top of page

Sejarah Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Rakyat Maluku

Proklamasi Kemerdekaan Rakyat Maluku

Bagaimana rakyat Maluku mengikrarkan diri untuk bebas dari segala belenggu penjajahan.

12 Agustus 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Mayor Jenderal TNI Djamin Gintings bersama istrinya, Likas Tarigan. (Repro Dari Titi Bambu ke Bukit Kadir).

PERINGATAN kemerdekaan Indonesia hanya tinggal menunggu hari. Berbagai persiapan pun telah dilakukan untuk menyambut peristiwa yang menegaskan posisi Indonesia sebagai bangsa merdeka yang anti penjajahan.


Namun tak banyak orang Indonesia tahu,  lebih dari satu abad sebelumnya (1817), proklamasi kemerdekaan pernah digaungkan di Maluku. Adalah Thomas Mattulesi alias Kapitan Pattimura yang menjadi ujung tombak dari perlawanan rakyat terhadap Belanda hingga berhasil membuka jalan menuju penyusunan akta keberatan akan keberadaan Belanda di Maluku.


Proses Mencapai Kemerdekaan

Kabar rencana keberangkatan pasukan Belanda pimpinan Mayor Beetjes menuju basis kekuatan peralawanan rakyat Maluku di Pulau Saparua, Maluku Tengah cepat tersebar. Sebanyak 300 tentara, terdiri dari pasukan infanteri dan marinir, dijadwalkan berangkat pada siang 17 Mei 1817 dari Pulau Seram. Sumber lain menyebut tentara yang berangkat berjumlah 1073 orang. Sementara David Matulessy dalam bukunya, Pattimura-Pattimura Muda Bangkit Memenuhi Tuntutan Sejarah, menyebut perwira yang berangkat ada 500.


Di dalam rombongan pasukan Belanda itu turut ikut raja Sirisori Serani. Ia dipercaya dapat meredakan perlawanan kelompok Thomas Mattulesi yang terus membuat pening pemerintah Belanda.


Sehari sebelumnya, para pembesar Belanda di Ambon menerima kabar jika orang-orang Eropa di Saparua terancam oleh rakyat yang mulai melawan. M. Sapija dalam buku Sedjarah Perdjuangan Pattimura menyebut jika residen Ambon segera menanggapi kabar itu dengan rapat kilat bersama pemimpin militer Belanda. “Dengan susah payah komisaris Belanda harus membentuk ekspedisi ini untuk memadamkan pemberontakan yang sudah meletus.”


Berita penyerangan itu akhirnya terdengar oleh Mattulesi dan pasukan perlawanan Maluku di Hulaliu. Pada 18 Mei, Mattulesi segera menggerakan seluruh rakyat untuk mengatur penyerangan dan pertahanan saat Beetjes tiba. Tak lupa ia juga menempatkan sejumlah mata-mata di Pelauw, sebelah utara Hulaliu, agar kedatangan pasukan Belanda dapat diketahui dengan cepat.


Dalam buku Kapitan Pattimura, I.O. Nanulaitta menuturkan betapa pentingnya peran mata-mata pada pasukan Mattulesi. Berkat merekalah berita kedatangan pasukan Belanda tersebar dengan cepat ke khalayak. “Pada waktu arombai (perahu) mulai dikumpulkan di Pelau, pengamat-pengamat rakyat segera berlari menuju ke Hulaliu untuk memberitahukan hal itu kepada para kapitan di sana.”


Tanggal 20 Mei, armada Beetjes telah sampai di Halaliu. Mattulesi kemudian mengarahkan sebagian besar pasukannya ke Saparua. Sementara yang lainnya berjaga di sekitar Halaliu. Ada sekitar 1.000 pasukan rakyat Maluku yang sudah siap menerima perintah Mattulesi di sepanjang pesisir Saparua. Genderang perang yang riuh semakin mempertinggi semangat rakyat untuk bertempur.


Kapal-kapal Beetjes yang telah tiba berusaha mengecoh rakyat dengan berputar-putar di laut. Rakyat berlarian mengikuti arah kapal agar mereka tidak dapat berlabuh. Ombak yang besar pun semakin mempersulit Beetjes untuk mendaratkan pasukannya. Akhirnya para kompeni itu menemukan tempat merapatkan kapalnya, namun di tengah hutan bakau yang sangat menguntungkan pejuang Maluku.


“Pasukan rakyat ini mempunyai tugas untuk menyerang pasukan Beetjes dari belakang, memotong jalan mereka kembali ke laut,” tulis Nanulaitta.


Setelah Beetjes melihat kesunyian di pantai, yang sebenarnya telah direncakan oleh Mattulesi, pasukan Belanda didaratkan. Saat kaki mereka menginjak tanah, Matulessi memberikan aba-aba menembak dari balik pohon. Korban pun berjatuhan dari pihak Belanda. Beetjes berusaha terus maju dan memberi perintah menembak. Namun kondisi senjata yang basah membuat mesiu tidak mau terbakar. Posisi Belanda benar-benar tidak diuntungkan.


Beetjes memutuskan menarik mundur tentaranya. Namun terlambat karena jalan menuju laut telah ditutup oleh ratusan pejuang. Pasukan Belanda pun menerobos sekuat tenaga berharap dapat mencapai laut dengan perahu mereka. Sedangkan Beetjes sendir tewas di tengah pertempuran.


