top of page

Sejarah Indonesia

Menumbuhkan Budaya Bahari Di Indonesia

Menumbuhkan Budaya Bahari di Indonesia

Budaya bahari bisa tumbuh bukan semata-mata karena infrastruktur fisik.

10 November 2016

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan sekaligus ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia, memberi sambutan penutup Konferensi Sejarah Nasional X di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, 9 November 2016. Foto: Nugroho Sejati/Historia.

Konferensi Nasional Sejarah (KNS) X bertema “Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah” telah usai digelar selama tiga hari (7-9 November 2016) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Seratus makalah telah dibahas dan menghasilkan tujuh rekomendasi.


Amurwani Dwi Lestariningsih, Kasubdit Sejarah Nasional Kemendikbud, membacakan rekomendasi tersebut, bahwa diperlukan: pembangunan budaya bahari sebagai landasan negara maritim yang menyatakan laut sebagai pemersatu bangsa; paradigma baru dalam merumuskan visi kelautan Indonesia; pembentukan tradisi historiografi Indonesia yang melihat laut sebagai dimensi baru dalam dinamika pembangunan; penguatan pendidikan karakter bangsa melalui perubahan pembelajaran sejarah dengan menampilkan drama, film dokumenter, dan bentuk lain; melakukan revolusi mental bangsa melalui penataan kembali sistem pendidikan dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan yang menempatkan pendidikan sejarah secara proporsional; strategi kebudayan untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai negara poros maritim; dan menghidupkan kembali kegiatan nyata untuk menumbuhkan semangat dan cinta laut seperti arung sejarah bahari dengan peserta generasi muda dari seluruh Indonesia.


Hilmar Farid, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud membagi hasil KNS menjadi tiga. Pertama, hasil KNS nantinya akan dikembangkan menjadi agenda studi dan penelitian. Lainnya, rekomendasi yang dibuat juga ada yang langsung memiliki relevansi dengan peraturan.


“Seperti tadi kita dengar, poros maritim selama ini fokus lebih kepada infrastruktur fisik, pelabuhan, kapal, dan seterusnya. Nah, konferensi ini memperlihatkan bahwa budaya bahari bisa tumbuh bukan semata-mata karena ada segi-segi material, tapi juga nonmaterial,” ujarnya.


Segi nonmaterial itu, menurut Hilmar Farid, penting untuk pengembangan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Misalnya, soal konektivitas bukan semata-mata hubungan yang dibentuk karena ada pelabuhan dan kapal, tapi adanya di pikiran dalam tingkat kesadaran.


“Ketiga, kita selama ini berpikir bagaimana caranya menghidupkan budaya bahari di Indonesia. Ada banyak. Umumnya bersifat lebih memberikan pengetahuan melalui ceramah, buku,” ujarnya.


Namun, dia melanjutkan, jika melihat isi makalah yang dihimpun dari KNS justru ada cara yang sifatnya lebih praktis, terutama dalam pendidikan yang bisa langsung dikembangkan. “Langsung konkret saja, anak-anak dilibatkan berlayar, bersentuhan dengan laut, kalau berhenti di tingkat pembicaraan saja cuma akan menjadi sebuah pengetahuan,” katanya.


Namun, dalam kurikulum sejauh ini belum sampai harus ke tingkat revisi. Justru lebih penting bagaimana membuat bahan ajar menjadi lebih relevan dengan kehidupan siswa. “Kurikulum sifatnya sangat terbuka. Ada ruang cukup luas untuk mengembangkan pelajaran dengan tema bahari ini,” lanjutnya.


Terlepas dari itu, Hilmar Farid menyadari hasil konferensi masih harus diperdalam dengan melanjutkan konferensi di tingkat regional. Dengan demikian, penentuan kawasan historis dapat dilakukan secara lebih cermat. “Ini ibaratnya baru puncak gunung es. Di bawahnya masih banyak. Unsur sejarah lokal harus kuat,” katanya.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Arsip Korupsi Sejak Zaman Kompeni

Korupsi sejak masa VOC hingga kolonial Belanda terekam dalam arsip. Korupsi akan terus ada karena berkaitan dengan kekuasaan, kewenangan, dan keserakahan manusia.
Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim Pahlawan Nasional dari Simalungun

Tuan Rondahaim dikenal dengan julukan Napoleon dari Batak. Menyalakan perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Simalungun.
Antara Raja Gowa dengan Portugis

Antara Raja Gowa dengan Portugis

Sebagai musuh Belanda, Gowa bersekutu dengan Portugis menghadapi Belanda.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page