top of page

Hasil pencarian

9579 hasil ditemukan dengan pencarian kosong

  • Catatan Seorang Aktivis: PRD dan Penggulingan Soeharto (2)

    SELAMA 1993 sampai 1994, setiap kali kereta api yang kutumpangi memasuki Stasiun Jatinegara, sejenak aku menengok ke kiri. Kupandangi tembok Lembaga Pemasarakatan Cipinang yang terlihat begitu angkuh. “Suatu saat aku akan berada di sini. Cepat atau lambat rezim Soeharto akan memenjarakanku,” gumamku.

  • Catatan Seorang Aktivis: PRD dan Penggulingan Soeharto (1)

    GEDUNG Bundar Kejaksaan Agung (Kejagung) begitu "angker” bagi tokoh-tokoh oposisi, terutama dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Satu per satu mereka diperiksa sebagai saksi Peristiwa 27 Juli 1996. Mereka antara lain Megawati Soekarnoputri, Ridwan Saidi, Aberson M. Sihaloho, Sophan Sophiaan, Sabam Sirait, Soetardjo Soerjogoeritno, Sukowalujo Mintorahardjo, Julius Usman, dan Permadi.

  • Jalan Panjang Panama ke Piala Dunia

    EUFORIA Piala Dunia 2018 di Rusia kian terasa. Dalam pesta sepakbola terbesar sejagat edisi ke-21 ini, Panama –dan Islandia– bakal unjuk gigi sebagai debutan. Panama memang “bocah” baru yang prestasi sepakbolanya masih segelintir. Selain juara ketiga (1948) dan juara pertama (1950) turnamen Confederacion Centroamericana y del Caribe de Futbol, pendahulu CONCACAF (Konfederasi Sepakbola Amerika Tengah dan Karibia), prestasi tertinggi Panama adalah masuk ke putaran final Piala Dunia 2018. Ketidakstabilan politik dan pergolakan dalam negeri menjadi faktor penting yang membuat Panama tak bertaji. Selain itu, popularitas sepakbola di negeri berpenduduk empat juta jiwa itu masih di bawah bisbol, tinju, dan basket. Publik Panama lebih kenal dan memuja maestro bisbol Mariano Rivera, Bruce Chen, Manny Sanguillen atau legenda tinju Roberto Duran ketimbang pesepakbola macam Luis Ernesto Tapia atau Rommel Fernandez. Perhatian pemerintah terhadap sepakbola pun tak besar. Panama baru punya induk organisasi sepakbola (FEPAFUT) pada 1937 atau 34 tahun setelah merdeka. Tak heran bila infrastruktur sepakbola Panama amat minim. Era Baru Kendati sudah punya beberapa klub amatir sejak 1920-an dan kejuaraan amatir Liga Nacional sejak 1925, minimnya perhatian menyisakan banyak kekurangan pada persepakbolaan Panama. Kekurangan-kekurangan itu menjadi cambuk bagi para aktivis sepakbola Panama seperti Gary Stempel untuk makin keras berupaya memajukan persepakbolaan negerinya. Stempel yang lahir di Panama City, 15 Desember 1957, merupakan aktivis sepakbola Panama. Saat usianya lima tahun, anak mantan pebisbol Panama itu ikut orangtuanya pindah ke Inggris, negeri asal ibu Stempel. Di Inggris Stempel bergabung dengan klub lokal Millwall. Stempel belajar banyak soal sepakbola Inggris. Para aktivis sepakbola Panama, di sisi lain, tak kenal lelah memperbaiki persepakbolaan negerinya. “Tak ada dukungan. Kami sering kekurangan materi untuk pelatihan, kadang kami juga tak punya bola. Bukan hal aneh latihan di lapangan-lapangan bisbol atau saat melihat sepatu para pemain kami rusak. Semua pihak berkorban secara ekonomi hanya untuk datang ke lapangan demi latihan karena para pemain tak diberi uang transport untuk perjalanan mereka,” kenang Stempel, dikutip mondofutbol.com . Hasil perjuangan itu, pada 1988 berdiri Asociacion Nacional Pro Futbol (ANAPROF). Asosiasi ini yang menjalankan liga profesional. Berdirinya ANAPROF, yang lantas bertransformasi jadi Liga Penamena de Futbol (LPF), jadi momen lepas landas sepakbola Panama dan timnasnya ke level lebih tinggi. Liga profesional itulah yang jadi tempat penerapan ilmu Stempel sepulangnya 34 tahun berguru di Inggris. Mula-mula, Stempel menjadi pelatih klub lokal San Fransisco dan Panama Viejo. Dia bergerilya ke berbagai wilayah untuk mencari pemain klub-klubnya. “Para pemain saya berasal dari anak-anak jalanan dan semua dari mereka punya masalah. Sebagian tak pernah kenal ayahnya. Sebagian lagi ibu mereka di penjara hingga harus melakukan dua-tiga pekerjaan selain latihan sepakbola, demi menafkahi saudara-saudara mereka,” cetusnya, dilansir The Sun , 24 Desember 2017. Gary Stempel, kembali ke Panama untuk mengasuh tim U-17 (Foto: fepafut.com) Latar belakang para pemainnya yang bermasalah membuat Stempel memberikan penanganan khusus. Dia tak hanya mengasah skill , tapi juga intens melakukan pendekatan kepada masing-masing bocah. Di luar itu, Stempel mesti kuat karena besarnya tekanan gang kriminal. “Jika Anda kalah dua laga berturut-turut yang tentu saja saya pernah alami, Anda akan mendapatkan ancaman pembunuhan dari geng-geng,” ujar Stampel, disitat Football Paradise , 21 Desember 2017. Kerja keras Stempel membuahkan hasil manis. Dia membawa Panama Viejo empat kali juara liga dan dua gelar juara lain. Stempel lalu dipercaya menangani timnas U-20 tahun 2002 dan membawa tim itu lolos Piala Dunia U-20 tahun berikutnya. Lima tahun berselang, dia dipercaya melatih tim senior. Pada 2009, berhasil membawa timnya menjuarai UNCAF Nations Cup. Di tahun yang sama, Stempel membawa Panama hingga perempatfinal Gold Cup. Salah satu binaannya, Ramon Torres, kini jadi pilar terpenting Panama menembus Piala Dunia 2018. “Dia datang dari jalanan. Kami benar-benar mengasahnya dari nol,” kata Stempel. Sejak itu, sepakbola tak lagi olahraga yang dipandang sebelah mata di Panama. Sepakbola berhasil lepas dari bayang-bayang pamor bisbol. Warisan Stampel kini masih sangat terasa. Stampel kini mengabdi di timnas Panama U-17.