Laporan pemerintah Belanda di Ambon menyebut hanya ada empat perahu yang dapat kembali. Satu tiba tanggal 21 Mei, membawa kira-kira tiga belas orang. Beberapa hari kemudian tiba lagi satu perahu berisi dua puluh orang tentara. Sementara satu perahu berisi makanan, mesiu, dan senjata berhasil kembali, namun segera diamankan karena para penumpangnya dituduh melarikan diri tanpa sebelumnya turut bertempur.


“Hanya 30 orang tentara berhasil menyelamatkan diri. Mereka melarikan diri ke Ambon dan membawa berita malapetaka ini kepada pembesar-pembesar mereka,” tulis David.


Walau begitu, bukan berarti pihak Mattulesi mengalami kerugian yang kecil. Banyak pejuang yang terluka, dan meninggal. Meskipun jumlahnya tidak sebanyak Belanda.


Detik-detik Proklamasi

Kemenangan membawa kegembiraan di seluruh negeri. Rakyat bersuka ria menyambut para pahlawan mereka. Semalam suntuk rakyat menari dan bernyanyi merayakan keberhasilan menghalau penjajahan dari tanah Saparua.


Mampu memimpin para pejuang melawan Belanda, tidak membuat Mattulesi larut di dalamnya. Ia segera mengumpulkan para pemimpin pejuang untuk membicarakan langkah setelahnya. Ada tiga rencana penting yang dibicarakan, dan dalam waktu singkat harus dijalankan.


Pertama, tanggal 26 Mei, pemimpin rakyat dari seluruh negeri di Maluku akan dikumpulkan di Haria, salah satu daerah di Saparua. Hal itu dilakukan untuk mempertegas keberatan rakyat atas seluruh tindakan Belanda dan memberitahu alasan Mattulesi bersama pasukannya mengangkat senjata.


Kedua, mengamankan pulau Haruku, yang digunakan oleh tentara Belanda saat penyerangan ke Saparua. Mattulesi ingin membersihkan pulau itu dari sisa-sisa pasukan Belanda sebelum mereka melakukan serangan balasan. Ketiga, membangun benteng pertahanan di seluruh area Saparua dengan membuat parit-parit yang berisi bambu runcing.


“Minggu itu berjalan sangat sibuk, pasukan-pasukan dari segenap penjuru membajiri Halaliu. Di situ didirikan markas komando pertahanan rakyat,” terang Nanulaitta.


Untuk menambah daya serang pasukan rakyat, Mattulesi mengangkat Lukas Selano sebagai komandan. Sementara dua tokoh lainnya, Lukas Lisapaly dan Pattisaba, bertugas membantu seluruh persiapan dalam pertahanan dan penyerangan.


Sembari mempersiapkan kekuatan tempur, musyawarah tanggal 26 Mei tetap berjalan sesuai rencana. Para pemimpin berkumpul, didampingi tetua adatnya masing-masing. Mattulesi bersama stafnya turut hadir dalam acara besar itu.


“Kita telah bersatu untuk tidak tunduk lagi kepada perintah-perintah residen, disebabkan oleh karena mereka menindas dan memaksa rakyat atas bermacam-macam cara, sedangkan rakyat tidak mendapat imbalan untuk segala pekerjaan yang dipaksakan kepada mereka,” ucap Mattulesi dikutip dalam buku karya Sapija.


Setelah melalui dua hari proses panjang dalam suasana yang terkadang tegang dan panas, akhirnya seluruh pemimpin tiba pada satu pandangan yang sama. Kesimpulannya tertuang dalam 14 poin berisi keberatan atas keberadaan Belanda di Maluku, dan dibubuhi tanda tangan 21 orang pemimpin rakyat yang hadir. Tepat pada 29 Mei, Mereka mengumumkan hasil musyawarah besar itu, yang kemudian dikenal sebagai “Proklamasi Haria”.


Poin-poin keberatan itu mencakup seluruh bidang kehidupan, mulai dari agama, ekonomi, politik, hingga keluarga. Misalnya dalam bidang agama, Belanda dianggap mengganggu tatanan kepercayaan rakyat Maluku yang waktu itu mayoritas menganut Kristen. Sementara kebijakan Belanda yang paling ditentang adalah kerja paksa dan pengiriman laki-laki Maluku ke Batavia.


"Dengan kekerasan pemerintah itu hendak memisah semua laki-laki dari anak isterinya," tulis Nanulaitta.


Selain itu, semua orang setuju mengangkat Thomas Mattulesi menjadi ‘panglima perang tertinggi Maluku’ yang memimpin Honimua, Nusalaut, Haruku, Ambon, Seram, dan seluruh negeri. Mattulesi pun kemudian menggunakan gelar ‘Kapitan Pattimura’, mewarisi gelar moyangnya terdahulu.


Segera setelah persiapan selesai dilakukan, naskah Proklamasi Haria disalin dan disebarkan ke seluruh Maluku agar dapat dibaca oleh rakyat. Di tiap daerah kemudian diangkat seorang kapitan yang bertanggung jawab atas pertahanan di wilayahnya. Pattimura mencurahkan seluruh tenaganya untuk persiapan pertempuran yang lebih besar melawan Belanda.


“Di atas pundak Kapitan Pattimura terletak sekarang seluruh tanggung jawab untuk memimpin rakyat dalam perang kemerdekaan ini,” kata Nanulaitta.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page