top of page

Sejarah Indonesia

Memburu Subandrio

Memburu Subandrio

Digadang-gadang sebagai suksesor Sukarno, Subandrio justru menjadi buronan nomor satu Soeharto.

18 Maret 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Subandrio saat diadili di Mahkamah Luar Biasa (Mahmilub). (Arsip Nasional Belanda).

Sesaat setelah menerima Supersemar, Letjen TNI Soeharto memerintahkan Panglima Kodam Jakarta Raya, Mayjen TNI Amirmachmud mengawal Presiden Sukarno dari Istana Merdeka ke Istana Bogor. Untuk alasan keamanan pula, Bung Karno meminta agar semua pos RPKAD (kini Kopassus) yang ada di titik-titik yang akan dilewati harus disingkirkan. Dalam tugas pengawalan itu, Soeharto menyisipkan misi khusus kepada Amirmachmud.


“Secara pribadi Pak Harto memerintahkan saya untuk mencari tempat persembunyian para menteri itu. Terutama Subandrio harus ditemukan,” ujar Amirmachmud dalam otobiografinya Prajurit Pejuang.


Ketika melaporkan bahwa jalur perjalanan steril dari pengawasan RPKAD, Amirmachmud melancarkan misi khususnya. Sebuah kesepakatan dilontarkan kepada Presiden Sukarno yang sedang gamang karena dirundung aksi para demonstran. Setengah mendesak, Amir meminta Bung Karno untuk memberitahu di mana keberadaan Subandrio.


“Demi keselamatan Bapak, sebaiknya Subandrio diserahkan kepada saya,” ujar Amirmachmud.


Dalam keadaan tertekan, Sukarno terpaksa memberi tahu posisi Subandrio sembari menitip pesan agar Amirmachmud jangan membunuhnya. Ajudan Sukarno, Brigjen Sabur kemudian diperintahkan mengantarkan Amirmachmud ke guest house komplek Istana Merdeka.


Di lantai atas guest house, yang tampak bukan hanya Subandrio, melainkan menteri lainnya yang masuk daftar penangkapan seperti, Soemarno, Armunanto, dan Sutomo. Semuanya kena ciduk. Amirmachmud lantas memerintahkan pasukannya menggelandang Subandrio ke markas Kodam Jakarta Raya untuk diproses lebih lanjut.


Terindikasi PKI?


Subandrio telah masuk daftar pencarian, jauh sebelum instruksi Soeharto untuk menangkap 15 menteri. Komandan RPKAD, Kolonel Sarwo Edhie Wibowo telah mengerahkan pasukan tanpa inisial untuk memburu Subandrio sejak akhir Februari 1966. Sebagian besar kalangan Angkatan Darat menilai Subandrio berafiliasi dengan PKI. Tempo setelah G30S meletus, Subandrio lewat sejumlah pidato menolak keterlibatan PKI di dalamnya. Dan ketika aksi demonstrasi massa untuk membubarkan PKI memuncak, Subandrio mengeluarkan pernyataan yang menyulut konflik lebih tajam: membalas teror dengan kontra-teror.


Subandrio yang memegang tiga jabatan strategis boleh jadi seorang politisi ulung. Dalam Kabinet Dwikora, dia menjabat Wakil Perdana Menteri III merangkap Menteri Luar Negeri dan Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI). Namun Kemal Idris, Panglima Kostrad saat itu, meragukan bila Subandrio terindikasi PKI.


“Dia (Subandrio) memang bermaksud menjadi tokoh politik yang besar. Sedangkan satu-satunya cara yang bisa menjadikan dia tokoh politik hanya melalui PKI. Tapi, apakah dia seratus persen PKI? Buat saya sebenarnya dia hanya ikut-ikutan saja,” ujar Kemal dalam Bertarung dalam Revolusi.


Angkatan Darat kian memusuhi Subandrio mengingat dirinya sebagai tangan kanan Presiden Sukarno. Di tengah kecamuk gerakan anti Sukarno, Subandrio menjadi orang pertama yang menghimpun kekuatan massa pendukung Sukarno sebagai Barisan Sukarno. Hubungan rapat Subandrio dengan Bung Karno di satu pihak dan tuntutan massa mengganyangnya di lain pihak, membuat aparat intelijen dan keamanan ekstra cemas.