  • Kekecewaan Soeharto pada Habibie

    PADA 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran diri di Istana Merdeka, Jakarta. Dia digantikan wakilnya, BJ Habibie, yang saat itu juga diambil sumpah sebagai presiden. Inilah pertemuan terakhir mereka.

  • Riwayat dan Kinerja Perusahaan Daerah DKI Jakarta

    PELEPASAN saham Pemprov DKI sebesar 26,25 persen di PT Delta Jakarta menjadi sorotan. Pemprov berpotensi meraup satu triliun rupiah dari penjualan saham, sekaligus juga bakal kehilangan dividen 38 miliar rupiah per tahun. Jumlah dividen ini cukup besar di antara perolehan dividen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov DKI. Kontribusi BUMD —dulu disebut Perusahaan Daerah— untuk menggemukkan kas Pemprov DKI berbeda satu sama lain. Bergantung pada kinerja, bidang usaha, dan laba bersih mereka. Ada Perusahaan Daerah berkinerja baik dalam bidang usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga menghasilkan laba bersih yang tinggi. Tapi ada juga Perusahaan Daerah berkinerja buruk dalam bidang usaha menyangkut kebutuhan keseharian rakyat sehingga laba bersihnya rendah. Berikut ini riwayat singkat dan gambaran kinerja masa lalu sejumlah Perusahaan Daerah Pemprov. PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jaya Perusahaan Daerah pertama Pemprov DKI. Berdiri pada 1961 dari gagasan Soemarno, gubernur Jakarta 1960-1964 dan 1965-1966. Pemerintah Daerah ketika itu menaruh modal senilai dua juta rupiah, sedangkan pihak swasta berkontribusi setengah juta rupiah. Gerak BPD Jaya berputar pada penghimpunan dan penyaluran dana untuk pembangunan. “Tahun 1961 Bank Pembangunan Daerah boleh bergerak 80 persen dalam bidang pembangunan daerah Jakarta dan 20 persen dalam bidang Bank Umum dalam hubungannya dengan pembangunan,” tulis Soemarno dalam Karya Jaya: Kenang-Kenangan Lima Kepala Daerah Jakarta 1945-1966. Pemda Jakarta mengambil-alih semua saham BPD Jaya dari pihak swasta pada 1967. Kemudian Ali Sadikin, gubernur Jakarta 1966-1977, mengembangkan fungsi BPD Jaya melampaui fungsi bank umum. Antara lain menjadi penggerak kegiatan ekonomi pedagang lemah, pelaksanaan Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka. “Dengan penetapan kebijaksanaan yang dimaksud di atas, hasil usaha BPD Jaya, baik dalam bentuk pengumpulan dan pengerahan dana terus meningkat,” tulis Ali Sadikin dalam Gita Jaya. Sekarang BPD Jaya berubah nama jadi PT Bank DKI. PD Dharma Jaya Bergerak dalam bidang penyediaan, pemotongan, dan penyaluran daging hewan ternak seperti sapi dan ayam. Pendiriannya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor lb.3/2/17/1966 tanggal 24 Desember 1966. Perusahaan ini gabungan dari Jawatan Kehewanan DKI, Perusahaan Peternakan Negara Unit Yojana, dan Pelaksana Kebutuhan Daerah Jaya dan Niaga Jaya. Pada awal pendiriannya, PD Dharma Jaya menghadapi tantangan berat. “Modal hanya terdiri dari barang-barang ( assets ) tidak bergerak yang umumnya dalam kondisi tua dan banyak yang rusak, bahkan tidak sedikit yang tidak dapat dipergunakan lagi,” tulis Ali Sadikin. Selain itu, jumlah tenaga kerja melampaui kebutuhan nyata perusahaan. Untuk memecahkan masalah tersebut, Ali Sadikin merehabilitasi alat-alat produksi, meningkatkan efisiensi, dan membekukan usaha-usaha yang tidak produktif. Dia juga mengoordinasi Rumah Pemotongan Hewan (RPH) di Jakarta dengan PD Dharma Jaya dan menyediakan mobil pengangkut. PD Dharma Jaya merumuskan ulang visi dan misinya sekaligus membuat rencana jangka panjang pada 1985 setelah keluar Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1985. Dua poin pentingnya antara lain peningkatan operasi dan laba bersih dan menjadi pemimpin di bidang perdagangan dan industri daging. Tapi sekarang PT Dharma Jaya justru terlilit masalah internal dan ketiadaan dana untuk menyediakan daging murah atau subsidi. Perusahaan Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) Perusahaan ini berawal dari nasionalisasi terhadap perusahaan asing bernama Bataviasche Vorkers Mastschappij NV pada 1954. Kepemilikannya berada di Kementerian Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata. Lingkup usahanya meliputi penyediaan, perawatan, dan penyelenggaraan transportasi massal. PPD menjadi milik Pemerintah Jakarta melalui Peraturan Pemerintah No. 229 Tahun 1961 pada masa Gubernur Soemarno. “Dasar pertimbangan adalah bahwa perusahaan negara yang menyelenggarakan pengangkutan penumpang untuk umum dengan kendaraan bermotor khusus dalam wilayah Daerah Swatantra lebih tepat dikuasai, diasuh, dan dibimbing oleh Pemerintah Daerah itu,” tulis Ali Sadikin. Saat awal menjadi milik Pemerintah Jakarta, PPD mempunyai seratusan bus Leyland berwarna kuning. Terpampang tulisan khas di kaca depannya, “Bis ini dibeli dengan uangmu, peliharalah baik-baik,” tulis Djaja, 13 Juli 1963. Manajemen PPD berjalan cukup baik pada dekade 1960-an. Bus-busnya baru, sopir berkendara santun, dan kernet bisa hidup layak. Tapi masuk dekade 1970-an, manajemen PPD “Semakin hari, semakin rusuh akibat manajemen gado-gado yang masih terlalu amatir dan kampungan,” tulis Ekspres , 19 April 1971. PPD pun merugi puluhan tahun. Sekarang PPD telah banyak berbenah. Bus-bus baru berdatangan dan beroperasi melayani penumpang dalam Busway . PPD kembali memperoleh laba sejak 2012. PT Delta Djakarta Serupa PPD, PT Delta Djakarta bermula dari perusahaan asing pada 1932. Berkedudukan di Batavia, perusahaan ini bernama De Archipel Brouwerij milik orang Jerman. Menurut Bisuk Siahaan dalam Industrialisasi di Indonesia: Sejak Hutang Kehormatan Sampai Banting Stir , kepemilikannya berpindah ke orang Belanda menjelang Perang Dunia II. Namanya pun berganti jadi De Orange Brouwerij. De Orange Brouwerij terus berkembang. Hingga datanglah masa nasionalisasi terhadap perusahaan asing pada 1957. Kepemilikannya beralih ke perusahaan Indonesia dan diserahkan ke Pemerintah Jakarta pada 1964. Namanya ganti lagi jadi PT Budjana Djaja-Pabrik Bir Jakarta. Anker jadi nama produknya. Seiring terbitnya Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) pada 1967, kota Jakarta mulai berubah. Salah satu pengaruh UU PMA bagi Jakarta adalah kehadiran tempat hiburan malam. Tempat-tempat itu menyediakan bir dan pengunjungnya cukup ramai. Ali Sadikin melihat potensi menguntungkan dari situasi tersebut. Dia menggagas bentuk kerja sama yang titik beratnya terletak pada peleburan seluruh sistem perusahaan ( join venture ) dengan modal swasta asing. “Sebagai pilot project dari usaha-usaha kerja sama tersebut di atas, dapat dikemukakan sebagai contoh join venture antara Pabrik Bir Anker Jakarta dengan pihak pemilik semula NV Bier Brouwerij de Drie Hoofijzers,” tulis Ali Sadikin. Dan mulai 1970, perusahaan itu menyandang nama PT Delta Djakarta Perhitungan Ali Sadikin jitu. PT Delta Djakarta tumbuh sebagai perusahaan bir raksasa dan menjadi salah satu Perusahaan Daerah yang berkinerja baik dengan laba positif.

