top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Dari dan Untuk Apa Dana Partai

Partai-partai politik mendapatkan dana dari berbagai sumber. Penggunaannya baru efektif jika dikaitkan dengan sumberdaya modal sosial.

11 Mar 2014

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kampanye Partai Masyumi di Rawa Badak, Tanjung Priok, Jakarta, 27 Maret 1955. (Perpusas RI).


DUABELAS partai politik melaporkan dana kampanye kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2 Maret lalu. Jumlah tertinggi mencapai ratusan milyar. Percaya atau tidak, dalam pemilu 1955 besarnya dana yang dikeluarkan tidak selalu signifikan dengan perolehan suara.


Dalam menghadapi pemilu, partai-partai membutuhkan dana besar. Dana itu berasal dari iuran anggota, sumbangan, bahkan hasil korupsi segelintir kader partai. Tak heran jika laporan dana kampanye ke KPU bisa jauh lebih rendah dari yang sebenarnya.


Pada pemilu 1955, tulis Herbert Feith, meski mustahil mengetahui anggaran partai, pengamatan umum tetap bisa dicoba. Kita bisa mengatakan, misalnya, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Masyumi mengeluarkan banyak uang, sedangkan Nahdlatul Ulama (NU) tidak banyak.


Korupsi di kementerian untuk mengumpulkan dana kampanye partai dipraktikkan besar-besaran pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo. “Dalam hal ini PNI yang paling banyak mendapatkan keuntungan karena partai ini memegang portofolio Keuangan dan Ekonomi serta jabatan perdana menteri dalam Kabinet Ali,” tulis Feith dalam Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. Selain itu, PNI punya sumber dana tambahan, yang terpenting sumbangan dari pengusaha bumiputera maupun Tionghoa.


Dengan dana yang besar, PNI bisa membayar tokoh-tokoh berpengaruh seperti camat, lurah, mandor (pengawas buruh perkebunan atau pabrik), dan jagoan agar menggunakan pengaruhnya untuk kepentingan partai.


Dalam The Communist Party of Indonesia: 1951-1963, Donald Hindley menguraikan bahwa PKI adalah partai terkaya di Indonesia. PKI mampu memperkerjakan dan menggaji pegawai penuh waktu, menerbitkan literatur, dan berkampanye lebih mahal dari partai-partai lain. PKI memang tidak dapat memanfaatkan sumber dana langsung maupun tidak langsung dari pemerintah seperti PNI. Sumber dana PKI berasal dari iuran anggota, iuran anggota organisasi massa, sumbangan, kampanye khusus penggalangan dana, dan perwakilan yang menjadi anggota badan-badan pemerintahan.


Menurut Feith, asal-usul dana PKI diperdebatkan. Kendati iuran anggota dan sumbangan kecil berperan penting dalam pembiayaan partai itu, orang menduga PKI memperoleh dana jauh lebih banyak dari sumber-sumber lain; dari pengusaha Tionghoa hingga negara-negara komunis melalui kedutaan dan kantor perwakilan mereka di Jakarta.


Pesaing PKI dalam penggunaan dana kampanye adalah Masyumi. Bagian terbesar dari dana Masyumi berasal dari sumbangan tuan tanah, pemilik kebun karet, dan pengusaha batik.


PKI dan Masyumi mengeluarkan dana besar untuk membuat papan peraga tanda gambar dari bahan seng seharga Rp14 ($1,25) per lembar, mencetak pamflet, dan membiayai perjalanan keliling pemimpin mereka. PKI mengeluarkan dana besar untuk karnaval perayaan ulangtahun partai dan pesta rakyat. Masyumi menyiapkan peralatan lengkap dan pemutaran film untuk rapat umum.


Berbagai perlengkapan dan materi kampanye Masyumi dipasok Badan Informasi AS (USIS) –di Amerika disebut USIA, agensi pemerintah yang didirikan pada 1953. Selain itu, tulis Tim Weiner dalam Membongkar Kegagalan CIA, Masyumi mendapatkan dana sekitar $1 juta dolar AS dari Badan Intelijen AS (CIA). Tujuannya, seperti diungkap mantan agen CIA Joseph Burkholder Smith dalam Portrait of a Cold Warrior, Masyumi merupakan kekuatan-tanding (counterforce) Indonesia untuk menghentikan kecenderungan Sukarno dan para pendukung politisnya yang condong ke kiri, menuju suatu pemerintahan otoriter yang didukung PKI.


Masyumi, yang digadang-gadang bakal memenangi pemilu 1955, gagal karena kehilangan suara dari segmen muslim tradisional yang direbut NU.


Feith tidak dapat menarik kesimpulan mengenai peranan uang dalam merebut suara. Namun, satu-satunya kesimpulan, setelah memperhitungkan betapa miskinnya NU namun sukses membuat kejutan dalam pemilu 1955, adalah bahwa sumber dana kurang penting dibandingkan sumberdaya sosial, dan penggunaan dana hanya bisa efektif jika dikaitkan dengan sumberdaya sosial.*

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Sekolah Tertua di Depok

Sekolah Tertua di Depok

Depok sudah punya sekolah sejak 1830. Tergolong sekolah tertua di Jawa, bahkan Indonesia. Tuan Laurens guru tertuanya.
Wasit Hindia di Olimpiade

Wasit Hindia di Olimpiade

Hindia Belanda nyaris mengirimkan tim sepakbola di Olimpiade tapi gagal karena penolakan Belanda. Sebagai pelipur lara, wasit Hindia Belanda tampil dalam beberapa pertandingan, termasuk final sepakbola di Olimpiade.
Harrison Ford dan Kepedulian Lingkungan

Harrison Ford dan Kepedulian Lingkungan

Harrison Ford sudah peduli isu lingkungan sejak puncak ketenarannya. Pemeran waralaba “Star Wars” dan “Indiana Jones” itu turut berada di garis depan menentang kerusakan lingkungan.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page