top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Dari Kilang Jadi Kolak

Kolak bukan sekadar menu buka puasa. Ada makna di balik makanan manis itu.

5 Jun 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

kolak (Shutterstock)

KOLAK merupakan menu buka puasa yang paling sering disajikan. Karena identik dengan Ramadan, ada yang berpandangan penganan ini punya arti lebih dari sekadar menu berbuka. Sebagaimana kuliner yang berkenaan dengan ritual Islam, seperti apem dan kupat, sebutan kolak juga dikaitkan dengan bahasa Arab.


Dwi Cahyono, arkeolog dan dosen sejarah Universitas Negeri Malang, mengutip pendapat Kyai Hasbullah dari Pondok Pinang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, bahwa kata kolak berasal dari bahasa Arab, yaitu kullaka artinya makanlah, untukmu. Pendapat lain dari kata khala atau kholaqo. Kata ini bisa diturunkan menjadi kholiq atau khaliq yang berarti pencipta, pencipta alam semesta yang menunjuk kepada Allah Swt.


“Selain berarti pencipta, dapat pula berarti: Tuhan yang disembah, Pengatur dan Pemelihara, Pemberi bentuk, dan Tuhan Yang Maha Perkasa. Sebutan ini dijadikan media untuk mendekatkan diri kepada Allah,” ujar Dwi.


Unsur-unsur kolak pun dikaitkan dengan ajaran Islam. Pisang kepok yang paling umum digunakan merujuk pada kapok, dalam bahasa Jawa berarti jera. Penganan ini mengingatkan agar manusia jera berbuat dosa dan segera bertobat kepada Allah Swt. 


Isian lainnya, ubi, dalam bahasa Jawa disebut telopendem. Filosofinya manusia harus mengubur kesalahannya dalam-dalam. Ada juga yang menghubungkan dengan kematian. Kolak adalah media pengingat, suatu saat manusia pasti mati dan kemudian dikubur (dipendem).


Unsur lain dalam kolak adalah santan. Dalam bahasa Jawa disebut santen, kependekan dari pangapunten. Orang Jawa menggunakan kata ini sebagai permohonan maaf. Kolak pun menjadi media pengingat agar manusia seantiasa meminta maaf atas kesalahannya.


Dwi menilai, etimologi dan tafsir terhadap penganan kolak semacam ini merupakan ikhtiar baik untuk menjadikan makanan sebagai media pembelajaran budi pekerti dan penguat keyakinan keagamaan. “Namun, bukan berarti bahwa muasal kolak dari bahasa Arab. Etimologis yang demikian hanya mendasarkan pada keserupaan istilah, dan terkesan dipas-paskan,” ujar Dwi.


Pasalnya, menurut Dwi, jika didasarkan pada keserupaan istilah padanan kata serupa ditemukan pula dalam bahasa Jawa Kuno. Kata kula dalam bahasa Jawa Kuno berarti kawanan, pasukan, kumpulan, orang banyak, jumlah, suku, keluarga, rumpun, kasta, rombongan, keluarga bangsawan atau unggul, keluarga, keturunan, asal-usul. Jadi, kula sebagai kumpulan berarti kolak adalah penganan yang terdiri dari sekumpulan bahan makanan, seperti ubi dan pisang, yang dicampur di dalamnya.


Dengan membuat asal-usul kolak dari bahasa Arab, penganan ini kemudian diyakini berasal dari Timur Tengah. “Alasannya karena orang Timur Tengah suka makanan manis, maka mungkin kolak dari sana,” lanjut Dwi. Padahal, masyarakat Nusantara sudah mengonsumsi minuman manis sejak masa Hindu-Buddha.


Menurut arkeolog senior Puslit Arkenas, Titi Surti Nastiti dalam “Minuman Pada Masyarakat Jawa Kuno” termuat di PertemuanArkeologiV, keterangan soal minuman masa Jawa Kuno muncul dalam naskah maupun prasasti. Dalam prasasti jenis minuman umumnya disebut pada bagian yang menuliskan tentang upacara peresmian sima. Setelah upacara sima selesai, biasanya diadakan pesta dengan menyuguhkan berbagai macam makanan dan minuman untuk dinikmati oleh hadirin.


Di antaranya, ada yang disebut juruh, yaitu minuman yang terbuat dari tanaman jenis palem. Ada pula kilang, minuman dari sari tebu, yang disukai rakyat hingga bangsawan. 


Dwi menguraikan kilang disebut dalam Prasasti Watukura (902 M) dan Prasasti Alasantan (939 M). Dalam naskah Jawa Kuna dan Tengahan, minuman ini muncul dalam kitab BrahmandaPurana, Sumanasantaka, Arjunawijaya, Nagarakrtagama, Partayajna, SubhadraWiwaha, KidungHarsawijaya, KidungMalat, dan WangbangWideya.


Kilang juga digunakan untuk menyebut nira kelapa, aren atau tal yang direbus. Bila direbus terus menerus, teksturnya akan mengental, kemudian bisa dijadikan gula merah.


Adapun pemanis berupa gula, dalam bahasa Jawa Kuna dan Tengahan disebut gendis. “Ini telah lama digunakan, jadi kolak yang berasa manis karenanya termasuk kuliner yang disukai dari masa ke masa,” jelas Dwi.


Di samping pemanis, santan pun sudah biasa dipakai untuk memasak. “Bila santan dicampurkan ke dalam kilang, maka jadilah kuah kolak,” lanjutnya.


Kuah kolak dibuat dari campuran santan dan gula merah direbus hingga mendidih. Kemudian dimasukkan buah-buahan, biji-bijian atau bahan makanan lainnya.


“Terbayang bahwa kegemaran mengonsumsi kolak adalah kelanjutan dalam bentuk lain dari kesukaan meminum kilang,” kata Dwi.


Sebutan kolak memang tak dijumpai dalam sumber tertulis masa Hindu-Budha. Ia mungkin baru muncul pada masa yang lebih modern. Dengan kreativitas, penganan itu diterjemahkan dalam bahasa yang bisa membuatnya menjadi media dakwah.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page