  • Boedi Oetomo di Bulan Puasa

    20 Mei 1908 Boedi Oetomo didirikan oleh para pelajar STOVIA (Sekolah Dokter Pribumi) di Batavia. Ia disebut sebagai organisasi modern pertama sehingga tanggal pendiriannya, 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Sebulan kemudian, Soewarno, sekretaris Boedi Oetomo, mengumumkan pendirian Boedi Oetomo di koran Bataviaasch Nieuwsblad . “Dalam pernyataannya yang pertama ini Soewarno mengumumkan bahwa sidang umum (kongres, red. ) pertama Boedi Oetomo akan diselenggarakan pada bulan puasa (Oktober) di Yogyakarta,” tulis sejarawan Akira Nagazumi dalam Bangkitnya Nasionalisme Indonesia: Budi Utomo, 1908-1918 . Pada 8 Agustus 1908 diadakan rapat di STOVIA untuk membahas segala hal mengenai kongres mendatang. Diputuskan kongres akan terbuka untuk umum, seseorang akan diutus untuk memberitahu gubernur jenderal tentang kongres itu, dan diharapkan gubernur jenderal memberikan pengakuan terhadap organisasi itu. Selain itu, menurut sejarawan Abdurrachman Surjomihardjo dalam Budi Utomo Cabang Betawi , suratkabar Java Bode , 4 September 1908, memberitakan rapat Boedi Oetomo cabang Bogor yang dihadiri ketua cabang Betawi dan Bupati Temanggung yang kebetulan berada di Bogor. Rapat memutuskan untuk menulis surat kepada gubernur jenderal guna meminta izin kongres di Yogyakarta. Diputuskan juga soal bahasa perantara yang akan dipakai di dalam kongres, yaitu bahasa Jawa, Melayu dan Belanda. Disinggung pula perlunya surat kabar yang akan menyuarakan Boedi Oetomo. Kehadiran Boedi Oetomo disambut baik. Menjelang diadakannya kongres pertama, Boedi Oetomo telah memiliki delapan cabang di Betawi, Bogor, Bandung, Yogyakarta I, Yogyakarta II, Magelang, Surabaya dan Probolinggo. Pada Juli, jumlah anggotanya sekitar 650 orang, meningkat menjadi 1200 orang pada September, di antaranya 700 orang priayi dan partikelir (swasta). Abdurrachman mengungkapkan bahwa untuk membiayai kongres pertama Boedi Oetomo, para pelajar mengumpulkan dana dengan cara menjual arloji, kain panjang, ikat kepala, bahkan menyumbangkan tunjangan untuk bulan puasa. Selain itu, Dr. F.H. Roll, direktur STOVIA yang berpikiran maju dan mendukung pelajar berorganisasi, memberi pinjaman untuk kongres pertama Boedi Oetomo. Akhirnya, kongres pertama Boedi Oetomo bertepatan dengan bulan puasa digelar di Yogyakarta selama tiga hari, 3-5 Oktober 1908. Kongres dihadiri sekitar 300 orang yang memenuhi gedung Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru). Sebagian besar dari mereka adalah priayi yang berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sejumlah bupati juga hadir; lainnya mengirim surat atau utusan. Hadir pula 15 atau 20 perempuan Jawa dan beberapa orang Eropa.