Yoga Sugomo, perwira intelijen Kostrad saat itu mengkhawatirkan jika seandainya massa ataupun pihak-pihak tertentu yang balas dendam lantaran sakit hati bertindak nekat. Membunuh Subandrio, misalnya. Bila hal ini terjadi, bukan tidak mungkin Bung Karno akan marah besar dan membela Subandrio habis-habisan.


“Itu berarti menyulut perang saudara yang sulit diperhitungkan kapan berakhirnya,” tutur Yoga kepada B. Wiwoho dan Banjar Chaeruddin dalam Memori Jenderal Yoga. “Mengatasi Subandrio betul-betul ibarat menarik benang dalam tepung, tanpa tepungnya berantakan.”


Vonis Mati


Pada 1967, proses hukum terhadap Subandrio digelar dalam Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub). Anehnya, dakwaan buat Subandrio bukan karena terindikasi PKI atau terlibat G30S. Pengadilan memutuskan Subandrio bersalah karena dianggap subversif terkait ucapannya membalas teror dengan kontra-teror.


Sidang berlangsung singkat. Subandrio dijatuhi hukuman mati. Bagi Subandrio pengadilan itu tak lebih dari sandiwara.


“Mereka gagal membunuh saya secara terang-terangan di Sidang Kabinet 11 Maret 1966, toh mereka bisa membunuh saya secara ‘konstitusional’ di pengadilan sandiwara ini,” ujar Subandrio dalam memoarnya Kesaksianku Tentang G30S. “Naik banding dan kasasi saya tempuh sekadar semacam reflek menghindari kematian. Namun upaya hukum itu percuma. Sebab, pengadilannya saja sudah sandiwara.”


Namun nasib mujur masih menyertai Subandrio yang tercatat sebagai Duta Besar Indonesia pertama untuk Inggris. Reputasi Subandrio sebagai Duta Besar dan Menteri Luar Negeri menghindari dirinya dari senapan regu tembak. Kawat dari Presiden Amerika Serikat Lyndon B. Johnson dan Ratu Inggris, Elizabeth mengintervensi proses hukum Subandrio dan mengubah vonisnya menjadi penjara seumur hidup.


Selama hampir 30 tahun, Subandrio menjadi penghuni penjara di sel isolasi, terpisah dari narapidana lain sebagai tahanan politik. Mulai Rumah Tahanan Salemba, LP Cimahi, dan LP Cipinang. Di masa-masa itu dia mengalami depresi. Pada 1978, tatkala masih meringkuk dalam penjara, anak tunggal Subandrio, Budojo meninggal karena serangan jantung. Tak lama kemudian, istri Subandrio Hurustiati menyusul. Subandrio bebas dari penjara pada 1995.


Ketika pemerintahan Orde Baru runtuh pada 1998, kebebasan bersuara terbuka bagi siapa saja. Termasuk pula untuk mereka, yang dulu pernah dibungkam oleh rezim Soeharto. Tak terkecuali bagi Subandrio.


“Kesalahan saya satu-satunya adalah menjadi pengikut setia Bung Karno," kata Subandrio. "Namun kemudian saya tidak menyesal menjadi pengikut setia Bung Karno, sebab itu menjadi tekad saya. Dan ini merupakan risiko bagi semua orang yang berkecimpung di bidang politik.”

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Hind Rajab dan Keheningan yang Memekakkan Telinga

Film “The Voice of Hind Rajab” jadi antidot amnesia kisah bocah Gaza yang dibantai Israel dengan 335 peluru. PBB menyertakan tragedinya sebagai bagian dari genosida.
S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

S.K. Trimurti Murid Politik Bung Karno

Sebagai murid, S.K. Trimurti tak selalu sejalan dengan guru politiknya. Dia menentang Sukarno kawin lagi dan menolak tawaran menteri. Namun, Sukarno tetap memujinya dan memberinya penghargaan.
Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Orde Baru “Memfitnah” Orang Dayak

Dulu, orang Dayak dituduh pembakar hutan yang lebih berbahaya dari industri. Padahal, tidak banyak lahan hutan alam Kalimantan yang mereka gunduli.
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Ziarah Sejarah ke Petamburan (1)

Dari pelatih sepakbola Timnas Indonesia Toni Pogacnik hingga pembalap Hengky Iriawan. Sejumlah pahlawan olahraga yang mewarnai sejarah Indonesia dimakamkan di TPU Petamburan.
bottom of page