top of page

Sejarah Indonesia

Kko Terjebak Di Gunung Wian

KKo Terjebak di Gunung Wian

Bagaimana satu peleton pasukan elite AL itu nyaris hancur oleh sekelompok gerilyawan Permesta.

Oleh :
19 November 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Gerakan pasukan KKo-AL di hutan Minahasa (Dokumen Korps Marinir AL)

SENIN, 11 Januari 1960. Situasi mencekam dirasakan oleh Letnan Dua (KKo) Kahpi Soeriadiredja, saat dia dan dua peleton pasukan KKo-AL dari Detasemen Pendarat (DETAP) memasuki  kawasan Gunung Wian, sebuah bukit kecil di Tatelu, Minahasa Utara. Tiap kaki melangkah, selalu saja para prajurit KKo-AL mendapat gangguan, baik tembakan dari regu musuh maupun tembakan bidik dari para sniper gerilyawan Permesta.


Pergerakan dua peleton DETAP pimpinan Wakil Komandan Kompi Letnan Dua Kahpi sesungguhnya merupakan pasukan bantuan. Beberapa jam sebelumnya, satu peleton DETAP pimpinan Letnan Muda Soetedi Senaputra (yang tak lain adalah adik sepupu Kahpi) telah dikirim untuk menguasai Gunung Wian. Namun, alih-alih dapat membereskan bukit kecil tersebut, peleton Letnan Muda Tedi malah masuk dalam jebakan zone pembantaian (killing ground) para gerilyawan Permesta.


“(Yang dapat dilakukan), pasukan KKo-AL ini hanya diperintahkan berdiam diri sambil menunggu bantuan datang,” demikian menurut buku 60 Tahun Pengabdian Korps Marinir yang ditulis oleh Mayor Laut (KH) Drs. Junaedi, Mayor Laut (KH) Drs. Margoyono dan Sersan Satu Marinir M. Syafrudin,SH.  


Begitu sampai di kaki Gunung Wian, pasukan pimpinan Kahpi langsung melakukan pendakian. Saat itulah, tetiba peluru-peluru Mitraliur 12,7 milik musuh berhamburan ke arah mereka. Sebagian peluru bahkan menggasak akar-akar gantung pohon beringin raksasa yang menjadi tempat perlindungan pasukan DETAP hingga kulit-kulitnya terlihat putih mengelupas.


“Kami sendiri tak bisa sama sekali melihat posisi musuh karena lereng-lerengnya ditumbuhi pepohonan yang sangat rapat,” ujar Kahpi dalam otobiografinya, Mengukir Jejak Langkah: Pengabdian Sebagai Prajurit Marinir.


Situasi benar-benar kritis buat para prajurit KKo-AL. Kedua peleton DETAP tidak bisa bergerak kemana-mana. Jangankan bergerak maju, untuk merayap perlahan pun situasi sangat tidak memungkinkan karena setiap jengkal tanah seolah disiram hujan peluru.


Namun sebagai komandan, Kahpi tidak bisa berdiam diri saja. Dengan setengah nekat, dia meloncat dari pohon ke pohon, berjibaku menghadapi hujan peluru. Di sebuah pohon beringin raksasa, Kahpi bertahan bersama beberapa anak buahnya, sementara para gerilyawan Permesta dengan seenaknya menembaki mereka dari atas seraya berteriak-teriak mengejek anak-anak KKo.


Dalam situasi demikian, tetiba dari arah samping, Kahpi mendengar seseorang berteriak.

“Letna Tedi kena! Letnan Tedi kena tembak!”


Tanpa banyak pertimbangan, Kahpi langsung merangsek sendirian, memburu datangnya sumber teriakan itu. Dilihatnya Letnan Tedi sedang tergeletak. Setelah Kahpi memeriksa lukanya, ternyata peluru masuk ke perut namun tidak tembus ke belakang. Saat itulah, Kahpi baru sadar bahwa mereka tinggal bertiga saja di garis terdepan karena anggota peleton lainnya telah melakukan gerakan mundur.


“Saya langsung angkat dia walaupun berat…” kenang Kahpi.


Selama bergerak mundur, Tedi selalu meracau. Dalam pangkuan Kahpi, sang adik sepupu itu berkisah banyak hal mengenai kenangan-kenangan masa lalu, terutama mengenai nenek mereka. Anehnya Tedi mengigau dalam bahasa Inggris.


“Akhirnya dalam pangkuan saya, dia menghembuskan nafas trakhir…”kenang Kahpi.


Kendati gagal menguasai Gunung Wian saat itu, namun setidaknya Kahpi berhasil membawa pulang peleton KKo yang terjebak dalam zone pembantaian. Gerakan pasukan kemudian dialihkan ke wilayah Wasian-Tatelu guna melakukan pembersihan. Gunung Wian baru berhasil dikuasai oleh tentara pemerintah beberapa hari kemudian, lewat suatu pertempuran yang juga sangat brutal.


Letnan Muda Soetedi Senaputra sendiri kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Manado, Sulawesi Utara. Pangkatnya dinaikan menjadi kapten (anumerta). Mengapa kapten? Sebenarnya, saat akan melakukan gerakan ke Gunung Wian, Letnan Muda Tedi baru saja mendapatkan telegram tentang kenaikan pangkatnya menjadi letnan dua.


“Namun karena (saat itu) tidak tersedia tanda pangkat, maka ketika gugur dia masih memakai tanda pangkat letnan muda…” ungkap Komandan Korps Marinir AL yang ke-6 itu.



Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Foto "Gadis Napalm" yang Kontroversial

Cerita di balik potret bocah-bocah yang menangis histeris saat terjadi serangan napalm di Perang Vietnam. Kini atribusi fotonya jadi polemik.
bottom of page