  • Di Bawah Kuasa Agen Rahasia

    DALAM kunjungan ke Jakarta pada 2008, Prof. John L. Esposito menyatakan rasa kagumnya terhadap kecintaan kaum Muslim terhadap agamanya. Namun dia mengkritik ekspresi itu kerap kali tidak disertai semangat untuk memahami Islam lebih mendalam. Akibatnya, banyak kelompok Islam yang terjatuh dalam tindak radikalisme. “Sedangkan gerakan radikalisme agama merupakan taman bermain paling nyaman bagi para agen intelijen dan ini membahayakan masa depan agama itu sendiri,” ujar Guru Besar Studi Islam di Universitas Georgetown, Amerika Serikat itu. Pernyataan Esposito bisa jadi benar. Menurut Karen Armstrong dalam The Batlle for God , (lewat badan intelijen) negara-negara di dunia sering menggunakan kelompok-kelompok keagamaan sebagai instrumen untuk memainkan kepentingan mereka. Kasus HAMAS (Gerakan Pertahanan Islam) di Palestina, menjadi salah satu contohnya.  “Israel pada awalnya mendukung HAMAS, sebagai cara untuk meruntuhkan PLO,” ujar perempuan yang dijuluki sebagai “Duta Besar Islam di Dunia Barat” tersebut. Pendiri WikiLeaks Julian Assange memperkuat pendapat Karen Armstrong. Dalam suatu wawancara dengan sebuah surat kabar Argentina yang dikutip Russia Today edisi 25 Maret 2015, Assange mengatakan: “Jaringan kami mengungkapkan bahwa Israel selalu mendukung HAMAS terutama pada masa awal kelompok ini berkembang, tujuannya untuk memecah perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka.” ISIS (Negara Islam Irak dan Syam) yang menjadi biang keladi kerusuhan berdarah di Mako Brimob dan beberapa kota di Indonesia belakangan ini, juga disinyalir sebagai organ yang dibentuk para agen Mossad (Badan Intelijen Israel), CIA (Badan Intelijen AS) dan M16 (Badan Intelijen Inggris). Berbagai kalangan mengakui hal tersebut, termasuk Edward Snowden, eks anggota NSA (Badan Keamanan Nasional AS) yang membelot ke Rusia. Kasus Indonesia Di Indonesia, pemanfaatan kelompok-kelompok radikal oleh para agen rahasia sudah berlangsung sejak puluhan tahun lalu. Salah satunya adalah DI/NII (Darul Islam/Negara Islam Indonesia), gerakan yang menjadi cikal bakal adanya dua gerakan Islam radikal pada hari ini: Jamaah Islamiyah (JI) yang menginduk ke Al Qaidah dan Jamaah Anshar Daulah (JAD) yang berafiliasi kepada ISIS. Kisah tersebut bermula dari kejadian pada 1 Agustus 1962, saat DI/NII memutuskan untuk mengakhiri pemberontakan mereka terhadap pemerintah RI (Republik Indonesia) yang sudah berusia 13 tahun. Keputusan itu dicetuskan oleh 32 tokoh dan ulama DI/NII (terdiri dari orang-orang terdekat Imam DI/NII S.M. Kartosoewirjo). Mereka antara lain Adah Djaelani, Danu Muhammad Hasan, Tahmid Rahmat Basuki, Dodo Muhammad Darda, Ateng Djaelani dan Djaja Sudjadi. Ikrar kesetiaan terhadap pemerintah RI tidak sia-sia karena beberapa waktu kemudian pemerintah RI (lewat tentara) mengganjar mereka dengan berbagai “hadiah”. Untuk para eks kombatan DI/NII setingkat prajurit dan perwira disediakan modal usaha dan biaya untuk memulai hidup baru di wilayah transmigrasi. Sedangkan untuk para petingginya, mereka langsung dibina oleh Kodam Siliwangi dan dimodali untuk berbisnis. “Seperti Ateng Djaelani dan Adah Djaelani, mereka dijadikan penyalur minyak tanah di Bandung dan Jakarta,” ujar Solahudin dalam NII Sampai JI: Salafy Jihadisme di Indonesia . Hubungan mesra antara eks anggota DI dengan tentara semakin kuat manakala mereka dilibatkan dalam penumpasan orang-orang PKI (Partai Komunis Indonesia) pasca Peristiwa 1 Oktober 1965. Pihak tentara menunjuk pentolan Kodam Siliwangi seperti H.R. Dharsono dan Aang Kunaefi serta beberapa pejabat BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara) yakni Ali Moertopo dan Yoga Sugama untuk berkoordinasi dengan para petinggi DI. “Dalam operasi itu, pihak tentara hanya memberikan pinjaman senjata sedangkan untuk soal-soal teknis termasuk logistik, orang-orang DI membiayai sendiri,” ungkap Sholahudin. Sukses memberangus eks anggota PKI, para tokoh DI/NII diarahkan oleh para petinggi BAKIN untuk terlibat dalam proyek pemenangan Golkar (Golongan Karya) dalam Pemilihan Umum 1971. Kendati sempat terjadi perdebatan di kalangan internal eks anggota DI/NII, pada akhirnya ajakan itu diterima. “Lewat Pertemuan Situaksan, Bandung (yang ditengarai dananya dari BAKIN) pada 21 April 1971, sekitar 3000 eks anggota DI menyatakan siap mendukung Golkar,” kata Solahudin. Perkembangan selanjutnya DI/NII bermetamorfosis menjadi sebuah gerakan bersenjata kembali. Sejak pertengahan tahun 1970-an, ruang lingkup perjuangan mereka tidak lagi hanya semata di Jawa, namun juga sudah meluas hingga Sumatera dan Sulawesi. Aksi-aksi DI/NII semakin militan, kreatif dan mulai berjejaring secara internasional, terutama setelah mereka mendirikan JI dan JAD. Apakah mereka sudah terlepas dari kuasa para agen rahasia? Dalam dunia intel, tak ada yang bisa menjamin itu tidak terjadi.

