top of page

Sejarah Indonesia

Ketika Tentara Tanpa Panglima

Ketika Tentara Tanpa Panglima

Sebelum terpilihnya Soedirman sebagai panglima, organisasi tentara terkesan sangat rapuh

Oleh :
5 Oktober 2017

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kamar kerja Panglima Besar Jenderal Soedirman di Markas Besar Tentara Yogyakarta. Foto: Nugroho Sejati/Historia

Gedung besar bergaya setengah art deco itu masih berdiri kokoh di tengah kota Yogyakarta. Catnya yang bercorak kombinasi hijau tua dan hijau muda menandakan bahwa bangunan tersebut ada di bawah pengawasan pihak TNI AD (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat). Semula, gedung yang dibangun pada 1904 itu merupakan rumah dinas pejabat administrator perkebunan Hindia Belanda di Jawa Tengah dan Yogyakarta, namun pada 1942-1945 dikuasai militer Jepang.


“ Pasca proklamasi kemerdekaan gedung ini kemudian beralih fungsi menjadi MBTKR (Markas Besar Tentara Keamanan Rakyat),” ujar seorang pemandu di Museum Pusat TNI Dharma Wiratama (nama terkini gedung tersebut) kepada Historia.


Sekitar 72 tahun yang lalu, di gedung MBTKR terjadi suatu peristiwa sangat penting. Ceritanya, sebulan usai diumumkan Maklumat Pemerintah tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 5 Oktober 1945 oleh Presiden Sukarno, TKR sama sekali belum memiliki pemimpin tertinggi. Kendati Presiden sudah menetapkan Soeprijadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat, namun sampai batas yang sudah ditentukan, pemimpin pemberontakan pasukan PETA (Pembela Tanah Air) di Blitar itu tak juga muncul. Isu yang bertiup saat itu, Soeprijadi diperkirakan sudah dibunuh oleh bala tentara Dai Nippon.


Kekosongan pimpinan membuat TKR terkesan sangat rapuh karena para anggotanya bertindak nyaris tanpa kendali. Pengangkatan dan pemberhentian para komandan di daerah sebagian besar dipilih langsung oleh bawahannya, atau paling banter dilakukan oleh Komite Nasional Daerah setempat, atau juga oleh panitia yang sengaja dibentuk untuk maksud itu.


“ Bahkan tidak jarang perorangan pun menyusun sendiri suatu pasukan dan ia menjadi komandannya…”tulis Letnan Jenderal (Purn) Tjokropranolo dalam Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman: Pemimpin Pendobrak Terakhir Penjajahan di Indonesia

Menurut Tjokropranolo, cara-cara semacam itu tentu saja tidak bisa dibiarkan terjadi terus menerus. Harus ada suatu tentara yang kuat untuk menjadi tulang punggung dari semua kesatuan-kesatuan perjuangan bersenjata yang ada guna menghadapi Belanda yang diperkirakan akan menguasai kembali setelah pihak Sekutu kelak meninggalkan Indonesia.


Berdasarkan situasi tersebut, formatur Kepala Markas Besar Oemoem (MBO) TKR, Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo berinsiatif mengadakan rapat besar antar perwira. Pertemuan itu diadakan di gedung MBTKR yang terletak di Jalan Gondokusuman (sekarang Jalan Jenderal Soedirman) Yogyakarta pada 12 November 1945, dengan melibatkan para perwira TKR (paling rendah berpangkat Letnan Kolonel atau menjabat sebagai komandan resimen).


“ Semua perwakilan yang diundang hadir kecuali dari Jawa Timur,mereka masih sibuk berperang melawan Inggris di Surabaya,” ujar sejarawan Rushdy Hoesein.


Namun sebelum acara berlangsung, sama sekali tak disebut-sebut soal rencana pemilihan panglima tertinggi TKR. Dalam bukunya Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid I, Jenderal (Purn) A.H. Nasution sendiri bersaksi bahwa acara tersebut pada awalnya ditujukan untuk membahas strategi mengatasi pergerakan pasukan Sekutu dan mengantisipasi kehadiran Belanda yang dikatakan ingin menguasai kembali wilayah Indonesia.


“ Pokok konperensi seperti yang telah diketahui oleh para hadirin sebelumnya ialah pembahasan soal: “Membangun tentara yang kuat guna menghadapi serangan musuh.” ungkap Tjokropranolo.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page