top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Operasi Culverin, Gagasan Churchill Menginvasi Sumatera

Merasa Sekutu minim perhatian terhadap Sumatera, Churchill merencanakan membuka front baru untuk menginvasi Sumatera.

22 Jan 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Perdana Menteri (PM) Inggris Winston Churchill (kanan atas) bersama PM Kanada Mackenzie King (kiri atas), Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt (kiri bawah) &amp Gubernur-Jenderal Kanada Earl of Athlone di Konferensi Quebec, 17-24 Agustus 1943. Foto: Wikipedia.

KEPULAUAN Nusantara dengan letak yang strategis dan kekayaan luar biasa acap menjadi rebutan banyak kekuatan sejak lama, termasuk ketika Perang Pasifik dilancarkan Jepang. Pertempuran-pertempuran dahsyat macam Pertempuran Selat Makassar, Pertempuran Laut Jawa, atau rangkaian pertempuran dalam manuver “Lompat Katak”-nya Jenderal Douglas McArthur pasukan Amerika Serikat (AS) berlangsung di negeri yang kini bernama Indonesia.


Arti penting itulah yang mendorong PM Inggris Winston Churchill merencanakan Operation Culverin, invasi ke sejumlah titik penting di Pulau Sumatera. Sebagaimana diuraikan John Ehrmann dalam Grand Strategy Vol. V: August 1943-September 1944, Operasi Culverin –nama meriam kecil yang digunakan banyak negara Eropa pada abad ke-17– tercetus dari mulut Churchill di Konferensi Quadrant di Quebec, Kanada, 20 Agustus 1943. Dia menginginkan adanya operasi pendaratan amfibi di utara Pulau Sumatera pada Mei atau Juni 1944.


Desakan itu tak lepas dari keinginannya agar komando Sekutu mau lebih memperhatikan kawasan Asia Tenggara dengan membuka front baru. “Kita harus menyerang dan merebut satu pijakan (di pantai Sumatera) terhadap Jepang, di mana Jepang mesti merebutnya lagi dengan susah payah jika mereka tak ingin perkapalan mereka (di Selat Malaka) terganggu oleh serangan udara dari Sumatera,” cetus Churchill, dikutip Ehrmann.


Dalam rancangan konsepnya, operasi akan menyasar ke enam titik di wilayah Aceh sampai Sumatera Utara. Titik pertama, pantai Bireuen; Diamond Point (Lhokseumawe); Meulaboh; Pulau Simeuleu; dan terakhir Kota Medan. Manuver sabotase oleh pasukan kecil ke Pulau Weh juga masuk dalam rancangan itu.


Untuk menjalankannya, Churchill mengandalkan pasukan British India di bawah Panglima Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara Laksamana Lord Louis Mountbatten. Pada 9 Februari 1944, surat perintah rahasia bernomor 65028/SD3 terkait Operasi Culverin dikirim ke markas Mountbatten di New Delhi dengan terusan kepada COS (Chief of General Staff) atau Kepala Staf Umum Sekutu, hingga ke komandan Grup Angkatan Darat (AD) ke-11 di Asia Tenggara Mayjen Ian Stanley Ord Playfair.


Sebagaimana dikutip Michael Kerrigan dalam World War II Plans That Never Happened, surat perintah rahasia itu berisi instruksi untuk pelatihan dan pengorganisasian pasukan di India.

Mountbatten mendukung gagasan Churchill. Bahkan, dia sampai menyurati koleganya dari AS yang memimpin AD Amerika di China-Burma (kini Myanmar)-India, Jenderal Joseph Stilwell.


Namun, upaya Churchill dan Mountbatten sama-sama ditolak Joint Chief of Staff (JCS) atau Panglima Gabungan Kepala Staf dan Stilwell. “Serangan (terhadap Jepang) melalui Sumatra dan (Semenanjung) Malaya hanya akan menciptakan blokade bagi China. Mengingat komitmen FDR (Presiden AS Franklin D. Roosevelt) yang akan membangun kembali China pascaperang. Strategi apapun yang mengalihkan perhatian terhadap China tak bisa diterima,” ungkap Charles F. Bower dalam bukunya, Defeating Japan: The Joint Chiefs of Staff and Strategy in the Pacific War 1943-1945.


Dari sisi strategis, AS menolak Operasi Culverin karena JCS merasa sumber daya Sekutu belum cukup kuat untuk memukul Jepang di Sumatera yang masih kuat karena “nganggur”, tak seperti di front Pasifik Tengah. Bagi AS, Sekutu masih harus merontokkan Nazi Jerman di Eropa terlebih dulu sebelum mengalihkan fokus terhadap Jepang.


Lagipula, di tahun itu masih sulit untuk bisa mendaratkan pasukan di pantai Sumatera karena medannya belum dikenal lebih dalam. Pertimbangan lain, Angkatan Laut Jepang di Singapura masih lumayan kuat. Tingkat kepraktisannya juga dipersempit dengan belum bisa direbutnya Burma dari tangan Jepang.


Alhasil, rancangan operasi ini mentah di tengah jalan. Operasi Culverin “tutup buku” di pertengahan 1945 sebelum sempat terlaksan. Sekutu justru menggelar pendaratan di Malaya lewat Operasi Zipper dan Operasi Dracula untuk merebut Rangoon pada Mei 1945.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page