  • Lima Gebrakan Revolusioner Wenger

    DIPUJA dan dihujat. Dua hal itulah yang selang-seling diterima Arsene Wenger sepanjang 22 tahun mengasuh klub London utara Arsenal FC. Sanjungan setinggi langit menghampirinya kala dia membawa The Gunners dua kali menyabet double winners –raihan trofi Premier League dan FA Cup– pada musim 1997/1998 dan 2001/2002. Pujian kian deras kala Arsenal menutup musim 2003/2004, tim ini mengukir rekor tak terkalahkan sepanjang musim, mengulang Preston North End 115 tahun sebelumnya. Namun, cercaan dan makian langsung menghampiri Wenger begitu prestasinya jeblok. “ Wenger Out !” kata slogan yang pernah diusung fans Arsenal saat performa tim itu buruk. Belakangan, terutama pada 2017, tekanan terhadapnya untuk menyudahi masa bakti di Emirates Stadium kian intens. Sejumlah kelompok fans menginginkan pergantian rezim Wenger. Les Professeur (sang professor), julukan yang diberikan media Inggris pada Wenger yang tak pernah berhenti menggali pelajaran sepakbola modern, resmi meninggalkan Arsenal pada 13 Mei 2018. Kepergiannya tak hanya meninggalkan kenangan manis buat fans Arsenal, dia meninggalkan banyak hal berharga buah inovasinya kepada sepakbola Inggris. Apa saja warisan revolusioner Wenger yang dikenang? Diet Pemain Urusan nutrisi jadi satu dari sekian pekerjaan rumah (PR) pertama Arsene Wenger kala datang ke Arsenal, 1996. Wenger merombak asupan makanan para pemainnya, tak ada lagi santapan utama macam steak atau camilan cokelat Mars di kamp latihan. Wenger menggantinya dengan beragam makanan sehat seperti wortel mentah dan seledri, brokoli, ikan atau ayam rebus, hingga kentang tumbuk. “Menurut saya di Inggris makanan mereka terlalu banyak mengandung gula, daging dan justru kurang sayuran. Padahal gaya hidup kita berkaitan erat dengan kesehatan,” ungkap Wenger di Evening Standard , 18 Oktober 1998. Arsene Wenger "mereformasi" gaya hidup dan nutrisi para pemainnya (Foto: arsenal.com) Wenger “belajar” soal nutrisi dengan diet ketat sejak menukangi klub Jepang Nagoya Grampus Eight. Dia kagum pada gaya hidup orang Jepang yang menjaga kesehatan dengan makanan-makanan rebusan. Soal alkohol, Wenger tak serta-merta melarang, Namun, hampir setiap waktu dia mengingatkan alhokol bakal merusak otot dan metabolismenya. Perombakan Metode Latihan Penerapan diet dan penggantian asupan makanan pemain Arsenal oleh Wenger bertujuan agar kondisi para pemain lebih segar untuk bisa mengikuti arahan-arahannya dalam latihan. Tony Adams cs. tak lagi diarahkan dengan sesi-sesi latihan fisik monoton yang banyak berlari. Wenger menerapkan sesi latihan pendek variatif dan enerjik serta selalu bersentuhan dengan bola. Sesi stretching pun selalu dengan bola. Semua sesi latihan diawasi ketat oleh Wenger yang nyaris tak pernah melepas stopwatch -nya. Arsene Wenger menyontohkan salah satu gaya stretching baru dengan bola (Foto: arsenal.com) “Saya menyukainya. Latihan sesi pendek, tajam dan intens. Sebelumnya, kami selalu berlari dan digenjot fisik. Tapi bersama Arsene latihan lebih variatif. Seperti sesi pergerakan tim, mengolah bola. Dia ingin semua pemain bergerak bersama, menciptakan banyak opsi pada permainan,” kenang eks-bek Arsenal Nigel Winterburn, dikutip John Cross dalam Arsene Wenger: The Inside Story of Arsenal under Wenger. Hasil dari pola latihan ala Wenger sangat terlihat di lapangan, permainan Arsenal yang  membosankan berubah jadi permainan cantik. Klub-klub lain pun mengadaptasi metodenya. Filosofi Permainan Atraktif Begitu bergabung, Wenger mengganti gaya