, sang ayah mengambil empat anak sebagai anak angkatnya. Johny berganti-ganti profesi untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Dari menjadi sopir, pegawai katering, model foto, sampai ujungnya jadi bintang iklan dan film. Wajah Indo ternyata laris-manis di dunia hiburan pada dekade 1970-an. Padahal semasa kecil dulu di lingkungan rumahnya, Johny diolok-olok karena wajah Indonya. Kemudian zaman berputar. Orang-orang mulai suka dengan wajah Indo. Johny pun beroleh untung dari wajah Indonya. Dia masuk dunia hiburan. Uang mudah singgah padanya, tapi gampang pula pergi darinya. Johny menyisihkan sebagian penghasilannya untuk keluarga. Sisanya dia pakai untuk membeli pistol, mengunjungi klub malam, dan bermain gila dengan perempuan lain tanpa diketahui oleh istrinya. Menabung dan berhemat tak pernah terlintas di pikirannya. Hingga suatu hari dia menyadari dirinya benar-benar bokek. Saat itu pula teman-temannya datang bertamu. Kepada Johny, seorang teman curhat tentang kesulitan hidupnya. Tak punya pekerjaan, tak ada uang, tak cukup keahlian. Mirip dengan keadaan Johny. Tawaran main iklan dan film sedang seret. Dia menganggur sementara waktu, bokek, dan enggan kembali menggunakan keahlian lamanya sebagai montir dan sopir. "Bagaimana kalau kita merampok saja?" kata teman Johny. Johny pikir itu ide gila. Tapi diam-diam dia mengiyakan. Sejak lama, Johny telah membaca banyak buku detektif karya Nick Carter. "Dari buku tersebut dia mendapat 'ilmu maling'," terang Hangguman. Johny adalah pembaca rakus buku-buku sejarah, spionase, cowboy , perang, dan silat Tiongkok. Semua buku itu membawanya ke imajinasi liar tentang perampok berkelas. Baginya, merampok bukannya tidak boleh, melainkan harus pilih-pilih. Jangan nanggung. Sekali dapat, banyak uangnya. Johny akhirnya menempuh laku kriminal itu. Dia merencanakan strategi, taktik, persenjataan, dan hari-hari beraksinya. Dia juga membuat kode etik untuk diri dan komplotannya. Tak boleh melukai, membunuh, dan memperkosa. Jika seseorang melanggar, Johny akan menghajarnya. Johny Indo (bertopi hitam) memerankan dirinya sendiri dalam film  Johny Indo Kisah Nyata Seorang Narapidana  dalam bagian perampokan toko emas. Masa-masa 1978—1979, warga Jakarta gempar dengan perampokan toko emas berturut-turut. Selang waktunya berbeda-beda. Jumlah rampokannya besar-besar. Tapi korban nyawa dan luka minimal benar. Polisi kewalahan mencari pelakunya. Itulah aksi Johny dan komplotannya. Johny lolos berkali-kali. Dia bangga juga akan aksinya. Tapi hati kecilnya tak bisa bohong. Ada rasa bersalah pada ibu, istri, dan anak-anaknya. Bagaimana kalau nanti tertangkap? Nasib ibu, anak, dan istri memenuhi pikiran Johny. Seorang Johny juga punya rasa takut. Saban kali dia naik bus, matanya mendelik dan waspada. Kalau-kalau ada orang yang mengikuti, dia akan sigap menarik pistol dari pinggangnya. Suatu hari istri Johny pulang ke rumah naik angkutan umum. Johny bertanya macam-macam kepada istrinya. Apa ada orang yang bertanya-tanya tentang Johny? Siapa saja yang diajak ngobrol di dalam bus? Seperti apa tampang orang yang duduk di samping istrinya? Dan seterusnya. Penyesalan Johny Stella tak mengerti pertanyaan Johny. Dia menganggapnya sebagai bentuk perhatian. Dia baru tahu mengapa Johny bertanya seperti itu ketika polisi mendatangi rumahnya jelang Subuh, 18 April 1979. Suaminya adalah seorang kriminal paling dicari polisi. Aksi-aksi Johny dan