top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Hamka dan Patung Nabi Muhammad

Hamka terperangah saat mengetahui Amerika Serikat memiliki patung yang dianggap sebagai perwujudan Nabi Muhammad.

21 Nov 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Kiri-kanan: Mohammad Natsir, Buya Hamka, dan Isa Anshary. (Wikimedia Commons)

SUATU hari Hamka benar-benar dibuat heran. Keberadaan patung Nabi Muhammad SAW di New York, di luar akal sehatnya. Dalam muhibahnya selama 4 bulan (25 Agustus–25 Desember 1952) di Amerika Serikat (AS) itu, Hamka banyak dibuat terkejut. Dan soal patung Nabi Muhammad SAW tersebut menjadi yang paling menohok baginya. Namun di lain pihak, hal itu membuatnya sadar bahwa pengetahuan tentang Islam di negeri Paman Sam saat itu masih sangat kecil.


Ada rasa ironik dalam diri Hamka jika mengingat Sang Nabi yang berupaya menjauhkan umatnya dari patung-patung seperti itu sekarang malah dipatungkan. Di dalam memoarnya, 4 Bulan di Amerika, Hamka menelusuri keberadaan patung tersebut dan menghubungkannya dengan pemahaman tentang Islam di negara Barat, khususnya AS.


Menurutnya kebudayaan manusia memberi wujud kepada para Nabi setelah agama Nasrani memasuki Roma. Sejak itu, banyak ahli-ahli seni yang berlomba memahat patung menyerupai Nabinya. Hamka sendiri meyakini bahwa Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, Isa, dan Muhammad sangat anti kepada patung.


“Seluruh Nabi itu adalah mempunyai kesatuan maksud, yakni menghancurleburkan segala sesuatu yang dijadikan rintangan untuk menghadap langsung kepada Tuhan Yang Maha Esa,” kata Hamka.


Maka ketika banyak seniman yang membuat patung menyerupai Nabi, itu merupakan sebuah kesalahan. “Kita tidak dapat bersikap masa bodoh, kalau Nabi Muhammad dipatungkan pula,” lanjut Hamka.


Hasil penelusuran Hamka mendapati bahwa pembuat patung itu adalah pemahat Charles Albert Lopez. Dugaannya si pemahat itu berasal dari Amerika Selatan, yang masyarakatnya saat itu umum memeluk agama Katolik. Ia tidak tahu dari mana si pemahat mendapatkan gambaran tentang Nabi Muhammad, tetapi Nabi digambarkan gagah perkasa, kejam, pakai sorban, dan memegang pedang.


Hamka semakin heran karena patung Nabi Muhammad itu ada di tengah usaha AS mendekati bangsa-bangsa Timur. Terlebih ketika di International Centre di Washington, Hamka dan sejumlah pemimpin agama yang hadir mendapat sebuah buku kecil berisi propaganda AS tentang usaha negara itu dalam mendamaikan dunia. Bagi Hamka buku itu cukup bagus. Tetapi di bagian akhir terdapat gambar tiga orang Nabi: Musa, Isa, dan Muhammad. Maksudnya sebagai lambang keberagaman tiga agama: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Namun bukankah tindakan-tindakan itu malah membuat usaha mendekati bangsa Timur, yang mayoritas Muslim, semakin jauh?


Seorang pejabat Amerika lalu bertanya kepada Hamka mengenai kesannya tentang buku tersebut. Diterangkan oleh Hamka bahwa patung dan gambar Nabi Muhammad yang ada di dalam buku itu telah menghancurkan maksud baik mereka. Karena tidak ada seorang pun yang akan senang Nabinya dipatungkan. Bahkan di zaman keemasan seni Islam pun tidak ada satu seniman yang berani menggambarkan sosok Nabi Muhammad. Bukan hanya haram hukumnya, tetapi sebaik-baiknya pelukis dan pemahat tidak akan ada yang dapat membayangkan rupa Nabi Muhammad.


“Syukurlah kami mengetahui bahwa maksud buku ini adalah baik, tetapi mereka tidak mengetahui bahwasanya seluruh dunia Islam tidaklah suka akan patung Nabi Muhammad. Dan sekali-kali tidak ada patung Nabi Muhammad,” kata Hamka.


Hamka lalu menyarankan agar mengganti gambar Nabi Muhammad itu dengan gambar Ka’bah jika memang buku itu akan disebar. Mengenai hal itu, Hamka sempat membicarakannya dengan George Fadle Hourani, seorang profesor di Michigan University yang seorang Kristen Arab. Demi mendengar curhatan Hamka, sang profesor hanya menggelengkan kepala dan berkata: “Pengetahuan bangsa Amerika tentang kebudayaan Islam dan kebudayaan Arab masih sangat sedikit. Bagaimana Nabi Muhammad dapat dipatungkan, kami orang Arab yang berhak lebih dahulu.”


“Melihat contoh kejadian ini, dan melihat dalil-dalil perbuatan bangsa Amerika disegi lain, nyatalah bahwa maksud menghina atau menyinggung perasaam muslimin tidak ada. Mereka sekarang ini sedang berusaha betul-betul hendak mendekati hati umat Islam. Tetapi karena pengetahuan mereka masih sedikit, kadang-kadang yang disangka menghormati, telah menimbulkan penghinaan,” terang Hamka.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang Menolak Disebut Pahlawan

Alex Kawilarang turut berjuang dalam Perang Kemerdekaan dan mendirikan pasukan khusus TNI AD. Mantan atasan Soeharto ini menolak disebut pahlawan karena gelar pahlawan disalahgunakan untuk kepentingan dan pencitraan.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
bottom of page