permainan bertahan Arsenal yang dibentuk pelatih George Graham dengan permainan ofensif cepat dari kedua sayap. Seringkali, bek sayap ikut membantu serangan. Meski tak jarang membuka ruang pertahanan untuk dimanfaatkan musuh, pola penguasaan bola menjadikan permainan Arsenal lebih sedap dipandang. The Gunners tak lagi dicibir banyak orang sebagai tim yang membosankan. Gaya bermain Arsenal berubah total, dari bertahan menjadi ofensif dengan style yang atraktif (Foto: Repro "The Wenger Revolution") Filosofi permainan begini membuat Wenger berhasil menorehkan rekor 49 pertandingan berturut-turut tanpa kekalahan sejak Mei 2003-Oktober 2004. Rekor ini mematahkan rekor 42 laga tanpa pernah kalah Nottingham Forest pada November 1977-November 1978. “Terdapat filosofi, gaya bermain, dan kultur terkait bagaimana Anda ingin menerapkan permainan. Penting untuk klub terus berkembang dan buat saya, kebanggaan terbesar setiap pelatih adalah keyakinan terhadap ambisi positif dan filosofi,” cetus Wenger dikutip Ted Richards dalam Soccer and Philosophy. “Wenger membangun tim terbaik yang pernah saya hadapi. Tim 1998 mereka luar biasa. Pujian terbesar karena filosofi Wenger membuat kami mengubah cara bermain untuk menghadapi mereka,” puji mantan bek Manchester United Gary Neville dalam akun Twitter @GNev2 pada 20 April 2018. Membuka Gerbang Pemain dan Pelatih Asing Untuk mengembangkan gaya bermain atraktif Arsenal, Wenger butuh pemain asing yang karakternya berbeda dari pemain Inggris. Dia mendatangkan Marc Overmars dari Belanda hingga para kompatriotnya dari Prancis: Emmanuel Petit, Nicolas Anelka, dan Thierry Henry. “Petit dan Overmars merupakan pembelian penting. Melihat mereka beradaptasi dengan gaya di Inggris sangat menarik,” ujar Wenger, dikutip Amy Lawrence dalam The Wenger Revolution. Wenger tak alergi menurunkan 11 pemain utama dengan mayoritas pemain asing. Pada 2005 saat meladeni Crystal Palace, Wenger menurunkan tim tanpa satu pun asli Inggris: enam Prancis, tiga Spanyol, dua Belanda serta masing-masing satu pemain Jerman, Pantai Gading, Kamerun, Brasil, dan Swiss. Menengok bagaimana suksesnya Wenger, klub-klub lain tak segan merekrut lebih banyak pemain asing untuk dijadikan punggawa utama. Arsene Wenger bersama para pemain asingnya (Foto: arsenal.com) Sukses Wenger juga berdampak pada membanjirnya pelatih non-Inggris. Saat kedatangan Wenger, di kasta teratas Liga Inggris hanya ada satu pelatih asing, Ruud Gullit yang menakhodai Chelsea. Kini (musim 2017/2018), 13 dari 20 klub ditangani pelatih asing. Timnas Inggris kena imbas tak alergi menyewa pelatih asing: Sven-Goran Eriksson (2001-2006) dan Fabio Capello (2008-2012). Pemoles Calon Bintang Beda dari rival-rivalnya, Wenger enggan belanja pemain berlebihan. Wenger justru dikenal sebagai pemoles pemain muda berprospek cerah menjadi bintang. Sebut saja Patrick Vieira, Freddie Ljungberg, Anelka, Henry, Robin van Persie, Ashley Cole, Cesc Fabregas, hingga generasi Jack Wilshere dan Ainsley Maitland-Niles. Ada yang diasah dari akademi, ada pula yang dibeli dari klub lain dengan harga murah. Saat dijual, harga mereka amat menguntungkan manajemen klub. Francesc Fabregas i Soler, satu dari sekian pemain muda yang sukses diorbitkan Arsene Wenger (Foto: Instagram @cescf4bregas) Sir Alex Ferguson sudah lebih dulu memoles generasi Manchester United 1992 memang, namun Wenger lebih memberdayakan pemain muda non-Inggris. Inspirasi ini bertahan sampai sekarang. Hampir semua akademi tim-tim Liga Inggris ikut mengembangkan para pemain muda asing.