komplotannya akhirnya terendus polisi. Satu per satu komplotan itu ditangkap. Johny yang terakhir. Dia ditangkap polisi di Cisaat, Sukabumi, Jawa Barat, dalam goa persembunyiannya pada 26 April 1979. Warga bersorak dan berteriak. "Mampus saja, kau!" Dunia Johny berubah total. Cakrawalanya sebatas ruang penjara. Makanannya lebih cocok untuk bebek. Pakaiannya cuma dua setel. Bersama itu, anak kelima Johny lahir. Harusnya dia berada di sisi istrinya. Tapi pilihannya menjadi rampok telah membawanya ke sel sempit. Jauh dari keluarga. Keluarga Johny menghadapi hari-hari berat. Lingkungan sekitar mencemooh mereka. Anak-anak Johny enggan berangkat sekolah. Mereka malu. Johny tahu itu dari surat-surat anaknya. Dia dibekap rindu pada keluarga. Dia sangat menyesal. Matanya banjir. "Kita tidak akan selamanya hidup sengsara. Ada saatnya yang segera datang untuk kebahagiaan kita," tulis Johny dalam suratnya tertanggal 11 April 1982, seperti termuat di Aktuil . Pada bagian lain, Johny berjanji kepada anak-anaknya akan terus memperbaiki diri di dalam penjara dan saat keluar penjara nanti. Surat itu membesarkan hati anak-anak. Mereka masuk sekolah lagi. Johny menyelesaikan masa hukumannya pada 27 Februari 1988. Dia pulang ke keluarganya dan berupaya menunaikan janjinya. Dia menjadi lebih relijius hingga nyawanya terbang ke pangkuan Tuhan pada 26 Januari 2020.

  • Dayo, Pusat Kerajaan Sunda Terakhir

    Keberadaan Sunda Empire mulai meresahkan. Sejak kemunculannya di awal 2020, banyak pernyataan mereka yang dianggap oleh sejumlah pihak tidak selaras dengan realita. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun angkat bicara soal kelompok yang menggegerkan publik dari daerahnya tersebut. Dilansir  KompasTV ,  pria yang akrab disapa Kang Emil ini menyebut kalau masih ada saja orang-orang yang menjual romantisme sejarah demi eksistensinya. Ia juga merasa prihatin karena banyak yang mempercayainya. "Banyak orang  stres  ya di Republik ini, menciptakan ilusi-ilusi. Jangan percaya terhadap hal-hal yang tidak masuk ke dalam logika akal sehat," ucap Kang Emil. Para akademisi pun secara tegas membantah berbagai klaim petinggi Sunda Empire, Rangga Sasana. Dalam program televisi Indonesia Lawyers Club, 20 Januari 2020, Sunda Empire semakin berani angkat bicara. Dengan percaya diri, mereka menyebut bahwa pusat pemerintahan dunia ada di Bandung. Bahkan organisasi dunia, seperti PBB dan NATO, lahir di Kota Kembang  itu. Secara historis, belum ada data yang menyebutkan Bandung pernah menjadi pusat dunia. Bahkan bagi  urang Sunda sendiri,  Bandung bukanlah tempat  satu-satunya yang menjadi pusat terakhir segala aktifitas kehidupan mereka. Berdasarkan data-data sejarah, justru sebuah kota bernama Dayo-lah yang menjadi pusat pemerintahan terakhir penguasa wilayah barat Jawa ini, sebelum benar-benar hancur akibat serangan pasukan Muslim dari Demak dan Banten. Keberadaannya tercatat baik di dalam naskah tradisional maupun catatan perjalanan orang-orang Eropa. Tempat itu eksis hingga akhir kekuasaan kerajaan Sunda di tanah Jawa. Kini kota itu menjadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor dan masuk dalam wilayah provinsi Jawa Barat. Kesaksian Penjelajah Eropa Keberadaan pusat pemerintahan kerajaan Sunda berdasar kesaksian bangsa Eropa mula-mula diceritakan oleh penjelajah Portugis Tome Pires pada permulaan abad ke-16. Sejak pendaratan pertamanya di Jawa, nama Sunda sudah santer