top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Bahasa Indonesia di Dewan Rakyat Hindia Belanda

Fraksi Nasional menggunaan bahasa Indonesia dalam Dewan Rakyat (Volksraad) untuk meninggikan dan memuliakan bahasa Indonesia.

Oleh :
18 Feb 2013

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Sidang Volksraad dan MH Thamrin.

  • Aryono
  • 19 Feb 2013
  • 2 menit membaca

Sidang Volksraad dan MH Thamrin. Foto: KITLV dan koleksi Museum MH Thamrin.


KONGRES Pemuda II, 28 Oktober 1928, menetapkan “satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia.” Bahasa Indonesia dapat diterima karena tidak mengancam dan tidak eksklusif. “Dan belakangan, bahasa Indonesia menjadi pertanda pertumbuhan keyakinan akan Indonesia,” tulis RE Elson dalam The Idea of Indonesia, “sebagaimana ketika fraksi Thamrin mulai menggunakan bahasa Indonesia untuk kali pertama dalam perdebatan Volksraad pada 1938.”


Muhammad Husni Thamrin, wakil Betawi dan ketua Fraksi Nasional di Dewan Rakyat Hindia Belanda (Volksraad), mewujudkan tuntutan Kongres Bahasa Indonesia pertama di Solo, 25-27 Juni 1938, agar Fraksi Nasional menggunakan bahasa Indonesia.


Menurut Pitut Suharto dalam Aku Pemuda Kemarin di Hari Esok, Thamrin mengumumkan pertama kali fraksinya memakai bahasa Indonesia dalam pidatonya di Volksraad pada 12 Juli 1938.


Alasan Fraksi Nasional menggunakan bahasa Indonesia karena semua peraturan yang berlaku umum untuk rakyat ditetapkan dalam bahasa Belanda yang tidak di mengerti rakyat, kaum bumiputra terpelajar tidak senang membaca dan menulis pada suratkabar berbahasa Indonesia, dan orang Indonesia pasti kalah dalam perdebatan dengan orang Belanda dalam bahasa Belanda.


“Karena rakyat Indonesia umumnya berbahasa Indonesia, kondisi itu merupakan suatu kerugian bagi rakyat Indonesia yang berjumlah puluhan juta,” tulis Azizah Etek, Mursyid AM, dan Arfan BR dalam Kelah Sang Demang Jahja Datoek Kajo, Pidato Otokritik di Volksraad 1927-1939.


Pernyataan “buat pertama kalinya” penggunaan bahasa Indonesia di Volksraad perlu dipertanyakan. Thamrin sendiri mengakui bahwa dia berpidato menggunakan bahasa Indonesia baru pada Juli 1938. “Konon, perintis penggunaan bahasa Indonesia, adalah Haji Agus Salim dan Jahja Datoek Kajo sejak 1927,” tulis Azizah, dkk.


Pidato berbahasa Indonesia Haji Agus Salim diprotes tuan voorzitter. “Saya memang pandai berpidato dalam bahasa Belanda,” kata Salim, “tapi menurut peraturan Dewan saya punya hak mengeluarkan pendapat dalam bahasa Indonesia.” Salim mengacu pada mosi yang disampaikan anggota Volksraad bumiputra pertama Achmad Djajadiningrat dan kawan-kawannya pada 3 Desember 1918 tetang penggunaan bahasa Indonesia. Ratu Belanda memperbolehkan dengan catatan bahasa Belanda diutamakan.


Berbeda dengan masa persidangan 1927-1928 yang hanya Salim dan Jahja yang berbahasa Indonesia, pada masa 1938-1939 ada enam orang anggota Volksraad bumiputra yang memakai bahasa Indonesia: Thamrin, Soeroso, Abdoel Rasjid, Soangkoepon, Wirjopranoto Iskandar Dinata, dan Datoe Toemenggoeng yang juga memakai bahasa Belanda.


“Mereka itu adalah penyokong Fraksi Nasional yang memperjuangkan bahasa Indonesia digunakan dalam persidangan,” catat Azizah, dkk.


Penggunaan bahasa Indonesia di sidang Volksraad diprotes Piet A Kerstens, wakil Indische Khatolieke Partij, dan Jan Verboom, petinggi Suikersyndicaat (perkumpulan majikan gula) di Surabaya dan pengurus Vaderlandsche Club.


“Kaum kamu nasionalis sekarang berbahasa Indonesia di badan Volksraad akan tetapi sebentar kamu orang minta supaya pengajaran bahasa Belanda diperluaskan,” kata Kerstens, dikutip Pitut Suharto.


Thamrin menjawab: “Lupa mereka (Kerstens), hak (berbahasa Indonesia di Volksraad) itu yang katanya telah diakui dalam wet (undang-undang); lupa pula kehormatannya terhadap wet-nya sendiri sedang orang Indonesia selalu diajarkan untuk menghormati segala aturan undang-undang.”


Di balik serangan balik itu, Thamrin menyadari: “Kami orang baru insyaf sekarang atas kesalahan kami terhadap bahasa sendiri dan oleh karena itu hendak lantas membetulkan kesalahan dan hendak membantu meninggikan dan memuliakan bahasa kita."

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Persekutuan Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja

Tuan Rondahaim dan Sisingamangaraja bersekutu melawan Belanda. Keduanya telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha Hiburan Malam Naik Haji

Pengusaha hiburan malam yang mengorbitkan banyak penyanyi beken ini mengalami kejadian aneh saat menunaikan ibadah haji.
Biarkan Batin Melayang

Biarkan Batin Melayang

Zaman berubah. Kekuasaan berganti. Namun, S.K. Trimurti mampu melewatinya tanpa membuatnya tersingkir dari sejarah.
Banjir Besar di Jakarta

Banjir Besar di Jakarta

Banjir besar yang melanda Jakarta merendam kawasan Monas. Rencana Presiden Soeharto dan Ibu Tien meninjau diorama Supersemar di museum Monas terpaksa dibatalkan.
Kisah Prajurit Doyan Kawin

Kisah Prajurit Doyan Kawin

Poligami dipraktikkan oknum tentara sejak dulu. Ada yang dapat hukuman karenanya.
bottom of page