  • Hamid Arief, Aktor Film Lintas Genre

    REZA Rahadian mungkin saja satu dari segelintir aktor yang mampu berperan dalam berbagai genre film. Sementara dunia film Indonesia lawas punya nama besar Abdul Hamid Arief, yang bermain baik dalam film-film bergenre drama, aksi, maupun komedi. Hamid Arief dilahirkan di Jakarta, 25 November 1924. Menurut Wim Umboh dalam majalah Aneka edisi 1 November 1952, studi Hamid harus berhenti di tengah jalan saat masih duduk di bangku MULO―Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, sekolah lanjutan setingkat SMP. Sebab, waktu itu Jepang keburu mengambil alih kekuasaan atas Indonesia pada 1942. Di masa Jepang, Hamid terjun di bidang kesenian. Menurut majalah Siasat edisi 26 Juni 1949, Hamid ikut dalam rombongan sandiwara Bintang Surabaya, sebuah perkumpulan sandiwara besar yang dibentuk pengusaha bioskop era kolonial, Fred Young. “Selain jadi pemain, Hamid juga mempunyai suara yang lumayan, sehingga dia kadang-kadang memenuhi nomor ekstra selaku penyanyi,” tulis Siasat . Ketika masa revolusi, Hamid berjuang lewat kesenian. Dia bergabung ke dalam rombongan sandiwara Pantjawarna. Menurut Sud M. dalam Minggu Pagi edisi 9 Agustus 1953, Hamid menghibur masyarakat, termasuk tentara dan polisi dengan suaranya yang merdu dan aktingnya yang memikat. Pada 1950-an, Hamid juga menjadi penyanyi di RRI Jakarta. Dia terkenal dengan suaranya yang empuk. Wim Umboh menyebut, Hamid merupakan anggota orkes pimpinan Ping Astono, dan memakai nama samaran Kelana Djaja. Anak Emas Hamid bermain film pertama kali pada 1948. Saat itu, dia menandatangani kontrak kerjasama dengan South Pacific Film Coorporation (SPFC), dan bermain dalam film Anggrek Bulan (1948) bersama Rd. Sukarno dan Iscandar Sukarno . “Sebagai pemain yang mendampingi Iscandar Sukarno sebagai detektif, ia dapat mengimbangi karakternya, sehingga permainannya tampak kuat, yang menimbulkan kemutuan film tersebut,” tulis Sud M. Menurut Siasat, film itu dalam satu minggu pemutaran di Palembang mendapatkan keuntungan f.38.000. Usai sukses dengan Anggrek Bulan, dia berturut-turut bermain di film-film produksi SPFC lainnya, seperti Aneka Warna (1949) , Harta Karun (1949) , Tjitra (1949) , Menanti Kekasih (1949) , dan Inspektur Rachman (1950) . Setelah itu, dia menyeberang ke Persari dan Golden Arrow. Di perusahaan film Golden Arrow, Hamid memperoleh puncak keemasan. Dia mendapatkan peran utama dalam film-film Golden Arrow selama 1952-1955. Tak heran jika dia mendapat julukan The Golden Boy  alias anak emas. Selepas dari Golden Arrow, dia menjadi pemain “bebas”, yang bisa main untuk produksi manapun. Pada pertengahan 1960-an, ketika dunia film Indonesia lesu, Hamid kembali muncul dalam panggung pertunjukan sebagai penyanyi, pemain, bahkan pelawak. Dunia panggung tak benar-benar ditinggalkannya. Hamid Arief dan Benyamin S. dalam film komedi,Sorga,produksi PT. Sarinande. (Suara Karya, 12 Juni 1977/Koleksi Perpusnas RI) Musuh Pitung dan Benyamin Pada 1970-an, Hamid bermain di banyak film aksi dan komedi. Perannya sebagai komandan polisi kompeni Scott Heyne dalam film Si Pitung (1970) sangat baik, dan barangkali yang masih diingat para penggemar film. Bukan hanya model rambutnya yang dibuat bule ala Eropa, tapi juga logatnya yang cadel. Hamid merupakan musuh bebuyutan Dicky Zulkarnaen, yang berperan sebagai Pitung sang jagoan Betawi. Peran Hamid sebagai kompeni berlanjut di film Banteng Betawi (1971).  Film ini merupakan lanjutan Si Pitung . Di film ini, Pitung berhasil ditaklukkan dengan peluru emas yang ditembakkan oleh Heyne. Lanjutan film itu baru dirilis 10 tahun kemudian, dengan judul Si Pitung Beraksi Kembali (1981). Di sini, Heyne baru kalah, karena tertembak peluru dari anak buahnya yang mental dari tubuh Pitung. Hamid juga populer karena menjadi “musuh bebuyutan” Benyamin S. Dimulai dari film Benyamin Biang Kerok (1972), lantas Hamid menjadi langganan film-film Benyamin S. Di film-film Benyamin, Hamid kerap berperan sebagai bapak-bapak galak, yang siap memberondong Benyamin dengan sumpah serapah dan caci maki kasar berlogat Betawi. Benyamin pasti mati kutu dengan omelan dari Hamid di film-filmnya. Mengenai banyak aktingnya di film-film berbagai genre, Hamid sebenarnya hanya menyukai film drama. “Saya sebenarnya tak punya bakat lawak, saya lebih tertarik pada cerita drama,” katanya dalam buku Apa dan Siapa Orang Indonesia 1926-1978 . Selain di film, Hamid muncul di layar kaca lewat acara Komedia Jakarta . Pada 1977, Hamid menjadi pemimpin produksi untuk film-film Komedia Jakarta Films, seperti Diana (1977) dan Kembalilah Mama (1977) . Dia juga bermain dalam serial Rumah Masa Depan. Film terakhirnya, Pengorbanan (1982). Praktis, dia sudah berkiprah dalam 121 judul film. Pada 1988, Hamid menerima penghargaan Surjosoemanto dari Dewan Film Nasional, atas dedikasinya. Hamid wafat pada 20 Desember 1992. Dia hidup melajang hingga akhir hayatnya.*