terdengar. Namun negeri itu masih terlalu asing baginya. Ia lalu mencari sebanyak-banyaknya informasi tentang negeri yang mungkin akan disinggahinya itu. “Kerajaan Sunda menguasai setengah Pulau Jawa.” Keyakinan itu tertanam di benak sebagian besar orang di pelabuhan tempat Tome Pires singgah. Sementara mereka yang memiliki kedudukan di pemerintahan meyakini bahwa kerajaan Sunda menduduki sepertiga atau seperdelapan bagian pulau. Dari kabar yang diterima Pires, luas kekuasaan kerajaan Sunda mencapai 300 league  atau sekitar 1776 kilometer. Mencakup Pelabuhan Banten, Pelabuhan Sunda Kalapa, Pelabuhan Cimanuk, hingga ke Sungai Cimanuk yang merupakan batas antara kerajaan Sunda dan para penguasa dari Jawa (merujuk pada kerajaan-kerajaan di Jawa bagian tengah dan timur). “Diceritakan bahwa pada zaman dahulu, Tuhan telah menciptakan sungai untuk memisahkan Pulau Jawa dari kerajaan Sunda dan begitu pula sebaliknya. Sungai ini ditumbuhi pohon di sepanjang aliran dan kabarnya, pohon-pohon di masing-masing sisi memiliki cabang yang menyentuh tanah dan condong ke arah masing-masing negeri. Pohon-pohon ini berukuran besar dan menjulang tinggi dengan cantik,” kata Pires. Ketika sampai di wilayah kerajaan Sunda, Pires sempat mengunjungi kota Dayo. Dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental , Pires menjelaskan kalau Dayo menjadi tempat yang paling sering ditinggali raja Sunda dibanding daerah lainnya. Di kota besar ini rumah-rumah dibangun dengan sangat baik menggunakan daun kelapa dan kayu. Manajemen kota juga ditata secara teratur agar raja merasa nyaman tinggal berlama-lama di sana. Untuk mencapai kota Dayo, jika perjalanan dilakukan melalui pelabuhan utama (Sunda Kalapa), dibutuhkan waktu sekitar dua hari, melewati daerah perbukitan. “Orang-orang berkata bahwa sang raja memiliki rumah yang sangat bagus, dibangun menggunakan 330 pilar kayu setelah tong anggur, setinggi 5 depa dan dihiasi ukiran yang sangat indah di bagian atasnya,” tulis Pires. Namun keberadaan kota itu sendiri sempat diperdebatkan. Banyak penjelajah di abad ke-19, setelah era Pires, yang mengaku tidak menemukan kota yang disebut Dayo ini. “Daio, jika tempat ini memang nyata, adalah tempat yang keberadaannya sulit diduga, mengingat tidak ada satupun tempat yang menyerupai ciri-cirinya dalam topografi Jawa,” kata administrator Inggris John Crawfurd. Barulah pada 1856, Crawfurd berhasil memecahkan misteri kota ini. Dalam catatan penelitiannya selama memangku jabatan di Jawa, A Descriptve Dictionary of the Indian Islands and Adjacent Countries , Crawfurd menjelaskan jika di wilayah yang jaraknya sekitar 40 mil ke arah timur dari Batavia (Jakarta), terdapat bekas fondasi istana. Di daerah yang merujuk pada Buitenzorg (Bogor) ini juga ditemukan banyak sekali bebatuan dan sejumlah prasasti. “Kota yang dimaksud, tidak lain tidak bukan, adalah Pajajaran. Pajajaran ialah nama sebuah kerajaan kuno di Jawa, ibu kotanya terletak di Bogor, yang berada di wilayah Sunda,” ucapnya. Rupanya keberadaan kerajaan Sunda pernah juga diceritakan Scipio pada 1 September 1687. Artinya komandan pasukan Belanda itu menemukan bukti keberadaan Sunda jauh sebelum Crawfurd. Dalam Priangan , De Haan menyebut jika Scipio berhasil menemukan dua batu yang menurut keterangan penduduk adalah bekas singgasana raja Pajajaran. Kedua batu itu terletak di sebuah tempat berbentuk bujur sangkar sebesar bangsal sebuah kerajaan. Diperkirakan bukti penting tentang Sunda itu berpindah tempat sehingga pada masa Crawfurd banyak peneliti yang kesulitan membuktikan beradaan Kerajaan Pajajaran. “Itulah sebabnya, kiranya bangunan kraton ini atau bekasnya tidak dapat disaksikan lagi oleh kita sekarang, bahkan oleh orang-orang Belanda yang mengunjunginya pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 Masehi,” tulis De Haan. Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh para peneliti Barat, sejarawan Edi S. Ekadjati, dalam Asal-Usul, Lokasi, Perkembangan Pakuan Pajajaran , merasa jika rekonstruksi kerajaan Sunda sudah terlaksana dengan cukup baik. Ditambah informasi yang ada pada sumber-sumber lokal, keberadaan penguasa Jawa bagian barat ini sudah dapat disaksikan oleh masyarakat luas. “Menurut hemat saya, keseluruhan hasil studi mereka (para peneliti Belanda) sudah cukup memadai, dalam arti lokasi ibukota Pakuan Pajajaran telah berhasil ditemukan dan direkonstruksi dengan benar. Walaupun demikian, guna mendapat gambaran yang lebih jelas dan mendetail perlu dilakukan penelitian lebih jauh, terutama dengan melakukan penggalian di sekitar lokasi yang diperkirakan bekas kompleks keraton,” ucap Ekadjati. Catatan Tradisional Tidak jauh berbeda dengan keterangan orang-orang Eropa, informasi yang ada pada naskah dan prasasti juga turut memperkuat keberadaan kerajaan Sunda di wilayah Bogor sekarang. Seperti informasi pada prasasti Batutulis yang dikutip Nugroho Notosusanto,dkk dalam Sejarah Nasional Indonesia III , diketahui bahwa kerajaan ini awalnya berpusat di Kawali namun karena keadaan tertentu akhirnya dipindahkan ke Pakuan. “Pusat kerajaan Sunda yang berpindah-pindah itu pernah berlokasi secara kronologis sebagai berikut: Galuh, Pakuan, Saunggalah, Pakuan, Kawali, dan Pakuan. Jadi kerajaan Sunda itu berakhir pada waktu pusat kerajaannya berkedudukan di Pakuan Pajajaran,” terang Saleh Danansasmita dalam “Latar Belakang Sosial Sejarah Kuno Jawa Barat dan Hubungan antara Galuh dengan Pajajaran” dimuat Sejarah Jawa Barat . Sementara naskah Carita Parahyangan (dibuat akhir abad ke-16), cukup banyak membahas keadaan di Pakuan, meski tidak lengkap. Di sana dijelaskan bangunan kerajaan di wilayah pakuan tidak hanya satu, melainkan ada lima buah. Jumlah tersebut merujuk pada kosep Panca Persada (lima keraton). Bangunan utama digunakan sebagai tempat tinggal raja, sementara di sampingnya berdiri bangunan-bangunan lain yang tidak kalah megah sebagai tempat bersemayam para kerabat kerajaan. Wilayah ibukota Pakuan Pajajaran, kata Ekadjati, dibagi ke dalam dua wilayah, yakni Kota Dalam dan Kota Luar. Kedua bagian kota itu dibatasi oleh benteng alam, berupa bukit kecil memanjang di sebelah timur. Di sana juga terdapat parit kecil yang membentang melewati bagian barat keraton. Sementara sebuah benteng buatan berdiri kokoh di sebelah selatan. “Dari gambaran di atas tampak bahwa ibukota Pakuan Pajajaran diperkuat oleh benteng berlapis-lapis (sungai alam, tanggul buatan, parit buatan). Hal itu kiranya disebabkan oleh karena kerajaan Sunda menghadapi kemungkinan serangan dari luar (Demak, Cirebon, dan Banteng),” tulis Ekadjati. Rupanya kekhawatiran raja atas serangan yang akan menghancurkan kerajaannya menjadi kenyataan. Pada 1579, setelah melalui berbagai konflik dan perang dengan pasukan Muslim, kerajaan Sunda berakhir. Pusat pemerintahan terakhirnya berada di Pakuan, wilayah Bogor sekarang.

bottom of page