top of page

Sejarah Indonesia

Kristalisasi Keringat Dan Air Mata Susi Susanti

Kristalisasi Keringat dan Air Mata Susi Susanti

Tak hanya nostalgia, film Susi Susanti: Love All mengajak publik menghargai setiap tetes keringat dan air mata atlet di balik prestasi mengharumkan negeri.

22 Oktober 2019

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

...

BULUTANGKIS boleh dibilang merupakan permainan merakyat paling sering menghadirkan kebanggaan buat Indonesia. Prestasi mulai dari tingkat regional hingga internasional, macam olimpiade, yang dimiliki Indonesia datang darinya.


Di pentas olimpiade, mestilah menyebut Susi Susanti dan Alan Budikusuma. Keduanya merupakan atlet pertama yang memberi Indonesia medali emas olimpiade, yakni di Olimpiade Barcelona 1992. Di seantero bumi pertiwi, nyaris semua orang mengenal sosok Susi.


Sosok pahlawan olahraga itu kisahnya diangkat ke layar perak oleh Daniel Mananta dengan tajuk Susi Susanti: Love All, mulai tayang di bioskop-bioskop pada Kamis, 24 Oktober 2019.


“Iya, beberapa tahun lalu dia (Daniel) ketemu Susi. Buat dia, sayang kalau kisahnya tidak difilmkan. Badminton kan olahraga yang merakyat, jadi dia memberanikan diri untuk mengambil tema olahraga dan mengangkat kisahnya Susi ini ke layar lebar,” kata Dion Wiyoko, aktor yang ikut terlibat dalam film, kala bertandang ke redaksi Historia, Senin (21/10/2019).


Dion bermain memerankan Alan Budikusuma, kekasih Susi yang bareng dalam mempersembahkan emas olimpiade. Sementara, Susi diperankan Laura Basuki.


“Susi sosok legenda perempuan untuk badminton. Hanya Susi, belum ada yang menggantikan rekornya dia memenangkan olimpiade. Film ini tentang perjuangannya, terus juga kisah cintanya. Biopik ini dimulai dari awal perjuangan Susi sebagai atlet,” kata Laura menimpali.


Laura Basuki sebagai pemeran Susi Susanti. (Fernando Randy/Historia).
Laura Basuki sebagai pemeran Susi Susanti. (Fernando Randy/Historia).

Selain Dion dan Laura, turut bercerita Nathaniel Sulistiyo yang di film erperan sebagai Ardy B. Wiranata, pebulutangkis Indonesia yang jadi rival Alan di final  bulutangkis tunggal putra Olimpiade Barcelona 1992. Nathan ingin masyarakat Indonesia bisa melihat langsung bagaimana pontang-pantingnya atlet sebelum berlaga di arena.


“Film ini seperti membawa kita flashback lagi. Mungkin orang akan nostalgia lagi tentang momen itu. Tapi di sisi lain, kita ingin orang bisa mengapresiasi atlet-atlet. Banyak prosesnya. Panjang prosesnya untuk seorang atlet sampai bertanding membawa nama negara,” ujar Nathan yang juga mantan pebulutangkis dari PB Tangkas itu.


Keringat dan Air Mata


Tidak mudah jalan yang dilalui Susi sampai bisa berdiri di podium tertinggi penyerahan medali di Barcelona 27 tahun lewat. Tidak hanya peras keringat dalam persiapan, aral-rintang di luar arena juga membebaninya hingga meneteskan air mata. Sebagai atlet berdarah Tionghoa, Susi, Alan, dan para pebulutangkis lain terimbas isu-isu rasialisme yang kental di masa Orde Baru.


“Dalam olahraga, kita lupa mengingat ras, agama, atau apapun itu. Di lapangan, kita hanya tahu bahwa kita bawa nama Indonesia. Buat saya di film ini, kita enggak ingat lagi nih, dia orang (etnis) apa. Di lapangan ya tahunya kita mewakili Indonesia,” lanjut Laura.


Demi bisa merasakan keringat dan air mata itu yang lantas mengkristal jadi prestasi di Barcelona laiknya Susi 27 tahun lampau, Laura rela dikarantina selama enam bulan guna dilatih oleh pembesut Susi saat itu, Liang Tjiu Sia. Selain Laura, Dion pun ditempa latihan keras serupa selama empat bulan oleh pelatih yang sama.


Laura, Dion, dan Nathan pun ingin mengajak publik untuk datang berbondong-bondong ke bioskop-bioskop terdekat mulai 24 Oktober 2019. Pasalnya film ini bakal mengungkap banyak hal, apa-apa saja yang jadi “musuh” Susi dan Alan dalam kesehariannya di pelatnas maupun kehidupan pribadi di luar lapangan.


“Film ini ingin menyampaikan bahwa mengasihi adalah jawaban dari semua tantangan yang dialami oleh seorang Susi menjadi seorang juara dunia dan dirinya sendiri. Film ini harus ditonton karena akan banyak hal yang tidak pernah masyarakat tahu latar belakang Susi yang bisa menjadi seorang juara dunia dan legenda,” ujar sang sutradara Sim F ketika dihubungi Historia dalam kesempatan berbeda.




Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page