top of page

Sejarah Indonesia

Sejarah Dalam Sketsa Srihadi

Sejarah dalam Sketsa Srihadi Soedharsono

Merekam situasi zaman dalam goresan pensil di atas selembar kertas.

Oleh :
11 Februari 2016

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pengunjung mengamati sketsa anggota delegasi perundingan Indonesia-Belanda yang diperantarai Komisi Tiga Negara bentukan PBB. Foto: Nugroho Sejati/Historia.

  • Aryono
  • 12 Feb 2016
  • 2 menit membaca

SEBANYAK 441 karya pelukis Srihadi Soedharsono, baik sketsa di atas kertas yang terbungkus dalam 347 bingkai, ditambah enam lukisan dengan media cat akrilik di atas kanvas, dipamerkan di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, 11 Februari 2016.


Dalam pameran bertajuk “70 tahun Rentang Kembara Roso” itu, 35 karya berupa sketsa wajah tokoh-tokoh sejarah yang terlibat perundingan antara Indonesia-Belanda yang diperantarai oleh Komisi Tiga Negara di Kaliurang, Yogyakarta 68 tahun lalu.


Saat itu, 3 Januari 1948, pemuda Srihadi yang bekerja sebagai wartawan-pelukis di Balai Penerangan Tentara Divisi IV bagian dokumentasi, diutus untuk meliput di Kaliurang. Dia meliput hanya bermodal keterampilan membuat sketsa.


Dengan hanya membawa kertas, pensil, pastel dan cat air, Srihadi menemui masing-masing delegasi saat istirahat di vila. Karena hanya diberi waktu lima menit, dia menggambar sketsa wajah dengan cepat.


Dari puluhan sketsa, Srihadi membawa sebagian sketsa ke rumahnya dan sisanya disimpan di kantor di Solo. Nahas, kantornya hancur dibom. Beruntung, dia menyimpan beberapa sketsa di rumahnya. Sketsa itulah yang sekarang dipamerkan.


“Sketsa wajah delegasi KTN itu menjadi otentik, sebab Srihadi selalu meminta para tokoh itu untuk membubuhkan tandatangannya di atas gambar sketsanya,” terang Rikrik Kusmara, kurator pameran, kepada Historia.


Rikrik memasukkan sketsa delegasi KTN kedalam masa periode awal Srihadi berkreasi, sekira 1945-1952. Periode ini menarik, sebab menjadi langkah awal Srihadi menjadi pelukis di masa selanjutnya. Beberapa karya lain yang ditampilkan di antaranya sketsa wajah Bung Karno tahun 1947, lalu lima sketsa puing-puing pesawat Dakota yang jatuh di Maguwo tahun 1947.


Tak hanya soal perjuangan, Srihadi pun jeli melihat aspek sosial, seperti beberapa sketsa dengan tinta tentang ketoprak Soembangsih tahun 1947, lalu gambar hotel Garuda di Yogya yang digambar 1946.


Periode selanjutnya adalah 1952-1959, saat Srihadi menjadi mahasiswa di balai Pendidikan Universiter untuk Guru Seni Rupa di Bandung. Beberapa karya yang ditampilkan pada periode ini seperti gambar dengan pastel tentang Tirta Empul, Tirta Gangga dan Puri Kartasutra di Karangasem, Bali pada 1955. Bukan saja tentang bentang alam Bali, dia pun menggambar sebelas atraksi penari balet dengan media tinta yang dibuatnya 1953.


Srihadi terus mengasah bakat alamnya. Pada 1960, dia studi di Universitas Ohio, Amerika Serikat dan berguru langsung kepada Hoys L. Sherman. Visi artistiknya menguat dan lebih kritis dalam mengolah warna. beberapa karyanya pada periode ini yang ditampilkan adalah 21 gambar dengan media charcoal, sejenis arang kayu, yang sebagian besar dia beri judul Nude dan dibuat tahun 1960.


Dalam membuat sketsa, tampaknya Srihadi berusaha spontan. Ini terlihat pada empat sketsa berjudul View from Shangrila Hotel yang dibuatnya tahun 1996. Spontanitas itu tampak pada kertas yang dia gunakan. Misalnya, dia mengambil kertas berkop nama hotel, lalu membuat sketsa lingkungan sekitar hotel, yang dia pandang dari dalam kamarnya.


Pameran yang dihelat sampai 24 Februari 2016 ini menjadi penanda 70 tahun Srihadi berkarya. Seniman yang lahir 84 tahun lampau ini dikenal rajin mengarsipkan semua karyanya, utamanya dari media kertas. Dan dia, sudah merencanakan lama untuk menampilkan karya-karyanya dengan media di atas kertas tersebut.


“Ini sudah lama saya pikirkan. Karya yang dianggap lukisan adalah di atas kanvas. Namun karya dari sesobek kertas pun bisa menjadi karya yang bernilai,” terang Srihadi.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page