  • Kesaksian Kerusuhan Mei 1998

    PARMIN, kini berusia 53 tahun, masih ingat situasi ibukota Jakarta 20 tahun silam. Pagi hari, 13 Mei 1998, dia beraktivitas seperti biasa: membeli daging sapi dan menggilingnya untuk membuat bakso. Tanpa punya firasat apapun, dia pulang ke rumah dengan sekeranjang bahan lain untuk persiapan membuka lapak bakso di kawasan Jatibaru, Tanahabang, Jakarta Pusat. Lepas tengah hari, semua persiapannya selesai, tinggal menunggu waktu membuka lapak. Mendengar ribut-ribut di luar rumah, Parmin pun melangkah keluar. “Kita mau keluar dagang. Tahu-tahu ada orang rame-rame gitu. lama kemudian terjadilah bakar-bakaran. Ada bakar ban, ada bakar rumah. Saya balik lagi masuk rumah,” kata Parmin kepada Historia . Parmin tak menduga, aksi bakar ban itu berkembang menjadi kerusuhan hebat. “Yang bakaran banyak massa. Orang-orang biasa,” ujarnya. Penyaksi lain kerusuhan dan penjarahan pada 13 dan 14 Mei 1998 adalah Wawan (bukan nama sebenarnya) yang kini tinggal di daerah Jakarta Barat. Kala kerusuhan itu meletus, dia sedang duduk di bangku kelas dua sekolah menengah atas swasta di Jakarta Pusat. Saat itu, sekolahnya diliburkan karena kerusuhan melanda ibukota. “Sekolah diliburkan karena marak demonstrasi mahasiswa. Lupa saya sampai kapan, kayaknya sampai Soeharto lengser masih diliburkan,” ujar Wawan kepada Historia . Peristiwa penembakan mahasiswa Universitas Trisakti, sebagaimana termuat dalam laporan Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 , menjadi faktor pemicu ( trigerring factor ) kasus kerusuhan di Jakarta. TGPF menemukan bahwa titik picu awal kerusuhan di Jakarta terletak di wilayah Jakarta Barat, tepatnya seputar Universitas Trisakti pada 13 Mei 1998. “Di Jembatan Lima semua toko hancur, habis dijarah. Saat itu orang hilir mudik bawa tivi gede-gede,” ujar Wawan. Korban Berjatuhan Kerusuhan selama tiga hari membuat perekonomian lumpuh. Parmin misalnya, harus mengurungkan berjualan bakso karena situai keamanan masih labil. Demikian pula dengan ratusan toko elektronik yang terbakar di seantero Jakarta, harus menghitung kembali kerugian dan mengumpulkan modal kembali. “Saya masuk ke sebuah toko di daerah Jembatan Lima. Biasanya toko ini penuh barang elektronik. Hari itu ludes, kosong melompong. Pemiliknya bersembunyi mengunci diri beserta keluarganya di lantai dua,” kata Wawan. Aparat keamanan mencoba mengendalikan keamanan dengan cara keras. Para perusuh dihalau dengan rentetan senjata. “Pas di Jembatan Lima lagi banyak penjarah, ada helikopter mendekat. Nah, lalu keluar tuh orang-orang berseragam hitam (aparat keamanan, ) dengan menenteng senapan, meluncur pakai tali dari helikopter ke bawah. Massa langsung bubar,” ujar Wawan. Pemerintah kemudian membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pada 23 Juli 1998. TGPF terdiri dari unsur pemerintah, Komisi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia (Komnas HAM), LSM, serta organisasi kemasyarakatan. Tugasnya menemukan dan mengungkap fakta, pelaku dan latar belakang peristiwa 13-15 Mei 1998. Dalam laporannya, TGPF menjelaskan bahwa pelaku kerusuhan 13-15 Mei 1998 terdiri dari tiga golongan yaitu, massa aktif yaitu massa pendatang yang bergerak dengan terorgarnisir; massa pasif adalah massa lokal yang semula menonton lalu ikut; dan provokator yang menggerakkan atau memancing massa. “Supermarket Hero dekat kantor kami di Jakarta Timur dijarah orang-orang perumahan dekat situ juga. Mereka pakai mobil buat angkut barang,” ujar Wardah Hafidz, pegiat Urban Poor Concortium (UPC). Bukan hanya kerugian material, kerusuhan juga memakan banyak korban jiwa. “Kalau di Glodok, ada tank dari arah Harmoni. Orang-orang berbaju hitam menembaki orang-orang yang sedang menjarah Glodok,” ujar Wawan. Di wilayah Jakarta, TGPF menemukan jumlah korban sebanyak 1.190 orang meninggal akibat terbakar; 27 orang meninggal akibat senjata; dan 91 orang luka-luka. Data lain dikumpulkan oleh Polda Metro (451 meninggal, korban luka-luka tidak tercatat); Kodam Jaya (463 meninggal dunia termasuk aparat keamanan dan 69 orang terluka); dan Pemda DKI (288 orang meninggal dunia dan 101 luka-luka). Yang memprihatinkan adalah korban kekerasan seksual berupa perkosaan massal, penyerangan seksual dan pelecehan seksual. TGPF mengumpulkan dan memverifikasi 52 korban perkosaan; 14 korban perkosaan dengan penganiayaan; 10 korban penyerangan seksual; dan 9 korban pelecehan seksual. Sebagian besar kasus kekerasan seksual menimpa perempuan Tionghoa. “Kami dari Urban Poor Concortium juga bereaksi atas kerusuhan Mei. Bertempat di Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, kami menggelar semacam kesaksian dari para warga yang tahu persis peristiwa itu. Di luar ruangan sudah banyak orang untuk memberi kesaksian,” kata Wardah Hafidz. Akhirnya, TGPF merkomendasikan kepada pemerintah untuk mengusut tuntas penyebab dan pelaku utama kerusuhan Mei 1998.*

bottom of page