top of page

Sejarah Indonesia

Upacara Natal Bersama Haram

Upacara Natal Bersama Haram

Dilatarbelakangi perayaan Natal-Lebaran bersama, MUI keluarkan fatwa.

23 Desember 2012

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Ketua MUI Buya Hamka dan Menteri Agama Letjen TNI (Purn.) Alamsjah Ratu Perwiranegara tahun 1969.

Ketua MUI Buya Hamka dan Menteri Agama Letjen TNI (Purn.) Alamsjah Ratu Perwiranegara tahun 1969. (Repro H. ARPN: Perjalanan Hidup Seorang Anak Yatim Piatu).


Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan umat Islam tak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal. Mengikuti upacara Natal Bersama bagi umat Islam hukumnya haram. Demikian bunyi fatwa tentang perayaan Natal Bersama yang dikeluarkan MUI pada 7 Maret 1981. Kala itu MUI dipimpin Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), sedangkan ketua Komisi Fatwa-nya adalah Syukuri Ghozali.


Fatwa tersebut dilatarbelakangi fenomena yang kerap terjadi sejak 1968 ketika Hari Raya Idul Fitri jatuh pada 1-2 Januari dan 21-22 Desember. Lantaran perayaan Lebaran berdekatan dengan Natal, banyak instansi menghelat acara perayaan Natal dan Halal Bihalal bersamaan. Ceramah-ceramah keagaman dilakukan bergantian oleh ustadz, kemudian pendeta. Menurut Jan S. Aritonang dalam Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, Hamka mengecam kebiasaan itu bukan toleransi namun memaksa kedua penganut Islam dan Kristiani menjadi munafik. Hamka juga menilai penganjur perayaan bersama itu sebagai penganut sinkretisme.


Dalam fatwanya, MUI sendiri melihat bahwa perayaan Natal Bersama disalahartikan oleh sebagian umat Islam dan “disangka sama dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw”. Karena salah pengertian itu, ada sebagian umat Islam ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal. Padahal, lanjut MUI, perayaan Natal bagi umat Kristen adalah ibadah.



Dengan pertimbangan, umat Islam perlu mendapat petunjuk jelas, tak tercampuraduknya akidah dan ibadahnya dengan agama lain, perlu menambah iman dan takwa, serta tanpa mengurangi usaha menciptakan kerukunan antarumat beragama, MUI mengeluarkan fatwa tentang Perayaan Natal Bersama. MUI berharap umat Islam tak terjerumus dalam syubhat (perkara-perkara samar) dan larangan Allah.


Fatwa MUI kemudian ramai diperdebatkan. Kebiasaan saling menghadiri, saling mengucapkan selamat dan merayakan bersama di kantor atau sekolah lantas membuat para pimpinan sekolah maupun instansi dilema.


Menurut Ketua Komisi Fatwa, Syukri Ghozali, dikutip Tempo 30 Mei 1981, fatwa itu sebenarnya dibuat agar Departemen Agama menentukan langkah dalam menyikapi Natalan-Lebaran yang kerap terjadi. “Jadi seharusnya memang tidak bocor keluar,” ujar Syukri. Namun, fatwa yang disiarkan buletin Majelis Ulama 3 April 198 dikutip harian Pelita 5 Mei 1981. Jadilah fatwa itu menyebar ke masyarakat sebelum petunjuk pelaksanaan selesai dibuat Departemen Agama.



Dianggap dapat menegangkan kerukunan antarumat beragama, pemerintah turun tangan. Menteri Agama Letjen TNI (Purn.) Alamsjah Ratu Perwiranegara dalam memoarnya H. ARPN: Perjalanan Hidup Seorang Anak Yatim Piatu, menuliskan: “Saya undang pimpinan Mejelis Ulama. Saya sarankan agar fatwa tersebut dicabut dan saya akan mengambil-alih dengan mengeluarkan peraturan.”


Hamka tak lantas mencabut fatwa itu. Dia hanya mengeluarkan Surat Keputusan MUI No. 139 tahun 1981 mengenai penghentian edaran fatwa. Namun, dalam surat pembaca yang ditulisnya dan kemudian dimuat di Kompas 9 Mei 1981, dia menjelaskan Surat Keputusan MUI itu tak mempengaruhi kesahihan fatwa tentang perayaan Natal. “Fatwa itu dipandang perlu dikeluarkan sebagai tanggung jawab para ulama untuk memberikan pegangan kepada umat Islam dalam kewajiban mereka memelihara kemurnian aqidah Islamiyah,” tulis Hamka.


“Drama” kemudian bergulir. Hamka meletakkan jabatan. Dalam buku Mengenang 100 Tahun Hamka, Shobahussurur mencatat perkataan Hamka: “Masak iya saya harus mencabut fatwa,” kata Hamka sambil tersenyum sembari menyerahkan surat pengunduran dirinya sebagai ketua MUI kepada Departemen Agama.



Gonjang-ganjing MUI dan fatwa tersebut sampai ke DPR. Menurut Kompas, 21 Mei 1981, dalam tanggapannya di depan rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Menteri Agama berencana menghelat pertemuan dengan Musyawarah Kerukunan Antar Agama untuk merumuskan batasan kegiatan seremonial atau ibadah mana yang bisa dan tidak bisa diikuti orang di luar umat agama tersebut.


Pada 2 September 1981 Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor MA/432/1981 kepada berbagai instansi pemerintah. Isinya menjelaskan: selepas acara kegiatan ibadah umat Kristiani, yakni acara seremonialnya, boleh saja pemeluk agama lain hadir mengucapkan dan merayakan Natal. Kegiatan ibadah, menurut surat edaran tersebut, adalah sembahyang, berdoa, puji-pujian, bernyanyi, membakar lilin, dan lain-lain. Demikian juga umat Islam, ketika salat Idul Fitri atau Idul Adha tak pernah mengundang pemeluk agama lain, tapi setelah selesai salat pintu terbuka untuk semua tamu.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page