top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Pemberontakan untuk Memulihkan Kesultanan Banten

Perlawanan Mas Jakaria terhadap pemerintah kolonial Belanda. Kepalanya dipenggal dan mayatnya dibakar.

31 Agu 2018

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Orang-orang Banten yang memberontak terhadap pemerintah kolonial Belanda pada 1888. (KITLV).

PEMBERONTAKAN terhadap pemerintah kolonial Belanda terjadi beberapa kali di Banten. Pada 1810, Nuriman memimpin perlawanan terhadap pemerintah kolonial di Pasir Peuteuy, Pandeglang. Pemicunya karena pembubaran Kesultanan Banten.


Pemerintah kolonial pun menobatkan kembali Sultan Banten untuk meredam pemberontakan. Namun, upaya tersebut gagal, pemberontakan terus berkobar. Selanjutnya, tidak diketahui bagaimana pemberontakan yang dipimpin Nuriman. Namun, pada 1811, Mas Jakaria memimpin pemberontakan dan dapat menguasai hampir seluruh kota Pandeglang.


Menurut sejarawan Sartono Kartodirdjo gerakan-gerakan sosial kepribumian kerap kali menyatakan keinginan untuk menghidupkan kembali keadaan prajajahan dengan memproklamasikan kembalinya sebuah kerajaan kuno atau ditegakkannya suatu dinasti.


“Selama satu setengah abad," tulis Sartono dalam Ratu Adil, "orang di Banten secara berkala telah digerakkan oleh harapan-harapan untuk memulihkan kembali kerajaan besar yang didirikan oleh para sultan mereka yang telah lama lenyap."


Melalui pertempuran hebat, akhirnya Mas Jakaria tertangkap dan dipenjara di Batavia. Pada Agustus 1827, dia berhasil melarikan diri dan untuk kembali menyusun kekuatan. Dia berhasil menghimpun pengikutnya sebanyak seribu orang dan menyerbu kembali kota Pandeglang dan membunuh anggota detasemen tentara.


“Kemudian Mas Jakaria hidup dalam pengembaraan untuk menghindari kejaran pemerintah Belanda. Dengan segala cara dan kekerasan pemerintah Belanda berusaha menangkap Mas Jakaria; memaksa penduduk uniuk memberikan keterangan, membakar desa, dan menteror, sehingga rakyat hidup dalam ketakutan,” tulis M. Yoesoef Effendi dalam Catatan Kepahlawanan yang Anti Kolonial Nan Tak Kunjung Padam.


Untuk menangkap Mas Jakaria, pemerintah kolonial Belanda menjanjikan hadiah seribu piaster Spanyol kepada siapa saja yang dapat menangkapnya hidup atau mati. Beberapa bulan setelah menyerbu Pandeglang, Mas Jakaria dapat ditangkap dan dihukum mati dengan dipenggal kepalanya dan mayatnya dibakar.


“Dalam tradisi sejarah Banten, Mas Jakaria yang dihormati dan dikeramatkan penduduk setempat adalah masih keturunan dari Kiayi Santri yang kuburannya di Kolle, dan dari anak keturunan Mas Jakaria ini muncul pemimpin-pemimpin pemberontakan yang merepotkan penjajah,” tulis Halwany Michrob dan Mudjahid Chudari dalam Catatan Masa Lalu Banten.


Anak-anak Mas Jakaria yang melanjutkan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda adalah Mas Jabeng pada 1836, sedangkan Mas Anom, Mas Serdang, dan Mas Andong pada 1845 dalam Peristiwa Cikande Udik.


Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Dewi Sukarno Setelah G30S

Dewi Sukarno Setelah G30S

Dua pekan pasca-G30S, Dewi Sukarno sempat menjamu istri Jenderal Ahmad Yani. Istri Jepang Sukarno itu kagum pada keteguhan hati janda Pahlawan Revolusi itu.
bottom of page